Penanganan Bedah Kongenital
Penanganan Bedah Kongenital
PENDAHULUAN :
3. KELAINAN-KELAINAN MAXILLOFACIAL:
Kelaianan yang tersering adalah bibir sumbing, celah langit-langit
atau kombinasi keduanya, kelainan ini jarang mengancam nyawa.
4. DOWN SYNDROME :
Bayi dengan Down syndrome harus sangat dicurigai adanya
malformasi dari saluran cerna yang tidak jarang harus segera dilakukan
pembedahan saat masih bayi.
Semua kasus kasus bedah kongenital tersebut dimulai sejak bayi,
tulisan ini akan membatasi kelainan kongenital yang mengancam nyawa dan
memerlukan tindakan keperawatan khusus untuk menyokong tindakan bedah
emergency dalam penyelamatannya.
PROSES FISIOLOGI PADA BAYI
Proses fisisologi bayi berbeda dangan fisiologi orang dewasa, hala-
hal tersebut meliputi :
ADAPTASI
Bayi lahir akan mengalami proses adaptasi dari kehidupan didalam rahim
ibu ke kehidupan dunia luar, adaptasi tersebut meliputi :
1. Adaptasi system pernafasan : bayi dalam rahim ibu tidak bernafas dan
akan mendapatkan oksigen melewati aliran darah plasenta, dalam
proses persalinan, rongga dada dari bayi akan tertekan oleh jalan lahir
sehingga akan mengempis, akibatnya cairan amion akan tertekan
keluar melewati saluran nafas,hidung dan mulut sebanyak 30 cc.
Setelah kepala bayi dan dada keluar dari jalan lahir ibu maka rongga
dada karena elastisitasnya akan mengembang kembali sehingga terjadi
tekanan negatif pada paru-paru ( alfeoli dan bronkus ) sehingga
mengalirlah udara pertama kedalam paru-paru ( proses inspirasi
pertama kali ).
Selain hal tersebut diatas ada rangsangan-rangsangan lain yaitu berupa
rangsangan-rangsangan sensoris, perubahan suhu, rangsangan nyeri yang
ikut membantu merangsang proses inspirasi. Selanjutnya paru akan
menyesuaikan perkembangannya sesuai dengan terbukanya alveoli-
alveoli yang dulunya kempis.
Hal-hal yang harus diingat pada fase-fase ini adalah alveoli masih
belum mengembang seluruhnya sehingga sangat rentan terhadap
tekanan positif, maka apabila kita akan memberikan pernafasan
bantuan harus sangat hati-hati karena tekanana yang terlalu besar bisa
menimbulkan trauma yang disebut barotrauma.
2. Adaptasi Sistem sirkulasi.
Adaptasi system sirkulasi dimulai sejak tali pusat dipotong maka akan
terjadi perubahan system sirkulasi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi
neonatal. Saat ini bayi sudah bernafas spontann sehingga tekanan
dalam atrium kanan akan turun, darah sistemik akan masuk kedalam
atrium kanan, ke ventrikel kanan seterusnya mengakibatkan tahanan
dalam paru-paru menurun. Akibat proses inspirasi maka darah akan
mengisi kepembuluh darah kapiler disekitar alveoli paru, akibatnya
tekanan didalam paru akan meningkat, hal ini akan menimbulkan
alairan darah ke atrium kiri, selanjutnya ke ventrikel kiri dan
seterusnya. Saat ini terjadi perbedaan tekanan atrium kiri dan atrium
kanan yang akan menutup foramen ovale.
Ductus arteriosus Botali akan menutup oleh karena kontraksi dari
otot-otot spiral didalamnya yang terangsang oleh adanya tekanan O2
yang meningkat dan tekanan CO2 yang menurun serta PH yang
meningkat dalam darah, proses ini berlangsung selama 15 jam setelah
kelahiran, tetapi ductus tersebut akan betul-betul menutup secara
anatomi pada minggu ke II sampai ke III.
Apabila selama proses-proses tersebut diatas terjadi gangguan maka
bisa mengakibatkan gangguan dari anatomi jantung.
3. Volume Darah :
Volume darah dari bayi tergantung umur kehamilan dan derajat dari
transfusi melewati plasentanya.
Bayi normal, aterm mempunyai volume darah sebanyak 85 cc per
kilogram berat badan, volume ini akan lebih tinggi pada bayi preterm
volumenya bisa sampai 100 cc per kilogram berat badan.
Pedoman ini perlu diketahui untuk menentiukan saat atau indikasi
melakukan transfusi darah pada bayi yaitu apabila kehilangan volume
darahnya melebihi 20% dari volume darah normal
4. Kontrol Suhu Tubuh.
Perubahan temperatur dari dalam rahim ibu kedunia luar sangat
berpengaruh pada kelanjutan hidup bayi, hal ini sering dilupakan
dalam praktek sehari-hari perawatan bayi.
Adaptasi terhadap perubahan temperatur ini masih rendah pada bayi
yang baru lahir terlebih untuk bayi-bayi yang lahir premature,
sehingga apabila perawatannya kurang baik, bayi akan mudah jatuh
dalam keadaaan hipotermi dengan segala akibatnya.
Rendahnya proses adaptasi pada bayi dikarenakan permukaan tubuh
bayi relatif lebih luas serta cadangan lemak bawah kulitnya masih
sedikit sehingga bayi akan lebih mudah kehilangan panas melewati
proses evaporasi, radiasi, maupun konduksi.
Mekanisme utama dari bayi untuk mempertahankan suhu tubuhnya
adalah secara kimiawi yaitu apabila udara disekitarnya dingin maka
tubuh akan memproduksi panas dengan cara meningkatkan produksi
noradrenalin oleh saraf simpatis yang akan meningkatkan sirkulasi
darah dan respirasi untuk meningkatkan metabolisme tubuh.
Metabolisme tubuh ini utamanya diambil dari cadangan lemak bawah
kulit.
Bayi dengan cadangan lemak bawah kulit yang masih minimal, juga
respon simpatisnya yang masih belum sempurna, maka kemampuan
metabolisme untuk memproduksi panas tubuh masih minimum,
sehingga bayi sangat beresiko untuk jatuh pada hipotermi. Oleh
karena itu dalam perawatan bayi baru lahir harus dalam keadaan
hangat.
Kriteria bayi dikatakan hipotermi apabila temperatur sentralnya
kurang dari 36ºC.
Akibat hipotermi akan terjadi hambatan pada system pernafasan,
gangguan susunan saraf pusat, gangguan kardiovaskuler yang
kesemuanya akan mengakibatkan gangguan metabolisme tubuh.
5. Metabolisme Tubuh :
5.1. Hipoglykemia.
Bayi normal kadar glukosa darahnya adalah 50 – 60 mg/dl
sedangkan bayi dengan berat badan blahir rendah kadar glukosa
darahnya hanya 40 mg/dl.
Hypoglykemia tejadi bila kadar gula darahnya kurang dari 30
mg/dl pada bayi aterm dan kurang dari 20 mg/dl pada bayi
preterm, hal ini berlangsung sampai bayi umur 3 hari yang
disebut sebagai keadaan transien hipoglykemia. Hari ke IV dan
seterusnya kadar glukosa darah akan menjadi 40 mg/dl.
Hipoglykemia sering kali tidak menunjukkan gejala klinis, kita
harus waspada apabila mendapatkan bayi yang gemetar, sesak
napas, sianosis, apatis, hipotonia, hipotermia sampai kejang-
kejang, bayi dengan keadaan tersebut merupakan indikasi untuk
diperiksa kadar gula darahnya.
Hypoglycemia potensial terjadi pada bayi-bayi dalam keadaan
sakit, mengalami kelainan congenital sehingga kita harus lebih
waspada pada bayi-bayi tersebut.
5.2. Keseimbangan asam basa
Monitoring keseimbangan asam basa juga sangat penting pada
bayi khususnya pada bayi-bayi dengan kelainan bawaan yang
potensial bisa terjadi gangguan asam dan basa.
5.3. Hypocalsemia
Kadar kalsium darah normal pada bayi adalah 1,9 mmol/lt.,
hypocalsemia dapat terjadi pada 40 jam pertama pada bayi yang
sakit.
5.4. Hyperbilirubinia.
Hyperbilirubin yang tidak terikat pada bayi baru lahir bisa
mencapai 120 µ mol/lt masih dianggap fisiologis sampai bayi
berusia 3 – 4 hari, kadar bilirubuin ini akan berangsur-angsur
turun dan hilang sampai bayi umur 10 hari. Dengan kadar
normalnya 17 µ mol/lt.
Keadaan patologis bila didapatkan peningkatan kadar bilirubin
tersebut terjadi cepat yaitu pada 36 jam pertama dari kelahiran
hal ini biasanya diakibatkan oleh karena produksi bilirubin
yang meningkat akibat adanaya proses himolisis darah yang
berlebihan.
6. Stimulasi Sensoris
Stimulasi sensoris ini dikatakan sangat berperan dalam membantu
proses pertumbuhan bayi serta fungsionalisasi organ-organ tubuhnya
serta dalam upaya adaptasi dengan lingkungannya.
Stimulasi sensorik ini bisa oleh karena sinar lampu, musik, sentuhan-
sentuhan halus dan kasih sayang, tetapi harus diingat apabila sentuhan
sensoris tadi melebihi nilai batas yang bisa diterima oleh bayi, justru
bisa menimbulkan frustasi dan kegelisahan sampai kepanikan bayi.
7. Cairan dan Elektrolit.
Setelah lahir bayi akan kehilangan cairan melewati proses evaporasi
dari permukaan tubuhnya dan pernafasan ( insensible water loss ),
serta kehilangan cairan melewati kencing dan feces.
Insensible water loss pada bayi aterm mencapai 1 cc/Kg BB/jam
sedangkan pada bayi preterm bisa sampai 3 cc/Kg BB/jam. Keadaan
ini akan meningkat pada bayi yang dilakukan fototerapi, bayi yang
febris, bayi dengan sesak napas atau udara sekitar yang panas.
Cairan tubuh pada bayi relatif lebih banyak dibandingakan dengan
orang dewasa khsusunya cairan ekstra selulernya bisa mencapai 35 –
40% dari berat badannya, dibandingkan dengan bayi usia 1 tahun
cairan ekstra selulernya tinggal 20% saja.
Bayi dengan kelainan bawaan bedah pasti terjadi penyimpangan atau
gangguan dari keseimbangan cairan dan elektrolit tsb, keadaan ini
harus segera ditangani pada penatalaksanaan umum pertama.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus bedah kongenital pada bayi dan anak dapat
dibagi menjadi :
A. Penatalaksanaan Umum
B. Penatalaksanaan Transportasi
C. Penatalaksanaan Khusus
A. PENATALAKSANAAN UMUM :
Penatalaksanana umum seperti halnya penatalaksanaan pada bayi lainnya
yang harus diperhatikan adalah :
1. Bayi merupakan insan yang sangat lemah dan masih
memerlukan adaptasi dengan sekitarnya.
2. Bayi yang baru lahir organ-organ tubuhnya masih belum matur
demikian juga kekebalan tubuhnya masih lemah.
3. Bayi ukuran tubuhnya masih kecil dan berubah-ubah sesuai
dengan peningkatan umur, serhingga diperlukan fasilitas
dengan ukuran yang berbeda-beda disesuaikan dengan umur
bayi dan anak tersebut.
4. Bayi sangat rentan dengan perubahan temperatur disekitarnya.
5. Pola penyakit pada bayi dan anak sangat berbeda dengan pola
penyakit orang dewasa, dimana pada bayi kelainan yang paling
sering adalah kelainan akibat cacat kongenital.
6. Pola penanganan / operasi pada bayi dan anak sangat berbeda
dengan orang dewasa karena anatominya masih mengalami
pertumbuhan dan perubahan sesuai dengan umur, sehingga
apabila akan melakukan pembedahan pada bayi dan anak harus
diperhatikan betul factor-foktor tersebut diatas.
Bayi yang baru lahir kedunia kondisinya sangat berbeda-beda hal ini
dipengaruhi oleh umur kehamilan dan berat badan waktu lahir,
berdasarkan ini bayi dapat dibagi menjadi :
1. Bayi lahir dengan berat badan sesuai dengan umur kehamilan, bayi
ini disebut Approtriate Weight for Gestational Age ( A G A ).
2. Small for Gestational Age ( S G A ).
3. Large for Gestational Age ( L G A ).
Selain criteria-kriteria tersebut diatas bayi yang baru lahir sering juga
diistilahkan hanya berdasarkan umur kehamilan saja :
1. Bayi preterm, bila lahir umur kehamilan kurang 37 minggu
2. Bayi term ( aterm ) bila lahir umur kehamilan umur 37 – 42
minggu
3. Bayi posterm bila lahir umur kehamilannya lebih 42 minggu.
Bayi-bayi dengan SGA / Preterm atau LGA / Posterm mempunyai
resiko morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi-bayi aterm / AGA, terlebih bila bayi tersebut mengalami sakit
atau ada kelainan kongenital yang mengganggu fisiologis tubuhnya.
Angka morbiditas dan mortalitas tersebut akan meningkat lagi apabila
bayi tersebut memerlukan tindakan bedah didalam penanganannya,
oleh karena itu diperlukan peran aktif dan professional dari tenaga-
tenaga medis maupun paramedis yang menangani bayi tersebut.
C. PENATALAKSANAAN KHUSUS
Bayi-bayi dengan kelainan bedah kongenital setelah dilakukan
penatalaksanaan umum dan transportasi yang baik setelah sampai dipusat
pelayanan Bedah Anak harus dilakukan evaluasi ulang tentang keadaan
umumnya serta pengkajian tentang kelainan-kelainan yang dideritanya.
Hal yang harus selalu diingat bahwa kelainan bawaan seringkali tidak
sendiri, akan disertai kelainan bawaan yang lain.
Penatalaksanaan khusus meliputi :
1. Menentukan jenis / macam kelainan bawaan ( kongenital )
2. Menentukan perlu atau tidaknya dilakukan tindakan bedah
3. Menentukan saat pembedahan
4. Menentukan macam pembedahannya
5. Melakukan perawatan pasca bedah.
1. Menentukan jenis / macam kelainan bawaan:
Jenis atau macam kelainan bawaan dapat bermacam-macam mulai dari yang
ringan sampai yang berat, mulai dari yang mudah dikenali sampai yang sulit
dikenali.
Proses diagnostik ini harus dimulai dari macam pemeriksaan yang paling
tidak menyakiti pasien ( non invasive ), sampai pemeriksaan invasive
apabila sangat terpaksa ( dilakukan setelah kondisi bayi stabil ).
RESUME
1. Bayi lahir masih sangat lemah memerlukan adaptasi, maturasi organ,
tumbuh & berkembang. Bila mengalami kelainan kongenital yang
dapat mengganggu hal tersebut diatas, akan beresiko tinggi terlebih
bila dilakukan tindakan bedah. Diperlukan penatalaksanaan yang baik
bagi bayi bayi tersebut untuk menjadikannya dalam kondisi optimal,
sehingga dapat mengurangi resiko yang terjadi.
2. Transportasi bayi dengan kelainan kongenital harus diusahakan
mempertahankan kondisi optimal yang sudah tercapai, mengurangi
resiko transportasi dan dapat melakukan tindakan apabila diperlukan
3. Bayi dalam kelainan kongenital harus dilakukan koreksi dengan benar
untuk selanjutnya denentukan indikasi tindakan bedahnya.
4. Indikasi bedahnya harus ditentukan dengan cermat untuk menentukan
tindakan tersebut elektif, urgent, atau emergency.
5. Tindakan bedah emergency harus mengingat prinsip pembedahan
paling ringan yang sudah bisa menolong nyawa bayi.
6. Tekhnik pembedahan yang diambil harus mengingat faktor tumbuh
kembang bayi dan anak.
KESIMPULAN
Bayi dan anak dengan kelainan bedah kongenital yang memerlukan
pembedahan harus dilakukan optimalisasi, transportasi, dan persiapan
prabedah yang baik.
Tindakan bedah harus berdasarkan indikasi yang kuat dan tepat
mengingat resiko pembedahan yang tinggi pada bayi dan anak.
Diperlukan tenaga trampil yang khusus serta peralatan yang khusus
dengan ukuran yang disesuaikan dengan umur dan berat badan bayi / anak.