Oleh:
Oleh:
Elisha Jethro Solaiman 04084821618226
Aulia Alvianti Akbar 04054821719008
Faris Naufal Afif 04111401077
Pembimbing:
dr. H. M. Zainie Hassan AR, Sp.KJ (K)
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas ilmiah yang berjudul “Consultation Liaison Psychiatry pada Kanker Paru”
sebagai salah satu tugas yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih terkhusus kepada
dr. H. M. Zainie Hasan, AR, SpKJ (K) selaku pembimbing yang telah membantu
dalam penulisan dan memberi masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam
penulisan tugas ilmiah ini. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga tugas ilmiah ini
bermanfaat.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Consultation Liaison Psychiatry ..................................................................... 2
2.2 Kelainan Psikiatri pada Pasien Kanker Paru................................................... 2
2.3 Epidemiologi................................................................................................... 3
2.4 Faktor Predisposisi.......................................................................................... 5
2.5 Gangguan Kejiwaan dan Manajemennya........................................................10
2.6 Terapi...............................................................................................................12
2.7 Komplikasi......................................................................................................14
2.8 Prognosis.........................................................................................................15
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada penderita yang didiagnosis sakit kanker secara umum ada tiga bentuk
respons emosional yang bisa muncul yaitu penolakan, kecemasan dan depresi.
Dalam keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat menerima
dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat menimbulkan
stres yang terus menerus sehingga tidak hanya mempengaruhi fisik tapi juga
penyesuaian psikologi individu. Penderita kanker umumnya akan memiliki
penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan,
cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang. Gangguan emosional
dan gangguan kejiwaan sering terjadi pada pasien dengan kanker stadium lanjut.
Jika perasaan rendah tersebut dirasakan dalam waktu cukup lama dapat
mengakibatkan depresi. Oleh sebab itu penderita kanker umumnya mengalami
sakit dua kali lipat dari kebanyakan sakit lain yaitu selain menderita penyakit
kanker itu sendiri juga menderita depresi dan kecemasan. Sampai saat ini belum
ada data tentang terjadinya kecemasan dan depresi pada pasien kanker paru saat
pertama kali mengetahui tentang sakitnya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
operasi yang menyebabkan perubahan penampilan dan bentuk tubuh. Kemoterapi
dan radioterapi juga sering ditakuti. Kemoterapi ditakuti karena telah terbayang
akan rasa mual, muntah, rasa lelah, dan rambut rontok.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika prevalensi penderita psikiatrik pada
pasien keganasan sangat tinggi. Beberapa kanker berhubungan dengan masalah
yang melibatkan kehilangan anatomi, kesulitan seksual, dan berkurangnya
fertilitas. Literatur menunjukan setengah pasien kanker memiliki gangguan klinis
jiwa setiap saat. Gangguan afektif paling sering terjadi. Seperempat pasien wanita
mengalami gangguan afektif setelah menjalani pengobatan operasi kanker
payudara. Parle et al. mengadakan studi prospektif terhadap 600 pasien kanker
selama 2 tahun dan mendapatkan hasil adanya gangguan afektif pada 20% pasien
tersebut. Studi Amerika menggunakan Brief Symptom Inventory memeriksa
sampel pasien secara acak pada 12 pusat onkologi dan mendapatkan hasil bahwa
35% diantaranya memiliki gangguan psikiatrik. Sharpe et al. menemukan 8%
pasien yang mendatangi pusat kanker nasional memiliki gangguan depresi berat
yang kebanyakan tidak mendapakan terapi efektif yang potensial.
Banyaknya penderita kanker yang mengalami gangguan kejiwaan
menunjukan pentingnya diagnosa dan penatalaksanaan terhadap gangguan
tersebut agar tidak semakin memperberat penyakit kanker yang ada dan
menimbulkan penyakit lain. Tujuan referat ini adalah untuk membahas gangguan
psikiatrik yang terjadi pada penderita kanker, penyebab, dan penatalaksanaannya
dari segi kejiwaan.
2.3 Epidemiologi
Kanker paru merupakan penyebab kematian utama dalam kelompok
kanker, setiap tahun terdapat lebih dari 1,3 juta kasus kanker baru di dunia yang
menyebabkan sekitar 1,1 juta kematian tiap tahunnya. Dua bentuk utama dari
kanker paru adalah kanker paru bukan karsinoma sel kecil yaitu sekitar 85% dari
semua kanker paru dan kanker paru karsinoma sel kecil meliputi sekitar 15% dari
kanker paru. Menurut klasifikasi International Association for the Study of Lung
Cancer (IASLC), terdapat tiga subtipe histologi Kanker Paru Karsinoma Bukan
3
Sel Kecil (KPKBSK), yaitu karsinoma sel skuamosa yang mempunyai prevalensi
25% dari kanker paru, diikuti dengan adenokarsinoma sekitar 40%, dan karsinoma
sel besar mempunyai prevalensi sekitar 10% dari kanker paru. Sekitar 15 % dari
karsinoma bronkogenik terdiri daripada kanker paru karsinoma sel kecil.
Data Rumah Sakit Persahabatan tahun 2004 melaporkan bahwa total kasus
keganasan rongga toraks tercatat 448 kasus dengan 262 kasus didiagnosis kanker
paru, 76% laki-laki dan 34% perempuan. Dari data tahun 2008 didapatkan 10%
penderita tidak menerima pengobatan dan salau satu alasannya adalah tidak siap
dengan kenyataan tentang penyakitnya. Dari penelitian di Rumah Sakit Persahabat
pada tahun 2015, didapatkan dari 70 pasien kanker paru, kecemasan ditemukan
pada 35 pasien (50%) dengan 23 orang (32,5%) diantaranya dikategorikan sebagai
kecemasan ringan, sedangkan 33 pasien (47%,1) ditemukan menderita depresi dan
28 orang (40%) diantaranya dikategorikan sebagai depresi ringan.
Hasil analisis menunjukan bahwa subjek yang mengalami kecemasan
komposisinya seimbang dengan subjek yang tidak mengalami kecemasan.
Penelitian yang dilakukan oleh Haris A pada tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa
sebanyak 35 subjek yang mengalami kecemasan, didapatkan 23 subjek memiliki
derajat kecemasan ringan sebanyak 33 subjek (47,1%) mengalami depresi.
Diantara 33 subjek tersebut, mayoritas subjek memiliki derajat depresi ringan (28
subjek). Tidak ditemukan subjek yang mengalami derajat kecemasan berat, tetapi
terdapat 1 subjek yang mengalami depresi berat. Kecenderungan yang terjadi pada
derajat kecemasan ini mengikuti pola derajat depresi didapatkan jumlah subjek
yang tidak mengalami kecemasan 3 kali lebih banyak daripada subjek yang
mengalami kecemasan yang sedang (35 subjek tidak mengalami kecemasan
dibandingkan dengan 12 subjek yang mengalami kecemasan sedang). Semakin
berat derajat depresi, jumlah subjek yang mengalami depresi turut menurun
didapatkan jumlah subjek yang tidak mengalami depresi jauh lebih besar daripada
jumlah subjek yang mengalami depresi berat (37 subjek yang tidak mengalamai
depresi dibandingkan dengan 1 subjek yang mengalami depresi berat). Sebanyak
35 pasien yang mengalami kecemasan juga terdapat sebanyak 33 pasien
mengalami depresi.
4
2.4 Faktor Predisposisi Gangguan Psikiatrik Pada Penderita Kanker Paru
Ada beberapa faktor terkait keganasan yang perlu dipertimbangkan oleh
seorang dokter dalam memahami perkembangan gejala psikologis, yaitu sebagai
berikut:
5
Seperti kanker paru-paru yang berhubungan dengan proses bekerja dan
penggunaan bahan kimia spesifik saat bekerja. Pekerja dapat meminta
pertanggungjawaban jika peringatan terhadap hal tersebut memang tidak
adekuat untuk melindungi pekerja terhadap bahan berbahaya tersebut.
Pengetahuan akan efek perokok pasif telah meningkat dan pekerja telah
mengambil langkah dengan melarang merokok di tempat bekerja karena jika
tidak, akan ada kompensasi dalam jumlah besar terhadap penyakit yang
diinduksi faktor yang tak bisa dihindari pada tempat kerja.
6
Radioterapi lebih dapat ditoleransi dibandingkan kemoterapi. Namun,
radioterapi dapat menyebabkan rasa lelah berat sehingga menimbulkan
depresi. Iradiasi terhadap otak menyebabkan kelelahan berat dibandingkan
iradiasi pada area lain. Atrofi serebral merupakan komplikasi iradiasi otak
dan terdapat bukti klinis terjadinya demensia.
7
berdiskusi tentang pilihan pengobatan agar tidak terburu-buru mengambil
keputusan. Amenorea sering terjadi dan biasanya disertai penurunan libido
dan manifestasi lain dari prematur, menopause palsu. Terapi pengganti
hormon seharusnya dipertimbangkan kecuali jika terdapat kontraindikasi
karena alasan medis lain. Oosit dapat dipanen dengan USG (ultrasound
guidance) setelah stimulasi ovarium tiruan. Setelah cryopreservation,
fertilisasi in-vitro dapat dicoba kemudian. Terdapat laporan terjadinya
kehamilan setelah cryopreservation dari jaringan ovarium yang di tanam
ulang pada pedikel ovarium.
8
kecurigaan bahwa terdapat penyebab fisik yang mendasari dan perlu
dilakukan penilaian medis secara keseluruhan.
Efek jauh dari kanker menyebabkan berkembangnya gangguan
neuropsikiatri. Pada beberapa kasus, efek tersebut merupakan komplikasi
metabolik seperti hiperkalemia atau hiponatremia. Pada kasus lainnya,
etiologi diperkirakan berkaitan dengan immunologi karena produksi
antibodi oleh tumor dengan aktivitas antineuronal. Efek klinis ini dikenal
sebagai sindrom paraneoplastik. Encephalomyelitis merupakan salah satu
komplikasi dan biasanya ditunjukkan dengan gambaran klinis delirium.
Kadang kala, patologi terbatas pada sistem limbik dan menyebabkan limbic
encephalomyelitis yang ditunjukkan dengan kehilangan memori onset cepat
disertai kegelisahan dan depresi.
9
praktik klinis adalah bahwa penderita kanker lebih sering mengalami
penyakit kejiwaan sebelum penegakan diagnosis. Timbulnya kanker hampir
dipastikan akan memperburuk keadaan pada sebagian besar penderita.
10
pasien dapat berhenti dari pengobatan dan kemungkinan untuk sembuh atau
remisi menjadi hilang.
Kuesioner skrining telah digunakan pada beberapa penelitian untuk
mengidentifikasi perkembangan gangguan kejiwaan. Hospital Anxiety and
Depresion Scale adalah salah satu instrumen yang paling umum digunakan. Oleh
karena itu, intervensi psikososial akan lebih bermanfaat. Kecemasan klinis tidak
berhubungan dengan faktor-faktor sosiodemografi ataupun penyakit. Depresi
klinis lebih sering terjadi pada pasien dengan status sosial ekonomi rendah.
Bunuh diri merupakan suatu resiko yang harus dinilai pada setiap pasien
depresi dan pasien kanker yang mengalami depresi. Harris dan Barraclough
mengatakan dari 63 laporan kelainan medis pasien ditemukan peningkatan resiko
bunuh diri. Neoplasma ganas, kanker kepala dan leher merupakan kelainan yang
sering menyebabkan peningkatan risiko bunuh diri. Risiko tertinggi terdapat pada
pasien yang baru atau belum lama di diagnosis kanker. Sebuah studi yang
menunjukkan bahwa 40% kasus bunuh diri terjadi pada tahun pertama setelah
pasien didiagnosis. Risiko tertinggi juga terdapat pada pasien dengan progresifitas
penyakit yang cepat atau lanjut. Lokasi tumor juga ikut berpengaruh, seperti
tumor paru-paru, saluran napas atas, saluran pencernaan, sistem saraf pusat,
pankreas dan ginjal. Lokasi-lokasi tersebut menempati posisi tertinggi risiko kasus
bunuh diri pada pasien.
Disfungsi seksual merupakan hal yang umum terjadi pada pasien kanker.
Kehilangan hasrat, impotensi, dan anorgasmia adalah keluhan yang paling sering
ditemukan. Selama kemoterapi, banyak pasien mengeluhkan kehilangan libido
yang merupakan efek dari pengobatan. Minat seksual biasanya akan kembali
ketika pengobatan telah selesai. Rujukan kepada seorang terapis yang terlatih
dalam pengobatan psikoseksual, sering membantu pasien-pasien ini.
2.6 Terapi
Pengobatan gangguan penyesuaian bersifat suportif dan fokus pada
masalah. Mendidik pasien, mengendalikan gejala fisik, dan menjaga komunikasi
yang efektif adalah strategi utama. Benzodiazepin dapat mengurangi gejala
11
kecemasan dan insomnia, sedangkan trazodone adalah agen tidur yang aman,
efektif, dan tidak-tidur. Pasien mendapat manfaat dari kesempatan untuk
mendiskusikan kekhawatiran mereka tentang orang yang dicintai, yang berarti,
pilihan perawatan di masa depan, dan masalah akhir kehidupan; ahli onkologi
harus mendengarkan dan mendorong diskusi tentang masalah ini saat pasien
mengangkat mereka atau menyinggung mereka. Bukti menunjukkan bahwa
dengan menggunakan pendekatan tim multidisiplin dan pemantauan telepon
mengurangi gejala tekanan psikologis pada pasien dengan penyakit lanjut.
Kolaborasi dan komunikasi yang baik dengan mental penyedia kesehatan
tentang masalah medis, prognosis, dan masalah pasien. Kedua kelompok
pendukung dan konseling individual efektif untuk pasien dengan gangguan
penyesuaian dan kanker lanjut. Terapi suportif-ekspresif berfokus pada masalah
kehidupan saat ini, hubungan kunci, tantangan untuk mengatasi secara efektif, dan
ekspresi emosi di lingkungan yang reseptif. Cognitive behavior therapy (CBT)
mendorong pasien untuk mengidentifikasi interpretasi yang terlalu negatif atau
irasional (kognisi) yang mereka miliki tentang diri mereka sendiri, penyakit
mereka, dan situasi kehidupan mereka; untuk menganalisis bagaimana pikiran
tersebut diterjemahkan ke dalam perilaku disfungsional; dan kemudian melatih
mereka untuk menerapkan kognisi yang lebih masuk akal dan perilaku yang lebih
fungsional. CBT juga bisa mencakup pelatihan teknik relaksasi untuk mengatasi
stres. CBT dan terapi ekspresif yang mendukung keduanya telah terbukti
mengurangi gejala kecemasan dan tekanan pada kanker lanjut.
Farmakoterapi.
1. Antidepresan
Antidepresan digunakan pada pasien dengan kanker lanjut. Karena
antidepresan umumnya memiliki keefektifan yang sama, mereka dipilih
berdasarkan profil biaya, efek samping, potensi interaksi enzim P450, riwayat
respon masa lalu, dan harapan hidup pasien. Misalnya, stimulan digunakan
saat harapan hidup kurang dari 2-3 minggu.
12
2. Psikostimulan Methylphenidate
Psikostimulan Methylphenidate digunakan pada kanker dan perawatan
paliatif luas, stimulan ini meningkatkan mood, nafsu makan, energi, dan
cognition. Bekerja cepat (24-48 jam), terkait opioid-sedasi, dan aktivitas
analgesik adjuvannya . Mereka adalah pengobatan pilihan saat waktu singkat,
dan mereka sering dikombinasikan dengan inhibitor reuptake serotonin
selektif (SSRI) pada depresi berat. Food and Drug Administration (FDA)
baru-baru ini menambahkan peringatan kotak hitam untuk risiko kematian
jantung terhadap methylphenidate dan stimulan terkait.
3. SSRI
SSRI Inhibitor reuptake spesifik serotonin adalah agen lini pertama
ketika harapan hidup 2-3 minggu atau lebih, dan aman dan dapat ditoleransi
dengan baik pada pasien kanker. Mereka sangat berguna untuk depresi yang
mudah tersinggung dan / atau kegelisahan komorbid. Untuk menghindari efek
samping awal, ahli onkologi harus meresepkan dosis awal selama 4-7 hari,
kemudian naik ke dosis normal. Didiklah pasien bahwa antidepresan
membutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk respon awal dan 4-6 minggu
untuk mencapai efek puncak pada dosis tertentu. Jika pasien mendapat
tanggapan parsial setelah 1 bulan pada dosis normal, naik ke dosis yang lebih
tinggi untuk mendapatkan respon yang lengkap. Jika pasien menunjukkan
sedikit atau tidak ada respons, beralihlah ke agen lain. Pasien yang gagal 2
SSRI yang berbeda, atau hanya mendapatkan tanggapan parsial, harus dirujuk
ke psikiater untuk evaluasi dan perawatan lebih lanjut.
4. SNRI
SNRI Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI) mungkin
merupakan pilihan yang efektif untuk depresi dengan nyeri neuropatik
komorbid, karena mereka memiliki sifat antipain yang serupa dengan
tricyclics. Perhatikan bahwa SSRI dan SNRI dapat memperpanjang waktu
perdarahan.
13
5. Antidepresan lainnya
Antidepresan lainnya seperti Mirtazepine sangat berguna karena dapat
meningkatkan beberapa gejala, termasuk depresi, kehilangan nafsu makan,
nyeri, mual, kecemasan, dan insomnia. Bupropion telah mengurangi kelelahan
pada pasien kanker dan dapat menurunkan necrosis factor alpha tumor tetapi
agen lini kedua ini dan bisa meningkatkan risiko kejang. Tricyclics efektif
untuk depresi pada pasien kanker tetapi agen lini kedua efek sampingnya lebih
sering.
Psikoterapi terbaru menemukan data yang tidak mencukupi untuk menilai
keefektifan antidepresan atau psikoterapi untuk mengobati depresi berat pada
pasien kanker. Namun, beberapa uji coba psikoterapi skala kecil (terutama CBT)
dicatat untuk memperbaiki gejala depresi pada pasien kanker. Bukti saat ini
menunjukkan bahwa berbagai model perawatan sangat membantu depresi, seperti
melatih perawat onkologi untuk mendiagnosis dan mengobati depresi pada
kanker.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit kanker paru
antara lain:
1. Hematotorak (darah pada rongga pleura)
2. Empiema (nanah pada rongga pleura )
3. Pneumotorak (udara pada rongga pleura )
4. Abses paru
5. Atelektasis (paru-paru mengerut )
Selain itu bisa komplikasi pada kesehatan jiwa pasien, seperti gangguan
cemas, gangguan tidur dan depresi.
Morbiditas
Penyakit kanker paru merupakan penyakit yang memiliki tingkat
morbiditas yang tinggi hampir di seluruh dunia. Kasus kanker paru pada tahun
2010 menurut National Cancer Institute (NCI) dilaporkan sebanyak 1,61 juta
angka kasus baru serta 1,38 juta angka kematian karena kanker paru. Prevalensi
14
tertinggi berada di wilayah Eropa dan Amerika Utara. Menurut data dari RS
Kanker Dharmais pada tahun 2013, kanker paru menempati urutan ke 3 untuk
angka kematian dan angka kasus baru (Departemen Kesehatan Indonesia,2015).
Data dari Dinprov Jateng 2008 di Indonesia terdapat kanker paru sebanyak 1278
(4,71%) kasus.
Menurut WHO, di Indonesia sekitar 1.551.000 orang dari 247.000.000
orang meninggal dunia karena kanker paru. Angka kematian kanker paru pada
pria adalah 21.8% dan pada wanita 9.1%. Jumlah kasus kanker paru pada pria
sekitar 25.322 orang dan pada wanita 9.374 orang (WHO, 2014). Kanker paru
adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Mortalitas
Pada penderita yang didiagnosis sakit kanker secara umum ada tiga bentuk
respons emosional yang bisa muncul yaitu penolakan, kecemasan dan depresi.
Dalam keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat menerima
dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat menimbulkan
stres yang terus menerus sehingga tidak hanya mempengaruhi fisik tapi juga
penyesuaian psikologi individu. Penderita kanker umumnya akan memiliki
penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan,
cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang. Jika perasaan rendah
tersebut dirasakan dalam waktu cukup lama dapat mengakibatkan depresi. Oleh
sebab itu penderita kanker umumnya mengalami sakit dua kali lipat dari
kebanyakan sakit lain yaitu selain menderita penyakit kanker itu sendiri juga
menderita depresi dan kecemasan. Sampai saat ini belum ada data tentang
terjadinya kecemasan dan depresi pada pasien kanker paru saat pertama kali
mengetahui tentang sakitnya (Faller, 2017).
2.8 Prognosis
Prognosis kanker paru agak tidak baik. Tingkat kelangsungan hidup 1
tahun adalah 37% dan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah 5% sampai
10%. Masa bertahan hidup mungkin mencerminkan stadium tumor, status kinerja,
dan klasifikasi histologist (Faller, 2017).
15
BAB III
KESIMPULAN
Pada penderita yang didiagnosis sakit kanker secara umum ada tiga bentuk
respons emosional yang bisa muncul yaitu penolakan, kecemasan dan depresi.
Dalam keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat menerima
dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat menimbulkan
stres yang terus menerus sehingga tidak hanya mempengaruhi fisik tapi juga
penyesuaian psikologi individu. Penderita kanker umumnya akan memiliki
penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan,
cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang. Jika perasaan rendah
tersebut dirasakan dalam waktu cukup lama dapat mengakibatkan depresi. Oleh
sebab itu penderita kanker umumnya mengalami sakit dua kali lipat dari
kebanyakan sakit lain yaitu selain menderita penyakit kanker itu sendiri juga
menderita depresi dan kecemasan. Sampai saat ini belum ada data tentang
terjadinya kecemasan dan depresi pada pasien kanker paru saat pertama kali
mengetahui tentang sakitnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Hamburg BA. Consultation Liaison Psychiatry. Bull. N.Y. Acad. Med. 1987;
63(4):376-85.
Lloyd M dan Bor R. 2004. Communication Skills for Medicine, 2nd edn.
Edinburgh: Churchill Livingstone.
17
Meadows GN, Harvey CA, Joubert L, Barton D, Bedi G. The Consultation-
Liaison in Primary-Care Psychiatry Program: A Structured Approach to
Long-Term Collaboration. Psychiatric Service. Aug 2007; 58(8): 1036–
1038.
Philbrick KL, Rundell JR, Netzel PJ, Levenson JL. Clinical Manual of
Psychosomatic Medicine - A guide to Consultation Liaison Psychiatry. 2nd
ed. Arlington, VA. American Psychiatric Publishing; 2012
18