Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur merupakan masalah kesehatan yang perlu adanya penanganan yang serius dan
optimal, hal ini dikarenakan pada pasien yang mederita fraktur dapat mengalami hilangnya
fungsi gerak, tanda-tanda inflamasi berupa nyeri akut/berat, pembengkakan lokal,
perubahan warna (merah), panas pada daerah tulang yang patah dan terjadinya deformitas,
angulasi, rotasi/pemendekan serta krepitasi.

Namun pada kasus fraktur tidak semua tanda dan gejala akan muncul, maka perlu ada
nya pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis yaitu pemeriksaan X-Ray
(dilakukan dengan 2 proyeksi : anterior dan posterior) untuk melihat ada tidaknya patah
tulang, luas, dan keadaan fragmen tulang dan untuk mengikuti proses penyembuhan tulang.
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberian asuhan keperawatan segera
dan langsung kepada klien yang mengalami fraktur.

Penanganan fraktur tersebut dapat dilakukan reposisi serta reduksi dengan


menggunakan pembidaian. Bidai (Splint atau spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu,
logam atau bahan lain yang kuat tetapi ringan untuk imobilisasi tulang yang patah dengan
tujuan mengistirahatkan tulang tersebut dan mencegah timbulnya rasa nyeri dan sebagai
proteksi luka guna meminimalisir keparahan pada luka, mengurangi rasa sakit, dan sebagai
penopang bagian badan yang terluka.

Perdarahan identik dengan terjadinya luka dan memerlukan tindakan penjahitan untuk
merapatkan luka yang terbuka guna mempercepat proses penyembuhan. Penyembuhan luka
merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati atau rusak dengan jaringan baru
dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Penjahitan pada luka memiliki peran penting
dalam penyembuhan luka, dengan merapatkan kembali jaringan kulit yang terputus maka
sel-sel darah akan membentuk bekuan darah yang diikuti dengan pembentukan jaringan
kulit baru. Proses ini akan mengurangi perdarahan dan mempercepat penyembuhan luka.
Penjahitan luka juga akan mengurangi risiko terjadinya infeksi dan mencegah terbentuknya
jaringan parut yang lebar

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami mengenai konsep fraktur, prosedur pembidaian serta
penghentian perdarahan secara manual/ penjahitan
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep fraktur
b. Mahasiswa mampu memahami prosedur pembidaian
c. Mahasiswa mampu memahami konsep perdarahan
d. Mahasiswa mampu memahami prosedur penghentian perdarahan manual/ jahitan

C. Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan, dan Sistematika
Penulisan.
Bab 2 Tinjauan Teori terdiri dari Konsep Fraktur, Pembidaian, Konsep Perdarahan,
Penghentian Perdarahan Manual/ Jahitan.
Bab 3 Penutup terdiri atas Simpulan
Daftar pustaka

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Fraktur
1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2000). Fraktur
merupakan setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, Roux, Lockhart,
2001). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
2. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat
melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera.

3
3. Penatalaksanaan
Menurut Long (1996), ada beberapa terapi yang digunakan untuk pada pasien
fraktur antara lain:
a. Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan yang rusak dan
tulang yang nekrose
b. Memberikan toksoid tetanus
c. Membiakkan jaringan
d. Pengobatan dengan antibiotik
e. Memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas
f. Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi
g. Reduksi fraktur
h. Imobilisasi fraktur
i. Kompres dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan, edema, dan nyeri
j. Obat penawar nyeri

B. Pembidaian
1. Pengertian
Bidai (Splint atau spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu, logam atau bahan lain
yang kuat tetapi ringan untuk imobilisasi tulang yang patah dengan tujuan
mengistirahatkan tulang tersebut dan mencegah timbulnya rasa nyeri. Pembidaian
merupakan suatu alat imobilisasi eksternal yang bersifat kaku dan bidai ini dipasang
dengan menyesuaikan kontur tubuh namun tidak dianjurkan pada fraktur terbuka
(Asikin, Nasir, Podding, dkk, 2016). Sedangkan menurut Insani dan Risnanto (2014)
bidai merupakan suatu alat yang di gunakan dalam melakukan imobilisasi pada fraktur
atau tulang yang patah.
2. Tujuan Pembidaian
Tujuan pembidaian yaitu sebagai sarana imobilisasi dan fiksasi eksternal yang
berfungsi mencegah terjadinya kecacatan, dan mengurangi rasa nyeri (Asikin, Nasir,
Podding, dkk, 2016). Menurut Schneider (2011) bidai digunakan betujuan sebagai
proteksi luka guna meminimalisir keparahan pada luka, mengurangi rasa sakit, dan

4
sebagai penopang bagian badan yang terluka. Adapun tujuan pembidaian yang lain
adalah:
a. Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang yang patah.
b. Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan pembuluh darah pada bagian
distal yang cedera) akibat pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.
c. Mengurangi nyeri
d. Mempermudah transportasi dan pembuatan foto rontgen.
e. Mengistirahatkan anggota badan yang patah.

3. Jenis Pembidaian
Tipe dasar dari pembidaian menurut Schottke (2016) meliputi:
a. Rigid splints
Rigid splints diproduksi melalui perusahan material dan dapat digunakan
pada sisi samping, depan, atau belakang pada ekstremitas yang terkena cidera
Schottke (2016). Terdapat beberapa tipe yang termasuk dalam rigid splints yakni
padded board splints yang merupakan potongan kayu dengan ukuran 12” x 3”
dengan sudut membuat dan dilapisi ½” busa guna kenyamanan pasien dan lapisi
dengan kain vinil supaya tahan lama dan mudah dibersihkan (Alimed, 2017),
molded plastic atau aluminum maleable (SAM) splints, dan folded cardboard
splints.

5
Gambar 2.5. Rigid Splint. (a) padded board splints, (b) SAM splint, (c)
molded plastic splint, (d) folded cardboard splints.
Sumber: www.google.com
b. Soft splints
Soft splints merupakan bidai yang tergolong fleksibel dan mudah digunakan
pada sekitar bagian tubuh yang cidera. Adapun jenis soft splints yang termasuk
didalamnya dalah vacuum splints, air splints.

Gambar 2.6. Soft Splint. (a) vacuum splints, (b) air splint. Sumber:
www.google.com
c. Traction splints
Menurut Caroline (2007) bidai traksi dapat memberikan tarikan secara
konstan pada tulang yang patah. Tipe traksi yang biasa digunakan adalah sagar dan
hare traction splint.

Gambar 2.7. Traction Splint. (a) sagar splints, (b) hare splint.

6
4. Komplikasi Pembidaian
Menurut Asikin dkk (2016) komplikasi potensial pada pembidaian yakni sindrom
kompartemen dimana terjadi akibat peningkatan tekanan jaringan dalam rongga yang
terbatas sehingga peredaran darah dan fungsi jaringan yang berada didalam rongga
tertutup, luka tekan dimana dapat terjadi anoreksia jaringan dan ulkus yang memiliki
lokasi rentan pada daerah tumit, malleolus, punggung kaki, caput fibula, dan
permukaan anterior patella, serta disuse syndrome.

5. Persiapan Pembidaian
a. Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status
vaskuler dan neurologis serta jangkauan gerakan.
b. Pilihlah bidai yang tepat.
c. Alat alat pokok yang dibutuhkan untuk pembidaian
1) Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.
2) Pembalut segitiga.
3) Kasa steril.
6. Prinsip Pembidaian
a. Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di
sebelah proksimal dan distal fraktur.
b. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa adanya
luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.
c. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status vaskuler
dan neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah
pembidaian.
d. Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
e. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai
patah atau dislokasi).
f. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di
tempat bahaya.
g. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.

7
h. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat sehingga
menjamin pemakaian bidai yang baik
i. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.

7. Syarat-syarat pembidaian
a. Siapkan alat alat selengkapnya.
b. Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.
c. Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada
anggota badan kontralateral korban yang sehat.
d. Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
e. Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
f. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang
patah.
g. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Prosedur Pembidaian
a. Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
b. Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum memasang bidai.
c. Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada sisi
kontralateral pasien yang tidak mengalami kelainan.
d. Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
e. Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan
f. Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah proksimal dan distal dari tulang
yang patah
g. Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang dibidai.

9. Contoh penggunaan bidai


a. Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).
Pertolongan :
- Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke dalam.
- Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
- Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
- Lengan bawah digendong.

8
- Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke lengan bawah
dan biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 10. Pemasangan bidai pada fraktur humerus, atas : hanya fraktur humerus, siku bisa
dilipat, bawah : siku tidak bisa dilipat, juga fraktur antebrachii

b. Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).


Pertolongan:
- Letakkan tangan pada dada.
- Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.
- Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
- Lengan digendong.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 11. Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii

9
Gambar 12. Pemasangan sling untuk menggendong lengan yang cedera

d. Fraktur clavicula (patah tulang selangka).


1) Tanda-tanda patah tulang selangka :
- Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu.
- Nyeri tekan daerah yang patah.
2) Pertolongan :
- Dipasang ransel verban.
- Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
- Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke ketiak
kanan.
- Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak kanan
disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya diberi peniti/ diikat.
- Bawa korban ke rumah sakit.

10
Gambar 13. Kanan atau kiri : Ransel perban
e. Fraktur Femur (patah tulang paha).
Pertolongan :
- Pasang 2 bidai dari :
1) Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki.
2) Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki.
- Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.
- Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi
pergerakan.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 14. Pemasangan bidai pada fraktur femur

f. Fraktur Cruris (patah tulang tungkai bawah).


Pertolongan :
- Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah.
- Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
- Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas lutut.
- Bawa korban ke rumah sakit.

11
Gambar 15. Pemasangan bidai pada fraktur cruris

C. Konsep Perdarahan

1. Pengertian
Perdarahan adalah kondisi ketika darah keluar dari pembuluh darah dan
menyebabkan penderita kehilangan darah dalam tubuhnya. Tidak semua perdarahan
tampak oleh mata telanjang. Ada beberapa perdarahan yang terjadi di organ tubuh
bagian dalam. Perdarahan kecil (minor) seringkali terjadi, mudah untuk diobati, dan
tidak memiliki konsekuensi jangka panjang. Pendarahan besar (mayor) bisa sangat
berbahaya hingga mengacam nyawa. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi dalam
banyak situasi, bahkan di bawah air atau di padang gurun. Tergores secara tidak
disengaja, luka robekan, atau luka tusukan dari benda tajam bisa menyebabkan
perdarahan yang luas. Perdarahan yang luas dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah dan penurunan aliran darah organ, yang dapat menyebabkan kondisi syok. Selalu
periksa orang yang berdarah terhadap luka lain seperti cedera yang signifikan
kepala, patah tulang atau dislokasi

2. Jenis perdarahan
Perdarahan terjadi akibat rusaknya dinding pembuluh darah yang dapat disebabkan
oleh ruda paksa (trauma) atau penyakit. Ada 2 jenis perdarahan yang dapat terjadi pada
tubuh manusia, yaitu:
a. Perdarahan Luar (External Bleeding)
Jenis perdarahan ini terjadi akibat kerusakan dinding pembuluh darah
disertai dengan kerusakan kulit, yang memungkinkan darah keluar dari tubuh dan
terlihat jelas keluar dari luka tersebut.

12
Berdasarkan pembuluh darah yang mengalami gangguan, pendarahan luar
dibedakan menjadi:
1) Pendarahan Nadi (Arteri)
Darah yang keluar dari pembuluh nadi keluar menyembur sesuai dengan
denyut nadi dan berwarna merah terang karena masih kaya dengan oksigen.
Bila tekanan sistolik menurun, maka pancarannya akan berkurang. Tekanan
ini menyebabkan perdarahan arteri lebih sulit dikendalikan.
2) Pendarahan Vena
Darah yang keluar dari pembuluh vena mengalir lambat, berwarna merah
gelap karena mengandung karbon dioksida. Walau terlihat luas dan banyak
tetapi umumnya lebih mudah dikendalikan.
3) Pendarahan Kapiler
Berasal dari pembuluh darah kapiler, darah yang keluar merembes perlahan.
Pendarahan ini sangat kecil sehingga hampir tidak memiliki
tekanan/semburan. Seringkali perdarahannya membeku sendiri. Warnanya
bervariasi antara merah terang dan merah gelap.

b. Perdarahan Dalam (Internal Bleeding)


Kehilangan darah dalam perdarahan internal tidak terlihat karena kulit masih
utuh. Perdarahan internal mungkin terjadi didalam jaringan-jaringan, organ-organ,
atau di rongga-rongga tubuh termasuk kepala, dada, dan perut. Perdarahan internal
terjadi ketika kerusakan pada arteri atau vena menyebabkan darah terlepas dari
sistim sirkulasi dan terkumpul didalam tubuh.
Perdarahan internal paling sering terjadi disebabkan oleh:
1) Blunt trauma (trauma tumpul)
Jika tenaga tumpul terlibat, bagian luar tubuh mungkin tidak perlu rusak,
namun tekanan yang cukup mungkin terjadi pada organ-organ internal (dalam)
untuk menyebabkan luka dan perdarahan.
2) Deceleration trauma (trauma perlambatan)
Perlambatan mungkin menyebabkan organ-organ dalam tubuh digeser
didalam tubuh. Ini mungkin memotong pembuluh-pembuluh darah dari organ-

13
organ dan menyebabkan terjadi perdarahan contohnya intracranial bleeding
seperti epidural atau subdural hematomas. Tenaga yang dikerahkan pada
kepala menyebabkan luka percepatan/perlambatan pada otak, menyebabkan
otak untuk "memantul ke sekeliling" didalam tengkorak. Ini dapat merobek
beberapa vena-vena kecil pada permukaan otak dan menyebabkan perdarahan.
3) Fractures (patah/retak tulang)
Perdarahan mungkin terjadi dengan tulang-tulang yang patah. Tulang-
tulang mengandung sumsum tulang (bone marrow) dimana produksi darah
terjadi. Mereka mempunyai suplai-suplai yang kaya darah, dan jumlah-jumlah
darah yang signifikan dapat hilang dengan fractures.

a. Tingkat Perdarahan
Perdarahan ini terbagi menjadi empat kelas oleh American College of Surgeons
Advanced Trauma Life Support (ATLS) :
a. Kelas I Pendarahan melibatkan sampai 15% dari volume darah. Biasanya tidak
ada perubahan dalam tanda-tanda vital dan resusitasi cairan biasanya tidak
diperlukan.
b. Kelas II Pendarahan melibatkan 15-30% dari total volume darah.. Pasien sering
tachycardic (denyut jantung cepat) dengan penyempitan perbedaan antara sistolik
dan diastolik tekanan darah. Tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan
vasokonstriksi perifer. Kulit mungkin mulai tampak pucat dan dingin bila
disentuh. Pasien dapat menunjukkan perubahan-perubahan kecil dalam perilaku.
Volume resusitasi dengan kristaloid (solusi Saline atau Ringer Lactated solusi)
adalah semua yang biasanya diperlukan. Transfusi darah biasanya tidak
diperlukan.
c. Kelas III Pendarahan melibatkan hilangnya 30-40% dari volume darah yang
bersirkulasi. Tekanan darah pasien turun, maka detak jantung meningkat, perfusi
perifer (syok), seperti isi ulang kapiler memburuk, dan status mental memburuk.
Cairan resusitasi dengan kristaloid dan transfusi darah biasanya diperlukan.

14
d. Pendarahan melibatkan kelas IV kehilangan> 40% dari volume darah yang
bersirkulasi. Batas kompensasi tubuh tercapai dan resusitasi agresif diperlukan
untuk mencegah kematian

D. Penghentian Perdarahan Manual/ Jahitan

1. Penghentian Perdarahan Manual


Teknik mengontrol perdarahan luar dikendalikan dengan metode DEPP dan
lainnya, yaitu:
a. Direct Pressure adalah Menekan langsung sumber perdarahan.
Teknik ini merupakan penanganan awal saat terjadinya perdarahan yang
efektif, idealnya teknik penekanan langsung dapat menggunakan balutan steril
untuk menghindari infeksi. Apabila tidak terdapat balutan yang steril dapat
menggunakan kain yang bersih. Caranya yaitu tekan bagian yang berdarah tepat
diatas luka. Umumnya perdarahan akan terhenti sekitar 5 – 15 menit kemudian.
Beri penutup yang tebal pada pada tempat perdarahan, akan terhenti sekitar 5 – 15
menit kemudian. Bila belum berhenti dapat ditambah penutup lain, tanpa melepas
penutup pertama. Khusus pada alat gerak, setelah melakukan penekanan perlu
dilakukan pemeriksaan nadi distal untuk memastika aliran darah tidak terganggu.
Bila nadi hilang maka penekanan perlu diperbaiki.
Gambar 2. Menekan Langsung
b. Elevation
Setelah dilakukan penekanan langsung, maka tinggikan area perdarahan
lebih tinggi dari pada jantung untuk mengurangi volume darah yang mengalir ke
areal luka yang menyebabkan perdarahan. Teknik elevasi ini dilakukan dengan
catatan tidak terjadi fracture (Patah Tulang), karena apabila sebelum fracture
tersebut di Imobilisasi, dapat mengakibatkan perdarahan yang lebih banyak lagi,
dikarenakan dapat merusak jaringan disekitar fracture karena terlalu banyak
digerakkan.
Gambar 3. Meninggikan Daerah Luka
c. Pressure Point (Titik Tekan).

15
Apabila perdarahan sulit untuk dikontrol dengan teknik direct pressure
(Penekanan langsung pada sumber perdarahan), lakukanlah teknik ini dengan
menekan arteri besar yang mengarah ke areal sumber perdarahan. cara mencari
titik arteri dengan meraba (Palpasi) dan yang lebih mudah dilakukan adalah
meraba daerah pangkal, karena letak arteri tidak dalam, sehingga lebih mudah
dicari dan lebih cepat. Ada beberapa titik tekan, yaitu :
1) Arteri Temporalis. Terletak di pangkal atas (di atas) telinga kiri dan telinga
kanan kita.
2) Arteri Karotis. Berada di sebelah kiri dan kanan (Berjarak sekitar 2 jari) dari
jakun kita.
3) Arteri Brakhialis. Berada di sendi siku (bagian dalam) tangan kiri dan tangan
kanan kita.
4) Arteri Radialis. Berada di sendi antara lengan bagian bawah dengan telapak
tangan kanan dan kiri kita.
5) Arteri Femoralis. Berada di bagian selangkangan atas kiri dan kanan kita.
Gambar 4. Tekanan Pada Titik Luka
d. Pressure Bandage.
Cara lain menghentikan perdarahan yaitu imobilisasi dengan atau tanpa
pembidaian. Pressure Bandage (Penakanan dengan menggunakan Bebatan),
fungsinya akan memudahkan apabila kita melakukan sendiri pertolongan
perdarahan dengan lebih dari satu sumber perdarahan. Tekniknya adalah menekan
langsung sumber perdarahan dengan menggunakan kain/ balutan steril dan di
bebat (dapat menggunakan tencocreepe atau elastic bandage). Selain itu juga
dilakukan dengan torniket dan kompres dingin. (Darwis Allan, 2001 : 58-59)
e. Immobilisasi
Immobilisasi bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang
luka. Dengan sedikitnya gerakan diharapkan aliran darah ke bagian yang luka
tersebut menurun.
f. Tekanan dengan torniket (torniquet)
Torniket ialah balutan yang menjepit sehingga aliran darah di bawahnya
terhenti sama sekali. Sehelai pita kain yang lebar, pembalut segi tiga yang dilipat-

16
lipat, atau sepotong karet ban sepeda dapat dipergunakan untuk keperluan ini.
Panjang torniket haruslah cukup untuk dua kali melilit bagian yang hendak
dibalut. Tempat yang terbaik untuk memasang torniket ialah lima jari di bawah
ketiak (untuk perdarahan di lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk
perdarahan di kaki).

Penanganan Internal Bleeding menggunakan teknik RICE:


a. Tindakan Rest artinya pasien harus mengistirahatkan dan melindungi wilayah otot
yang cedera. Jika terasa sakit saat menahan beban, gunakanlah penopang, dan jika
terasa sakit untuk menggerakan bagian yang cedera, lindungi dengan splint atau
kayu belat.
b. Tindakan Ice artinya kompres bagian cedera dengan es atau sesuatu yang dingin.
Pendinginan dapat mengurangi reduce pembengkakan dan rasa sakit di bagian
cedera. Langkah ini sebaiknya dilakukan sesegera mungkin. Tempelkan kain
dingin atau es yang dibalut pada bagian cedera selama 20 menit tiga kali sehari
dalam 24 jam pertama
c. Tindakan Compress artinya tekan bagian yang mengalami cedera dengan
menggunakan perban khusus (ace bandage). Kompres ini dapat mengurangi
pembengkakan di sekitar cedera. Meskipun balutan ini harus rapi, pastikan bahwa
perban ini tidak terlalu ketat karena dapat menimbulkan mati rasa, geli atau
bahkan menambah rasa sakit.
d. Pada tindakan Elevation, pasien sebisa mungkin harus mengangkat bagian cedera
lebih tinggi di atas jantung. Misalnya jika yang cedera pergelangan kaki, upayakan
pasien dalam posisi tidur kemudian pergelangan kaki diangkat atau ditopang
dengan alat supaya posisinya lebih tinggi dari jantung. Teknik ini mengacu pada
prinsip bejana berhubungan dan berguna untuk mengurangi pembengkakan pada
bagian cedera.

17
2. Penghentian Perdarahan dengan Jahitan
a. Pengertian
Menjahit luka merupakan cara yang dilakukan untuk menutup luka melalui
jahitan. Tindakan ini bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang terputus
serta meningkatkan proses penyambungan dan penyembuhan jaringan dan juga
mencegah luka terbuka yang akan mengakibatkan masuknya mikroorganisme /
infeksi serta mencegah terjadinya pendarahan, dan mempercepat proses
penyembuhan
b. Macam-macam jahitan luka
1) Jahitan terputus (interrupted suture)
Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul
sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lainnya dan cocok
untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu
dengan lainnya.
2) Jahitan terputus (interrupted suture)
Tiap-tiap simpul berdiri sendiri. Secara kosmetik benang kasar/besar atau
tegang pada saat menyimpulnya akan memberikan bekas yang kurang bagus
yaitu, seperti gambaran lipan.
3) Jahitan kontinu (continuous suture)
Sering disebut dooloven. Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi
hanya ada dua simpul. Bila ada salah satu terbuka maka jahitan ini akan
terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk menjahit kulit. Secara
kosmetik bekas luka jahitan seperti pada jahitan terputus, tetapi jahitan
kontinu dapat dilakukan lebih cepat dari terputus.
4) Jahitan intradermal (subcutis suture)
Memberikan jahitan kosmetik yang paling bagus, hanya berupa satu garis
saja. Tidak dapat dipakai untuk daerah yang banyak bergerak. Paling baik
untuk wajah. Terdapat berbagai modifikasi jahitan intradermal ini
diperlukan banyak latihan untuk memahirkan cara penjahitan intradermal ini

18
c. Prinsip penjahitan
Simpul lengkap harus kencang dan kuat sehingga tidak akan terlepas.
Untuk menghindari infeksi simpul diletakan pada garis insisi. Simpul harusnya
dibuat kecil, jangan mengikat terlalu kencang untuk menghindari kerusakan
benang, jangan melakukan banyak gerakan yang akan merusak jahitan. Hindari
merusak materi hecting dengan menjepit menggunakan needle holder kecuali
pada saat akan mengikat, jangan terlalu kuat ditakutkan terjadi nekrosis. Traksi
harus adekuat.
d. Prosedur penjahitan luka
1) Persiapan alat dan bahan
a) Pinset anatomi
b) Pinset cirurghi
c) Gunting steril
d) Naald voerder
e) Jarum
f) Benang
g) Larutan betadineTM
h) Alcohol 70%
i) Obat anastesia
j) Spuit
k) Duk steril
l) Pisau steril
m) Gunting verban
n) Plester
o) Bengkok
p) Kasa steril
q) Handschoon steril
e. Prosedur kerja
1) Tahap persiapan
a) Memberitahu klien tindakan yang akan dilakukan.
b) Memasang sampiran/penutup/tirai

19
c) Mengatur posisi klien senyaman mungkin.
d) Mencuci tangan dengan sabun dan di air mengalir, kemudian keringkan
dengan handuk bersih atau tissue.
e) Memasang perlak dan pengalasnya.
2) Tahap kerja
a) Membersihkan luka dengan larutan antiseptik atau larutan garam faal.
b) Gunakan kassa terpisah untuk setiap usapan, membersihkan luka dari area
yang kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi.
c) Menyiapkan injeksi lidokain 1 %.
d) Lakukan desinfeksi pada ujung luka / daerah yang akan disuntik dengan
menggunakan alkohol 70% secara sirkuler dengan diameter kerang lebih
5 cm.
e) Menyuntikan lidokain secara sub cutan di sekitar tepi luka.
f) Melakukan aspirasi, apabila tidak ada darah masukan lidokain secara
perlahan-lahan sambil menarik jarum dan memasukan obat sepanjang tepi
luka. Lakukan pada tepi luka yang lainnya.
g) Sambil menungu reaksi obat, siapkan nalpoeder, jarum dan benang.
h) Tunggu 2 menit agar lidokain berreaksi.
i) Uji reaksi obat dengan menggunakan pinset
j) Jahit luka kurang lebih 1 cm diatas ujung luka dan ikat, gunting benang
sisakan kira-kira 1 cm. jahit satu persatu dengan jarak jahitan satu dengan
yang lainnya kurang lebih 1 cm, Teruskan sampai semua luka terjahit.
k) Berikan antiseptik pada luka.
l) Tutup luka dengan kassa steril dan rekatkan dengan plester.
m) Rapikan pasien.
n) Bereskan alat.
o) Buka sarung tangan dan rendam dalam larutan chlorin 0,5% bersama alat-
alat lainnya selama 10menit.
p) Cuci tangan.
q) Dokumentasikan.

20
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif
diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang mengancam kehidupan.
Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting
prioritas, intervensi krisis dan pendidikan kesehatan masyarakat. Fraktur merupakan salah
satu contoh dari kegawatdaruratan

Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan adanya
kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi dengan patahan tulang
dimana tulang tetap berada di dalam atau disebut fraktur tertutup atau di luar dari kulit yang
disebut fraktur terbuka. Pada kegawatdaruratan, fraktur terbuka dan tertutup dapat ditangani
dengan pertolongan pertama yaitu pembidaian dan pembalutan. Pembidaian adalah
memasang alat untuk imobilisasi dengan mempertahankan kedudukan tulang yang patah

Pembidaian atau pembalutan merupakan salah satu proses penting dalam


penatalaksanaan awal korban patah tulang. Memasang bidai / balut adalah memasang alat
untuk immobilisasi atau mempertahankan kedudukan tulang yang patah. Adapun tujuan
dari pembalutan/pembidaian adalah memobilisasi fraktur dan dislokasi, mengistirahatkan
anggota badan yang cedera, mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan

Luka adalah semua kerusakan kontinuitas jaringan akibat trauma mekanis. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan yang terlalu banyak dilakukan penjahitan luka. Penjahitan
luka adalah tindakan untuk menyatukan menghubungkan kembali jaringan tubuh yang
terputus atau terpotong (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu
(memastikan hemostatis) mencegah infeksi dan mempercepat proses penyembuhan. Ingat
bahwa setiap kali jarum masuk jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan akan menjadi
tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi
gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk
mencapai tujuan pendekatan dan hemostatis.

21
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta

Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di


Perjalanan.Yogyakarta: Fitramaya

Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology, Twelfth Edition.


Hoboken: Wiley; 2009

Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures,


Ninth Edition. London: Hodder-Arnold; 2010.

22

Anda mungkin juga menyukai