PENDAHULUAN
Neurofibromatosis (NF) merupakan suatu kelainan genetik yang memberi efek pada
berbagai organ tubuh, terutama kulit dan sistem saraf sehingga berpengaruh pada pertumbuhan
dan perkembangan jaringan saraf. Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan.
Gangguan ini dapat mempengaruhi semua ras, semua kelompok etnis dan jenis
kelamin dengan probabilitas yang sama. Neurofibromatosis tipe 1, juga dikenal sebagai
penyakit von recklingshausen disease memiliki insiden 1:3000. Neurofibromatosis (NF) 2
yang dikenal sebagai central neurofibromatosis atau bilateral acoustic neurofibromatosis
ditemukan sekitar 10% dari seluruh penderita NF dengan insiden 1/150.000 jiwa. Tumor pada
saraf pendengaran yang biasanya mengenai kedua telinga (auditory nerve). Schwannomatosis,
adalah bentuk yang paling jarang. Schwannomatosis memiliki insiden 1:40.000.
Penderita Neurofibromatosis lebih sering mendapatkan penyakit ini akibat faktor
keturunan (orangtuanya), namun sekitar 30% kasus, penderita tidak memiliki orang tua/
riwayat keluarga yang memiliki penyakit Neurofibromatosis. Artinya penyakit ini didapatkan
karena didalam tubuh terjadi mutasi gen secara individual dan tidak selalu bawaan lahir.
Apabila salah satu orang tua menderita kelainan Neurofibromatosis, kemungkinan anaknya
menderita penyakit ini sekitar 50%. Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
klinis dan secara spesifik didasarkan pada kriteria diagnostik yang telah ditentukan.1,2
Neurofibromatosis dapat muncul di mana saja, dan biasanya meningkat dengan usia.
Gejala penyerta dapat bervariasi dari jenis ke jenis seperti dalam bentuk gangguan
pendengaran, sakit kepala, vertigo, kelumpuhan wajah, tumor otak, atau gangguan
pendengaran. Pertumbuhan ini biasanya mulai muncul setelah masa pubertas dan dapat muncul
sebagai benjolan kecil.
Penyakit ini memerlukan follow-up sepanjang hidup karena berbagai manifestasi
klinis dapat muncul dalam beberapa periode yang berbeda. Perjalanan menjadi maligna
memang sangat jarang hanya sekitar 10%, tetapi progresivitas menjadi kanker mungkin saja
terjadi, sehingga diagnosis dini NF sangat penting dilakukan oleh klinisi.7,8
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
bulatan kecil yang disebut terminal akson. Terminal akson ini mengeluarkan zat perantara
kimiawi yang secara simultan mempengaruhi banyak sel lain yang berhubungan erat
dengan terminal tersebut.
Mielin merupakan suatu kompleks protein lemak bewarna putih yang mengisolasi
tonjolan saraf. Mielin menghalangi aliran ion Natrium dan Kalium melintasi membran
neuronal. Selubung myelin tidak kontinu disepanjang tonjolan saraf dan terdapat celah yang
tidak diselubungi myelin, dinamakan nodus Ranvier.
Tonjolan saraf pada susunan saraf pusat dan tepi dapat bermielin atau tidak
bermielin. Serabut saraf yang mempunyai selu bung myelin dinamakan serabut
bermielin, dan dalam SSP dinamakan massa putih (Substantia Alba). Serabut – serabut yang
tak bermielin dinamakan serabut tak bermielin dan terdapat dalam massa kelabu (Substantia
Grissea). Transmisi impuls saraf disepanjang serabut bermielin lebih cepat dibanding transmisi
di sepanjang serabut tak bermielin, hal ini disebabkan karena impuls berjalan dengan cara “
3
meloncat “ dari nodus ke nodus yang lain di sepanjang selubung myelin. Cara transmisi seperti
ini dinamakan konduksi saltatorik.
2.2 Neurofibromatosis
2.2.1 Definisi
Neurofibroma terdiri dari kata “neuro” berarti saraf dan “fibroma” adalah tumor yang
terjadi pada jaringan ikat (fibrosa). Tumor ini pertama kali ditemukan pada tahun 1882 seorang
profesor dari Jerman bernama Friedrich Daniel von Recklinghausen. Neurofibroma sendiri
dapat didefinisikan sebagai tumor yang berasal dari jaringan ikat selubung saraf tepi.8
Neurofibromatosis adalah suatu kelainan genetik pada sistem saraf yang berpengaruh
pada pertumbuhan dan perkembangan jaringan saraf.
Neurofibroma adalah benjolan seperti daging yang lembut, yang berasal dari jaringan
saraf. Neurofibroma merupakan pertumbuhan dari sel Schwann (penghasil selubung saraf atau
mielin) dan sel lainnya yang mengelilingi dan menyokong saraf-saraf tepi (saraf perifer, saraf
yang berada diluar otak dan medula spinalis).
4
2.2.2 Epidemiologi
Penderita NF kebanyakan mendapatkan penyakit ini dari faktor keturunan (dari kedua
orangtuanya), namun didapatkan sekitar 30% kasus penderita NF tidak memiliki orang tua
atau riwayat keluarga yang memiliki penyakit ini. Artinya penyakit ini di dapatkan karena
dalam tubuh orang tersebut mengalami mutasi gen secara individual dan tidak selalu bawaan
lahir. Apabila salah satu orang tua menderita kelainan NF, maka 50 % kemungkinan anaknya
menderita penyakit ini.
Gangguan ini dapat mempengaruhi semua ras, semua kelompok etnis dan jenis
kelamin masing-masing dengan probabilitas yang sama.7,8 Neurofibromatosis (NF) tipe 1, juga
dikenal sebagai Von Recklinghausen disease, memiliki insiden 1:3000. Neurofibromatosis
(NF) 2 yang dikenal sebagai central neurofibromatosis atau bilateral acoustic
neurofibromatosis ditemukan sekitar 10% dari seluruh penderita NF dengan insiden 1/150.000
jiwa. Tumor pada saraf pendengaran yang biasanya mengenai kedua telinga (auditory nerve).
Schwannomatosis, adalah bentuk yang paling jarang. Schwannomatosis memiliki insiden
1:40.000.
2.2.3 Etiologi9
Neurofibromatosis disebabkan oleh mutasi genetik, yaitu perubahan permanen pada
sekuens DNA. Hal ini menyebabkan pertumbuhan jaringan saraf tidak terkontrol dengan baik.
Pada NF1 mutasi genetik terjadi pada kromosom 17-17q11.2 sedangkan pada NF2 mutasi
terjadi pada kromosom 22-22q12.2. Kromosom 17 mengkode pembentukan neurofibromin,
suatu gen supresor tumor yang berfungsi menghambat onkoprotein p21. Kromosom 22
mengatur produksi merlin/schannomin yaitu protein yang juga berfungsi sebagai penekan
tumor.3
2.2.4 Patogenesis4
Gen NF1 berfungsi untuk membentuk protein yang disebut sebagai neurofibromin.
Protein ini dibentuk di banyak sel, termasuk sel saraf dan sel-sel yang menyelubungi saraf
(oligodendrosit dan sel Schwann). Neurofibromin merupakan 220 kDa guanosine triphospate
(GTP)ase-activating cytoplasmatic protein yang bertindak sebagai supresor tumor yang
menjaga pertumbuhan dan pembelahan sel terkontrol. Neurofibromin meregulasi RAS protein,
terutama dengan mengubah bentuk aktif RAS-GTP menjadi bentuk tidak aktif RAS-GDP.
5
Mutasi pada gen NF1 menyebabkan produksi neurofibromin yang nonfungsional, sehingga
terjadi kelebihan bentuk aktif RAS-GTP, yang mencetuskan pertumbuhan sel berlebihan,
menyebabkan disregulasi dan tumorigenesis. Akibatnya tumor seperti neurofibroma dapat
timbul sepanjang perjalanan saraf di seluruh tubuh. Namun belum diketahui bagaimana mutasi
pada gen NF1 dapat menyebabkan manifestasi klinis lain seperti café au lait spot.
Mutasi gen pada NF1 diturunkan secara autosomal dominan. Pasien dengan kondisi
ini lahir dengan kondisi satu salinan gen NF1 bermutasi pada tiap sel. Pada hampir setengah
kasus gen tersebut diturunkan dari orangtua yang mengalami mutasi gen. Kasus lain terjadi
akibat mutasi baru pada gen NF1 tanpa riwayat adanya penyakit tersebut dalam keluarga
mereka. Tidak seperti kondisi autosomal dominan lainnya dimana satu salinan gen yang
bermutasi dapat menyebabkan kelainan, pada NF1 diperlukan dua salinan gen yang bermutasi
untuk mencetuskan perkembangan tumor. Mutasi pada salinan gen kedua di sel-sel selubung
saraf dapat terjadi kapan saja selama kehidupan.5,6
2.2.5 Klasifikasi1,4
Neurofibromatosis disebabkan oleh pewarisan pada autosom dominan atau terjadinya
mutasi pada gen. Berdasarkan etiologinya neurofibromatosis dibedakan menjadi 3 tipe :
a. Neurofibromatosis tipe 1 (penyakit von Recklinghausen)
NF tipe 1 disebabkan oleh mutasi kromosom 17q11.2. Jenis neurofibromatosis ini lebih
sering ditemukan.
b. Neurofibromatosis tipe 2
NF 2 disebabkan oleh mutasi kromosom 22q12.2. Jenis neurofibromatosis yang lebih
jarang adalah neurofibromatosis jenis 2, dimana terjadi pertumbuhan tumor di telinga bagian
dalam (neuroma akustik) yang dapat menyebabkan tuli dan vertigo pada penderita.
c. Schwannomatosis
Mutasi genetiknya belum dapat diindetifikasi.
6
kondisi sistemik lainnya seperti peningkatan frekuensi kejadian tumor sistem saraf pusat,
defisit kognitif, kejang, displasia serebrovaskular, dan hipertensi.
a. Manifestasi Kutaneus
Café au lait spot dan freckling sering ditemukan pada pasien NF1. Café au lait spot
tidak ditemukan saat lahir namun tampak jelas pada usia 1 tahun yakni berupa lesi pigmentasi
pada kulit dengan batas tegas. Freckling ditemukan pada hampir 80% pasien di bawah usia 6
tahun dan pada 90% pasien di atas usia 30 tahun. Freckling ditemukan di regio aksila atau
inguinal dan berukuran kurang dari 5 mm (Crowes sign).9,10
7
Neurofibroma ditemukan hampir pada semua pasien NF1 yang berusia lebih dari 30
tahun, sering ditemukan di daerah badan bagian atas dengan 20% di kepala dan leher.
Neurofibroma dibagi menjadi bentuk kutaneus, subkutaneus, dan fleksiform. Secara histologis,
neurofibroma dibentuk oleh sel Schwann, sel non-neoplasma seperti fibroblas, sel mast dan
makrofag, dan sel endotel dan perineural.11
8
Gambar 2.7 Skoliosis pada Pemeriksaan Rontgen
9
fasial, megalopftalmus, dan NF1 dikenal sebagai sindrom Francois-Katz. Pertumbuhan cepat
yang tidak biasa dan perdarahan membutuhkan investigasi lebih lanjut untuk menyingkirkan
kemungkinan transformasi maligna. Neurofibroma fleksiform palpebra cenderung mengalami
relaps, dan komplikasi tindakan operatif menyebabkan perdarahan.8
Hamartoma iris pada NF1 atau disebut juga sebagai nodul Lisch biasanya tampak
sebelum usia 2 tahun. Nodul Lisch tampak sebagai reddish brown spots di bagian bawah iris
mata dan merupakan akibat dari proliferasi dari melanosit dan fibroblas. Secara histologis,
nodul Lisch merupakan hamartoma melanositik yang tersusun dari melanosit, fibroblas, dan
sel mast. Sel mast dilaporkan telah ditemukan dalam neurofibroma dan nodul Lisch. Nodul
Lisch tidak merepresentasikan penyebab morbiditas ataupun disabilitas, namun merupakan
salah satu kriteria diagnostik NF1 yang penting. Nodul Lisch tidak mengganggu fungsi
penglihatan. Observasi dengan menggunakan slit-lamp menunjukkan karakteristik nodul
berukuran sekitar 2 mm, tanpa vaskularisasi, dan terdapat variasi kromatik dari warna putih,
kuning, hingga cokelat.6
10
Gambar 2.11 Nodul Lisch pada iris
Pada kasus NF2, karakteristik klinis ditandai oleh adanya schwannoma vestibular
bilateral, meningioma multipel, tumor saraf kranial, tumor spinal, dan kelainan pada mata.
Manifestasi okular yang berbahaya yang dapat terjadi adalah hamartoma nervus optikus dan
hamartoma retina (kombinasi hamartoma epitel pigmen dan retinal). Sekitar 60-80% pasien
mengalami katarak onset dini. Manifestasi lain adalah adanya keratitis distrofik akibat
keterlibatan saraf kranial V atau paresis fasial akibat keterlibatan saraf kranial VII. 8
11
terbatas pada satu bagian
tubuh, seperti lengan,
kaki atau tulang
belakang.
Schwannomas tidak
menyerang saraf
vestibularis sehingga
tidak disertai gangguan
pendengaran
Tidak ada gangguan
fungsi intelektual.
2.2.7 Diagnosa12
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik sesuai dengan
manifestasi klinis yang ditimbulkan. Kriteria diagnostik yang digunakan untuk menegakkan
diagnosis NF ditetapkan oleh National Institute of Health pada tahun 1987. Individu dengan
dua atau lebih kriteria berikut dapat didiagnosis mengalami NF1.
12
a. Terdapat 6 atau lebih makula café au lait berukuran diameter >5mm pada individu
prepubertal, dan diameter >15mm pada individu postpubertal
b. Terdapat 2 atau lebih neurofibroma tipe apa saja, atau satu neurofibroma fleksiform
c. Freckling diregio aksila atau inguinal
d. Glioma nervus optikus
e. Terdapat 2 atau lebih nodul Lisch (iris hamartoma)
f. Lesi tulang seperti displasia sphenoid atau penipisan korteks tulang panjang dengan atau
tanpa pseudoarthrosis
g. Keluarga dalam 1 generasi (orang tua, saudara atau keturunan) yang mengalami NF1 yang
sesuai dengan kriteria diatas
13
Nodul Lisch (>2) Meningioma
Displasia sphenoid Glioma
Glioma saraf optikus Schwannoma
Keluarga 1 generasi dengan Juvenile posterior
NF1 subcapsular lens opacity
(PSCC)
Keluarga 1 generasi
dengan NF2
2.2.8 Tatalaksana14
Operasi pada penderita NF bermandaat apabila terdapat peningkatan TIK, efek massa
atau hidrocephalus. Terapi radiasi kurang bermanfaat karena efek samping terhadap
14
pertumbuhan neurovascular, endokrin dan neuropsikologikal. Penderita dilakukan terapi
apabila ditemukan satu atau lebih dari kriteria sebagai berikut: 1. Ukuran tumor bertambah, 2.
Papiledem, 3. Hilangnya penglihatan, proptosis progresif, 4. diameter saraf optik >2 mm.
2.2.9 Komplikasi
Beragam manifestasi klinis pada NF1 dan kemungkinan komplikasi yang terjadi
dijelaskan dalam Tabel 2. Tidak semua penderita NF1 mengalami komplikasi. Pengaruh NF1
terhadap mortalitas masih belum begitu jelas, namun penderita usia muda biasanya memiliki
gejala yang lebih parah sehingga dampak terhadap kualitas hidupnya lebih buruk. Beberapa
studi kohort menunjukkan penurunan ekspektansi hidup hingga 8-15 tahun. Penyebab utama
kematian penderita NF1 adalah neoplasma maligna, terutama malignant peripheral nerve
sheath tumor (MPNST). Evaluasi medis berkala diperlukan untuk deteksi dini kondisi ini.
Vaskulopati juga merupakan penyebab kematian pada penderita NF1 usia muda dan pada
pasien asimptomatik, terutama akibat displasia fibromuskular vaskular dan malformasi.8
15
Glioma/astrositom Optikal Penurunan Penurunan
a visus visus,
kemoterapi
Serebral, fossa Gejala Defisit
posterior, medulla neurologis neurologis,
spinalis kemoterapi
Anggota gerak
Genu
Serebrovaskular Tindakan
varum/valgum operatif
Vaskular ginjal
Gejala Stroke
Vaskular neurologis
gastrointestinal Penyakit
Hipertensi jantung
Stenosis
Ileus, nyeri, Bervariasi
aqueduktal, otak
perdarahan
Hidrosefalus,
nyeri kepala Hipertensi
kranial
16
Predisposisi tumor Darah Leukemia Operasi dan
kemoterapi,
kematian
Gastrointestinal GIST
Payudara Kanker
Bervariasi,
Pheochromocyto Hipertensi
termasuk
ma
kematian
2.2.10 Pencegahan
Neurofibromatosis merupakan penyakit keturunan, apabila salah satu orang tua
menderita kelainan NF ini, maka 50 % kemungkinan anaknya menderita penyakit ini. Oleh
karena itu dianjurkan untuk melakukan konsultasi genetik pada penderita yang merencanakan
untuk memiliki keturunan.7
2.2.11 Prognosis10
NF 1 merupakan suatu penyakit genetic yang dapat mengenai beberapa organ.
Penyebab kematian pada NF1 termasuk tumor sheath saraf perifer yang ganas, tumor CNS, dan
keadaan sistemik seeperti hipertensi menyebabkan stenosis arteri renalis. Penderita NF1 34 kali
menderita keganasan jaringan ikat atau tumor jaringan lunak. Prognosis NF2 bervariasi sesuai
dengan spectrum dan fenotip. Tipe mutase gen NF2 memengaruhi beratnya penyakit.
Diagnosis NF2 meningkatkan resiko berkembangnya tumor CNS seperti schwananoma,
meningioma, glioma dan neuroma yang dapat melibatkan otak, saraf kranial atau spinal cord.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
Agama : Islam
Alamat : Kefa
No. MR : 500886
3.2 Anamnesis (Heteroanamnesis dengan ibu pasien tanggal 5 Oktober 2018)
KU:Sulit diajak komunikasi
RPS: Pasien rujukan dari RSUD Soe dengan diagnosa tumor extrakranial dan gangguan mental
organic.
Pasien datang dengan keluhan sulit diajak komunikasi sejak 1 tahun yang lalu. Menurut
keluarga, Pasien tiba-tiba berbicara tidak nyambung dan berbicara sendiri. Keluhan tersebut
semakin memberat hingga sekarang. Selain itu, pasien mengeluh nyeri kepala hebat sejak 2
tahun yang lalu dan nyeri tersebut menetap selama 1 minggu . Nyeri terasa tertusuk tusuk dan
tidak hilang dengan perubahan posisi. Keluhan lainnya 2 tahun lalu pasien mengeluh
penurunan penglihatan dan penurunan pendengaran sehingga pasien mulai tidak berespon
terhadap sekitar.
Riwayat penyakit dahulu :Muncul benjolan di beberapa tubuh pasien sejak kecil dan
benjolan tersebut lama membesar. Awalnya muncul 3 benjolan di kepala seukuran biji kacang
dan membesar perlahan kemudian muncul di punggung, tangan kanan dan kaki kiri pasien.
18
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada yang mengalami sakit seperti pasien dan tidak
ada penyakit lain dalam keluarga pasien
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V4M5
Tanda - tanda vital :
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 87x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,8 0C
Kulit : pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit < 2 detik
Kepala : Bentuk normal, benjolan di regio oksipital (ukuran: 3x4, 2x2
dan 1x1cm) konsistensi lunak, mobile, dapat digerakkan. Benjolan di regio
temporal sinistra (ukuran 2,5x2,5 cm) konsistensi lunak dan mobile.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+), visus
menurun
Telinga : Deformitas (-/-), Nyeri tekan mastoid (-/-), hearing loss (+/+)
Hidung : deviasi septum (-), rhinore (-/-)
Mulut : Bibir : lembab
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS
5 linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru Anterior dan Posterior :
Inspeksi : pengembangan dada simetris statis dan dinamis, otot
19
bantu pernafasan (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), vocal fremitus (+N/+N)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : BU (+) 8 X/menit
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Punggung :
Inspeksi : vertebra normal, kifosis (-), skoliosis (-), jejas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : CVA (-)
Ekstremitas atas : akral hangat, CRT <3 detik, benjolan 3x3,5 cm regio antebrachii
dextra.
Ekstremitas bawah: akral hangat, CRT <3 detik,
20
• K : 3,5 mmol;/L (L)
• Cl : 106 mmol/L
• Ca Ion : 1,210 mmol/L
Bacaan Radiologis:
Cortical sulci cerebri sempit dan gyri membesar
Tampak massa iso hiperdense menyangat kontras di cerebellopentin angle kanan diameter
2,5cm pada mesencephalon. Tectum diameter 2,5 cm massa lobular yang menyempitkan
aquaductus.
Ventrikel III dan lateralis melebar disertai area hiperdens periventrikel lateralis kanan-kiri.
Sisterna basalis, sisterna quadrigemina, sisterna ambient terobliterasi
Tidak tampak massa di supratentorial
Tulang-tulang intak. Tidak tampak deformitas
Tampak 2 buah massa di extrakranial di scalp temporal kiri dan occipital kiri
21
Kesan:
1. Massa multiple di intrakranial, cenderung schwannoma masinsg-masing di CPA
kanan dan mesencephalon/tectum, disertai hidrocephalus obstruktif dengan level
onstruksi pada aquaductus ec massa pada midbrain/tectum tersebut.
2. Massa di extrakranial multiple (scalp temporal kiri dan occipital kiri)
3.5 Assassement
Neurofibromatosis
Hidrocephalus Obstruktif e.c SOL
3.6 Terapi
IVFD RL Drip tramadol 50 mg per 12 jam.
Inj ranitidin 2x1 amp
Inj dexa 4x10 mg
Mecobalamin 3x500 mg IV
Saran Ventriculoperitoneal Shunt
PENUTUP
22
KESIMPULAN
Neurofibromatosis (NF) merupakan suatu kelainan genetik yang memberi efek pada
berbagai organ tubuh, terutama kulit dan sistem saraf sehingga berpengaruh pada pertumbuhan
dan perkembangan jaringan saraf. Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan.
Gangguan ini dapat mempengaruhi semua ras, semua kelompok etnis dan jenis
kelamin dengan probabilitas yang sama. Neurofibromatosis tipe 1, juga dikenal sebagai
penyakit von Recklingshausen disease, memiliki insiden 1:3000. NF tipe II memiliki insiden
1:40,000. Schwannomatosis, adalah bentuk terjarang dan memiliki jenis yang berbeda.
Schwannomatosis memiliki insiden 1:40.000.
Penderita Neurofibromatosis lebih sering mendapatkan penyakit ini akibat faktor
keturunan (orangtuanya), namun sekitar 30% kasus penderita Neurofibromatosis tidak
memiliki orang tua/ riwayat keluarga yang memiliki penyakit Neurofibromatosis. Artinya
penyakit ini didapatkan karena didalam tubuh terjadi mutasi gen secara individual dan tidak
selalu bawaan lahir. Apabila salah satu orang tua menderita kelainan Neurofibromatosis,
kemungkinan anaknya menderita penyakit ini sekitar 50%. Diagnosis biasanya ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan klinis dan secara spesifik didasarkan pada kriteria diagnostik yang
telah ditentukan.
Terapi yang diberikan berupa pembedahan yang dapat bertujuan untuk kepentingan
estetika maupun terapi pembedahan parsial pada neurofibromatosis tipe II. Karena penyakit ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan herediter maka pencegahannya dapat berupa
konsultasi genetik pada penderita yang merencanakan untuk memiliki keturunan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Jain, Gunjan, V.K. Jain, I.K. Sharma, R. Sharma, N. Saraswati. Neurofibromatosis Type
1 Presenting with Ophthalmic Features: A Case Series. Journal of Clinical Diagnostic
Research. 2016 Nov, Vol 10(11):1-3.
2. Abdolrahimzadeh, B, D.C Piraino, G. Albanese, F. Cruciani, S. Rahimi.
Neurofibromatosis: an update of ophthalmic characteristics and applications of optical
coherence tomography. Clinical Ophthalmology 2016:10 851-860.
3. Jett K, Friedman MJ. Clinical and genetic aspects of neurofibromatosis 1. Genet Med.
2010;12:1–11.
4. Schnur RE. Type 1 neurofibromatosis: a genio-oculo- dermatologic update. Ocular
Genetics. 2012;23:364–372.
5. Rauen KA, Huson SM, Burkitt-Wright E, et al. Recent developments in
neurofibromatoses and RASopathies: management, diagnosis and current and future
therapeutic avenues. Am J Med Genet. 2014;12:1–10.
6. National Institutes of Health. 2017. Neurofibromatosis type 1.
https://ghr.nlm.nih.gov/condition/neurofibromatosis-type-1#resources
7. Guttmann DH, Aylswort A, Carey CJC, et al. The diagnosis, evaluation and
multidisciplinary management of neurofibromatosis 1 and neurofibromatosis 2. JAMA.
1997;278:51–57.
8. Hirbe AC, Gutmann DH. Neurofibromatosis type 1: a multidisciplinary approach to care.
Lancet Neurol. 2014;13:834–843.
9. Coban-Karatas M, Altan-Yaycioglu R, Bal N, Akova YA. Management of facial
disfigurement in orbitotemporal neurofibromatosis. Ophthalm Plas Reconstr Surg.
2010;26:124–126.
10. Lewis RA, Riccardi VM. Von Recklinghausen neurofibromatosis. Incidence of iris
hamartoma. Ophthalmology. 1981;88:348–354.
11. Mantelli F, Abdolrahimzadeh S, Mannino G, Lambiase A. Unusual case of angle closure
glaucoma in a patient with neurofibromatosis type 1. Case Rep Ophthalmol. 2014;5:386–
391.
24
12. Rodrigues, L.O.C, dkk. Neurofibromatoses: Part 1 – Diagnosis and Differential Diagnosis.
Arq Neuropsiquiatr 2014;72(3):241-250
13. Batista, P.B, dkk. Neurofibromatosis: Part 2 – Clinical Management. Arq Neuropsiquiatr
2015;73(6):531-543
14. Pandaleke, T.A, P.L. Suling. Neurofibromatosis Tipe 1 dengan Neurofibroma
Pleksiformis. MDVI. 2014 Vol 41(2):73-78
25