Anda di halaman 1dari 9
KEARIFAN LINGKUNGAN ‘SEBAGAI PERWUJUDAN NILALNILAI BUDAYA LOKAL. SEBUAH ULASAN DALAM PERSPEKTIF BUDAYA BORNEO leh MP. LAMBUT “Anak Pribumi Borneo Gury Besar Fakultas Keguruan dan lImu Pendidikan ‘Universitas Lambung Mangkurat Di sebuah hutan yang diketing! ‘gunung-gunung, hiduplah seorang pemuda dalam ‘kesunyian. Dulu fa adalah seorang raja negen kaya raya di seberang Sungal Dua, la, dengan kemauannya send telah rmeninggalkan singgasana dan Kejayaan, untuk ‘mendiami hutan lia it coos” Ak akan mencaf aka it, unt ‘mengetahuirahasia hatinya, karena ia yang rmeninggalkan sebuah Kerajaan, past lebih mulia dari kerajaannya itu." (Kahl Gibran, teremahan edisi 2000: 1) 1. PENDAHULUAN ‘Saya hampir yakin bahwa sayalah satu-satunya peserta Seminar Nasional Pembenahan Pengslolaan Hutan Alam Produksi di Indonesia ini, yang sama sekali tidak memiliki pengetahuan apalagi menguasai ilmu kehutanaa. Saya ini hhanyalah sarjana Tulusan tahun 1964 Fakulas sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mads, dan dalam kegiatan akademis i Universitas Lambung ‘Mangkurat di Banjarmasin, menéapst keperceyaan mengasuh mats kuliah Sasten Budaya dan Filsafat. Tugas demikian memang sesuai dengan bidang studi daya ialah Sasira Barat, Dan karena pangkat Guru Besar saya terikat dengan FKIP tempat saya menjadi dosen tetap, saya adalah Guru Besar Pendidikan Sastra ~ Budaya, Pengakuan saya yang demikian itu memberiisyarat bahwa makalah yang saya sampaikan pada seminar ini, pasti mempunyai isi dan cara penyajian yang 8 berbeda dari makalah-makalah lain, Untuk itu saya memang tidak bisa berbuat hain, Sekedar Keterangan tambahan, saya ini putra Indonesia yang lahir dan ibesarkan sebagai anggota masyarakat Dayak Ngaju, kelompok masyarakat Dayak yang paling besar jumlahnya. Bagi masyarakat Dayak Nesju, hutan dan alam lingkungan merupakan bagian dari pranata kehidupan dunia akira, Dari pibak ayah dan ibu, saya adalah cucu dua orang Demang kepale adat. Dan dari pihak ayah, saya adalah keponakan HJ, Mallinkrodt, penulis buku Her Adat Recht van Borneo (1929). Dalam hubungan dan kaitan yang ddemikian itulah saya hadir delam seminar ini dan memberanikan diri memenuhi ppermintaan panitia untuk menyajikan makalah dengan judul : KEARIFAN LINGKUNGAN SEBAGAI PERWUJUDAN NILAi-NILAI BUDAYA LOKAL DARI PERSPEKTIF BUDAYA BORNEO. Untuk mengakhiri pendshuluan ini saya telah mengutip karys Kahlil Gibran yang telah diteremahkan ke dalam bahasa Indonesia yang diberi judul Raja Pertapa. Kutipan ity memperlihatkan peranan hutan yang sulit sekali diterima oleh kita semua sebagai satu kenyataan. Sobagai karya satre, mungkin nilainya tinggi, tetapi pasti tidak bernilai bagi ilmu dan kebijaksanean pengeloaan huten Indonesia. Namun demikian, karya Kahlil Gibran itu Iengisyaratkan bahwa hutan bisa mempunyai arti yang demikian besarnya, schinggs seorang raja bersedia memilih bertapa di hutan alu meningealkan istana dan singgasana dengan segala kemegahanny/ I BORNEO : The People of the Weeping Forest, Tradition, and Change in Borneo Jiudul bagian 2 makalah ini adalah judul sebuah buku karya Jan B. Ave ddan Viktor King yang diterbitkan oleh National Museum of Ethnology, Leiden 1986, jadi belum terlalo tux untuk dapat dijadikan acvan pada seminar ini. Kedua’penulis ini terkenal tarena hasil peneltignnya di Borneo baik tentang ‘masyarakat maupun tentang alamnya. Sungguh tepat untuk menyebut hutan di Kalimantan dan Borneo ini sebagai hutan menangis dan bukan lagi hutan kayut keras tropis seperti yang dipaparken oleh Encyclopedia Winkler ~ Prins, edisi tahun 1954 ‘Yang kini tertingeal adalah semak belukar dan padang alang-alang yang dalam seta saat bisa berutah menjadi lauian api yang maha menyeramkan, Lalu yang. dijadikan kambing hitamaya ialah peladang berpindah yang ‘membakar lahan dan merambah hutan sehingga rusak parah, Padahal sejak Jaman pra-sejarah sejak manusia purba Borneo mengenal bercocok tanem, ‘mereka adalah peladang dan memang selalu berpindah-pindah, tetapihutan Borneo tidak pernah hangus dan rusak seperti sekarang ini. Eneyclopedia ‘Winkler Prins edisi tahun 1954 masih menyebut kebiasaan berladang berpindah- p pindsh, namun hutan kayu Kerasnya masih utuh dan terkenal di manca negara. Kini kayw Ulin, Meranti dan sejenisnya sudah mulai menjadi kayu yang langka

Anda mungkin juga menyukai