Anda di halaman 1dari 4

RUMAH KAYU

Pernahkah kau melihat rumah itu atau setidaknya lewat sekitar situ? Dari luar tak ada yang menarik
memang, Pagar seng yang mengelilinginya memberi kesan bahwa rumah itu lebih merupakan gudang
alat-alat berat ketimbang tempat tinggal. Namun sungai yang mengalir dibelakangnya dan pohon -
pohon rindang di sekitar rumah mungkin berarti sesuatu bagi mereka yang suka udara segar, air, sinar
matahari serta bau daun gugur.

Jika kau mampir sesekali, doronglah pintu pagar seng itu. Tak perlu khawatir, gerbang itu sudah tak
terkunci berbulan-bulan sejak tempat itu tidak ditinggali. Tidak akan ada pula yang menegurmu sebab
tetangga disekitar rumah kayu itu sangat ramah. Mereka adalah generasi kesekianbelas pekerja yang
super woles yang konon dibawa belanda untuk bekerja di perkebunan karet dulu, sebelum indonesia
merdeka. Berjalanlah ke arah teras yang sekaligus merupakan ruang tamu yang terbuka. Rasakan
udara yang bertiup dari arah kebun Pepinang semilir memanjakan kulitmu. Duduklah di dipan yang
sengaja tak dicat di ruang tamu maka kamu akan disambut berbagai jenis suplir serta sayuran yang
kini mungkin sudah kurang terawat. Jika ingin masuk ke dalam, berjalanlah ke depan teras kamar,
didepan jendela situ ada 3 pot bunga. Kunci rumah ada dibawah pot bunga yang posisinya ditengah
yang berisi bunga mirip pohon kencur yang bunganya biru; seperti laut saat ombak sedang tenang.

Naiklah tangga kecil disamping teras, lalu masuklah. Bau kayu lokal yang manis, serta satu-satunya
sisi ruang berbahan bata warna terrakota akan menyapamu. Benar, rumah ini memang dirancang
mirip dengan cottage di pegunungan atau pulau yang eksotis; minus laut, agar siapapun yang masuk
kedalamnya akan merasa sedang liburan. Jika mau menonton hidupkanlah TV, rekomendasiku
jeranglah air dan masaklah kopi sendiri. Dapur terletak pas disamping ruang keluarga, kamu perlu
turun beberapa anak tangga untuk menjangkau kompor. Setelahnya duduklah dilantai kayu, sesap
kopimu sambil menonton TV. Jika acara TV membosankanmu dan azan telah berkumandang,
nyalakanlah lampu teras. Lalu tutuplah gerbang, di kulkas masih tersisa beberapa bungkus mie
instan. Masaklah tak perlu ragu. Tuan rumahnya adalah bagian kecil dari kelompok orang yang masih
percaya bahwa memberi makan orang yang lapar adalah hal yang sangat mulia. Sambil menunggu
kantuk sempurna merobohkanmu, kau bisa naik ke lantai atas mengambil beberapa buku bacaan
ringan atau text book yang berat. Rekomendasiku bacalah diteras rumah, sambil membiarkan
jangkrik kampung menghiburmu. Kurasa mereka senang jika suara mereka dinikmati oleh makhluk
lain sesekali.

Kebahagian terletak pada hal-hal sederhana, namun hanya mereka yang bijak saja yang
menyadarinya kata Aristoteles. Di rumah kayu tepi sungai itu, kesederhanaan tersebut adalah
filosofi utama yang mengatur bagaimana semua pot disusun, dan bagaimana dinding rumah
diputuskan untuk dicat atau tidak. Hidup melambat beberapa grade. Bila kamu masih betah dan
malam sudah larut, kamu bisa meminta izin tentangga sebelah untuk menginap disitu. Tak akan ada
yang melarangmu; rumah kayu itu memang dibuat bagi mereka yang tidak memiliki rumah, dan
baru datang dari jauh. Tentu saja kamu harus dikenal baik oleh pemiliknya untuk menginap lebih dari
sehari ditempat itu.

Beberapa bulan yang lalu kami pernah tinggal ditempat itu. Anakku yang pertama betah betul
menonton TV dan bermain dilantai kayu ruang keluarga rumah kayu itu, tinggal kasi bantal lalu
beres, ia akan santai berjam-jam disana, sampai waktunya makan siang atau shalat maghrib. Yang
aku suka betul dari rumah itu adalah ia tak terlalu panas saat udara sedang panas dan tak pernah
terlalu dingin dimusim hujan yang berat. Kayunya yang disusun vertikal mengingatkanku pada rumah
dalam film litle house in the prairie, iya benar, yang dibintangi Michael Landon itu, yang konon
sempat menjadi acuan kebahagian yang sederhana. Halaman yang cukup lapang juga memberikan
ruang untuk bercocok tanam, sesuatu yang sangat mahal untuk wilayah padat macam jakarta . aku
pernah mendengar bahwa orang korea sangat senang menggunakan ruang tempat tinggalnya untuk
menanam tanaman yang bermanfaat, tak semeterpun ruang yang layak tanam yang mereka sia-
siakan. Aku sempat menanam sayur hijau sendiri; buat stok jika warung sudah tutup dan isteriku
ingin makan sayur. Syahdu kawan, melihat keluarga kita makan sayur yang kita sendiri yang
menanamnya. Anakku yang besar juga suka makan kangkung yang diambil dari halaman rumah itu.
Apakah yang lebih sempurna selain mencintai Allah dan rasulnya serta memiliki keluarga yang
bahagia yang tinggal ditempat senyaman rumah itu?

Saat uwais -anak kedua kami- lahir beberapa bulan kemudian rumah itu menjadi semakin hidup,
kami semakikn betah dirumah sehingga lupa keluar; jika semua ada disuatu tempat lalu mengapa
kita harus pergi keluar kemana-mana?. Dipagi hari sehabis shalat subuh dan membatu muraja’ah
putra pertamaku aku berkeliling menggendong Uwais melihat bunga dan sayuran, lalu aku
membawanya masuk untuk dimandikan oleh ibunya. Siang hari jika tak bekerja, kami pergi berjalan-
jalan kerumah ibuku atau ke rumah orangtuaku. Jika memiliki waktu senggang aku merawat semua
tanaman disitu sehingga kian hari kian nyaman saja rumah itu.

Suatu ketika, Uwais sakit panas, kami membawanya ke rumah sakit setelah merawatnya 3 hari di
rumah, panasnya tak terlalu tinggi dan gaya hidup organik membuat kami sangat khawatir dia akan
terpapar dengan antibiotik dan obat-obatan kimia terlalu dini. Lalu Allah memanggilnya tiba-tiba.
Tiba-tiba sekali, bahkan sebelum sempat kami memahami apa yang terjadi. Sampai saat ini aku
masih belum tahu diagnosanya, dan sebenarnya aku tak mau terlalu tahu apa penyebab yang
sebenarnya. Yang penting adalah peristiwa itu adalah awal kepergiannya dari hidup kami. Aku ingat
saat menggendong jenazah uwais di ambulance. Masih tak percaya bahwa Allah telah mencabut izin
kami untuk mengurusnya. Aku merasa seperti bermimpi, sejenis mimpi yang kamu tidak bisa
bangun dari pengaruhnya, mungkin beberapa dari kalian pernah merasakannya. Ambulans
mengaum, langit gelap, istriku menangis, kakaknya memanggil uwais. Dunia terasa runtuh beberapa
kilometer kebawah sana.

Aku memandikan jenazah Uwais dan mengimami shalat jenazahnya. Tanggung jawab sebagai kepala
keluarga yang harus mendukung istri dan anak tertuaku membuatku tampil kuat. Beberapa hari kami
ditemani beberapa keluarga, namun setelah mereka pergi saat terberat mulai kualami. Kemanapun
yang kulihat, aku ingat Uwais. Semua sudut dirumah kayu memiliki asosiasi dengan Uwais.
Mengenai asosiasi ini, dahulu seorang sarjana rusia bernama I.P Pavlov tanpa sengaja membuat teori
yang menarik. Awalnya ia meneliti tentang air liur pada anjing, lalu ia membunyikan bel sebelum
makanan disajikan. awalnya anjing tidak merespon bel, apalah arti bel bagi rasa lapar? namun ketika
bel berkali-kali mendahului makanan, maka sang anjing langsung mengeluarkan air liur mendengar
bel dibunyikan. Pavlov menyatakan bahwa air liur itu keluar karena hasil belajar. Kata Pavlov
kepribadian manusia merupakan hasil belajar dari asosiasi-asosiasi antara berbagai hal. Dari meneliti
air liur lalu ia menghasilkan teori psikologi belajar. Asosiasi Itulah alasannya mengapa kau bisa
mengenang mantanmu ketika mencium parfum yang sering ia gunakan. Panjang betul ceritaku, aku
bercerita agar kau faham bahwa asosiasi Pavlovian itulah yang membuat aku rindu dan kehilangan
setengah mati. Teruk betul rasanya rindu kepada seseorang yang tak mungkin ditemui lagi, Bahkan
berpapasan sekalipun mustahil, apalagi melihat senyumnya yang lebar serta bau badannya yang
membekas diperlengkapan yang ia gunakan.
Uwais genap berumur 8 bulan saat meninggal dunia, ia meninggal dengan tampan, hari minggu
seperti ia dilahirkan, orang yang mendampingiku saat pemakaman uwais adalah orang yang dulu
menikahkan kami. Yang mengantarkannya juga adalah orang-orang yang mengantarkan kami saat
menikah dulu. Uwais benar-benar pergi dari hidup kami. Seminggu sebelumnya aku baru
membuatkan uwais batas bermain sehingga ia aman bermain dirumah kayu kami. Kebetulan aku
mendapatkan beberapa papan kayu lokal berbau wangi mirip kayu cendana untuk batas
bermainnya. Bau wangi yang kini menamparku setiap aku membuka pintu; rumah kayu itu

Setelah musibah itu istriku tak sanggup lagi tinggal dirumah itu, lantai kayu, perabotan mini, tempat
tidur, bau kayu, dipan kayu bahkan udara sore dan rindang pohon semuanya mengingatkannya
pada Uwais. Mungkin asosiasi Pavlovian antara rumah kayu dan uwais itu tak mungkin dikondisikan
ulang bagi istriku. Kami memilih tinggal dirumah mertuaku, sambil menata hati yang kelewat rusak
karena grieving. Tentu perlahan-lahan kami mulai masuk pada tahap acceptance dalam teori
grievingnya psikologi duka. Tapi kami tetap belum sanggup untuk sekedar pulang, duduk di dipan
kayu yang harmonis itu lalu berdamai dengan kenangan serta asosiasi yang terjerat disemua sudut
dan barang dirumah itu

Lalu tinggallah rumah kayu itu sendiri; pilu dan kesepian. Mungkin ia juga kangen uwais, kangen
anak tertua kami, kangen aku dan istriku, namun ia hanya bisa bicara melalui debu yang agak tebal
di lantai teras, rumput liar yang mulai panjang dihalaman, juga sederit gesekan kayu bila angin
malam berhembus kencang. Maka jika kamu lewat sekitar situ mampirlah sejenak , sampaikan
rinduku kepadanya seperti ia juga mungkin merindukan uwais dan kami semua.

Anda mungkin juga menyukai