Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN UMUM

NEUROLOGI
“SEORANG LAKI-LAKI USIA 19 TAHUN DENGAN WAJAH JATUH
SEBELAH KANAN”
Trainer : dr. Yanuarita Tursinawati, Msi. Med

Disusun Oleh :
1. Asep Wahyu G. H2A008006
2. Abdul Rozak H2A010001
3. Anggoro Nur F. H2A010005
4. Astrid Avidita H2A010007
5. Fithri Ratnasari H2A010018
6. Gananda Laksa H2A010021

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn Bram
Umur : 19 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pedurungan
Pekerjaan : Jaga warnet
Status : Belum menikah
No RM : 04
Tanggal masuk RS : 29 September 2014

II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan dengan autoanemnesa tanggal 29 September 2014
jam 08.00 WIB di Klinik.
A. Keluhan Utama : Wajah jatuh sebelah kanan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien datang dengan keluhan wajah jatuh sebelah kanan
sejak 3 jam yang lalu. Keluhan dirasakan tiba-tiba setelah bangun tidur,
sebelumnya pasien mengaku sering tidur dengan posisi kipas angin
dihadapkan langsung ke wajah pasien, begitu pula pada saat bekerja
dimana sering terpapar dengan kipas angin langsung dari jam 8 pagi
sampai 8 malam. Mulut pasien mencong ke kiri, mata kanan pasien tidak
bisa menutup dan terasa pedih, keluhan air mata nerocos disangkal. Pasien
masih dapat makan dan merasakan rasa makanan. Keluhan lumpuh
dianggota gerak, demam, pendengaran lebih sensitif disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat herpes zooster : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat kolesterol : disangkal
Riwayat jantung : disangkal

2
Riwayat trauma kepala : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
E. Riwayat Pribadi
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan ditanggung sendiri.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan dilakukan tanggal 29 September 2014 jam 08.00 WIB di
Klinik
A. Keadaan umum : Tampak sehat
B. Kesadaran : Compos mentis
C. BB : 75 kg
D. TB : 170 cm
E. Vital sign
1. TD : 110/70 mmHg
2. Nadi : 82 kali/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
3. RR : 20 kali/menit
4. Suhu : 36,8oC
F. Status Internus
1. Kepala : kesan mesosefal, rambut hitam lurus, luka (-)
2. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
central, reguler dan isokor 3mm, reflek pupil direk (+/+),
reflek pupil indirek (+/+),
3. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)

3
4. Telinga : serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-)
5. Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), bibir tampak tertarik ke arah kanan.
6. Leher : pembesaran kelenjar limfe (-),pembesaran kelenjar
tyroid (-), deviasi trakea (-), kaku kuduk (-), tes lhermite
(tidak bisa dilakukan).
7. Thorax :
a. Paru
Paru depan Paru belakang
Inspeksi
Statis Normochest, simetris, kelainan Normochest, simetris, kelainan
kulit (-/-), sudut arcus costa dalam kulit (-/-)
batas normal, ICS dalam batas
normal
Dinamis Pengembangan pernafasan paru Pengembangan pernapasan paru
Normal normal
Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), Simetris (N/N), Nyeri tekan
ICS dalam batas normal, taktil (-/-), ICS dalam batas normal,
fremitus dalam batas normal taktil fremitus dalam batas
normal
Perkusi
Kanan Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kiri Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi Suara dasar vesicular, Ronki (-/-), Suara dasar vesicular, Ronki (-/-),
Wheezing (-/-) Wheezing (-/-)
Tampak anterior paru Tampak posterior paru

SD : vesikuler SD : vesikuler

4
ST : ronki (-), wheezing (-) ST : ronki (-), wheezing (-)
b. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V 1-2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),
pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra
Auskultasi: regular
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara tambahan : gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
ikterik (-)
Auskultasi: Bising usus normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, Pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-), Tidak terdapat nyeri ketok ginjal
dextra/sinistra
Palpasi : Nyeri tekan epigastrum (-), Tidak teraba pembesaran
hepar, Lien dan ginjal tidak teraba

IV. STATUS NEUROLOGIS


UMUM
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Kuantitas : GCS 15 (E4V5M6)
3. Kualitas : Tingkah laku : wajar
Perasaan hati : baik

5
4. Orientasi : Tempat : baik; Waktu : baik; Orang : baik; Sekitar :
baik
5. Jalan pikiran : baik
6. Kecerdasan : baik
7. Daya ingat baru : baik
8. Daya ingat lama : baik
9. Kemampuan bicara : baik
10. Sikap tubuh : baik
11. Cara berjalan : baik
12. Gerakan abnormal : tidak ada

BADAN
1. Trofi otot punggung :
2. Trofi otot dada :
3. Nyeri membungkukkan badan : Tidak
dilakukan
4. Palpasi dinding perut :
5. Vertebra : Bentuk :

ANGGOTA GERAK ATAS


Inspeksi Kanan Kiri
Drop hand (-) (-)
Pitcher’s hand (-) (-)
Warna kulit Sawo matang Sawo matang
Claw hand (-) (-)
Kontraktur (-) (-)
Gerakan N Tertinggal
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
Tonus Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas (+) (+)
Nyeri (+) (+)
Termis (+) (+)
Diskriminasi (+) (+)
Posisi (+) (+)
Vibrasi (+) (+)
Reflek fisiologis

6
a. Biceps (+) (+)
b. Triceps (+) (+)
c. Radius (+) (+)
d. Ulna (+) (+)
Perluasan reflek (-) (-)
Reflek Patologis
a. Hofman (-) (-)
b. Tromer (-) (-)

ANGGOTA GERAK BAWAH


Inspeksi Kanan Kiri
Drop foot - -
Warna kulit Sawo matang Sawo matang
Kontraktur - -
Gerakan Normal Normal
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
Tonus Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas (+) (+)
Nyeri (+) (+)
Termis (+) (+)
Diskriminasi (+) (+)
Posisi (+) (+)
Vibrasi (+) (+)
Reflek fisiologis
a. Patella (+) (+)
b. Achiles (+) (+)
Perluasan reflek (-) (-)
Reflek Patologis
a. oppenheim (-) (-)
b. gordon (-) (-)
c. schaeffer (-) (-)
d. gonda (-) (-)
e. babinsky (-) (-)
f. chaddock (-) (-)
g. mendel bachterew (-) (-)
h. rossolimo (-) (-)

7
NERVUS CRANIALIS
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Normosmia Normosmia
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan Normal Normal
b. Pengenalan warna Normal Normal
c. Medan penglihatan Normal Normal
d. Perdarahan arteri/vena
e. Fundus okuli Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
f. Papil
g. Retina
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas (+) (+)
c. Gerak mata kebawah (+) (+)
d. Gerak mata media (+) (+)
e. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
f. Bentuk pupil bulat bulat
g. Reflek cahaya langsung (+) (+)
h. Reflek cahaya konsesuil (+) (+)
i. Reflek akmodasi (+) (+)
j. Strabismus divergen (-) (-)
k. Diplopia (-) (-)
N.IV (Trochlearis) :
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit (+) (+)
b. Membuka mulut (+) (+)

8
c. Sensibilitas muka atas (+) (+)
d. Sensibilitas muka tengah (+) (+)
e. Sensibilitas muka bawah (+) (+)
f. Reflek kornea (+) (+)
g. Reflek bersin (+) (+)
h. Reflek masseter (+) (+)
i. Reflek zigomatikus (+) (+)
j. Trismus (-) (-)
N.VI (Abducens) :
a. Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N. VII (Facialis)
a. Kerutan kulit dahi (-) (+)
b. Kedipan mata (-) (+)
c. Lipatan nasolabia Mendatar (+)
d. Sudut mulut - Kearah kiri
e. Mengerutkan dahi (-) (+)
f. Mengangkat alis (-) (+)
g. Menutup mata (-) (+)
h. Meringis (-) (+)
i. Tik fasial (-) (-)
j. Lakrimasi (-) (-)
k. Daya kecap 2/3 depan (+) (+)
l. Reflek fasio-palpebra Normal Normal
m. Reflek glabella Normal Normal
n. Reflek aurikulo-palpebra Normal Normal
o. Tanda Myerson Normal Normal
p. Tanda Chovstek Normal Normal
N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Mendengarkan suara berbisik Normal Normal
b. Mendengarkan detik arloji Normal Normal

9
c. Tes rinne AC > BC AC > BC
d. Tes weber Tidak ada Tidak ada
lateralisasi lateralisasi
e. Tes schwabach BC = BC BC = BC
N IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Uvula Simetris Simetris
c. Daya kecap 1/3 belakang (+) (+)
d. Reflek muntah (+) (+)
e. Sengau (-) (-)
f. Tersedak (-) (-)
N X (Vagus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Daya kecap 1/3 belakang (+) (+)
c. Bersuara (+) (+)
d. Menelan (+) (+)
N XI (Accesorius)
a. (+) (+)
Memalingkan muka (+) (+)
b. Sikap bahu (+) (+)
c. Mengangkat bahu Eutrofi Eutrofi
d. Trofi otot bahu
N XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah Lidah simetris
b. Artikulasi jelas
c. Tremor lidah (-)
d. Menjulurkan lidah (+)
e. Kekuatan lidah Normal
f. Trofi otot lidah Eutrofi
g. Fasikulasi lidah (-)

Refleks Khusus Kanan Kiri


Tes kaku kuduk (-) Tidak
(-)
dilakukan

10
Tidak
dilakukan
Tes lasegue
Tes O’conneal
Tes patrick
Tes kontra patrick
Tes gaenslen
Tes homan
Tes lhermite
Tes nafsiger
Tes valsava

KOORDINASI LANGKAH DAN KESEIMBANGAN


1. Cara berjalan : normal
2. Tes romberg : normal
3. Ataksia : (-)
4. Disdiakokinesis : normal
5. Roboundg phenomen : (-)
6. Nistagmus : (-)
7. Dismetri : tes telunjuk – hidung : Normal
tes telunjuk – telunjuk : Normal
tes hidung - telunjuk – hidung : Normal
FUNGSI VEGETATIF
1. Miksi : inkontinensia urin (-), retensio urin (-), anuria (-), poliuria
(-)
2. Defekasi : inkontinensia alfi (-), retensio alfi (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan bila tidak ada tanda perbaikan/ kesembuhan sempurna
- CT-scan cranial
- MRI cranial

11
VI. RESUME
Seorang pasien datang dengan keluhan wajah jatuh sebelah kanan sejak
3 jam yang lalu. Pasien sering terpapar kipas angin langsung ke wajah pada
saat tidur dan bekerja. Mulut pasien mencong ke kiri, mata kanan pasien
tidak bisa menutup dan terasa pedih,
Pada pemeriksaan fisik pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurologi didapatkan adanya kelemahan pada N. VII (N. Facialis) dimana
pasien tidak dapat mengerutkan dahi, mengedipkan mata, mengerutkan alis,
menutup mata, meringis. Lipatan nasolabial mendatar dan sudut mulut
kearah kiri.

VII. DAFTAR ABNORMALITAS


A. Anamnesis
1. Wajah jatuh sebelah kanan
2. Mulut mencong ke kiri
3. Mata kanan tidak dapat menutup dan terasa pedih
B. Pemeriksaan Neurologis : Kelemahan N. VII (N. Facialis) yaitu tidak
dapat mengerutkan dahi, mengedipkan mata, mengerutkan alis, menutup
mata, meringis. Lipatan nasolabial mendatar dan sudut mulut kearah kiri.

VIII. DFTAR MASALAH


ASSESMENT
Masalah Aktif Masalah Pasif
Bell’s palsy dextra -

IX. INISIAL PLAN


1. Ip Dx : Bell’s palsy dextra
2. Ip Tx :
Medikamentosa :

12
a. Prednison 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari kemudian diturunkan
bertahap 10 mg/hari dan berhenti selama 10-14 hari
b. Vitamin B12 3x500 µg/hari
c. Tetes mata Cendo lyteers 1 atau 2 tetes 3-4 x/hari
Non-medikamentosa
a. Fisioterapi
b. Perawatan mata dengan pemberian air mata buatan dan melindungi
mata dengan kapas yang diberikan air
c. Pemijatan wajah disertai kompres
d. Istirahat
3. Ip Mx:
a. Tanda vital
b. Defisit neurologis
c. Gejala residual
4. Ip Ex
a. Menjelaskan rencana fisioterapi pada pasien
b. Perawatan mata dengan pemberian air mata buatan dan melindungi
mata dengan kapas yang diberikan air
c. Pemijatan wajah disertai kompres
d. Istirahat

13
PEMBAHASAN

Seorang pasien datang dengan keluhan wajah jatuh sebelah kanan sejak 3 jam
yang lalu. Keluhan dirasakan tiba-tiba setelah bangun tidur, sebelumnya pasien
mengaku sering tidur dengan posisi kipas angin dihadapkan langsung ke wajah
pasien, begitu pula pada saat bekerja dimana sering terpapar dengan kipas angin
langsung dari jam 8 pagi sampai 8 malam. Mulut pasien mencong ke kiri, mata
kanan pasien tidak bisa menutup dan terasa pedih.
Pada pemeriksaan fisik interna pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurologi didapatkan adanya kelemahan pada N. VII (N. Facialis) dimana pasien
tidak dapat mengerutkan dahi, mengedipkan mata, mengerutkan alis, menutup
mata, meringis. Lipatan nasolabial mendatar dan sudut mulut kearah kiri.
Diagnosis kerja untuk kasus ini adalah Bell’s palsy dextra. Bell’s palsy adalah
penyakit idiopatik dan merupakan penyakit saraf tepi yang bersifat akut dan
mengenai nervus fasialis (N.VII) yang menginervasi seluruh otot wajah yang
menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini menyebabkan
asimetri wajah serta menganggu fungsi normal.
Pada kasus ini kemungkinan lesi pada nervus VII yang terkena adalah pada
saraf yang keluar setelah foramen stilomastoideus, karena nervus fasialis yang
keluar dari tengkorak melalui foramen stilomastoideus berjalan melalui kelenjar
parotis, dimana berakhir di cabang temporal, zigomatikum, buccal, mandibula
dan servikal untuk mensuplai otot-otot ekspresi wajah dan penutupan kelopak
mata

14
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Paralisis bell (bell’s palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus
fasialis perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak
menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis.
Dapat mengenai semua umur , namun sering terjadi pada usia 20-50 tahun.
Paralisis fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu misalnya
diabetes mellitus, hipertensi berat, anastesi local pada pencabutan gigi, infeksi
telinga bagian tengah, sindrom gullain bare, kehamilan trimester akhir,
meningitis, perdarahan, dan trauma. Apabila faktor penyebabnya jelas maka
disebut paralisis fasialis perifer dan bukannya paralisis bell.

B. Etiologi
Penyebab pasti Bell’s palsy masih belum diketahui. Tetapi penyakit ini
dianggap memiliki hubungan dengan virus, bakteri, dan autoimun. Bell’s
palsy meliputi inflamasi saraf atau blokade sinyal muscular dari HSV 1 lewat
karier yang belum diketahui, ketidakseimbangan imunitas (stress, HIV/AIDS,
trauma) atau apapun yang secara langsung maupun tidak langsung menekan
sistem imun (seperti infeksi bakteri pada Lyme disease dan otitis media, atau
trauma, tumor, dan kelainan kongenital), serta apapun yang dapat
menyebabkan inflamasi dan edema nervus fasialis (N.VII) dapat memicu
terjadinya bell’s palsy.

15
C. Patofisiologi
Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan, yaitu teori iskemik
vaskuler dan teori infeksi virus.
1. Teori iskemik vaskuler
Teori ini dikemukakan oleh Mc Groven pada tahun 1955 yang
menyatakan bahwa adanya ketidakstabilan otonomik dengan respon
simpatis yang berlebihan. Hal ini menyebabkan spasme pada arteriol dan
stasis pada vena di bagian bawah kanalis spinalis. Vasospasme ini
menyebabkan iskemik dan terjadinya oedem. Hasilnya adalah paralisis
flaksid perifer dari semua otot yang melayani ekspresi wajah.

16
2. Teori infeksi virus
Teori ini menyatakan bahwa beberapa penyebab infeksi yang dapat
ditemukan pada kasus paralisis saraf fasialis adalah otitis media,
meningitis bakteri, penyakit lime, infeksi HIV, dan lainnya. Pada tahun
1972 McCromick menyebutkan bahwa pada fase laten HSV tipe 1 pada
ganglion genikulatum dapat mengalami reaktivasi saat daya tahan tubuh
menurun. Adanya reaktivasi infeksi ini menyebabkan terjadinya reaksi
inflamasi dan edema saraf fasialis, sehingga saraf terjepit dan terjadi
kematian sel saraf karena saraf tidak mendapatkan suplai oksigen yang
cukup. Pada beberapa kasus yang ringan hanya terdapat kerusakan
selubung myelin saraf.
3. Teori kombinasi
Teori ini dikemukakan oleh Zalvan yang menyatakan bahwa
kemungkinan Bell’s palsy disebabkan oleh suatu infeksi atau reaktivasi
virus Herpes Simpleks dan merupakan reaksi imunologis sekunder atau
karena proses vaskuler sehingga menyebabkan inflamasi dan penekanan
saraf perifer ipsilateral.

17
Fisiologi saraf fasialis

Nervus fasialis merupakan saraf motorik yang mengontrol gerakan


volunteer dari otot-otot wajah. Saraf ini juga terdiri dari komponenn sensorik.
Serat sensorik mensarafi sensari pengecapan dari dua pertiga depan lidah.
Serat lain mengantarkan sensasi dari kanalis auditorius eksternus. Serat
autonon mengontrol sekresi dari kelenjar mandibula, sublingual dan lakrimal.
Jalur sistem saraf pusat yang terlibat dalam pergerakan wajah mulai dari
korteks kedua hemisfer dan turun sepanjang serat piramidalis untuk
membentuk sinaps pada intik nucleus di batang otak. Nervus fasialis keluar
dari nucleus pada dasar pons di batang otak. Kemudian melewati meatus
akustikus internus terus ke kanalis fasialis tulang petrosus temporal bersama
nervus akustikus. Saat melewati tulang petrosus tempolal, nervus fasialis
berbelok ke posterior untuk memberi cabang yang mengontrol fungsi kelenjar
lakrimal. Kemudian berjalan ke belakang dan lateral mengelilingi vestibulum
telinga tengah dan mengirim cabang ke otot strapedius yang mengatur reflex
stapedius. Kerusakan nervus fasialis di proksimal cabang ini menyebabkan
hiperakusis (hipersensitivitas yang nyeri terhadap suara keras).
Nervus fasialis mempunyai cabang yang menyuplai chorda timpani, yang
mengontrol sekersi kelenjar submandibula dan sublingual dan sensasi rasa dua
pertiga depan lidah. Nervus fasialis keluar dari tengkorak melalui foramen
stilomastoideus dan kemudian berjalan melalui kelenjar parotis, dimana
berakhir di cabang temporal, zigomatikum, buccal, mandibula dan servikal
untuk mensuplai otot-otot ekspresi wajah dan penutupan kelopak mata.

18
Dahi menerima inervasi dari kedua hemisfer serebri. Lesi unilateral pada
sistem saraf pusat di atas inti nervus fasialis melibatkan badan sel atau serat
saraf yang berhubungan dengan inti fasial akan menyebabkan paralisis hanya
pada setengah bagian bawah wajah saja. Sebaliknya, lesi di inti fasial batang
otak atau pada saraf itu sendiri akan menyebabkan paralisiswajah bagian
bawah dan juga dahi.

19
D. Manifestasi klinis

a. Tanda
- Saat pasien diminta untuk mengerutkan dahi  bagian yang
mengalami parese tidak dapat mengerutkan dahi.
- Saat pasien diminta untuk menutup mata dengan kuat  bagian yang
mengalami parese tidak dapat menutup mata dengan kuat.
- Saat pasien diminta untuk meringis / tersenyum  sudut mulut yang
mengalami parese akan terkulai.
b. Gejala
- Gejala utama yang terjadi tiba-tiba. Biasanya onsetnya terjadi malam
hari atau setelah bangun dari tidur malam dengan kelemahan wajah
unilateral komplit selama 24-72 jam.
- Gejalanya meliputi kelemahan pada satu sisi wajah. Sudut mulut yang
terkulai, mata yang tidak dapat menutup kuat (lagophtalmus), tidak
dapat mengerutkan dahi, terdapat tanda bell (bola mata berputar
keatas).
- Gejala lain dapat berupa tebal wajah ipsilateral, telingan terasa sakit,
hilangnya rasa pada bagian lidah (ageusia), hipersensitivitas terhadap
suara atau suara terdengar keras (hiperakusis karena stapedius palsy),
dan kesulitan makan.

20
- Patologi atau gejala lain bisa berupa gejala bilateral, adanya tanda-
tanda UMN, neuropati saraf cranial lainnya (N.V atau N.XII, tapi
hanya terdapat pada 8% kasus idiopatik), kelemahan ekstremitas,
dan ruam.

Tabel 2 : Manifestasi Klinis Bell’s palsy


Gejala pada sisi wajah ipsilateral Gejala pada mata ipsilateral
- Kelemahan otot wajah ipsilateral - Sulit atau tidak mampu menutup mata
- Kerutan dahi menghilang ipsilateral ipsilateral
- Tampak seperti orang letih - Air mata berkurang
- Tidak mampu atau sulit mengedipkan - Alis mata jatuh
mata - Kelopak mata bawah jatuh
- Hidung terasa kaku - Sensitif terhadap cahaya
- Sulit berbicara
- Sulit makan dan minum
- Sensitif terhadap suara (hiperakusis)
- Salivasi yang berlebihan atau berkurang
- Pembengkakan wajah
- Berkurang atau hilangnya rasa kecap
- Nyeri di dalam atau disekitar telinga
- Air liur sering keluar
Residual
- Mata terlihat lebih kecil
- Kedipan mata jarang atau tidak
sempurna
- Senyum yang asimetri
- Spasme hemifasial pascaparalitik
- Otot hipertonik
- Sinkinesia
- Berkeringat saat makan atau saat
beraktivitas
- Otot menjadi lebih flaksid jika lelah

21
- Otot menjadi kaku saat letih atau
kedinginan

Pada kasus bell’s palsy gejala dapat bervariasi dari yang ringan, tidak
jelas, hingga cukup jelas.

E. Diagnosis banding
a. Lesi perifer
- Otitis media
Disebabkan oleh bakteri pathogen, onset perlahan, nyeri pada telinga,
demam, dan gangguan pendengaran konduktif.
- Ramsay Hunt Syndrome
Disebabkan oleh virus Herpes Zooster. Sindroma ini terjadi ketika
terjadi reaktivasi virus varicella zooster yang latent di ganglion
genikulatum N.VII. Gejala yang muncul seperti erupsi vesikular yang
nyeri pada kanalis auditorius (herpes zooster oticus), ear-drum, pinna,
lidah, atau palatum durum. Selain itu juga terdapat gejala kelemahan
wajah ipsilateral, hilangnya sensasi rasa, mulut kering, mata kering,
vertigo, tinnitus, atau ketulian.
- Penyakit Lyme
Disebabkan oleh Borrelia burgdorfery, riwayat adanya tanda bercak
atau nyeri sendi, kontak di daerah endemik penyakit Lyme.
- Polineuropati (GBS, sarkoidosis)
Disebabkan oleh proses autoimun, sering terjadi bilateral.
- Tumor
Onset terjadi perlahan.
b. Lesi sentral
- Multiple sklerosis
Proses demyelenasi, ditemukan defisit neurologis lain.
- Stroke
Ditemukan defisit neurologi lain.

22
- Tumor
Metastase atau primer di otak, onset kronik progresif, perubahan status
mental, adanya riwayat keganasan.

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti MRI Kepala atau CT-
Scan dan elektrodiagnosis dengan ENMG dan uji kecepatan hantar saraf serta
pemeriksaan laboratorium. Uji ini hanya dilakukan pada kasus-kasus dimana
tidak terjadi kesembuhan sempurna atau untuk mencari etiologi parese nervus
fasialis. Pemeriksaan ENMG ini dilakukan terutama untuk menentukan
prognosis.
Pada pemeriksaan laboratorium diukur Titer Lyme (IgM dan IgG), gula
darah atau hemoglobin A1C (HbA1C), pemeriksaan titer serum HSV.
Pada pemeriksaan MRI tampak peningkatan intensitas N.VII atau di dekat
ganglion genikulatum. Sedangkan pemeriksaan CT-Scan tulang temporal
dilakukan jika memiliki riwayat trauma.

G. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Untuk menghilangkan penekanan, menurunkan edema akson dan
kerusakan N.VII dapat diberikan prednison (kortikosteroid) dan antiviral
sesegera mungkin. Window of opportunity untuk memulai pengobatan
adalan 7 hari setelah onset. Prednison dapat diberikan jika muncul tanda-
tanda radang. Selain itu dapat pula diberi obat untuk menghilangkan nyeri
seperti gabapentin.
1. Kortikosteroid
Prednison 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari kemudian diturunkan
bertahap 10 mg/hari dan berhenti selama 10-14 hari.

Tabel 3 : Dosis Prednison


Dosis dewasa 1 mg/kg atau 60 mg PO qd selama 7 hari diikuti

23
tappering off dengan total pemakaian 10 hari.
1 mg/kg PO qd selama 6 hari diikuti tappering off
Dosis Anak
dengan total pemakaian 10 hari.
Hipersensitivitas, diabetes berat yang tak terkontrol,
Kontraindikasi
infeksi jamur, ulkus peptikum, TBC, osteoporosis.

2. Obat-obat antiviral
Acyclovir 400 mg dapat diberikan 5 kali perhari selama 7 hari, atau
1000 mg/hari selama 5 hari sampai 2400 mg/hari selama 10 hari.
Dapat juga menggunakan Valaciclovir 1 gram yang diberikan 3 kali
selama 7 hari.
Tabel 4 : Dosis Antiviral
Asikovir, obat antiviral yang menghambat kerja HSV-
Nama Obat
1. HSV-2, dan VZV
400 mg PO 5 kali/hari selama 10 hari.
Dosis dewasa
<2 tahun : belum dipastikan
Dosis Anak
>2 tahun : 20 mg/kg PO selama 10 hari
Kontraindikasi Hipersensitif, penderita gagal ginjal

3. Vitamin B
Preparat aktif B12 (Metilkobalamin) berperan sebagai kofaktor dalam
proses remielenasi, dengan dosis 3x500 μg/hari.
b. Non medikamentosa
- Tindakan fisioterapi seperti terapi panas superfisial, elektroterapi
menggunakan arus listrik.
- Pemberian air mata buatan, lubrikan, dan pelindung mata. Pemakaian
kacamata dengan lensa berwarna atau kacamata hitam kadang
diperlukan untuk menjaga mata tetap lembab saat bekerja.
- Latihan dan pemijatan wajah disertai kompres panas.
- Istirahat
- Pembedahan jika sudah terjadi ectropion yang parah dapat dilakukan
lateral tarsorrhaphy.

24
25
DAFTAR PUSTAKA

Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi Edisi I. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press

Maria, Bernard L. Bell’s Palsy in Current Management in Child Neurology, Third


Edition. All Rights Reserved, BC Decker Inc. 2005 ; 366 – 369

Roob, G dkk. 1999. Peripheral Facial Palsy : Etilogy, diagnosis, and treatment.
European Neurology 41:3-9. Austria : Department of Neurology, Karl Franzens
University

Murtagh, J. 2010. Bell’s Palsy. Australia : Australian Doctor

Dalhar, M. dan Kurniawan, S.N. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi Staf
Medis Fungsional Neurologi. Malang : RSUD Dr.Saiful Anwar/FKUB

Dewanto, G dkk. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta :


penerbit Buku Kedokteran EGC

26

Anda mungkin juga menyukai