Anda di halaman 1dari 2

Memberdayakan Pembelajaran Kimia dengan Prinsip HOTS

Oleh Jul Hasratman Daeli (Guru Sekolah Islam Terpadu Daarul ‘Ilmi Bandar Lampung)

Setelah mengkaji agak (-sedikit) mendalam tentang keterampilan berpikir tingkat tinggi
dari beberapa referensi berbahasa Inggris, saya ingin sekali menuangkannya ke dalam
tulisan yang berkaitan dengan bidang keilmuan yang saya gemari yakni dunia
pembelajaran kimia. Namun, keterbatasan waktu juga yang akhirnya membuat niat ini
urung dari waktu ke waktu. Saya menyerah, ternyata saya dikalahkan oleh waktu.

Baiklah, saya coba saja dulu. Saya angsur-angsur saja sebisa mungkin. Daripada
menunggu waktu yang pas untuk membagikan semua, lebih baik saya cicil beberapa hal
saja. Bagaimana memberdayakan pembelajaran kimia dengan prinsip-prinsip HOTS?
Inilah yang akan saya uraikan di sini.

Selama bertahun-tahun lamanya, orang-orang mengecilkan makna dari proses


pembelajaran sebagai “kegiatan mengajar”, kemudian mengecilkan lagi makna mengajar
sebatas “kegiatan bercerita”, ini yang dinamakan bahwa -teaching as telling-. Akhirnya,
hanya orang-orang yang mahir berceritalah yang disebut sebagai pengajar, sehingga
orang yang mahir ini menjadi inti dari sebuah proses pembelajaran. Pembelajaran
terpusat kepadanya.

Prinsip-prinsip HOTS yang saya ketahui membalikkan keadaan. Pembelajaran kimia tidak
lagi dipusatkan kepada apa yang disebut “pengajar” melainkan kepada siapa pelajaran
kimia ditujukan. Peserta belajar adalah pihak yang paling berhak untuk diperhatikan,
bukan pengajarnya. Dengan menerapkan prinsip HOTS dalam pembelajaran kimia,
seluruh potensi peserta belajar teraktivasi dengan baik. Mereka akan berpikir lebih
kritis, hingga akhirnya memiliki kompetensi untuk memecahkan berbagai masalah yang
berkaitan dengan kimia.

Apa yang saya maksud prinsip HOTS? Salah satunya adalah “pertanyaan”. Pembelajaran
yang berbasis HOTS harus dihidupkan oleh kegiatan bertanya. Fasilitator pembelajaran
kimia harus menggunakan pertanyaan yang tepat dan relevan sebelum memulai
pembelajaran kimia atau pertanyaan pembuka (opening question). Gunakan kata-kata
tanya “bagaimana” dan “mengapa”, tidak lagi hanya bertanya “apa”. Penggunaan kata
tanya yang sesuai akan mengarahkan proses berpikir peserta kepada tingkat
pengetahuan pada taraf menganalisis, tidak hanya menerapkan, apalagi sekadar
memahami dan mengetahui.

Prinsip yang lain adalah “ide baru”. Bagaimana seorang fasilitator menghadirkan kondisi
dimana setiap peserta belajar terinspirasi dan memiliki ide baru, walaupun kadang
terkesan atau muncul seketika ide-ide ‘nyeleneh’. Biarkan. Bukankah para ilmuwan
memulai hal-hal luar biasa dengan hal-hal nyeleneh menurut zamannya?

Prinsip berikutnya adalah memastikan setiap peserta belajar melakukan refleksi atas
proses belajar yang diikutinya. Setiap akhir proses pembelajaran kimia, fasilitator dapat
mengarahkan peserta untuk melakukan refleksi aplikatif. Yang saya maksud di sini
adalah bagaimana seorang peserta mengetahui secara sadar kelemahan dirinya dan
tingkat kepercayaan dirinya dalam menyampaikan ulang materi belajar kimia yang sudah
diperolehnya.

Anda mungkin juga menyukai