Anda di halaman 1dari 13

TBC

DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA ANAK


Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TBC dari bahan yang diambil dari
penderita, misalnya: dahak, bilasan lambung, biopsi, dan lain-lain. Tetapi pada anak hal ini sulit
dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran
klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Untuk itu, terdapat beberapa tanda dan
gejala yang penting untuk diperhatikan. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis
jika:

• mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TBC BTA positif,
• terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari),
• terdapat gejala umum TBC

Gejala umum TBC pada anak:


• Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, dan tidak naik
dalam 1 bulan meskipun sudah mendapatkan penanganan gizi yang baik (failure to thrive).
• Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure
to thrive) dengan adekuat.
• Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran
nafas akut), dapat disertai keringat malam.
• Pembesaran kelenjar limfe bawah kulit yang tidak sakit. Biasanya ganda, paling sering
didaerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal).
• Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan
sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.
• Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan
pengobatan diare, benjolan (massa) di rongga perut, dan tanda-tanda cairan dalam rongga
perut.

Gejala spesifik
Gejala-gejala ini biasanya muncul tergantung dari bagian tubuh mana yang terserang,
misalnya:
• TBC kulit/skrofuloderma
• TBC tulang dan sendi:
- tulang punggung (spondilitis): gibbus
- tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul
- tulang lutut: pincang dan/atau bengkak
- tulang kaki dan tangan
• TBC otak dan saraf:
- Meningitis: dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.
• Gejala mata:
- conjunctivitis phlyctenularis
- tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)

untuk tindakan pencegahan, bila anda menemukan indikasi gejala diatas pada anak anda,
segera kunjungi puskesmas, rumah sakit, dan dokter spesialis terdekat.

Sumber : www.tbindonesia.or.id (situs resmi Subdit TB, Kemkes RI)

Bahaya TBC Pada Anak


Ilustrasi: Aries Tanjung
Tidak hanya orang dewasa yang perlu mewaspadai TBC. Si kecil pun harus. Penyakit ini bisa timbul oleh anak yang
mengisap udara yang mengadung kuman TBC. Beberapa gejala awalnya adalah si kecil gampang jatuh sakit, batuk
terus-terusan, atau berat badan turun tanpa sebab.

Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. "Pada TBC anak, kuman berkembang biak
di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman
berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya
mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru," jelas Dr. dr. H. Muljono
Wirjodiardjo, Sp.A(K), spesialis pulmonologi anak dari RSI Bintaro, Jakarta.

Gejala TBC sendiri tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, bisa jadi anak hanya
demam sedikit. "Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap
berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab.
Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek," lanjut Muljono.

Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak
muncul. "Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi
bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal,
otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya," kata Muljono.

RIWAYAT PENYAKIT
Penyebab TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC
(dewasa) tidak begitu sulit. "Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan
mikroskop atau dibiakkan dulu di media," jelas Muljono. Yang sulit adalah mendeteksi TBC anak, karena tidak
mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. "Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga
harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin," ujar Muljono menerangkan.

Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. "Harus dikorek, apakah ada riwayat
kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, dokter agak yakin anak positif TBC," lanjut Muljono. Gejala-
gejala lain untuk diagnosa antara lain:

- Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. "Atau reaksi BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak
hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang," kata Muljono.

- Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan berkurang.

- Demam lama atau berulang tanpa sebab. "Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah diperiksa, ternyata tipus
atau demam berdarah."

- Batuk lama, lebih dari 3 minggu. "Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak ada alergi dan tidak ada
penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena TBC."

- Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang
sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan
sebagainya.

- Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak
normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm. "Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada
TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap MT."
KUMAN KEBAL
Jika minimal tiga dari gejala di atas positif, dokter biasanya mencurigai anak kena TBC, meski belum tentu TBC,
karena bukti lain tidak ada. Anak biasanya akan diberi obat anti-TBC selama 2-3 bulan dan dilihat perkembangannya.
"Kalau membaik, misalnya berat badannya bertambah, napsu makan bertambah, atau jadi jarang sakit, dokter
biasanya yakin bahwa anak positif TBC." Setelah itu, diteruskan dengan pengobatan untuk mencegah jangan sampai
TBC kambuh lagi atau berkembang menjadi penyakit TBC yang lebih parah.

Akan tetapi, seandainya kondisi anak masih buruk setelah 3 bulan diberi obat anti-TBC, kemungkinannya ada dua,
yaitu anak negatif TBC atau adanya multi-drugs resistance TBC (MDR TBC/kebal terhadap obat-obatan). "MDR ini
yang sekarang menjadi masalah. Penyebabnya biasanya karena penderita TBC dewasa tidak teratur minum obat.
Begitu agak enakan, lalu menghentikan minum obat, dan sebagainya. Akibatnya, kuman jadi kebal terhadap obat.
Nah, jika ini menular ke anak-anak, juga akan membuat anak-anak tersebut mengidap MDR TBC," kata Muljono.

Jika ini yang terjadi, si kecil sebaiknya dirujuk ke RS atau dokter spesialis untuk melakukan pengamatan yang lebih
intensif. "Dalam beberapa tahun terakhir, sudah mulai tampak tendensi peningkatan MDR berbarengan dengan
banyaknya kasus TBC dewasa. Ditambah lagi maraknya kasus HIV-AIDS, yang membuat daya tahan tubuh turun,
sehingga TBC mudah menyerang. Belum lagi faktor sosial dan gizi yang menambah kendala penanganan TBC pada
anak."

HARUS SABAR
Prosedur pengobatan TBC anak yang pertama adalah dengan memberikan obat pembunuh kuman TBC. "Ini disebut
pengobatan masa I (3 bulan pertama). Di masa I ini diharapkan sebagian besar kuman akan mati, jadi dipakai obat
anti-TBC yang fungsinya membunuh kuman. Ibarat perang, pasukan komandonya dulu yang terjun," terang Muljono.

Tahap berikutnya adalah masa dimana kuman sudah masuk ke dalam kelenjar, sehingga obat pembunuh kuman
tidak mempan lagi, bahkan kalau diberikan malah berbahaya karena bisa mengganggu fungsi liver. "Pada masa ini,
diberikan obat-obatan yang fungsinya mengepung kuman yang ada di dalam kelenjar. Kalau kuman keluar, mati dia,"
lanjut Muljono.

Proses pengobatan berlangsung sekitar 6 bulan, dan terkadang ditambah 3 bulan pengobatan untuk mencegah
kekambuhan. "Pengobatan harus teratur, tidak boleh berhenti. Kalau distop, bisa jadi kumannya akan muncul lagi
dan resisten terhadap obat." Pengobatan TBC anak memang berbeda dengan TBC dewasa. "Pada orang dewasa,
pengobatan 3 bulan bisa bersih kuman TBC-nya. Pada anak tidak bisa, karena tidak bisa memberikan obat sekaligus
banyak dalam jangka waktu pendek. Akibatnya, pengobatan jadi agak lama. Orang tua harus sabar dan tidak bosan."

Yang juga harus dihindari adalah pemberian obat anti-TBC tanpa diagnosis yang benar. "Anak gampang sakit, batuk,
tidak napsu makan, langsung diberi obat TBC. Ini sangat berbahaya, karena bisa berakibat resistensi kuman
terhadap obat. Nah, sekarang kecenderungannya mulai seperti itu lagi."

WASPADAI ANGGOTA KELUARGA


Sumber penularan TBC ke anak adalah orang dewasa. Pada orang dewasa, pendeteksian TBC jauh lebih mudah,
misalnya dengan rontgen. "Jadi, kalau ada kecurigaan ada orang dewasa di sekitar anak yang terkena TBC, bisa
langsung di-follow up ke dokter spesialis," kata Muljono.

Yang sering diabaikan orang tua adalah ketika menerima pembantu atau pengasuh anak. Kebiasaan kita ketika
menerima pembantu atau pengasuh anak adalah tidak pernah memerhatikan faktor kesehatannya. Tahu-tahu anak
TBC, dan setelah dilacak, ternyata pengasuhnya yang menularkan. Biasanya ini muncul pada kalangan menengah
ke atas. Untuk mencegahnya, Muljono menyarankan agar saat penerimaan pembantu atau pengasuh anak,
dilakukan juga pemeriksaan kesehatan. "Misalnya pemeriksaan rontgen. Ini akan mencegah penularan TBC pada
anak-anak sekian persen."

Namun, kata Muljono, tentu tak cuma pembantu atau pengasuhnya yang berisiko menularkan TBC pada anak.
"Anggota keluarga lain, semisal kakek atau nenek, bahkan orang tua sendiri juga harus mewaspadai kemungkinan
terkena TBC."

Yang juga penting adalah pemberian imunisasi BCG. "Imunisasi ini bisa mencegah TBC yang berat, seperti TBC otak
dan lain-lain."
Masalahnya, umumnya orang tua tidak percaya anaknya terkena TBC. "Mereka syok, katanya di rumah semua
sehat. Padahal, mengingat sumber penularan dan sebagainya, bisa saja orang di rumah sehat, tapi ketika jalan-jalan
di mal ketemu penderita TBC. Jadi, orang tua sebaiknya tidak usah saling menyalahkan, lebih baik anak diperiksa
dan diobati."

Gejala TBC Pada Anak


Jakarta, Tuberkulosis (TB atau TBC) pada anak memang berbeda dengan TB pada orang dewasa. TB pada anak
menginfeksi primer di parenkim paru yang tidak menyebabkan refleks batuk, sehingga jarang ditemukan gejala khas
TB seperti batuk berdahak.

Pada parenkim paru ini juga kuman cenderung lebih sedikit, maka TB tidak menular antara sesama anak. TB sangat
mudah menular dari orangtua ke anak, tapi TB tidak menular dari anak ke anak.

TBC adalah penyakit serius yang gampang menular secara langsung melalui udara. Anak-anak dengan kekebalan
tubuh buruk paling rentan tertular TB dari orang dewasa yang positif TB. Tapi TB tidak menular antara sesama anak.

Gejala TB pada anak lebih susah didiagnosis karena bukan merupakan gejala khas TB. Pada anak jarang ditemukan
gejala batuk berdahak seperti yang diderita pada orang dewasa. Dan seringkali terjadi salah diagnosa, karena gejala
yang dialami bisa juga merupakan gejala penyakit lain.

TB pada anak bisa ditandai dengan gejala-gejala berikut seperti dilansir Mayoclinic, Selasa (6/3/2012):

1. Demam lama atau berulang, tapi tidak terlalu tinggi


2. Tidak ada nafsu makan (anoreksia)

3. Berat badan tidak naik-naik

4. Malnutrisi atau gangguan gizi

5. Multi L (lemah, letih, lesu, lelah, lemas letoy, loyo, lambat)

6. Batuk lama atau berulang, tetapi tidak berdahak (tapi seringkali ini merupakan gejala asma)

7. Diare berulang

Diagnosis TB pada anak tidak bisa dilakukan dengan uji dahak (sputum test), karena memang jarang pasien TB anak
mengalami batuk berdahak. Selain itu, foto roentgen pada anak juga tidak bisa memberikan diagnosa yang tepat.
Maka diperlukan uji Tuberkulin atau uji Mantoux.

Uji Tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan tuberkulin PPD intrakutan di volar lengan bawah. Reaksi obat dapat
dilihat 48 sampai 72 jam setelah penyuntikan. Uji Tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB.

Untuk pengobatan TB pada anak menggunakan tiga macam obat, yaitu INH, Rifampicin dan Pirazinamide.
Pemberian obat INH dan Rifampicin selama dua bulan, dan Pirazinamide selama empat bulan, sehingga minimal
pemberian obat sama dengan orang dewasa, yaitu enam bulan.

Ketika seorang anak sudah menderita TB aktif, maka seluruh anggota keluarga dan orang dewasa lain yang kontak
dekat dengan si anak harus diperiksa untuk mencari sumber penularan dan segera diobati, agar rantai penularan
dapat dihentikan.
Pengobatan TBC (Tuberculosis)
Pengobatan Tbc memakan waktu lebih lama dibandingkan mengobati infeksi bakteri jenis lain. Jika
terinfeksi Tbc, penderita harus minum antibiotik setidaknya selama enam sampai sembilan bulan.
Pengobatanpenyakit tbc yang tepat dan lamanya pengobatan tergantung pada usia, kesehatan
secara keseluruhan, resistensi obat, jenis tbc (laten atau aktif) dan lokasinya dalam tubuh.
Sistem kekebalan tubuh (pertahanan) dapat melawan infeksi dan menghentikan bakteri yang
menyebar. Sistem kekebalan tubuh akhirnya dengan membentuk jaringan parut mengelilingi bakteri
tbc dan mengisolasi seluruh tubuh. Tuberkulosisyang terjadi setelah paparan awal bakteri sering
disebut Tbc primer. Jika tubuh mampu membentuk jaringan parut (fibrosis) di sekitar bakteri TB,
maka infeksi terkandung dalam keadaan tidak aktif. Individu seperti biasanya tidak memiliki gejala
tbc dan tidak dapat menyebar TB kepada orang lain.
Jika seseorang terinfeksi tbc laten, mungkin perlu untuk mengambil hanya satu jenis obat
untuk pengobatan tbc. Tbc Aktif terutama jika itu adalah virus yang tahan obat (resisten), akan
membutuhkan beberapa obat sekaligus. Yang paling umum obat yang digunakan untuk mengobati
tuberkulosis antara lain Isoniazid, Rifampisin (Rifadin, Rimactane), Etambutol (Myambutol), dan
Pirazinamid.

Efek Samping Pengobatan TBC


Efek samping pengobatan penyakit tbc tidak umum tapi bisa serius ketika terjadi. Semua obat TB
dapat sangat beracun untuk hati penderita apalagi gejala tbc juga disertai dengan komplikasi hati
(ingat bahwa hati berfungsi menetralisir racun dalam tubuh). Hal tersebut memberikan gambaran
bahwa perlu rujukan atau resep dokter untuk mengkonsumsi obat-obat tersebut. Efek samping yang
umum ditimbulkan antara lain mual, muntah, kehilangan nafsu makan, warna kuning pada kulit
(jaundice/ikterus), urine menjadi gelap, demam yang berlangsung tiga hari atau lebih dan tidak
memiliki penyebab yang jelas.
Setelah beberapa minggu penderita yang terinfeksi tidak akan menular mungkin mulai merasa lebih
baik. Penting bahwa menyelesaikan pengobatan tbc secara konsisten, terapi dan konsumsi obat
persis seperti diresepkan oleh dokter. Menghentikan pengobatan terlalu dini atau melewatkan dosis
bisa membiarkan bakteri yang masih hidup untuk menjadi resisten terhadap obat-obatan, yang
mengarah ke infeksi yang jauh lebih berbahaya dan sulit untuk diobati. Untuk membantu orang tetap
konsisten, terapi pengobatan tbc yang diawasi secara langsung kadang-kadang dianjurkan. Dalam
pendekatan ini, seorang pekerja perawatan kesehatan mengelola obat penderita.

PENGOBATAN TBC

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II
(Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak
mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10
mg/kgbb/hari.

1. Pencegahan (profilaksis) primer


Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan
TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.


Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)


Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan manajemen
operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini
dilakukan untuk menindaklanjutiIndonesia – WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program
in Indonesiapada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu
pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah
meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien
dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada tahun
1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di
puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh
pengawas pengobatan" setiap hari.

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat,
karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program
yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui
Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif.
Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki
risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi strategi
DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC
dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain
selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin,
levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa
pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa


 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu
(tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.

o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:

o Penderita kambuh.

o Penderita gagal terapi.

o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:

o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH


+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila
diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila
diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari
INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH : 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBC

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC".
Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur
1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase
tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang caramantoux lebih sering
digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian
depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah
penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi
umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di
dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan
tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru,
otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian
organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm,uji mantoux negatif.


Arti klinis : tidak ada infeksiMikobakterium
tuberkulosa.

2. Pembengkakan (Indurasi) : 3–9mm,uji mantoux meragukan.


Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi
silang denganMikobakterium atipik atau
setelah vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) : ≥ 10mm,uji mantoux positif.


Arti klinis : sedang atau pernah
terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer terjadi di paru-
paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman Mikobakterium
tuberkulosa dari kultur merupakandiagnostik TBC yang positif, namun tidak mudah untuk
menemukannya.

Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)


Klasifikasi 0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC

Klasifikasi I Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC

Klasifikasi II Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak
ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif).

Klasifikasi III Sedang menderita TBC

Klasifikasi IV Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif

Klasifikasi V Dicurigai TBC

Penyakit TBC

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan
dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan
sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah
negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.

Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa
prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada
tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya
diperkirakan merupakan kasus baru.

Penyebab Penyakit TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa.
Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan
Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882,
sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC
pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

Cara Penularan Penyakit TBC

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi
umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam
paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab
itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal,
saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh
koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri
TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel
paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut
dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya
terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan
mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini
membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber
produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang
mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa
keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan
jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan
organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga
cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.

 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.

 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.

 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya
kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru
dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal
serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis adalah:

o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.


o Pemeriksaan fisik.

o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).


o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

o Rontgen dada (thorax photo).

o Uji tuberkulin.

OBAT TBC

Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan dibahas adalah obat TBC
untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan
mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum
negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

 Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.


Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
 Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat yaitu INH,
rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih
obat TBC primer ini.

Isoniazid

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro
bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dantuberkulosid (membunuh bakteri).

Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan glikolisis. Efek
utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting
dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak
yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.

Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam
waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia
kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi
kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau
toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari.

Efek samping

Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis perifer,
neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang,
sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit
pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus
Erythematosus.

Resistensi

Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa
kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi. Disamping
itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang
cukup lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama
menjalani terapi.

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek
sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin
penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).

TB vit B6 sudah mengandung isoniazid dan vitamin B6 dalam satu sediaan, sehingga praktis hanya
minum sekali saja. TB vit B6 tersedia dalam beberapa kemasan untuk memudahkan bila diberikan
kepada pasien anak-anak sesuai dengan dosis yang diperlukan. TB Vit B6 tersedia dalam bentuk:

1. Tablet
Mengandung INH 400 mg dan Vit B6 24 mg per tablet
2. Sirup
Mengandung INH 100 mg dan Vit B6 10 mg per 5 ml, yang tersedia dalam 2 kemasan :

o Sirup 125 ml

o Sirup 250 ml

Perhatian:
 Obat TBC di minum berdasarkan resep dokter dan harus sesuai dengan dosisnya.
 Penghentian penggunaan obat TBC harus dilakukan atas seizin dokter.

Anda mungkin juga menyukai