Anda di halaman 1dari 38

Referat

GANGGUAN PADA NERVUS KRANIALIS VII

Oleh

Evan Sihol Maruli M. I1A009011


Annisa Avicenna A. I1A009067
Indah Dwitari I1A006098

Pembimbing

dr. Alex, Sp.THT-KL

BAGIAN/UPF ILMU THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN

Oktober, 2014

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II. ISI ................................................................................................................ 3
2.1. Definisi…. .......................................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi…. ................................................................................................. 3
2.3. Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis………………. ..................................... 4
2.4. Etiologi………………. ...................................................................................... 11
2.5. Gejala dan Manifestasi Klinis..………………. ................................................. 15
2.6. Klasifikasi Parese Fasialis..………………. ....................................................... 18
2.7. Uji Diagnostik.………………. .......................................................................... 19
2.8. Pemeriksaan Penunjang..………………. .......................................................... 26
2.9. Penatalaksanaan..………………. ...................................................................... 28
2.10. Komplikasi…. .................................................................................................. 31
BAB III. PENUTUP ................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Saraf otak (nervus kranialis) adalah saraf perifer yang berpangkal pada

batang otak dan otak. Fungsinya sebagai sensorik, motorik dan khusus. Fungsi

khusus adalah fungsi yang bersifat panca indera, seperti penghidu, penglihatan,

pengecapan, pendengaran dan keseimbangan. Saraf otak terdiri atas 12 pasang,

saraf otak pertama langsung berhubungan dengan otak tanpa melalui batang otak,

saraf otak kedua sampai kedua belas semuanya berasal dari batang otak. Saraf

otak kedua dan ketiga berpangkal di mesensefalon, saraf otak keempat, lima,

enam dan tujuh berinduk di pons, dan saraf otak kedelapan sampai kedua belas

berasal dari medulla oblongata.1

Nervus kranialis ketujuh disebut juga nervus fasialis sebenarnya dominan

terdiri dari serabut motorik. Namun, pada perjalanannya ke tepi nervus

intermedius menggabung padanya. Nervus intermedius itu tersusun oleh serabut

sekremotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls

pengecap dari 2/3 bagian depan lidah.1

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Bagian inti motorik yang

mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik

kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan

dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper

motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik)

akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan

3
bagian atasnya tidak. Pada lesi lower motor neuron, semua gerakan otot wajah,

baik yang volunter, maupun involunter, lumpuh.2

Penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada saraf kranial misalnya

pada penyakit telinga. Menurut Shambough (2003) komplikasi OMSK terbagi

atas komplikasi intratemporal, komplikasi ekstratemporal dan komplikasi

intrakranial. Paresis nervus fasialis termasuk dalam komplikasi intratemporal.

Komplikasi akut dan kronik otitis media jarang terjadi tetapi serius dan bersifat

letal. Komplikasi kranial terjadi pada bagian tulang temporal kranium dan

komplikasi intrakranial terjadi ketika infeksi telah menyebar ke tulang temporal.3,4

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kelumpuhan nervus fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot

wajah, tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien

tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta untuk

menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.1

2.2. Epidemiologi

Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907

kasus (3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit

menemukan sekitar 7 dari 430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf

fasialis yang tidak diketahui penyebabnya (Bell’s Palsy) sekitar 20-30 kasus per

100.000 penduduk pertahun, sekitar 60-75% dari semua kasus merupakan

paralysis nervus fasialis unilateral.5

Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada

usia 40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden

terendah adalah pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70

tahun. Frekuensi kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor

merupakan hal yang jarang, hanya sekitar 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf

fasialis.5

5
2.3. Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis

Gambar 1. Divisi Nervus Fasialis

Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:2,6

1. Nervus fasialis yang sebenarnya: yaitu nervus fasialis yang murni untuk

mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus

bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.

2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih

tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.

- Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan

lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui

saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan

kemudian ke nukleus traktus solitarius.

6
- Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius

superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus

ini, berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan

diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan

glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal

dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion

submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan

submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi.

- Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari

sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus.

Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang

tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan

bagian luar membran timpani.

7
Gambar 2. Letak nucleus nervus fasialis dibatang otak dilihat dari dorsal

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI,

dan keluar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral

pons di antara nervus VII dan nervus VIII. Ketiga nervus ini bersama-sama

memasuki meatus akustikus internus. Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan

intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis,

kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis, saraf

fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini,

8
serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa

melubangi glandula parotis.2,6

Gambar 3. Jaras Motorik Nervus Fasialis

9
Gambar 4. Jaras Eferen.

Sewaktu meninggalkan pons, nervus fasialis beserta nervus intermedius

dan nervus VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus

internus. Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, nervus VII dibagi dalam 3

segmen, yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid. Segmen

labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum .

panjang segmen ini 2-4 milimeter.3

10
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion

genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah

tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar

dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12

milimeter.3

Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior

kavum timpani. perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid,

disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling

posterior dari nervus VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi.

Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid .

panjang segmen ini 15-20 milimeter.3

Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan

yang mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada

hubungan dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem

piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin terdapat penurunan atau

hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).6

11
Gambar 5. Jaras Aferen

12
Gambar 6. Tempat keluar nervus fasialis.

2.4.Etiologi

Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh kelainan

congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan

penyakit-penyakit tertentu.3,5

1. Kongenital

Kelumpuhan yang didapat sejak lahir ( kongenital ) bersifat irreversible

dan terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang

pendengaran.1 Pada parese nervus fasialis bilateral dapat terjadi karena

adanya gangguan perkembangan nervus fasialis dan seringkali bersamaan

dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).5

13
2. Infeksi

Proses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat

menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Infeksi intracranial yang

menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes

otikus.3

Gambar 7. Sindrom Ramsay-Hunt.

Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan parese nervus fasialis

adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang telah merusak Kanal

Fallopi. Otitis media akut dan kronik dapat menyebabkan terjadinya

paresis nervus fasialis. Terdapat dua mekanisme yang dapat menyebabkan

paralisis nervus fasialis yaitu : 1. Hasil toksin bakteri di daerah tersebut 2.

Dari tekanan langsung terhadap saraf oleh kolesteatoma atau jaringan

granulasi. Pada otitis media akut, penyebaran infeksi langsung ke kanalis

fasialis khususnya pada anak terjadi ketika kanalis nervus fasialis pada

14
telinga tengah mengalami congenital dehiscent atau saraf terkena akibat

kontak langsung dengan materi purulen sehingga dapat menimbulkan

inflamasi dan edema pada saraf dan menyebabkan paresis.

Pada otitis media kronik bisa mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya

dapat dilibatkan dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi,

disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis. Manifestasi klinik yang

tampak yaitu paralisis nervus fasialis bagian bawah, ipsilateral terhadap

telinga yang sakit.3

3. Tumor

Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang

paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru,

dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor

regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari

kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari nervus fasialis yang

berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus

yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat

mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.7

Selain itu parese nervus fasialis juga dapat terjadi pada karsinoma

nasofaring, mekanisme tidak langsung dari pembesaran tumor yakni oklusi

tuba eustachius karena letaknya di fossa rosenmuller berdekatan sehingga

mengakibatkan tekanan negatif dalam kavum timpani, yang jika

berlangsung lama dapat terjadi otitis media dan jika tidak tertangani

menjadi masoiditis. Namun, dikatakan bahwa perluasan tumor ini jarang

15
langsung mengenai dari nucleus nervus. VII dan VIII karena letaknya

yang tinggi.5

4. Trauma

Parese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika

terjadi fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal.

Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga

bisa menjadi penyebab. Nervus fasialis pun dapat cedera pada operasi

mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi

kelenjar parotis.7

Kapasitas kembalinya fungsi dari paralisis nervus karena manipulasi bedah

adalah hal yang sangat penting. Contoh nyata paralisis nervus fasialis

disebabkan oleh pembedahan yang mengakibatkan perpindahan posisi

nervus. Sebagai contoh setelah operasi fossa infratemporal yang

memerlukan ekstensi transposisi dari nervus fasialis ekstratemporal, dalam

4- 6 minggu paralisis fasial sering terlihat. Hal ini merupakan manifestasi

adanya iskemia nervus dan manipulasi nervus secara mekanik.

Penyembuhan yang memerlukan waktu lama dapat disertai dengan

asimmetri dan sinkinesis.5

5. Gangguan Pembuluh Darah

Gangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan parese nervus fasialis

diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri

media.3

16
6. Idiopatik ( Bell’s Palsy )

Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui

penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain.Pada parese Bell terjadi

edema nervus fasialis. Karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus

dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bell’s

Palsy.6

Gambar 8. Bell’s Palsy.

7. Penyakti-penyakit tertentu

Parese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu,

misalnya DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi,

infeksi telinga tengah, sindrom Guillian Barre.6

17
2.5. Gejala dan Manifestasi Klinis

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu,

terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer.

Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2

sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan

N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot

sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus

pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.2

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat

persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah

bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral).

Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus VII (lesi pada

traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada

otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya

masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan

bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,

memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi

involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut

mulut dapat terangkat.2

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter

maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus

VII sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok

dan lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik,

18
kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti nervus VII. Dalam

hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan nervus VII

supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber.2

Gambar 7. Perbedaan Sentral dan Perifer

Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi.5,6

19
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus

Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi

dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak

ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya

ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang

terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan

terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons

dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis

fasialis.

3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus

stapedius)

Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.

4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di

belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti

ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom

Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan dengan

herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster

otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius

dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan

pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.

20
5. Lesi di meatus akustikus internus

Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat

terlibatnya nervus akustikus.

6. Lesi ditempat keluarnya nervus fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda

terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus dan kadang – kadang juga

nervus abdusen, nervus aksesorius dan nervus hipoglossus.

2.6. Klasifikasi Parese Fasialis

Gambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik

dari parese ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak

pertengahan 1980. Sistem house-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan .

pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6

merupakan parese yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda

penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas

dalam tabel:8

Grade Penjelasan Karakteristik


I Normal Fungsi fasial normal
II Disfungsi ringan Kelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi
dekat, bisa ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat simetri dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik
Menutup mata dengan usaha yang minimal
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika
melakukan pergerakan

21
III Disfungsi Terlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara
sedang kedua sisi
Adanya sinkinesis ringan
Dapat ditemukam spasme atau kontraktur
hemifasial
Pada istirahat simetris dan selaras
Pergerakan dahi ringan sampai sedang
Menutup mata dengan usaha
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang
maksimum
IV Disfungsi Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan
sedang berat asimetri
Kemampuan menggerakkan dahi tidak ada
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna
Mulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.
V Disfungsi berat Wajah tampak asimetris
Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai
Dahi tidak dapat digerakkan
Tidak dapat menutup mata
Mulut tidak simetris dan sulit digerakkan
VI Total parese Tidak ada pergerakkan

2.7. Uji Diagnostik

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi nervus

fasialis. Tujuan pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak

lesi dan menentukan derajat kelumpuhannya.3

1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik

Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk

terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10

otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut :

a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat

alis ke atas.

22
b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan

alis

c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat

dan mengerutkan hidung ke atas

d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan

kedua mata kuat-kuat

e. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar

sambil memperlihatkan gigi

f. M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara

memoncongkan mulut kedepan

sambil memperlihatkan gigi

g. M. Businator : diperiksa dengan cara

menggembungkan kedua pipi

h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh

penderita bersiul

i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua

sudut bibir ke bawah

j. M. Mentalis : diperiksa dengan cara

memoncongkan mulut yang tertutup

rapat ke depan

23
Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan

dan kiri :

a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga

(3)

b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu ( 1 )

c. Diantaranya dinilai dengan angka dua ( 2 )

d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 )

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan

mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).3

2. Tonus

Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot

menentukan terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss

menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian

pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot.

Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan

gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah

lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga

untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut

dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan

tergantung dari gradasinya.3

3. Gustometri

Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n.

Korda timpani, salah satu cabang nervus fasialis.3 Kerusakan pada N

24
VII sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi

(hilangnya pengecapan).7

Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh

menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina,

asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara

bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak

boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar

melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang

persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk

menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1

untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk

rasa asam.7

Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan

ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa

beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.3

4. Salivasi

Kelenjar saliva mayor terdiri atas kelenjar parotis,

submandibula, dan sublingual. Kelenjar parotid merupakan sepasang

kelenjar saliva terbesar yang berada di sekitar ramus mandibula kanan

dan kiri. Kelenjar submandibular berada di bawah mandibula dengan

ukuran sedang. Duktusnya dinamakan duktus Wharton yang keluar

dari sisi-sisi frenulum lidah.

25
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan

kanulasi kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan

tabung polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang

telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan

pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume

dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar

25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur

ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda

timpani.7

5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex

Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan

fungsi serabut-serabut pada simpatis dari nervus fasialis yang

disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor setinggi

ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus

mayor dapat menyebabkan berkurangnya produksi air mata.3,7

Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata.

Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar

0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit,

panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi

satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih

atau sama dengan 50% dianggap patologis.3,7

6. Refleks Stapedius

26
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik

impedans meter, yaitu dengan cara memberikan ransangan pada

muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N.

stapedius cabang N.VII.

7. Uji audiologik

Setiap pasien yang menderita paralisis nervus fasialis perlu

menjalani pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk

hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes.

Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji

respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat

dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli

konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah,

dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini,

perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf

ketujuh pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf

pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga

ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang

keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot

stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan

menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut

diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada

perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian

aferen saraf kranialis.7

27
8. Sinkinesis

Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari parese nervus

fasialis yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya

sinkinesis adalah sebagai berikut :3

a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian

kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas.

Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua

(2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan

dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2),

tergantung dari gradasinya.

b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi,

kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah.

Penilaian seperti pada (a).

c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara

(gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar

mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau

pergerakan tidak simetris.

9. Hemispasme

Hemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai

pada penyembuhan parese fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara

penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti

mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas

tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata

28
bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma di

daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme

dinilai dengan angka (-1).3

Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal

seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis

fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut dikalikan dua untuk

persentasenya.3

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui

parese nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi

saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi

(ENOG), dan uji stimulasi maksimal.7

1. Elektromiografi (EMG)

EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini

bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien.

Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola

denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang

mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG

sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21

hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial

denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang

29
menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat

sebelum 21 hari.7

2. Elektroneuronografi (ENOG)

ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG.

ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG

pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf

dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila

dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka

kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin

melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat

penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara

77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka

tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.7

3. Uji Stimulasi Maksimal

Uji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde

ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian

dinaikkan perlahan-lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa

tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir

bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap

gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons normal.

Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang normal dengan sisi yang

lumpuh dianggap sebagai suatu tanda kesembuhan. Penurunan yang

nyata adalah apabila terjadi kedutan pada sisi yang lumpuh dengan

30
besar arus hanya 25 persen dari arus yang digunakan pada sisi yang

normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen penderita Bell’s

Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon elektris

hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan fungsi yang tidak

lengkap. Statistik menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling

dapat diandalkan adalah uji fungsi saraf secara langsung.7

2.9. Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian :3,7,9

1. Pengobatan terhadap parese nervus fasialis

A. Fisioterapi

1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise

Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan

diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien

diminta untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama

daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase

dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga

dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien

diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa

latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua

mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul,

31
menggembungkan pipi dan menyeringai.6,8 Kegiatan ini dilakukan

selama 5 menit 2 kali sehari.6

2. Electrical Stimulation

Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.5

Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-

otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran

darah serta tonus otot.8

B. Farmakologi

Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese

nervus fasialis antara lain 8:

1. Asam Nikotinik

Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam

nikotinik dan obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion

simpatik servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi sehingga

dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis.

2. Vasokonstriktor, Antimikroba

Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang

disebabkan oleh kompresi nervus fasialis pada kanal falopi. Obat

ini bekerja mengurangi bendungan , pembengkakkan, dan inflamasi

pada keadaan diatas.

3. Steroid

32
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang

menyebabkan Bell’s Palsy.

4. Sodium Kromoglikat

Diberikan pada parese nervus fasialis jika dipikirkan adanya reaksi

alergi.

5. Antivirus

Baru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan

prednisone secara simultan.

C. Pengobatan Psikofisikal

Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback

dilaporkan dapat membantu pentembuhan Bell’s Palsy.8

2. Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )

Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain:8

A. Depresi

Pasien dengan parese nervus fasialis memiliki ketakutan bahwa

mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit

yang melibatkan pembuluh darah otak. Konseling dan terapi

kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang sama terbukti

efektif untuk mengatasi depresi tersebut.

B. Nyeri

Sebagian pasien dengan Bell’s Palsy dan hampir seluruh pasien

dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat

33
diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan

dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari

penggunaan.

C. Perawatan Mata

Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban

mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta

untuk meengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping

penggunaan obat tetes mata.

3. Indikasi Untuk Operasi

Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi

total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi

nervus fasialis transmastoid.3

Pada otitis media akut, operasi dekompresi kanalis fasialis tidak

diperlukan. Hanya perlu diberikan antibiotic dosis tinggi dan terapi

penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan di kavum timpani dengan

drainase. Jika terjadi congenital dehiscent, maka perlu dilakukan

miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan

pemberian antibiotic yang kebanyakan resolusi parese yang singkat. Bila

dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah diukur dengan

elektrodiagnostik, baru dipikirkan untuk melakukan dekompresi. Pada

otitis media kronik, diindikasikan operasi eksplorasi mastoid. Tindakan

34
dekompresi kanalis n. fasialis harus segeradilakukan tanpa harus

menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.

2.10. Komplikasi

Setelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama

serat otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung

mungkin memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak.

Persarafan baru yang abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur atau sinkinesis

(gerakan yang berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah 7.

Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya

didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris

untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera

yang berdegenerasi dan pada asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk

glandula lakrimalis.7

2.11. Prognosis

Prognosis pasien tergantung dari tergantung pada kemampuan neuroplastisitas

derajat kedalaman lesi pada saraf tersebut. Neuroplastisitas adalah

konsepneurosains yang merujuk kepada kemampuan otak dan sistem syaraf

semua spesies untuk berubah secara struktural dan fungsional sebagai akibat dari

input lingkungan. Plastisitas terjadi dalam berbagai tingkatan, dari perubahan

seluler yang terlibat dalam pembelajaran, hingga perubahan bersakal besar yang

terlibat dalam pemetaan ulang kortikalsebagai tanggapan kepada luka. Bentuk

35
plastisitas yang paling umum diakui adalah pembelajaran, memori, dan pemulihan

dari luka otak.

36
BAB III

PENUTUP

Kelumpuhan nervus fasialis (N VII) merupakan kelumpuhan otot-otot

wajah, tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien

tidak simetris. Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh

kelainan congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik,

dan penyakit-penyakit tertentu. Di bidang THT, Infeksi Telinga tengah yang dapat

menimbulkan parese nervus fasialis adalah otitis media supuratif kronik (OMSK)

yang telah merusak Kanal Fallopi. Otitis media akut dan kronik dapat

menyebabkan terjadinya paresis nervus fasialis.

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu,

terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer.

Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2

sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan

N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot

sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus

pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi nervus fasialis

untuk menentukan letak lesi dan derajat kelumpuhannya. Seperti, pemeriksaan

motoric otot-otot wajah, tonus, gustometri, salivasi Schimer test, reflex stapedius,

audiologik, sinkinesis, dan hemispasme. Penatalaksanaannya, dapat dimulai dari

fisioterapi, farmakologik, hingga operasi tergantung dari letak, derajat, dan

penyebab kelumpuhan nervus fasialis.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. DR. Mahar Mardjono dan Prof. DR. Priguna Sidharta. 2008.
Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta.

2. SM. Lumbantobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental.


Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2006.

3. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis


Perifer. In : Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit
FK-UI. 2007

4. Connor T, Perry C, Lannigan F. Complications of otitis media in


Indigenous and non-Indigenous children. Med J Aust 2009; 191 (9): 60.

5. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. III


Edition, Chapter 10 : Facial Nerve Paralysis, 2006.

6. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.


Jakarta : Balai Pustaka.1996.

7. Maisel R, Levine S, 1997. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku


Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC

8. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari


www.emedicine.com/plastic/topic522.htm. 26 Oktober 2014

9. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York :
Thieme. 2000.

38

Anda mungkin juga menyukai