ekuilibrium. Ini adalah upaya tubuh untuk mempertahankan lingkungan internal konstan.
Memelihara lingkungan internal yang stabil memerlukan pemantauan konstan dan penyesuaian
sebagai perubahan kondisi. Hal ini menyesuaikan sistem fisiologis dalam tubuh disebut regulasi
homeostatik. Regulasi homeostatik melibatkan tiga bagian atau mekanisme: 1) reseptor, 2) pusat
kontrol dan 3) efektor. Reseptor menerima informasi bahwa sesuatu di lingkungan berubah. Pusat
kendali atau pusat integrasi menerima dan memproses informasi dari reseptor. Dan terakhir,
efektor merespon perintah dari pusat kontrol dengan baik lawan atau meningkatkan stimulus. Ini
adalah proses yang berkelanjutan yang terus bekerja untuk memulihkan dan mempertahankan
homeostasis. Misalnya, dalam mengatur suhu tubuh terdapat reseptor suhu di kulit, yang
menyampaikan informasi ke otak, yang merupakan pusat kendali, dan efektor adalah pembuluh
darah kita dan kelenjar keringat di kulit kita. Karena lingkungan internal dan eksternal tubuh yang
terus berubah dan penyesuaian harus dilakukan terus menerus untuk tinggal di atau dekat set point,
homeostasis dapat dianggap sebagai ekuilibrium sintetis. Karena homeostasis adalah suatu usaha
untuk mempertahankan kondisi lingkungan internal oleh fluktuasi membatasi, hal itu harus
melibatkan serangkaian loop umpan balik negatif.
Mekanisme Homeostasis
Perubahan kondisi lingkungan internal dapat timbul karena 2 hal, yaitu adanya
perubahan aktifitas sel tubuh dan perubahan lingkungan eksternal yang berlangsung terus-
menerus. Untuk menyelenggarakan seluruh aktifitas sel dalam tubuhnya, hewan selalu
memerlukan pasokan berbagai bahan dari lingkungan luar secara konstan, misalnya oksigen,
nutrient dan garam. Sementara itu, aktivitas sel juga menghasilkan bermacam – macam hasil
sekresi sel yang bermanfaat dan berbagai zat sisa, yang di alirkan ke lingkungan internal
yaitu cairan ekstraseluler (CES). Apabila aktifitas sel berubah pengambilan zat dari
lingkungan internal dan pengeluarran berbagai zat dari dalam sel ke lingkungan internal juga
berubah. Perubahan aktifitas sel semacam itu akan mengubah keadaan lingkungan internal.
Perubahan lingkungan internal yang ditimbulkan oleh sebab manapun ( penyebab pertama
atau kedua ) harus selalu dikendalikan agar kondisi homeostasis selalu terjaga.
Mekanisme pengendalian kondisi homeostasis pada hewan berlangsung melalui
system system umpan balik. Akan tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa ada 2 macam system
umpan balik, yaitu umpan balik positif dan negative. Sistem umpan balik yang berfungsi
dalam pengendalian kondisi homeostasis pada tubuh hewan adalah system umpan balik
negative.
Feed Forward
Selain mekanisme feedback, metode fisiologis lain yang terpenting untuk
mengendalikan kondisi internal hewan adalah feedforward Untuk mengurangi gangguan
fisiologis, hewan menunjukkan perilaku yang mencegah terjadinya gangguan tersebut, jadi
feedforward merupakan aktivitas antisipatif. Contohnya, sambil makan biasanya hewan
minum juga. Masuknya pakan kedalam meningkatkan osmolaritas isi saluran pencernaan
yang dapat menyebabkan hilangnya air dari cairan tubuh (melalui osmosis), mengakibatkan
dehidrasi dan kesetimbangan osmotik terganggu. Segera setelah makan atau sambil,
umumnya hewan minum air untuk mengurangi gangguan homeostasis cairan tubuh. Perilaku
menghindari makanan yang menyebabkan muntah membantu hewan untuk memelihara
homeostasis.
Conformer
Hewan yang memungkinkan kondisi internalnya berubah bilamana menghadapi
variasi lingkungan eksternal disebut konformer (conformer). Suhu tubuh ikan akan rendah
ketika berada dalam perairan yang dingin dan akan tinggi ketika berada dalam perairan yang
hangat. Jadi, tiap sel dalam tubuh ikan tersebut harus mengatasi pengaruh perubahan suhu
eksternal.
Osmoconformer
Berbagai hewan air tidak dapat memelihara konsentrasi osmotik cairan internal
tubuhnya jika salinitas mediumnya berubah-ubah. Bintang laut, Asterias, adalah hewan
osmokonformer (osmoconformer) yang cairan internal tubuhnya dengan cepat mencapai
kesetimbangan dengan air laut yang mengelilinginya. Hewan ini meningkatkan konsentrasi
cairan tubuh jika berada dalam air bersalinitas tinggi dan menurunkan cairan tubuhnya
bilamana berada dalam air bersalinitas rendah.
Oxyconformer
Cacing Annelida yang bersifat oksikonformer (oxyconformer), yakni hewan yang laju
konsumsi oksigennya menyesuaikan dengan ketersediaan O2 terlarut di lingkungan
eksternalnya. Jika Annelida berada dalam lingkungan perairan yang kaya akan oksigen, maka
konsumsi oksigennya meningkat, sebaliknya jika hewan tersebut berada dalam lingkungan
yang kandungan oksigen terlarutnya rendah, konsumsi oksigennya menurun.
Conformer
Batas perubahan eksternal bagi hewan konformer dipengaruhi oleh toleransi jaringan
tubuhnya terhadap perubahan internal yang disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan
eksternal
.
Hewan konformer (a) menyesuaikan kondisi internal tubuhnya dengan kondisi
lingkungan eksternal, sedangkan hewan regulator (b) mempertahankan stabilitas
internal meskipun kondisi eksternalnya berubah.
Conformer
Hubungan antara nilai lingkungan eksternal (misalnya salinitas, kandungan O2
terlarut, dll) dengan nilai internal (garis yang tidak putus-putus) berupa garis lurus dengan
kemiringan 1. Bilamana hewan tidak dapat menghasilkan respon fisiologi atau respon lain
yang diperlukan untuk mengatasi perubahan eksternal, maka nilai internalnya bergantung
dengan nilai eksternalnya, menyerupai “garis konformitas” (garis putus-putus).
Regulator
Hewan air yang termasuk regulator menggunakan mekanisme perilaku, biokimia
maupun fisiologis untuk senantiasa menjaga kondisi internal tubuhnya ketika berada dalam
kondisi lingkungan eksternal yang berubah, sehingga senantiasa dalam keadaan homeostasis.
Osmoregulator
Hewan yang bersifat osmoregulator memiliki konsentrasi cairan internal tubuh
lebih tinggi dari konsentrasi mediumnya ketika berada dalam perairan dengan salinitas
rendah, sebaliknya konsentrasi carian tubuhnya lebih rendah dari konsentrasi mediumnya
ketika berada dalam salinitas tinggi.
Osmoregulasi Pada Invertebrata Darat
Osmoregulasi pada Serangga
Serangga memiliki kutikula yang berlilin, yang sangat impermeabel terhadap air,
sehingga serangga sedikit sekali kehilangan air melalui kulitnya. Jalan penting hilanganya
uap air pada serangga adalah spirakel. Untuk mengurangi kehilangan air, maka pada
kebanyakan serangga menutup spirakelnya antara dua gerakan pernafasannya.
Osmoregulasi Pada Cacing Tanah, Keong dan Siput
Cacing tanah adalah Anelida yang telah beradaptasi hidup di tanah yang basah dimana
stres osmotik terletak antara air tawar dan udara. Jika tanah menjadi kering, yang dapat
menyebabkan cacing kehilangan air dan menjadi dorman, maka cacing-cacing tersebut akan
menyelinap lebih dalam lagi. Sedanngkan bila kelebiahan air maka cacing tanah akan
mengeluarkan amonia dan urea, dan nefridium dapat menghasilkan urine hipo-osmotik.
Moluska darat, misalnya keong dan siput permukaan tubuhnya yang berdaging sangat
permeabel. Keong darat dan siput juga menderita kekurangan banyak air melalui penguapan
air di permukaan kulit dan kehilangan air dalam sekresi. Untuk mengurahi pengeluaran air
belebih maka keong darat dan siput menghasilkan asam urat dan mencari tempat-tempat yang
basah untuk hidupnya.
Laba-laba, mengurangi pengeluaran air berlebih dengan memproduksi asam urat dan
memproduksi urine hiperosmotik melalui tubulus malpighi dan rektum. Ikan, mengatasi
kekurangan air dengan meminum air laut dan menyeimbangkan kadar garam dalam tubuh
dengan cara memproduksi urin.
Osmoregulasi Pada Hewan Vertebrata Air
a. Ikan Air Laut
Ikan laut yang hiposmotik menghadapi masalah kehilangan air tubuh, dan sekaligus
menghadapi masalah masuknya zat-zat terlarut ke dalam tubuhnya karena gradien
konsentrasi. Permukaan tubuh, terutama permukaan insangnya agak permeabel terhadap air.
Air banyak hilang melalui insang, urin, dan fese. Untuk mengganti air yang hilang, ikan air
laut minum air laut.
a. Alat pertukaran gas interna. Alat pertukaran sebagian besar hewan darat terletak di
bagian dalam atau paling tidak dalam suatu lapisan pelindung di mana permukaan
pertukaran yang tipis dan basah tidak mudah kering dan air yang hilang karena
penguapan berkurang.
b. Modifikasi barier integumen. Hilangnya air melalui permukaan tubuh dengan cara
penguapan dikurangi dengan berbagai modifikasi kulit yang membuat barier
integumen lebih sulit dilalui oleh air untuk keluar.
c. Menempati habitat basah. Liang di bawah tanah, ruang diantara batu, batang kayu dan
daun tempat defisit kejenuhan lebih rendah dari pada tempat terbuka, merupakan
lingkunganm yang lebih baik untuk memelihara keseimbangan air.
d. Kegiatan malam (noktural). Banyak spesies hanya ke luar dari perlindungan pada
waktu malam hari, ketiak bahaya menjadi kering saat berkurang.
Thermoregulasi
Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi
merupakan elemen-elemen dari homeostasis. Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan
berdarah dingin (cold-blood animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals).
Namun ahli-ahli Biologi menggunakan istilah ektoterm dan endoterm. Pembagian golongan
ini didasarkan pada sumber panas utama tubuh hewan tersebut. Hewan ektoterm adalah
hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu
tubuh hewan ektoterm cenderung berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan
dalam kelompok ini adalah anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia. Sedangkan
hewan endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari hasil metabolisme. Suhu
tubuh hewan ini lebih konstan. Endoterm umum dijumpai pada kelompok burung (Aves), dan
mamalia (Guyton,1993).
Di alam, pengaturan suhu tubuh oleh hewan dan manusia dilakukan untuk mengatur
panas yang diterimanya atau yang hilang ke lingkungan. Mekanisme perubahan panas tubuh
hewan dapat terjadi dengan 4 proses, yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi.
Konduksi adalah perubahan panas tubuh hewan karena kontak dengan suatu benda. Konveksi
adalah transfer panas akibat adanya gerakan udara atau cairan melalui permukaan tubuh.
Radiasi adalah emisi dari energi elektromagnet. Radiasi dapat mentransfer panas antar obyek
yang tidak kontak langsung. Sebagai contoh, radiasi sinar matahari. Evaporasi adalah proses
kehilangan panas dari permukaan cairan yang ditranformasikan dalam bentuk gas (Martini,
1998).
Berdasarkan pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu hewan, maka hewan dibagi
menjadi dua golongan, yaitu poikioterm dan homoiterm. Suhu tubuh hewan poikioterm
dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan
suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Di lain pihak hewan
homoiterm disebut hewan berdarah panas. Suhu tubuh hewan homoiterm lebih stabil, hal ini
dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh.
Endotermik biasanya mempertahankan suhu tubuh mereka di sekitar 35 - 40°C (Duke, 1985).
Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda
akibat kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur
normal yang dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang
waktu siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air.
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu
tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian
panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Proses evaporasi
yang dilakukan berfungsi untuk menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan
berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia (Swenson, 1997).
Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luar
untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem
metabolismenya hanya sedikit. Sedangkan hewan endoterm, adalah hewan yang suhu
tubuhnya berasal dari produksi panas di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari
metabolisme jaringan. Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara perolehan panas dari
dalam (metabolisme) atau luar dengan kehilangan panas. Untuk menghadapi cuaca yang
sangat buruk (terlalu dingin atau terlalu panas). Hewan ektoterm perlu menghemat energi
dengan cara hibernasi atau estivasi (Guyton,1993).
Hewan ektotermik dan endotermik mempertahankan suhu tubuhya dengan
mengkombinasikan empat kategori umum dari adaptasi, yaitu:
1. Penyesuaian laju pertukaran panas antara hewan dengan sekelilingnya.
Insulasi tubuh seperti, rambut, bulu, lemak yang terletak persis di bawah kulit untuk
mengurangi kehilangan panas. Penyesuaian ini terdiri dari beberapa mekanisme, diantaranya
a. hewan endotermik mengubah jumlah darah yang mengalir ke kulitnya berdasarkan suhu
di sekitarnya. Misal pada suhu dingin maka hewan endotermik akan mengecilkan diameter
pembuluh darahnya (vasokontriksi) sehingga terjadi penurunan aliran darah, sedangkan pada
musim panas hewan endotermik akan membesarkan diameter pembuluh darahnya
(vasodilitasi) sehingga terjadi peningkatan aliran darah.
b. Pengaturan arteri dan vena yang disebut penukar panas lawan arus
( countercurrent heat exchanger). Pengaturan lawan arus ini memudahkan pemindahan panas
dari arteri ke vena di sepanjang pembuluh darah tersebut
2. Pendinginan melalui kehilangan panas evaporatif.
Hewan endotermik dan ektotermik terestial kehilangan air melalui pernapasan dan
melalui kulit. Jika kelembapan udara cukup rendah, air akan menguap dan hewan tersebut
akan kehilangan panas dengan cara pendingin melalui evaporasi. Evaporasi dari sistem
respirasi dapat ditingkatkan dengan cara panting (menjulurkan lidah ke luar). Pendinginan
melalui evaporasi pada kulit dapat ditingkatkan dengan cara berendam atau berkeringat
3. Respons perilaku.
Banyak hewan dapat meningkatkan atau menurunkan hilangnya panas tubuh dengan
cara berpindah tempat. Mereka akan berjemur dibawah terik matahari atau pada batu panas
selama musim dingin, menemukan tempat sejuk, lembab atau masuk ke dalam lubang di
dalam tanah pada musim panas, dan bahkan bermigrasi ke lingkungan yang lebih sesuai.
4. Pengubahan laju produksi panas metabolik.
Kategori penyesuaian ini hanya berlaku bagi hewan endotermik, khususnya unggas dan
mamalia. Hewan endotermik akan meningkatkan produksi panas metaboliknya sebanyak dua
tau tiga kali lipat ketika terpapar ke keadaan dingin (Campbell, 2004).