Anda di halaman 1dari 5

Proses Kredensial dan Re-

Kredensial Perawat/Bidan
16122013
Istilah Etik Kredensial sering disalah artikan oleh kita, seolah-olah kredensial adalah
menyelesaikan masalah etik. Padahal etik dan kredensial adalah hal sangat berbeda.

Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan
pemberian kewenangan klinis. Sedangkan re-kredensial adalah proses re-evaluasi terhadap
tenaga keperawatan yang telah memiliki kewenangan klinis untuk menentukan kelayakan
pemberian kewenangan klinis tersebut.

Dengan begitu, kredensial berbicara tentang lingkup kewenangan yang dimiliki oleh seorang
tenaga perawat. Hasil akhir dari proses kredensial adalah diberikannya surat penugasan klinis
oleh direktur sesuai dengan jenjang klinis perawat tersebut.

Salah satu tugas Komite Keperawatan melalui Subkomite Kredensial adalah melakukan
kredensial terhadap seluruh tenaga keperawatan di rumah sakit. Ada beberapa hal yang harus
ada sebelum melakukan kredensial :

1. Ada team yang selanjutnya disebut sebagai panitia ad hoc yang dibentuk oleh Komite
Keperawatan untuk melakukan kredensial. Panitia adhoc ini terdiri dari tenaga perawat
rumah sakit dan mitra bestari. Mitra bestari bisa berasal dari institusi pendidikan jejaring
rumah sakit, organisasi profesi, kolegium atau perawat di rumah sakit lain.

2. Ada buku putih (white book) yang dijadikan dasar panduan dalam melakukan kredensial
dan rekredensial. Buku putih ini berisi tentang ketentuan dokumen persyaratan terkait
kompetensi seperti ijazah, STR, sertifikat kompetensi, logbook, surat orientasi di rumah
sakit, surat keterangan sehat dll yang diperlukan. Isi utama dari Buku Putih ini adalah
Rincian Kewenangan Klinis.

3. Ada daftar kewenangan klinis yang telah disusun oleh panitia adhoc dan disahkan oleh
direktur rumah sakit.

Proses kredensial menjamin tenaga keperawatan kompeten dalam memberikan pelayanan


keperawatan dan kebidanan kepada pasien sesuai dengan standar profesi. Proses kredensial
mencakup tahapan review, verifikasi dan evaluasi terhadap dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan kinerja tenaga keperawatan.
Metode yang digunakan dalam kredensial ditentukan oleh masing-masing instutusi, dan
dituangkan dalam Peraturan Internal Staf Keperawatan (Nursing Staf Bylaws). Beberapa metode
yang dapat digunakan dalam proses kredensial diantaranya adalah metode portofolio dan
assesment kompetensi.

Prosedur Kredensial

1. Perawat / Bidan mengajukan permohonan kepada Ketua Komite Keperawatan untuk


memperoleh kewenangan klinis.

2. Ketua Komite Keperawatan menugaskan kepada Subkomite Kredensial untuk melakukan


proses kredensial.

3. Subkomite Kredensial membentuk panitia adhoc untuk melakukan review, verifikasi dan
evaluasi dengan metode yang telah disepakati.

4. Subkomite memberikan laporan kepada Ketua Komite Keperawatan hasil kredensial


sebagai bahan rapat menentukan kewenangan klinis.

5. Seluruh proses kredensial dan hasil rapat penentuan kewenangan klinis selanjutnya
dilaporkan secara tertulis oleh subkomite kredensial kepada Ketua Komite Keperawatan
untuk diteruskan kepada direktur dan dijadikan bahan rekomendasi kepada direktur.

6. Direktur mengeluarkan Penugasan Klinis terhadap perawat/bidan bersangkutan.

Bagi tenaga keperawatan yang sudah lama bekerja, maka tugas subkomite kredensial adalah
melakukan re-kredensial. Re-kredensial dilakukan secara periodik sesuai kebijakan masing-
masing institusi apakah 3 tahun sekali atau 5 tahun sekali. Karena PMK Komite Keperawatan
baru diundangkan pada Agustus 2013, maka semestinya Subkomite Kredensial Komite
Keperawatan di semua rumah sakit harus sudah bersiap diri melakukan proses kredensial yang
pertama kepada seluruh perawat yang ada di rumah sakit masing-masing. Karena amanah PMK
Komite Keperawatan mengharuskan seluruh tenaga perawat/bidan harus memiliki Surat
Penugasan Klinis yang dikeluarkan oleh Direktur Rumah Sakit.

Tentang SPO Kredensial, Rincian Kewenangan Klinis, Buku Putih, CPD dll dibahas lebih lanjut
dalam Pelatihan Menyusunan RKK dan Kredensial dalam Nursing Staf By Laws
Audit Keperawatan (bag 1)
16022015
Salah satu tugas Komite Keperawatan dalam fungsinya memelihara mutu profesi seperti
termuat dalam Permenkes No.49 tahun 2013 Pasal 11 ayat (3) adalah melakukan audit
keperawatan dan kebidanan. Persoalan di rumah sakit, standar audit yang digunakan rata-rata
masih mengacu pada standar audit yang dikeluarkan Departemen Kesehatan tahun 1997.

Saat itu Depkes telah menetapkan bahwa dalam melakukan evaluasi untuk mengetahui kualitas
pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah dengan menggunakan Instrumen A, B, dan C.
Dimana Instrumen A digunakan untuk mengetahui kelengkapan dokumentasi proses
keperawatan di setiap ruangan, Instrumen B digunakan untuk mengetahui indikator kepuasan
pelayanan pada pasien yaitu dengan mengetahui seberapa besar kepuasan pasien dari
pelayanan keperawatan yang ada. Sedangkan untuk mengetahui kesesuaian tindakan
keperawatan di ruangan dengan SPO adalah dengan menggunakan Instrumen C.

Perkembangan kebutuhan pelayanan akan mutu perawatan yang baik, Kementrian Kesehatan
melalui Direktorat Keperawatan sudah semestinya membuat standar audit yang baru karena
standar audit yang dikeluarkan tahun 1997 itu menurut saya sudah tidak relevan lagi menjawab
tuntutan saat ini.

Untuk instrumen B yang mengukur tentang kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan,
mungkin masih bisa digunakan. Tapi untuk instrumen A yang hanya mengukur kelengkapan
catatan dokumen asuhan keperawatan saya pikir sudah tidak relevan lagi, karena setelah lebih
dari 20 tahun catatan asuhan keperawatan diwajibkan, kelengkapan dokumen catatan asuhan
keperawatan tidak menjadi penting. Sekarang perlu dipikirkan tentang audit “kualitas” catatan
asuhan keperawatan. Semacam Diagnosa Keperawatan apakah sudah benar sesuuai dengan
kondisi pasien atau tidak. Tindakan Keperawatan yang dilakukan apakah sesuai dengan standar
yang dibuat dalam SAK atau tidak. Kriteria yang dibuat sesuai dengan outcome pasien atau
tidak.

Sedangkan untuk instruman C, setelah keluar Permenkes No. 49 tahun 2013 dimana Komite
Keperawatan harus melakukan Kredensial dan re-Kredensial terhadap seluruh perawat, maka
instrumen C juga sudah tidak diperlukan lagi. Karena pada saat kredensial dilakukan, seorang
perawat telah dilakukan assessmen kompetensi. Pada saat seorang assessor melakukan
assessmen, dan Komite Keperawatan merekomendasikan dikeluarkannya Penugasan Klinis
kepada seorang perawat, artinya dia telah melakukan semua intervensi yang jadi
kewenangannya sesuai dengan standar (SPO) yang ditetapkan.
Jadi ini menjadi tugas baru bagi Direktorat Keperawatan Kementrian Kesehatan RI untuk
menyusun Standar Audit Keperawatan yang sesuai dengan tuntutan mutu saat ini.

Lalu bagaimana melakukan Audit Keperawatan yang baik agar sesuai dengan kebutuhan saat
ini, pada tulisan selanjutnya akan kita diskusikan di sini.

Audit Keperawatan (bag 2)


23022015
Tujuan utama Audit Keperawatan adalah peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Dengan
audit, kita bisa mendapatkan banyak hal diantaranya manfaat klinik, mendorong teamwork,
meningkatkan patient safety/patient care, efisiensi finansial kadang-kadang dan terpenting
adalah clinical governance berupa akuntabilitas pelayanan keperawatan.

Audit Klinik yang di dalamnya termasuk Audit Keperawatan adalah suatu telaah kritis dan
sistematis terhadap mutu pelayanan klinik, termasuk prosedur diagnosis dan terapi,
penggunaan sumber-daya rumah-sakit, dan outcome serta quality of life dari pasien.

Mengacu pada audit klinik, audit keperawatan menurut saya perlu pembenahan
kepada conten dari dokumen asuhan keperawatan. Pemilihan topik yang baik dalam melakukan
audit menjadi dasar apakah audit bermanfaat untuk peningkatan mutu atau tidak.

Langkah-langkah dalam audit agar mendapatkan hasil yang optimal adalah :

1. Pemilihan topik

2. Penetapan Kriteria

3. Pengumpulan data

4. Analisa data

5. Menetapkan perubahan

6. Re Audit

Beberapa topik audit keperawatan yang bisa diangkat antara lain :

 Validitas Diagnosa Keperawatan

 Kesesuaian implementasi dengan perencanaan dalam asuhan keperawatan

 Implementasi Standar Asuhan Keperawatan (Panduan Praktek Klinik)


 Nursing Clinical Pathway

Membuat kriteria dalam audit keperawatan mengacu pada rambu-rambu spesifik, dapat diukur,
disepakati semua pihak, relevan dan berdasarkan bukti klinis yang terbaru. Setelah kriteria
ditentukan, mulailah dilakukan pengumpulan data dan melakukan analisa terhadap data yang
telah dikumpulkan.

Proses selanjutnya setelah didapatkan kesimpulan terhadap sumber masalah, prinsipnya sama
dengan penyelesaian masalah dalam quality assurance. Bisa dengan pendekatan PSBH, PSS atau
GKM.

Anda mungkin juga menyukai