KELAYAKAN BIJIH
NIKEL PT.
MUHAMMAD
HARIS TBK.
FEASSIBILITY STUDY
MUHAMMAD HARIS
(R1D115126)
KATA PENGANTAR
Penyusunan dokumen studi kelayakan akan menjadi acuan bagi perusahaan dalam menyusun langkah-
langkah strategis dan teknis untuk kegiatan penambangan yang akan segera dilaksanakan dan sebagai
persyaratan untuk peningkatan ijin menjadi IUP Operasi Produksi.
Tidak lupa kami kami ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan
Anugerah-Nya, maka Dokumen Studi Kelayakan Penambangan Nikel di Kecamatan Lasolo Kabupaten
Konawe Utara Propinsi Sulawesi Tenggara yang disusun oleh PT. Muhammad Haris Tbk selaku pemrakarsa
dalam kegiatan penambangan nikel dapat terselesaikan.
Adapun tujuan dan maksud dari rencana kegiatan pertambangan nikel oleh PT. Dwimitra Multiguna
Sejahtera sebagai pemegang IUP Eksplorasi No. 391 tanggal 31 Desember 2019 dari Bupati Konawe Utara
(KW 08 MAP 004) adalah pemanfaatan sumberdaya alam untuk menunjang bahan baku industri
pengolahan nikel yang pada saat ini mempunyai prospek masa depan yang baik. Sehubungan dengan
berlakunya UU No 4 tahun 2009 mengenai keharusan pengolahan nikel didalam negeri, maka kegiatan
penambangan nikel ini dapat menunjang bagi kepastian suplai bahan baku bagi industri pengolahan nikel
di Indonesia. Akhir kata, atas dukungan seluruh pihak, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya sehingga kegiatan survei hingga tersusunnya laporan studi kelayakan ini dapat terlaksana dengan
baik.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia pertambangan aspek ekonomi menjadi faktor yang memiliki pengaruh cukup vital dan harus
di perhitungkan dengan sangat baik. Suatu bahan galian yang telah di temukan melalui tahapan eksplorasi
tidak dapat di lakukan penambangan begitu saja , namun harus di lakukan kajian mengenai kelayakannya
yang di tinjau dari berbagai segi. Hal ini perlu dilakukan mengingat usaha pertambangan merupakan usaha
yang memerlukan investasi besar, padat teknologi serta tingkat resiko yang cukup tinggi yang meliputi
resiko lingkungan, budaya , sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Sehingga harus dilakukan kajian
kelayakan agar mencegah terjadinya investasi dimana modal telah ditanamkan tetapi tambang tidak
menghasilkan keuntungan atau modal yang telah di tanamkan tidak dapat kembali.
Selain karena faktor ekonomi , studi kelayakan juga perlu dilakukan untuk memenuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku .Laporan studi kelayakan merupakan salah satu persyaratan untuk mengajukan
permohonan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi sebagaimana tertuang dalam Bab II pasal
25 huruf b PP No.23 tahun 2010 tentang Kegiatan Pelaksanaan Pertambangan Mineral dan Batubara .
Studi kelayakan (Feasibility Study) di perlukan untuk memberikan desain tambang yang optimal sesuai
kondisi lapangan dan bahan galian dapat ditambang dengan menguntungkan berdasarkan prinsip-prinsip
keselamatan kerja dan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Hal lain yang harus
dipahami adalah, studi kelayakan bukan hanya mengkaji secara teknis, atau membuat prediksi/ proyeksi
ekonomis, juga mengkaji aspek nonteknis lainnya, seperti aspek sosial, budaya, hukum, dan lingkungan.
Studi kelayakan selain berguna dalam mengambil keputusan jadi atau tidaknya rencana usaha
penambangan itu dijalankan, juga berguna pada saat kegiatan itu jadi dilaksanakan, yaitu:
a. Dokumen studi kelayakan berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, baik acuan kerja di lapangan,
maupun acuan bagi staf manajemen di dalam kantor.
b. Berfungsi sebagai alat kontrol dan pengendalian berjalannya pekerjaan.
c. Sebagai landasan evaluasi kegiatan dalam mengukur prestasi pekerjaan, sehingga apabila ditemukan
kendala teknis ataupun nonteknis, dapat segera ditanggulangi atau dicarikan jalan keluarnya.
d. Bagi pemerintah, dokumen studi kelayakan, merupakan pedoman dalam melakukan pengawasan, baik
yang menyangkut kontrol realisasi produksi, kontrol keselamatan dan kesehatan kerja, kontrol
pengendalian aspek lingkungan, dan lain-lain.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud kajian kelayakan adalah salah satu tahapan dari suatu rangkaian kegiatan usaha pertambangan
yang dilakukan secara sistematis dan terarah, meliputi aspek: teknis, aspek keselamatan pertambangan,
aspek lindungan lingkungan, aspek pasca tambang, aspek konservasi, aspek ekonomi dan aspek lain yang
akan digunakan stakeholder untuk mengambil keputusan.
1. Memberi bahan pertimbangan bagi stakeholder dalam mengambil keputusan untuk dilanjutkan atau
tidak menuju ke tahapan kegiatan konstruksi atau operasi produksi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, PT. Muhammad Haris Tbk memandang perlu untuk melakukan kajian
kelayakan penambangan nikel. Kajian ini perlu dilaksanakan agar dapat menentukan apakah proyek ini
layak atau tidak untuk dilanjutkan. Kelayakan dinilai sesuai dengan kondisi teknologi dan pasar saat ini
hingga beberapa tahun ke depan.
C. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup dari penyusunan laporan studi kelayakan ini meliputi kajian pada berbagai aspek yang
meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Geologi Tambang
a. Tujuan
Kajian geologi tambang bertujuan mengevaluasi data geologi yang tersedia baik yang lama maupun yang
baru termasuk data bor sehingga dapat digunakan untuk desain tambang.
b. Lingkup Pekerjaan
- Kajian topografi/morfologi
- Stratigrafi
- Struktur geologi
- Pemetaan penyebaran mineral Bijih Nikel Laterit
- Pemetaan ketebalan lapisan tanah penutup di daerah tambang terbuka
- Desain pit
- Cadangan dan Sumberdaya Nikel Laterit
2. Geoteknik
a. Tujuan
Pengujian geoteknik bertujuan untuk menentukan sifat fisik dan mekanik baik batuan yang menyusun
overburden, batuan dasar maupun lapisan mineral Bijih Nikel Laterit. Hasil pengujian diperlukan untuk
lanjutan perancangan tambang terbuka.
b. Lingkup Pekerjaan
- Penentuan Geometri jalan tambang
- Desain jenjang (pit penambangan) atau kemiringan jenjang
- Penentuan geometri lereng
3. Hidrologi dan Hidrogeologi
a. Tujuan
Kajian hidrologi dan hidrogeologi bertujuan untuk menganalisis pengaruh air tanah terhadap tambang,
mempelajari fluktuasi muka air tanah dan mempelajari karakteristik aquifer. Data ini dipergunakan sebagai
masukan untuk lanjutan perancangan sistem pengaliran tambang .
b. Lingkup Pekerjaan
- Analisis data hidrologi dan hidrogeologi
- Perancangan sistem pengaliran tambang yang sesuai dengan strategi dan sistem penambangan
yang direncanakan.
- Desain sediment pond berdasarkan berdasarkan data curah hujan.
- Perancangan system pemompaan berdasarkan hasil analisis debit air.
4. Perencanaan Penambangan
a. Tujuan
Perencanaan Penambangan dilakukan untuk menentukan bagian-bagian yang akan tambang , dan tahapan
yang harus dilakukan untuk memperolehnya hingga di peroleh seluruh cadangan yang layak untuk di
tambang.
b. Lingkup Pekerjaan
- Penentuan metode penambangan berdasarkan model endapan nikel laterit
- Pembagian blok-blok yang akan ditambang.
- Pentahapan tambang dan penjadwalan proses penambangan
- Evaluasi geometri lereng
- Penentuan batas tambang baik ke arah lateral maupun vertikal
- Perhitungan nisbah pengupasan
- Perencanaan pembuangan tanah penutup
- Menentukan lokasi disposal dan stockpile
- Penentuan umur tambang berdasarkan jumlah cadangan dan kemampuan produksi
5. Peralatan
a. Tujuan
Menentukan jumlah dan jenis alat yang akan di gunakan selama operasi penambangan berlangsung.
b. Lingkup Pekerjaan
- Menghitung jumlah alat dalam pembongkaran OB
- Menghitung jumlah alat dalam penanganan bijih Nikel laterits
6. Pengangkutan dan Penimbunan
Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang tata cara, peralatan dalam kegiatan
pengangkutan dan penimbunan.
Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang dampak kegiatan tambang, pengelolaan
lingkungan, pemantauan lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang bagan organisasi, jumlah dan kriteria tenaga
kerja, tingkat gaji dan upah, serta sistem kerja.
9. Pemasaran
Tujuan kajian ini adalah untuk memeberikan gambaran tentang kebijaksanaan pemerintah, prospek
pemasaran dalam negeri dan luar negeri, jenis, jumlah dan harga.
Tujuan kajian ini adalah untuk menjelaskan tentang investasi, modal tetap, modal kerja, sumber dana serta
analisis kelayakan.
Metodologi kajian yang dilakukan dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut:
Secara administrasi pemerintahan, Lokasi daerah kegiatan penambangan PT. Muhammad Haris Tbk,
terletak di wilayah Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Rute
perjalanan yang ditempuh dari Jakarta ke lokasi area tambang sebagai berikut:
Akses jalan menuju lokasi penyelidikan pada umumnya dapat dijangkau dengan memakai kendaraan roda
empat atau roda dua. Sedangkan dalam lokasi penelitian sebagian daerah dapat dijangkau dengan jalan
kaki. Pemanfaatan lahan oleh masyarakat setempat pada wilayah IUP PT. Muhammad Haris Tbk ini
sebagian besar berupa lahan pertanian.
Gambar 1.1 Peta Lokasi Kajian Kelayakan
BAB II
KAJIAN GEOLOGI
A. Geologi
Secara regional daerah penyelidikan inventarisasi terletak pada dua mandala geologi yaitu: Mandala
Sulawesi Timur yang ditandai oleh batuan ultramafik, mafik, batuan malihan dan Mandala/Anjungan
Tukangbesi-Buton yang ditandai oleh batuan sedimen pinggiran benua yang beralaskan batuan malihan.
Batuan tertua pada Mandala Geologi Sulawesi Timur adalah batuan ultramafik yang merupakan batuan
alas, terdiri dari harzburgit, serpentinit, dunit, wherlit, gabro, diorit, basal, mafik malihan dan magnetit,
diduga berumur Kapur, batuan ini sebagai tempat kedudukan mineralisasi nikel dan asosiasinya. Batuan
malihan komplek Pompangeo terdiri dari berbagai jenis sekis dan sedimen malihan serta serpentinit dan
sekis glaukofan. Batuan ini diperkirakan terbentuk dalam lajur penunjaman Benioff pada akhir Kapur Awal
hingga Paleogen (Simanjuntak, 1980, 1986). Batuan ultramafik dan batuan Kompleks Pompangeo tersebut
berhubungan secara sentuhan tektonik.
Mandala/Anjungan Tukang besi-Buton berupa batuan alas malihan terdiri dari sekis mika, sekis kuarsa,
sekis klorit, sekismika-ampibolit, sekis grafit dan genes berumur Permo-Karbon. Di atasnya menindih tak
selaras Formasi Meluhu (Lembar Muna) yang terdiri dari batu gamping hablur dengan sisipan filit dan
setempat sisipan kalsilutit rijangan. Kedua formasi diperkirakan berumur Trias Akhir sampai Jura Awal.
Di atas kedua mandala yang saling bersentuhan diendapkan secara tak selaras Formasi Langkowala yang
terdiri dari batupasir dan konglomerat yang saling menjemari, diperkirakan berumur akhir Miosen Tengah.
Di atasnya menindih selaras Formasi Eemoiko yang terdiri dari batu gamping koral, kalkarenit, batu pasir
gampingan, napal; dan formasi Boepinang terdiri dari batu lempung pasiran, napal pasiran dan batu pasir.
Kedua formasi tersebut berumur Miosen Akhir sampai Pliosen. Di atas kedua formasi ini ditindih tak selaras
oleh Formasi Alangga terdiri dari konglomerat dan batu pasir yang belum padat dan Formasi Buara terdiri
dari terumbu koral, setempat lensa konglomerat dan batu pasir yang belum padat. Kedua formasi ini saling
menjemari berumur Pliosen. Satuan batuan termuda adalah endapan sungai, rawa dan kolovium.
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Kolaka, Sulawesi, skala 1: 250.000 oleh T.O. Simandjuntak,
dkk dan Peta Geologi Potensi Bahan Galian dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara skala 1: 500.000 oleh
Jahja Chalid, Edy Sunarno, Andi Azis, Abdul Latif, Hakiman, Asep Gatot dan Rafiuddin (Dinas Pertambangan
dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara), 2005, Geologi regional Kabupaten Konawe adalah sebagai berikut.
Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Daerah
1. Litologi
Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai dilapangan serta kesebandingan yang dilakukan terhadap Peta Geologi
Lembar Kolaka (T.O Simanjuntak dkk, 1994, P3G) dan Peta Lembar Geologi Lasusua Kendari (Rusmana
dkk, 1993), batuan penyusun daerah Konawe dapat dikelompokkan ke dalam 10 (sepuluh) satuan yang
terdiri dari batuan tua ke batuan lebih muda adalah sebagai berikut:
Satuan batuan ini tersebar dibeberapa lokasi di daerah Konawe yaitu daerah sekitar Abuki dan Lasolo.
Satuan batupasir malih ini terdiri dari batupasir termalihkan dengan berbagai variasi, ukuran butir yaitu
serpih hitam, serpih merah, filit, batu sabak dan setempat kwarsit. Satuan ini telah mengalami tektonik
yang sangat kuat dan berulang-ulang. Hal ini diperlihatkan dengan keadaan sekarang yaitu umumnya
terlipat, terkekarkan, tersesarkan, selain itu hampir seluruh sikapan yang dijumpai mengalami perombakan
yang kuat. Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai, satuan ini dapat disebandingkan dengan formasi meluhu
berumur trias-trias akhir, satuan ini memiliki ketebalan tidak kurang dari 1000 m. Beberapa ahli
mengatakan satuan ini disebut sebagai batuan “tak perinci” (Sukanto, 1995) Metharmorfic rock
(Kartadipoetoa, 1993).
b. Satuan Batugamping
Satuan batugamping, tersebar di bagian Timur dan Utara Kabupaten Konawe yaitu di sekitar
daerah Lembo, Sawa, Soropia, dan Asera. Satuan ini terdiri dari batugamping dengan sisipan batupasir dan
batusabak. Batugamping berwarna kelabu muda hinbga kelabu tua dan kelabu kemarahan/kecoklatan
sangat kompak, berlapis kekar telah terisi mineral kalsit ketebalan lapisan puluhan senti meter hingga
beberapa meter. Batupasir berwarna kelabu kehijauan hingga kelabu kecoklatan berbutir halus hingga
kasar umumnya tersemenkan oleh oksida besi, kompak mengandung sedikit kuarsa, berlapis dengan
ketebalan beberapa sentimeter hingga belasan sentimeter.
Satuan batugamping ini juga telah mengalami depormasi kuat, terlihat dengan kerapatan kekar,
juga terlihat bahwa satuan ini telah mengalami penghabluran ulang. Satuan ini memiliki hubungan yang
saling menjemari dengan formasi meluhu. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai, satuan ini dapat
disebandingkan dengan formasi tokala berumur trias akhir, satuan ini diduga memiliki ketebalan ratusan
meter.
c. Satuan Ultrabasa
Satuan Ultrabasa tersebar dibagian Timur-Utara serta bagian Selatan P. Wawonii daerah Kabupaten
Konawe yaitu disekitar daerah Asera, Pondidaha, Matandahi, Mandiodo, Lasolo, P. Bahubulu dan Munsolo
p. Wawonii. Satuan ini terdiri dari pridotit, dunit, gabro, basal dan serpentinit. Secara umum satuan
ultrabasa ini telah mengalami pelapukan yang cukup kuat, sehingga soil di sekitar daerah yang tersusun
oleh batuan ini sangat tebal. Satuan batuan ultrabasa adalah batuan asal kerak asal samudera yang
merupakan batuan dasar dilajur Hialu. Batuan ini tertindih tak selaras oleh formasi matano yang berumur
kapur akhir, sehingga umur batuan diduga lebih tua dari kapur akhir.
Satuan ini tersebar pada bagian Utara, yaitu disebelah Utara daerah Asera sekitar Lamonae, Linomoyo dan
sekitar Lalindu. Satuan ini tersusun oleh batuan kalsilutit dengan sisipan serpih dan rijang. Kalsilutit
berwarna putih krem kecoklatan dan kelabu hingga kelabu tua berlapis dengan ketebalan pada lapisan
antara 40 cm hingga diatas 1 m, pejal setempat terhablur ulang dan terkekarkan. Serpih berwarna merah
kecoklatan, keras, berlapis dengan ketebalan pelapisan antara 5 cm-25 cm dan berada pada bagian bawah
satuan ini. Rijang berwarna coklat juga berada bagian satuan bawah ini. Satuan ini menindih tak selaras
satuan ultrabasa yang berada dibawahnya, dan memiliki kontak sesar. Berdasarkan kesamaan fisik, satuan
ini dapat disebadingkan dengan formasi matano, berumur kapur akhir dan memiliki ketebalan tidak kurang
dari 500 m.
e. Satuan Konglomerat
Satuan ini tersebar pada bagian Utara disekitar Asera dan Lasolo, satuan ini terdiri dari konglomerat,
batupasir, lempung dan serpih. Satuan konglomerat menindih secara tidak selaras satuan batuan yang
berada dibawahnya. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai, satuan ini dapat disebandingkan dengan
formasi langkowala, formasi plandua, berumur miosan akhir hingga pliosan, dengan memiliki ketebalan
berkisar 450 meter.
f. Satuan Kalkarenit
Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Konsel yaitu disekitar daerah Lapuko dan Tinaggea. Satuan ini
terdiri dari Kalkarenit, Batugamping, Koral, Batupasir dan Napal. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai,
satuan ini dapat disebandingkan dengan formasi Emoiko berumur Pliosen. Satuan ini mempunyai ketebalan
berkisar 200 m dengan lingkungan pengendapan laut dangkal hingga transisi.
g. Satuan Batulempung
Satuan tersebar di bagian selatan daerah Konsel yaitu disekitar sebelah Selatan Lapuko, yang terdiri dari
lempung, napal pasiran dan batupasir. Satuan ini memiliki hubungan yang saling menjemari dengan satuan
kalkarenit. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat disebandingkan dengan
formasi boipinang, berumur pliosen. Satuan ini memiliki ketebalan berkisar 150 m dengan lingkungan
pengendapan transisi hingga laut dangkal.
h. Satuan Batupasir
Satuan ini tersebar dibagian Utara dan Timur Laut daerah Konawe yaitu disekitar daerah Asera Utara dan
sekitar Pondai. Satuan ini terdiri dari batupasir, konglomerat dan lempung. Berdasarkan kesamaan fisik
yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat disebandingkan dengan formasi Alangga, yang berumur
Pliosen. Satuan ini memiliki ketebalan berkisar 250 m dengan lingkungan pengendapan darat hingga
transisi dan menindih secara tak selaras semua batu-batuan yang berada dibawahnya.
Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Konawe yaitu disekitar daerah Pohara dan Andepali. Satuan
ini terdiri dari batugamping koral, dan batugamping pasiran memiliki ketebalan berkisar 100 m.
Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai dilapangan maka satuan ini dapat disebandingkan dengan
formasi buara. Berumur Pliosen hingga Holosen dengan lingkungan Pengendapan Laut Dangkal. Satuan ini
memiliki hubungan yang menjemari dengan satuan batupasir dan menindi secara tidak selaras satuan
batuan yang berada dibawahnya.
j. Satuan Aluvial
Satuan ini tersebar disekitar aliran sungai besar, pantai dan rawa di daerah Konawe. Endapan Aluvial yang
ada merupakan endapan sungai, pantai dan rawa, berupa kerikil, kerakal, pasir, lempung dan Lumpur.
Endapan alluvial merupakan satuan batuan penyusun yang paling mudah dan menindi secara tidak selaras
seluruh batuan yang berada dibawahnya berumur Rissen dengan ketebalan tidak lebih dari 20 m.
2. Struktur
Daerah ini tidak dapat dipisahkan dengan proses tektonik yang telah dan mungkin masih berlangsung di
daerah ini, dimana diperlihatkan oleh kondisi batuan terutama oleh batuan yang berumur Pra tersier yang
umumnya telah mengalami perlipatan dan perombakan yang cukup kuat dan berulang-ulang.
Struktur Geologi yang dijumpai di daerah Konawe Utara meliputi lipatan, kekar dan sesar. Lipatan dapat
dijumpai dibeberapa tempat dimana batupasir malih tersingkap, namun sangat sulit untuk menentukan
arah sumbu lipatannya karena telah terombakkan.
Kekar dijumpai hampir seluruh satuan batuan penyusun daerah ini, kecuali alluvium dan batuan kelompok
batuan Molasa yang tidak konsolidasi dengan baik. Sesar utama yang terjadi di daerah ini dapat dijumpai
di daerah Lasolo sebagai sesar induk dari semua sesar yang ada di Konawe yang berarah umumnya utara-
barat laut menengara.
Gambar 2.2. Peta Geologi Daerah Konawe dan Konawe Utara (Moetamar ,2007, modifikasi dari Rusmana
,1993)
Proses pelapukan mekanik dan kimia yang berkerja pada batuan ultrabasa antara lain peridotit yang
tersusun oleh mineral-mineral utama seperti olivine dan piroksin yang mengandung unsur-unsur logam
nikel dalam persentase (unsur jejak atau trace). Kandungan nikel dan unsur-unsur lainnya seperti besi
oksida, magnesium, silica dan aluminium dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Kandungan nikel dan unsur-unsur lainnya dalam batuan
Besi
Oksida Silika &
Nikel
Batuan & Aluminium Batuan Nikel (%) Batuan Nikel (%)
(%)
Mangan (%)
(%)
Peridotit 0,2 43,3 45,9 Peridotit 75,5 Peridotit 75,5
Gabro 0,016 16,6 66,1 Gabro 93,656 Gabro 93,656
Diorit 0,004 11,7 73,4 Diorit 101,764 Diorit 101,764
Granit 0,0002 4,4 78,7 Granit 106,399867 Granit 106,39987
Sumber: Belt Joseph R
Konsentrasi bijih nikel disebabkan karena proses pelapukan yang berkepanjangan dimana bagian-bagian
batuan dasar (bed rock) akan terlarutkan menghasilkan pemgayaan residu/sisa ( residual encroachment)
dari unsur nikel yang tidak mudah larut. Proses pelindian antara lain menyebabkan berkurangnya unsur Al
dan Ca dalam batuan asal. Sebaliknya Kadar Fe, Cr, Ni, Co meningkat. Dalam proses pelapukan Ni melarut
bersama unsur Mg dalam batuan kemudian diendapkan kembali dan membentuk mineral hidrosilika, antara
lain garnierite (H4(MnNi)3SiO4) atau H2(NiMg(SiO4 nH2). Mineral bentukan baru kemudian mengisi selag
atau retakan dalam batuan. Selain garnierite, krisopras juga terbentuk.
Adapun proses awal terbentuknya endapan dimulai dari pelapukan batuan induk (peridotit) yang
mengandung nikel sebesar 0,20 % yang diawali oleh proses ini dianggap sebagai proses awal dari cara
terbentuknya endapan bijih nikel. Derajat serpentinisasi batuan asal laterit akan mempengrahuhi
kehomogenan zona saprolit dengan inti batuan sisa yang keras dan pengsian celah-celah oleh mineral
garnierite dan kuarsa.
Nikel laterit (lateritic nickel) yang terbentuk di daerah penelitian dan sektarnya merupakan hasil prose
pelapukan batuan ultrabasa (peridotit) di dalam koonsetrasi, juga terdapat mineral lainnya seperti SiO2,
MgO, Co, CaO dan Al2O3. Sedangkan penyebaran secara horizontal umumnya melebar dengan luasan yang
tidak merata, tergantung pada tingkat pelapukan dan topografi. Endapan bijih nikel di daerah penelitian
merupakan endapan bijih laterit nikel dimana kandungan nikelnya berkisar 0,69 % - 4,01 % dan kandungan
Fe berkisar dari 1 sampai > 30 %.
Lapisan yang kaya akan bijih nikel umumnya terdapat dibagian bawah zona pelapukan dan diatas batuan
dasar. Uraian profil endapan nikel laterit adalaha sebagai berikut:
Lapisan ini mempunyai kadar besi tinggi dan kadar nikel relatif rendah, berwarna kecoklatan-kemerahan,
umumnya lengket bila dalam keadaan basah, komponen batuan yang telah melapuk berukuran kerikil-
kerakal biasanya dapat dijumpai.
Lapisan ini mempunyai kadar besi relative rendah, sebaliknya kadar nikel tinggi, berwarna coklat kemerah-
merahan, mengandung banyak komponen batuan asal yang umumnya telah melapuk dan muda digali.
Bagian ini masih menampakkan batuan asal ( source rock) yang masih segar, tingkat pelapukan umumnya
relatif rendah, tersusun oleh komponen batuan berukuran kerakal sampai bongkah yang masih terekat
atau terpisahkan oleh rekahan, berwarna abu kuning pusat.
2. Cadangan
Perhitungan estimasi cadangan dilakukan dengan menggunakan metode polygon dan metode IDW pada
Surpac 6.3 , berikut adalah hasil yang di peroleh dari kedua metode tersebut.
1. Metode Poligon
Perhitungan sumber daya/cadangan didapatkan dengan menggunakan metode poligon. Metode poligon
adalah suatu metode perhitungan dengan konsep dasar yang menyatakan bahwa seluruh karakteristik
endapan suatu daerah diwakili oleh satu titik tertentu. Jarak titik bor di dalam poligon dengan batas poligon
sama dengan jarak batas poligon ketitik bor terdekat (Agus, 2005). Volume dari masing-masing daerah
pengaruh dapat diestimasikan dengan menggunakan persamaan:
𝑉 = 𝐴. 𝑡 … … … … … … … … …
Dimana:
V= Volume daerah pengaruh (m3)
A= Luas daerah pengaruh (m2)
Sedangkan untuk menghitung volume total dari masing-masing poligon digunakan persamaan:
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3 + 𝑉4 … + 𝑉𝑛 … … … … … … … … …
2. Metode IDW
Kadar Rata-rata
No Ore Class Volume(m³) Tonase(ton)
Ni(%) Fe(%)
1 LGS2 281406,25 393968,75 1,67 31,37
2 LGS1 241015,63 337421,88 1,98 26,22
3 HGS2 120898,44 169257,81 2,37 21,77
4 HGS1 76445,31 107023,44 2,96 20,49
Total 719765,63 1007671,88 2,245 24,9625
Hasil pemodelan dengan Surpac diperoleh bentuk Blok Model seperti gambar berikut.
GEOTEKNIK
A. Data Geoteknik
Penyelidikan geoteknik untuk mendukung kegiatan operasional penambangan nikel dengan sistem
penambangan terbuka (open cast) bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kemiringan lereng
galian yang dapat meminimalkan timbulnya longsoran dari dinding galian. Data yang diperlukan untuk
penyelidikan ini adalah sebagai berikut:
A. Data Lapangan
1) Susunan batuan pembentuk Iereng yang didapat dari data hasil tes pit.
2) Struktur lapisan batuan agak kompak akibat pengaruh tektonik namun ada beberapa memiliki
rekahan-rekahan dan kekar yang disebabka noleh patahan dan sesar.
Jumlah sampel untuk uji laboratorium Pengujian kondisi fisik, mekanik dan analisis batuan dilakukan
dengan mengacu kepada standar baku yang diakui secara umum. Jumlah sampel yang dianalisis di
laboratorium sebanyak 4 sampel.
Menurut Young, kemiringan jenjang sebaiknya antara 45⁰ – 65⁰, sedangakan menurut Popov, The Working
of Mineral Deposits, kemiringan lereng tergantung dari kandungan air pada material. Material yang masih
kering biasanya memungkinkan kemiringan jenjang yang lebih besar. Adapun derajat kemiringan untuk
suatu lereng dilihat dari jenis materialnya:
Pemboran 1
Tabel 3.4 Perhitungan irisan Pemboran 1
Sin W(Luas x W sin
NO L(m) h(m) x(m) luas(m2) Sudut(°) Cos(α) W cos α
(α) Bobot isi) α
1 1,3 2,7 1,3 1,755 0 0 1 32,37872991 0 32,3787
2 1 4,7 1 3,7 13 0,224 0,974 68,26284938 15,291 66,488
3 1 4,4 1 4,55 23 0,39 0,92 83,94485531 32,738 77,2293
4 1,1 4 1 4,2 25 0,422 0,906 77,48755875 32,7 70,2037
5 1,7 3,2 1,5 5,4 27 0,453 0,891 99,62686125 45,131 88,7675
6 1,2 2,5 1 2,85 34 0,559 0,829 52,58084344 29,393 43,5895
7 1,4 1,5 1 2 42 0,669 0,743 36,8988375 24,685 27,4158
8 1,8 0 1 0,75 56 0,829 0,559 13,83706406 11,471 7,73492
Total 10,5 8,8 191,41 413,808
Sudutlereng 65 °
tan φ 0,526
φ 27,75575 °
c 6,8894175 kN/m2
Ƴ 18,44941875 kN/m3
F = 1,515 (Lereng aman)
Pemboran 2
Tabel 3.5 Perhitungan irisan Pemboran 2
Sin W(Luas x Bobot W sin
NO L(m) h(m) x(m) Luas(m2) Sudut(o) Cos(α) W cos α
(α) isi) α
1 1,3 2,7 1,3 1,755 0 0 1 31,27290485 0 31,2729
2 1 4,7 1 3,7 13 0,224 0,974 65,9314803 14,769 64,2173
3 1 4,4 1 4,55 23 0,39 0,92 81,07790145 31,62 74,5917
4 1,1 4 1 4,2 25 0,422 0,906 74,8411398 31,583 67,8061
5 1,7 3,2 1,5 5,4 27 0,453 0,891 96,2243226 43,59 85,7359
6 1,2 2,5 1 2,85 34 0,559 0,829 50,78505915 28,389 42,1008
7 1,4 1,5 1 2 42 0,669 0,743 35,638638 23,842 26,4795
8 1,8 0 1 0,75 56 0,829 0,559 13,36448925 11,079 7,47075
Total 10,5 8,8 184,87 399,675
Sudut lereng 65 °
φ 26,38
tan φ 0,495 °
c 9,21858 kN/m2
Ƴ 17,819319 kN/m3
Pemboran 3
Tabel 3.6 Perhitungan irisan Pemboran 3
Sin W(Luas x W sin
NO L(m) h(m) x(m) Luas(m2) Sudut(o) (α) Cos(α) Bobot isi) α W cos α
1 1,3 2,7 1,3 1,755 0 0 1 36,31007426 0 36,3101
2 1 4,7 1 3,7 13 0,224 0,974 76,5511537 17,147 74,5608
3 1 4,4 1 4,55 23 0,39 0,92 94,13722955 36,714 86,6063
4 1,1 4 1 4,2 25 0,422 0,906 86,8959042 36,67 78,7277
5 1,7 3,2 1,5 5,4 27 0,453 0,891 111,7233054 50,611 99,5455
6 1,2 2,5 1 2,85 34 0,559 0,829 58,96507785 32,961 48,882
7 1,4 1,5 1 2 42 0,669 0,743 41,379002 27,683 30,7446
8 1,8 0 1 0,75 56 0,829 0,559 15,51712575 12,864 8,67407
Total 10,5 8,8 214,65 464,051
Sudut lereng 65 °
tan φ 0,532
φ 28,04966667 °
c 7,45332 kN/m2
Ƴ 20,689501 kN/m3
Berdasarkan hasil analisis kestabilan lereng dari 4 lokasi pengambilan sampel geoteknik , maka apabila di
buat lereng dengan kemiringan 65° dinyatakan aman.
2. Tinggi Jenjang
Penentuan tinggi bench tergantung pada lapisan overburden, sifat fisik tanah dan batuan, serta
disesuaikan dengan tinggi maksimum penggalian dari alat yang digunakan. Dengan mempertimbangkan
hal tersebut , maka tinggi jenjang yang terapkan adalah 5 m.
3. Lebar Jenjang
Lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran produksi dan keadaan topografi lokasi penambangan. Lebar
jenjang adalah jarak horisontal yang diukur dari ujung lantai jenjang sampai batas belakang lantai jenjang.
Lebar minimum yang akan dibuat harus dapat menampung material hasilbongkaran/peledakan dan
peralatan yang digunakan. Lebar jenjang terbagi 2 yaitu jenjang kerja dan jenjang penangkap. Lebar
jenjang penangkap yang di gunakan yaitu 1,5 m dan lebar jenjang kerja 5-7 m.
Geometri jalan angkut tambang meliputi lebar jalan, jari-jari tikungan, kemiringan jalan (grade), dan
kemiringan melintang (cross slope).
1. Lebar Jalan Tambang
a. Lebar Jalan Lurus
Penentuan lebar jalan angkut tambang didasarkan pada unit alat angkut yang memiliki dimensi paling besar
yang sedang beroperasi saat itu pada jalan tambang. Alat angkut dengan dimensi yang paling besar yang
digunakan adalah dump truck HINO 500 FM 260 TI dengan lebar 2,80 meter.
Berdasarkan American Association of State Highway and Transportation Official (AASHTO) Manual Rual
Highway Design 1973 untuk lebar jalan angkut harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada
tepi kanan, kiri, dan tengah jalan pada jalan angkut yang dua lajur. Maka lebar minimum pada jalan lurus
adalah sebagai berikut :
Wmin nU Fa Fb Z C
Fa = Ad x sin α
Fb = Ab x sin α
C Z 1 (U Fa Fb )
2
Keterangan:
Wmin = lebar jalan pada belokan (m)
n = jumlah lajur
U = lebar jejak roda (centre to centre tyre) (m)
Fa = lebar juntai (overhang) depan (m)
Fb = lebar juntai belakang (m)
Z = lebar bagian tepi jalan (m)
C = jarak antar kendaraan (m)
Ad = jarak as roda depan dengan bagian depan dump truck (m)
Ab = jarak as roda belakang dengan bagian belakang dump truck (m)
α = sudut penyimpangan (belok) roda depan (o)
Maka,
Fa = Ad sin α
= 1,015m sin 30,07
= 0,58m
Fb = Ab sin α
= 1,045m sin 30,07
= 0,74m
C Z ½(U Fa Fb)
= 0,5(2,015 0,58 0,74)m
= 0,5 3,335m
= 1,67m
= 10,01m 1,67m
= 11,68m
Dari perhitungan di atas, maka lebar minimum untuk jalan tikungan berdasarkan teori AASHTO adalah
sebesar 11,68 meter.
Setelah didapatkan nilai jari-jari minimum dari tikungan, selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah
superelevasi dari tikungan tersebut. Membuat kemiringan ke arah titik pusat jari-jari tikungan, yaitu
dengan membuat elevasi yang lebih rendah ke arah pusat jari-jari tikungan dan membuat elevasi yang
lebih tinggi ke arah terluar jari-jari tikungan. Kemiringan ini berfungsi sebagai gaya sentripetal untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang dapat mengakibatkan truk terpelanting keluar saat melewati tikungan
sehingga dapat menjaga alat angkut tidak terguling saat melewati tikungan dengan kecepatan tertentu.
Besarnya superelevasi dapat ditentukan dengan menggunakan perhitungan .
Diketahui kecepatan alat angkut yang diperbolehkan adalah 30 km/ jam dan 40 km/jam, dimana jika V<80
km/ Jam makan berlaku f = -0,00065 V + 0,192, maka,
V2
e+f =
127 R
30²
= (127)(28,06)
900
=
3563,62
= 0,2525
f = -0,00065.V+0,192
f =-0,00065.(30)+0,192
f =-0,0195+0,192
` f = 0,1725
e + f = 0,2525
e + 0,1725 = 0,2525\
e= 0,2525 - 0,1725
e= 0,08 mm/m ≈ 8%
Gambar 3.5 . Desain Superelevasi Jalan Tikungan Sesuai Standar
Berdasarkan hasil perhitungan yang sesuai teori, superelevasi yang dianjurkan untuk jalan tikungan
adalah 0,08 mm/m ≈ 8% dengan lebar minimum jalan tikungan sebesar 11,68 meter. Dengan adanya
superelevasi yang sesuai standar tersebut maka diharapkan alat angkut dapat melaju dengan aman
pada kecepatan 40 km/jam saat melintasi tikungan tanpa harus mengurangi laju kendaraan.
Jadi, kemiringan jalan (Grade) yang di terapkan adalah 10 % . Artinya persentase perbedaan
ketinggian pada jarak 100 m adalah 10 % atau 10 m.
4. Kemiringan Melintang Jalan (Cross Slope)
Kemiringan melintang (Cross Slope) adalah beda tinggi antara titik tengah jalan dengan sisi-sisi pinggir
jalan. Kemiringan melintang digunakan untuk mengatasi masalah drainase di atas permukaan jalan.
Menurut William Hustrulid dan Mark Kuchta, 1995 bahwa jalan yang baik memiliki kemiringan
melintang maksimum 20 mm/m- 40mm/m. Artinya setiap satu meter lebar jalan angkut ideal dibuat
kemiringan melintang sebesar 40 mm.
Untuk menenentukan nilai cross slope minimum pada jalan angkut dengan lebar minimum jalan lurus
9,8 m dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut :
CS 40 mm m 1 lebar jalan
2
CS 40 mm m 1 2 9,8m
40 mm m 4,9m
196mm
19,6cm 0,196m
A. SIKLUS HIDROLOGI
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke
atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Air tanah adalah semua air yang
terdapat di bawah permukaan tanah pada lajur/zona jenuh air ( zone of saturation). Air tanah terbentuk
berasal dari air hujan dan air permukan ,yang meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone
of aeration) dan kemudian meresap makin dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan
menjadi air tanah.
Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi -> penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar
(outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah
melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan.
Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke
permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan
tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian
lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah (Sosrodarsono dan Takeda,
2003).
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah ( inflitrasi). Bagian lain
akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah,
masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalirkan tiba ke laut.
Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke
dalam tanah keluar kembali dan segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra = interflow). Tetapi
sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit
dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut
groundwater runoff = limpasan air tanah) (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Jadi sungai itu mengumpulkan 3 jenis limpasan, yakni limpasan permukaan ( surface runoff), aliran
intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut.
Singkatnya ialah: uap dari laut dihembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai
presipitasi ke laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai
dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di daratan menguap dan
meningkatkan kadar uap di atas daratan. Bagian yang lain mengalir ke sungai dan akhinya ke laut
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Gambar 4.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi (Sumber: Ismaya F., 2007)
Air merupakan fluida cair yang berada di dalam maupun di permukaan bumi mengalami proses yang
membentuk siklus. Air naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi. Air di
atmosfer dalam bentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar di atas benua dan
dipanaskan oleh radiasi tanah. Panas membuat uap air lebih naik lagi sehingga cukup tinggi/dingin
untuk terjadi kondensasi. Uap air berubah jadi embun dan seterusnya jadi hujan atau salju. Curahan
(precipit penambangan ation) turun ke bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang tiba di
daratan kemudian mengalir di atas permukaan sebagai sungai, terus kembali ke laut.
Salah satu permasalahan utama dari metode penambangan terbuka ( open pit mining) yaitu air.
Metode penambangan ini akan membentuk cekungan. Air yang masuk ke lokasi penambangan
sebagian besar berasal dari air hujan dan rembesan air tanah, air akan mengalir ke dalam kolam
penampungan yang disebut dengan sump. Air tambang yang tidak ditanggulangi dengan baik, dapat
mengganggu operasi penambangan. Salah satu kegiatan tambahan pada usaha penambangan adalah
penyaliran yang berfungsi untuk mencegah masuknya air ( Mine Drainage) dan mengeluarkan air yang
telah masuk daerah penambangan (Mine Dewatering).
Air yang masuk ke lokasi penambangan merupakan masalah penting untuk ditangani, hal ini
dikarenakan air yang masuk ke front penambangan dapat mengganggu aktifitas penambangan dan
mengakibatkan terhambatnya produksi serta menimbulkan naiknya biaya penambangan.
Penirisan tambang atau biasa disebut penyaliran tambang identik dengan pengontrolan air permukaan
dan air tanah yang biasanya dapat mengganggu proses produksi atau penambangan, khususnya
tambang terbuka dan tambang bawah tanah, dimana penyebab utama dari meningkatnya volume air
di permukaan bumi yaitu karena curah hujan yang tinggi, dan terakumulasi di dasar tambang atau
elevasi terendah dari kegiatan penambangan. Sehingga menjadi masalah dan menghambat kerja
efektif dari suatu kegiatan produksi, air yang tergenang di lokasi tambang merupakan hal yang harus
ditangani dengan cepat agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan perusahaan maka dalam
proses penambangan juga harus terus dilakukan pengontrolan dan penanganan yang lebih lanjut
antara lain control curah hujan rata-rata, debit air maksimum, pemompaan dan pengendapan partikel
pada kolam pengendapan.
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi:
1. Mine Drainage
Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya atau mengalirnya air ke tempat lokasi
tambang, hal ini umumnya filakukan untuk menangani air tanah dan air yang berasal dari aliran
permukaan (surface run off). Metode pengaliran tambang (mine drainage) ada beberapa diantaranya
metode siemens, metode elektro osmosis, metode vacum pump with small pipe , metode pemompaan
dalam, dan sebagainya.
2. Mine Dewatering
Mine dewatering merupakan upaya untuk mengeluarkan ait yang telah masuk ke lokasi tambang, dan
belum sempat di antisipasi, biasanya untuk penanganan air hujan. Ada beberapa metode dalam mine
dewatering antara lain system sumuran, system puritan dan system adit.
Pada saat musim penghujan, dasar tambang akan tergenang air akibat air limpasan dari sekitar lokasi
penambangan yang telah berbentuk cekungan besar. Sasaran penirisan adalah membuat lokasi kerja
di area penambangan selalu kering, sehingga tidak menimbulkan masalah baik dalam masalah teknis
dan masalah lingkungan sekitar tambang.
Mine Dewatering adalah teknik mengontrol banjir/genangan air yang ada di tambang, dimana air yang
masuk ke dalam tambang harus di keluarkan dengan menggunakan pompa hingga banjir/genangan
mengering. Mine dewatering secara umum terbagi atas dua :
a. Sump dewatering adalah teknik dengan membuat sebuah kolam yang berada pada elevasi
paling terendah di tambang dimana air tersebut akan dikeluarkan dari tambang dengan
menggunakan pompa.
b. Adit dewatering adalah dengan membuat saluran horizontal keluar tambang menuju lembah di
sisi bukit.
Rancangan saluran terbuka dibuat berdasarkan pada topografi daerah penambangan dengan
memperhatikan perbedaan ketinggian supaya aliran air bisa terjadi secara alamiah. Dimensi saluran
disesuaikan dengan debit air limpasan, semakin besar debit limpasan maka dimensinya makin besar
(Wibawa, F.S., 2015)
Saluran terbuka berfungsi sebagai wadah untuk mengalirkan fluida atau air limpasan yang jatuh ke
permukaan tanah menuju ke suatu tempat tertentu (Subiakto, dkk., 2016). Dalam sistem penyaliran
itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang saluran yang dapat digunakan. Bentuk penampang
saluran diantaranya bentuk segi empat, bentuk segi tiga, dan bentuk trapesium.
Kapasitas debit saluran terbuka dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning yaitu: (Subiakto,
dkk., 2016)
𝟏
𝑸= × 𝑹𝟐𝟑 × 𝑺𝟏𝟐 × 𝑨
𝒏
Keterangan :
Q = Debit (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Kemiringan saluran (%)
A = Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran manning
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan yang membentuk tubuh
saluran. Kemiringan dinding saluran sesuai dengan bahan yang membentuk tubuh saluran (Putri Y.E.,
2014).
Tabel 4.1. Koefisien Kekasaran Dinding Saluran untuk Persamaan Manning
Bahan dinding saluran Koefesien Manning (n)
Besi tulang dilapis 0,014
Kaca 0,010
Saluran betin 0.013
Bata dilapis mortar 0,015
Pasangan batu disemen 0,025
Saluran tanah 0,030
Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040
Saluran pada galian batu padas 0,040
Sumber : Triatmodjo B., 1996
D. KOLAM PENGENDAP (SEDIMENT POND)
Kolam pengendap merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menampung atau menyimpan
sementara air yang berasal dari saluran sebelum disalurkan kembali ke sungai atau digunakan untuk
kebutuhan perusahaan, air yang ditampung harus didiamkan sampai nilai baku mutu dari air sudah
mendekati netral sehingga tidak berbahaya bila digunakan oleh mahluk hidup. Ukuran dari kolam
pengendap harus disesuaikan dengan jumlah air yang akan ditampung sehingga air yang berasal dari
pit penambangan dapat teratasi (Jafar, N., dkk., 2016)
Pembuatan kolam pengendapan bertujuan untuk menampung air dari tambang yang mengandung
material (lumpur) sebelum di alirkan ke perairan umum (sungai). Hal ini dilakukan agar patikel- partikel
material halus yang tersuspensi di dalam air diendapkan terlebih dahulu sebelum dialirkan ke perairan
umum, sehingga nantinya tercipta suatu penambangan yang berwawasan lingkungan (Subiakto, dkk.,
2016).
Kolam pengendap biasanya ditempatkan pada awal dalam rangkaian penanganan air, tetapi dapat
juga digunakan sebagai kolam terakhir dalam sebuah sistem penyaliran. Rancangan kolam pengendap
diharapkan dapat membantu pengontrolan sedimen sebelum dilepaskan di anak sungai (McNaughton,
N.,dkk, 2011).
Dalam merancang kolam pengendapan harus mempertimbangkan dimensi dan bentuk dari kolam
tersebut. Besarnya dimensi kolam pengendapan ditentukan berdasarkan debit air yang masuk dan
kecepatan pengendapan material padatannya (Nauli F. 2014).
Walaupun bentuk kolam pengendap bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap akan
selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan (Putri Y.E.,
2014). Keempat zona yang ditunjukkan pada gambar 3 adalah :
a) Zona Masukan merupakan tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam pengendapan
dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan terdistribusi secara merata.
b) Zona Pengendapan, merupakan tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan
disini akan mengalami proses pengendapan disepanjang saluran masing-masing check dam.
c) Zona Endapan Lumpur, merupakan tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami
sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.
d) Zona Keluaran, merupakan tempat keluarnya buangan cairan yang relative bersih, zona ini
terletak pada akhir saluran.
Keterangan :
msol = Berat padatan material (kg/jam)
%sol = Persen padatan yang akan masuk ke kolam pengendap Qmat =
Debit air yang masuk ke kolam pengendap (m³/jam)
ρsol = Kerapatan partikel padatan (kg/m3)
2) Berat Air
Berat air yang dimaksud adalah berat air per m 3 yang akan masuk ke kolam pengendap
melalui saluran. Berat air dihitung dengan menggunakan persamaan (Hartono, 2013):
mwat = %wat x Qmat x ρwat
Keterangan :
mwat = Berat air (kg/jam)
%wat = Persen air akan masuk ke kolam pengendap
Qmat = Debit air yang masuk ke kolam pengendap (m³/jam) ρwat =
Massa jenis air (kg/m )3
Keterangan :
Vsol = Volume padatan (m3/detik)
Msol = Berat padatan material (kg/jam)
𝛒sol = Kerapatan partikel padatan (kg/m3)
Keterangan :
Vwat = Volume air (m3/detik) mwat =
Berat air (kg/jam)
ρwat = Massa jenis air (kg/m3)
5) Total Volume per Detik
Total volume dihitung dengan menggunakan persamaan (Hartono, 2013):
Vtot= Vsol + Vwat (19)
Keterangan :
Vtot = Total volume (m3/detik)
Vsol = Volume padatan (m3/detik)
Vwat = Volume air (m3/detik)
A = Qtot / Vs
Keterangan :
Keterangan :
P = Panjang kolam pengendap (m)
A = Luas kolam pengendap (m2)
L = Lebar kolam pengendap (m)
dengan
vh = Qtotal/Avert , Avert = L x h
Keterangan :
Keterangan :
Tabel 4.2. Curah Hujan Maksimum dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2007-2016)
Rata
Tota
Bulan -
Tahu l
Rata
n
Jun Sep
Jan Feb Mar Apr Mei Juli Agu Okt Nov Des
i t
460. 255. 555. 455. 510. 365. 327. 115. 335. 110. 260. 3786
2007 39.0 315.5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0
377. 146. 214. 413. 205. 105. 320. 120. 245. 110. 595. 2881
2008 30.0 240.1
0 0 8 5 1 0 0 0 0 0 0 .5
385. 435. 400. 225. 240. 285. 240. 325. 170. 300. 3050
2009 15.0 30.0 254.2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0
360. 413. 775. 610. 725. 210. 445. 225. 145. 3908
2010 0.0 0.0 0.0 325.7
0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0
394.
2011 19.5 20.0 19.0 45.5 61.0 17.5 52.0 42.5 12.5 32.1 28.5 44.0 32.8
1
357.
2012 60.5 46.5 19.8 22.0 36.5 52.0 30.0 10.0 35.3 4.0 18.0 23.0 29.8
6
Berdasarkan data curah hujan harian dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2007-2016) maka dipisahkan 30
data curah hujan terekstrim untuk mendapatkan desain sedimen pond yang efektif dan efisien untuk
menampung air hujan yang turun.
Tabel 4.3. Memisahkan Data Curah Hujan Ekstrim (mm/bulan) dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir (2007-2016)
Berdasarkan data curah hujan terekstrim harian rata-rata wilayah yang telah diperoleh diatas, terlihat bahwa
curah hujan harian rata-rata wilayah selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 468,82 mm.
Data curah hujan harian rata-rata yang telah diperoleh, kemudian digunakan untuk menentukan curah hujan
rencana. Penentuan curah hujan rencana dilakukan dengan menggunakan metode Gumbel yang didasarkan
pada distribusi dan nilai ekstrim. Beberapa nilai yang harus dihitung untuk mengetahui curah hujan rencana
menggunakan metode Gumbel, antara lain adalah nilai standar deviasi (S), nilai variansi reduksi rata rata
(Yn), nilai standar deviasi dari variansi reduksi (Sn), dan nilai variansi reduksi (Y).
Nilai standar deviasi (S) yang dimaksud adalah nilai standar deviasi dari data/sampel yang digunakan. Untuk
mengetahui nilai standar deviasi, beberapa data yang harus diketahui, antara lain adalah total curah hujan
selama n tahun (x), dimana n adalah banyaknya data yang digunakan. Dalam hal ini banyaknya data yang
dimaksud adalah banyaknya data curah hujan yang diperoleh yaitu 10 t̅ ahun, sehingga n yang digunakan
adalah 30. Nilai x dan curah hujan rata-rata yang akan digunakan adalah nilai dari hasil perhitungan curah
hujan harian rata-rata yang telah diperoleh.
Dengan menggunakan persamaan, maka diperoleh nilai standar deviasi data (S) adalah sebesar 144,69.
Untuk penentuan nilai variansi reduksi rata-rata/reduced mean (Yn) dan nilai standar deviasi dari variansi
reduksi/reduced standard deviation (Sn) bergantung pada banyaknya data yang digunakan (n). Penentuan
nilai Yn dan Sn tersebut dapat dilihat pada lampiran. Banyaknya data yang digunakan (n) adalah 30, sehingga
berdasarkan perhitungan diperoleh nilai Yn adalah sebesar 0,54 dan nilai Sn adalah sebesar 1,131.
Dengan mengetahui nilai standar deviasi (S), nilai variansi reduksi rata-rata (Yn) dan nilai standar deviasi dari
variansi reduksi (Sn), maka penentuan nilai curah hujan rencana (Xr) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan. Salah satu contoh perhitungan nilai curah hujan rencana pada periode ulang 2 tahun adalah jika
diketahui nilai curah hujan rata-rata (X) adalah 468,82 mm dan nilai variansi reduksi dari periode ulang 2
tahun (lampiran) adalah 0,367, maka untuk mengetahui besarnya curah hujan harian maksimum 24 jam
(R24), dihitung dengan menggunakan rumus Distribusi Gumbel adalah:
Dengan cara yang sama menggunakan persamaan di atas (Metode Gumbel), maka diperoleh curah hujan
rencana pada periode ulang tertentu yang dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 4.4. Curah Hujan Rencana Periode Ulang T dengan Metode Gumbel
Reduced Variated
Periode Ulang (Tr) Tahun (YTr)
2 447.120
5 592.072
10 688.043
20 780.100
Data curah hujan rencana pada periode ulang tertentu yang telah diperoleh pada tabel 13 merupakan data
acuan yang digunakan untuk menentukan intensitas hujan rencana. Intensitas hujan merupakan ketinggian
curah hujan yang terjadi pada kurun waktu tertentu. Intensitas curah hujan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan. Analisis perhitungan intensitas hujan rencana dilakukan dengan menggunakan
durasi hujan (t) 1 sampai 24 jam, dikarenakan curah hujan di daerah penelitian sangat bervariasi, mulai dari
hujan ringan sampai hujan yang sangat deras. Beberapa contoh perhitungan intensitas hujan rencana dengan
menggunakan persamaan, adalah sebagai berikut:
1. Jika diketahui curah hujan rencana (R24) selama periode ulang 2 tahun adalah 447,120 mm dan
durasi hujan (t) selama 1 jam, maka:
𝟒𝟒𝟕𝟏𝟐𝟎 𝟐𝟒 𝟐
𝐈= ( )^
𝟐𝟓 𝟏 𝟑
I = 155,008 mm/jam
2. Jika diketahui curah hujan rencana (R24) selama periode ulang 5 tahun adalah 592.072 mm dan
durasi hujan (t) selama 3 jam, maka:
𝟓𝟗𝟐, 𝟎𝟕𝟐 𝟐𝟒 𝟐
𝐈= ( )^
𝟐𝟓 𝟑 𝟑
I = 98,679 mm/jam
3. Jika diketahui curah hujan rencana (R24) selama periode ulang 10 tahun adalah 688.043 mm dan
durasi hujan (t) selama 24 jam, maka:
𝟔𝟖𝟖, 𝟎𝟒𝟑 𝟐𝟒 𝟐
𝐈= ( )^
𝟐𝟓 𝟐𝟒 𝟑
I = 28,668 mm/jam
Untuk hasil perhitungan intensitas curah hujan rencana selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Analisis daerah tangkapan hujan (catchment area) perlu ditentukan ketika akan melakukan perencanaan
sistem penyaliran tambang dengan tujuan untuk mengetahui arah aliran air yang akan dilewati ketika terjadi
hujan sehingga rancangan sistem penyaliran tambang dapat dibuat guna untuk menangani air limpasan yang
timbul akibat adanya hujan tersebut.
Penentuan daerah tangkapan hujan pada PT. MH Tbk ditentukan melalui kondisi peta situasi tambang PT.
MH Tbk (Lampiran). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan daerah tangkapan hujan
adalah bentuk topografi, elevasi atau titik ketinggian, dan bentuk kontur. Bentuk topografi dalam hal ini
adalah bentuk topografi yang akan memungkinkan air mengalir di daerah tersebut, dimana bentuk topografi
tersebut dimulai dari topografi yang berbentuk pegunungan hingga bertemu pada topografi yang berbentuk
pedataran. Elevasi dalam hal ini adalah titik ketinggian yang terdapat pada peta kontur yang mengartikan
bahwa semakin tinggi atau rendahnya daerah tersebut yang dilihat berdasarkan angka-angka yang terdapat
disetiap garis kontur. Bentuk kontur dalam hal ini adalah bentuk kontur yang menunjukkan bentuk lereng
daerah tersebut, dimana semakin rapat kontur yang terlihat, maka semakin curam daerah tersebut.
Sebaliknya semakin jarang kontur yang terlihat, maka semakin landai ataupun datar daerah tersebut. Layout
daerah tangakapan hujan pada blok PT. MH Tbk dapat dilihat pada gambar (Lampiran). Dengan
menggunakan software Arcgis 10.3, maka diperoleh luasan daerah tangkapan hujan tersebut sebesar 3,5 Ha
(Hektar).
Debit air limpasan merupakan salah satu parameter yang menjadi penentu dalam merancang suatu saluran.
Besarnya debit air limpasan dihitung dengan menggunakan persamaan rasional, dalam hal ini persamaan.
Perhitungan debit air limpasan dengan menggunakan persamaan rasional disesuaikan dengan perkiraan tata
guna lahan dan umur blok.
Perhitungan debit air limpasan dengan periode ulang 2 tahun diterapkan untuk kondisi blok B yang saat ini
memiliki kondisi lahan hutan, sehingga nilai koefisien limpasan (tabel 6) yang digunakan adalah 0,4 dengan
total debit air limpasan yaitu sebesar 0.10773 m3/s.
- Perumahan 0.4
- Perumahan 0.5
3% - 15%
- Perumahan 0.7
> 15%
Sumber : Gautama R.S. 1999 dalam Purwaningsih D.A, dan Suhariyanto, 2015
Umur blok B yang diperkirakan 5 tahun dengan asumsi terjadi perubahan kondisi lahan dari kondisi lahan
yang awalnya hutan menjadi lahan yang tanpa tumbuhan dikarenakan adanya pembersihan lahan, dalam hal
ini tahapan penambangan sedang berlangsung, sehingga periode ulang yang digunakan adalah 5 tahun
dengan koefisien limpasan yang digunakan adalah 0,7. Maka perhitungan debit air limpasan yaitu sebesar
0,32096 m3/s. % kemiringan ditentukan berdasarkan beda ketinggian daerah tangkapan hujan yang terlihat
pada peta topografi PT. MH Tbk (Lampiran 3) dengan asumsi bahwa belum ada perubahan kemiringan lereng
selama proses pembersihan lahan dilaksanakan. Berdasarkan luas daerah tangkapan hujan yang telah
ditentukan, maka rincian perhitungan besarnya debit air limpasan dapat dilihat pada tabel 15.
Perancangan saluran dimaksudkan untuk menampung masuknya air limpasan yang terjadi akibat
adanya hujan, sehingga diharapkan dapat tehindar dari adanya genangan air yang akan mengganggu
aktivitas yang akan berlangsung di blok.
Pembuatan saluran (drainase) dibuat di sepanjang jalan yang telah dirancang untuk kegiatan
penambangan pada blok, dimana panjang jalan tersebut adalah sekitar 1.088,398 m hingga sampai
ke kolam pengendap. Dimensi drainase disesuaikan dengan besarnya debit air limpasan dan umur
blok yang direncanakan. Sehingga dimensi drainase mengacu pada debit air pada periode 5 tahun
yaitu sebesar 0.32096 m3/s.
Perancangan saluran yang dibuat berbentuk trapesium (gambar 10), sebab saluran dalam bentuk
tersebut lebih efektif dan efisien karena dapat menampung debit air yang besar. Selain itu, saluran
tersebut lebih mudah dalam proses pembuatan dan pemeliharaannya serta telah menjadi
bentukan saluran yang dominan diterapkan di perusahaan-perusahaan tambang lainnya. Saluran
dibuat pada tanah asli sehingga nilai koefisien kekasaran Manning (n) (tabel 7) adalah 0,030 dengan
sudut yang diterapkan untuk saluran trapesium adalah sebesar 60º.
Untuk menentukan rancangan dimensi saluran, digunakan beberapa persamaan- persamaan dalam
perhitungannya (Lampiran 5). Berdasarkan perhitungan rancangan dimensi saluran pada lampiran 5
diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :
Sudut 60°
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh dimensi saluran berupa kedalaman
penampang basah 0,28 m, tinggi saluran 0,65 m, tinggi jagaan 0,37 m, lebar dasar saluran 0,34 m, dan
lebar permukaan saluran 0,66 m.
Indikasi terjadinya pengendapan sedimen pada saluran yang dirancang dengan debit air yang masuk
sebesar 0.32096m3/s tersebut yaitu kecil kemungkinan untuk terjadi pengendapan, dimana secara
perhitungan matematis lebih besar kecepatan aliran air di saluran (V) yaitu 1.07360 m/s daripada
kecepatan jatuh sedimen (Vs) yaitu 0,00243 m/s (dapat dilihat pada lampiran), sehingga sedimen yang
terbawa bersama aliran air di saluran lebih cepat waktunya untuk mengalir menuju kolam pengendap
daripada untuk terendapkan di saluran tersebut. Selain itu, lokasi jalan tambang yang menjadi rencana
penempatan saluran yang kondisinya relatif tidak datar, membuat aliran air di saluran akan mengalami
laju aliran yang lebih besar, sehingga kemungkinan untuk terjadi pengendapan sedimen di saluran itu
relatif kecil. Tetapi dalam hal ini penjadwalan perawatan saluran juga perlu dilakukan, guna untuk
menjaga kestabilan dari bentukan saluran yang telah dirancang, sehingga air permukaan yang akan
masuk ke saluran tidak mengalami peluapan. Oleh karena itu, dalam perancangan saluran ini diasumsikan
seluruh endapan sedimen terbawa bersama air menuju kolam pengendap tanpa memperhitungkan
banyaknya sedimen yang akan terendapkan di saluran tersebut. Untuk rencana penempatan saluran
dapat dilihat pada lampiran.
I. SEDIMENT POND
Kolam pengendap berfungsi untuk menampung air dan mengendapkan material yang berasal dari saluran
sebelum air tersebut diarahkan ke sungai ataupun lautan. Kolam pengendap terdiri atas 2 bagian, yaitu
sediment pond dan settling pond. Sediment pond berfungsi sebagai kolam pengendapan sedimen yang
terbawa bersama air yang berasal dari drainase. Setelah masuk ke sediment pond, air dialirkan menuju
settling pond yang berfungsi sebagai kolam pengaturan ( settling) sehingga air yang akan dialirkan ke
badan perairan berupa sungai ataupun lautan dapat terminimalisir dari campuran sedimen.
Perancangan letak kolam pengendap diusahakan berada pada lokasi yang paling rendah dengan daerah
yang tidak curam (hampir datar sampai datar). Hal ini dimaksudkan agar air limpasan yang ada di daerah
tersebut dapat tertampung seluruhnya pada kolam pengendap tersebut. Kolam pengendap yang akan
dirancang diharapkan dapat digunakan selama umur tambang blok B, sehingga debit air limpasan yang
digunakan mengacu pada debit air dengan periode ulang 5 tahun yaitu 0.32096m3/s atau 1155.456
m3/jam.
Beberapa parameter yang harus diperhitungkan dalam merancang kolam pengendap, antara lain sebagai
berikut:
Limpasan yang akan masuk ke dalam kolam pengendap melalui saluran terdiri atas 2 jenis material, yaitu
air dan sedimen. Berat dari material tersebut harus dihitung untuk memperoleh besar debit dari masing-
masing material tersebut. Penggabungan dari besar debit kedua material tersebut merupakan nilai dari
total debit limpasan yang akan masuk ke dalam kolam pengendap.
Berat masing-masing material yang akan masuk ke dalam kolam pengendap dihitung berdasarkan
beberapa parameter yang telah diketahui, yaitu %masing-masing material, dimana %sedimen (padatan)
sebesar 1,6% atau 0,016 dan %air 98,4% atau 0,984, debit air limpasan yang akan masuk ke kolam
pengendap (Qmat) sebesar 1155.456 m3/jam, dan kerapatan partikel masing-masing material, dimana
kerapatan partikel padatan adalah sebesar 1040 kg/m 3 dan massa jenis air adalah sebesar 1000 kg/m 3.
Sehingga diperoleh berat material sedimen (padatan) dan air per m 3 secara berturut-turut, adalah
sebesar 19226,78 kg dan 1136968,704 kg.
Dengan mengetahui berat dari masing-masing material, maka diperoleh besar debit material padatan
dan air secara berturut-turut, adalah sebesar 0,00513536 m3/detik dan 0,31582464 m3/detik. Sehingga
dapat diperoleh total debit limpasan per detik yang akan masuk ke kolam pengendap adalah sebesar
0,32 m3/detik.
Kecepatan jatuh sedimen dihitung dengan menggunakan beberapa parameter yang telah ditentukan,
diantaranya yaitu viskositas kinematika (v). sebesar 0,9048 x 10-6 m2/s, diameter partikel (D) 0,053 mm
(0,000053 m), dan specific gravity (SG) sebesar 2,4350. Dengan menggunakan persamaan, maka
diperoleh nilai besarnya kecepatan jatuh sedimen adalah sebesar 0,002426 m/s.
c) Luas Kolam Pengendap
Besarnya luas kolam pengendap dihitung dengan menggunakan persamaan, dimana pada persamaan
tersebut parameter yang dibutuhkan untuk memperoleh nilai luas kolam pengendap, antara lain adalah
total volume limpasan perdetik (Qtot) yaitu sebesar 0,32096 m3/detik dan kecepatan jatuh sedimen
(Vs) sebesar 0,002426 m/s. Dengan menggunakan nilai dari kedua parameter tersebut, maka diperoleh
luas kolam pengendap untuk 1 kolam (pond) adalah sebesar 132,3 m2.
Berdasarkan luas kolam pengendap tersebut, maka dimensi kolam pengendap dapat ditentukan dengan
mempertimbangkan alat berat yang akan digunakan perusahaan untuk pembuatan dan perawatan kolam
pengendap. Alat berat yang akan digunakan oleh PT. Zainul Resources Mineral dalam pembuatan dan
perawatan kolam pengendap adalah excavator komatsu PC 200 dengan jangkauan gali horizontal efektif
adalah sejauh 9 meter yang merupakan lebar untuk kolam pengendap dan jangkauan gali vertical efektif
adalah sejauh 4 meter yang merupakan kedalaman kolam pengendap. Dengan mengetahui lebar dan
luas kolam pengendap, maka panjang kolam pengendap untuk 1 pond adalah sebesar 15 meter dengan
volume kolam pengendap yaitu sebesar 529,3 m3.
Waktu pengendapan partikel (tv) dihitung berdasarkan besar kedalaman kolam pengendap dan
kecepatan jatuh sedimen, sehingga diperoleh waktu pengendapan partikel adalah sebesar 1649,1318
detik.
Waktu partikel untuk keluar dari kolam pengendap (th) ditentukan berdasarkan panjang kolam
pengendap dan kecepatan mendatar partikel di kolam (vh), sehingga diperoleh waktu partikel untuk
keluar dari kolam pengendap adalah sebesar 1682,45 detik (untuk pond 1).
Persentase pengendapan yang diperoleh berdasarkan waktu pengendapan partikel dan waktu partikel
akan keluar dari kolam pengendap adalah sebesar 50,50% (untuk pond 1). Dengan persentase
pengendapan tersebut, maka padatan yang terlarut dalam air tidak semua terendapkan. Padatan yang
berhasil diendapkan adalah 50,50% dari total padatan yang masuk ke kolam pengendap. Volume padatan
yang berhasil terendapkan selama 24 jam (1 hari) adalah sebesar 224,0664 m3/hari (untuk pond 1).
Partikel akan mengendap dengan baik apabila waktu pengendapan partikel lebih kecil daripada waktu
partikel keluar dari kolam pengendap (tv<th), sehingga semakin panjang kolam pengendap yang dibuat,
dalam hal ini kolam (pond) yang dibuat semakin banyak, maka semakin bagus proses pengendapan
partikel dan air yang akan keluar menuju badan perairan akan semakin jernih, dalam hal ini partikel yang
akan terbawa keluar bersama air akan semakin sedikit.
Waktu pengerukan kolam pengendap ditentukan berdasarkan volume kolam ( pond) dan volume padatan
yang berhasil terendapkan. Sehingga diperoleh waktu pengerukan untuk volume pond 1 sebesar 529,2
m3 dan volume padatan yang berhasil diendapkan adalah sebesar 224,0664 m3/hari untuk pond 1 adalah
2,4 hari atau sekitar 3 hari. Dengan waktu tersebut, diharapkan kolam pengendap dapat dilakukan
pengerukan rutin selama 3 hari sekali.
Adapun rincian perhitungan rancangan kolam pengendap dapat dilihat pada table 9 :
Tabel 4.9 Rincian Perhitungan Kolam Pengendap
Satu Pond
Panjang pond P 15
Lebar pond L 9
Kedalaman pond h 4
Dua Pond
Lebar pond L 9
Kedalaman pond h 4
Tiga Pond
Lebar pond L 9
Kedalaman pond h 4
Berdasarkan tabel 18 di atas, terlihat bahwa semakin banyak kolam ( pond) yang dirancang, maka
semakin bagus kolam pengendap tersebut. Hal ini dibuktikan dengan perbandingan antara persentase
pengendapan dengan waktu keluarnya partikel semakin besar, dimana semakin lama waktu partikel
keluar dari kolam pengendap, maka semakin baik persentase pengendapannya, dalam hal ini volume
padatan yang terendapkan dalam air semakin besar dan air yang akan keluar dari kolam pengendap
dapat lebih baik (tingkat kekeruhan berkurang). Adapun bentuk rancangan kolam pengendap, dapat
dilihat pada gambar 12.
Gambar 4.5 Rancangan Kolam Pengendapan
BAB V
PERENCANAAN TAMBANG TERBUKA
Menurut Hustrulid dan Kutcha (1995), ada beberapa tugas dalam perencanaan
tambang agar dapat dilakukan dengan lebih mudah, berikut ini adalah tugas yang perlu
diselesaikan dalam merencanakan tambang :
a) Penentuan batas pit
Maksud dari penentuan batas pit ialah menetukan batas akhir (limit) dari proses
penambangan, dimana seorang mine plan harus dapat merencanakan berapa banyak
bahan galian yang akan ditambang, namun dalam penentuan batas pit ini masih belum
memperhitungkan waktu dan biaya.
b) Perancangan sequence
Dalam perancangan geometri penambangan, perancangan sequence merupakan suatu
tahapan yang penting, karena pada tahapan ini membuat penentuan pit limit menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil lagi, sehingga lebih mudah untuk dikerjakan, dan dalam
perancangan bentuk tiga dimensi tambang menjadi lebih mudah pula.
c) Penjadwalan produksi
Tahap selanjutnya setelah perancangan sequence, ialah penjadwalan produksi, dimana
pada tahap ini jumlah tanah penutup dengan jumlah bahan galian yang akan ditambang
dalam periode tertentu berdasarkan urutan waktu dan target produksi.
d) Pemilihan alat
Setelah diketahui produksi yang akan dicapai, maka tahap selanjutnya adalah pemilihan
alat-alat yang akan digunakan dalam kegiatan penambangan tersebut, selain pemilihan
alat untuk produksi, alat pun dipilih untuk proses pengembangan tambang.
e) Perhitungan biaya operasi dan capital
Tahap selanjutnya dalam perencanaan tambang ialah perhitungan biaya operasi dan
kapital, dimana perhitungan biaya operasi dan kapital ini berdasarkan target produksi
yang akan dicapai serta pemilihan alat yang akan digunakan, selain itu pada tahap ini juga
dapat ditentukan jumlah waktu kerja dan shift kerja yang diperlukan untuk mencapai
target produksi yang telah direncanakan.
Dari dasar perencanaan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu perencanaan akan
berjalan dengan menggunakan dua pertimbangan yaitu pertimbangan ekonomis dan
pertimbangan teknis. Untuk merealisasikan perencanaan tersebut dibutuhkan suatu program-
program kegiatan yang sistematis berupa rancangan kegiatan yang dalam perencanaan
penambangan disebut rancangan teknis penambangan. Rancangan teknis ini sangat
dibutuhkan karena merupakan landasan dasar atau konsep dasar dalam pembukaan suatu
tambang khususnya tambang bijih nikel. (Yurdi, 2014)
B. BLOCK MODEL
Block model bertujuan untuk mengestimasi sumberdaya yang selanjutnya akan
menjadi dasar untuk melakukan desain pit. Sumberdaya dimodelkan menjadi kumpulan blok-
blok yang memiliki ukuran dan nilai atribut tertentu. Ukuran blok yang diterapkan oleh
perusahaan yaitu 12,5 x 12,5 x 1 m. Atribut tiap blok diisi berdasarkan data hasil pemboran
dan proses estimasi dengan menggunakan metode inverse distance.
Cut Off Grade (COG) adalah kadar rata-rata terendah Ni yang masih menguntungkan
apabila ditambang. COG yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 1,4%.. Densitas ore nikel di
daerah penelitian yang digunakan yaitu 1,4.
Gambar 1. Block Model dengan ukuran 12,5 x 12,5 x 1
Gambar 2. Bentuk dan Sebaran Bijih dengan COG 1,4% Ni (Timur – Barat)
Gambar 2. Sebaran Sumberdaya Nikel Laterit
Pemberian warna blok pada Gambar berdasarkan pengkelasan ore. Pengkelasan ore
terdiri dari BLUEZONE, LGS1, LGS2, HGS1, HGS2. BLUEZONE yaitu kadar dibawah cut off
grade (COG) 1,9%, dan diberi warna biru, LGS2 yaitu kadar 1,9%-1,99% dan diberi warna
kuning, LGS1 yaitu kadar 2%-2,29% diberi warna hijau, dan untuk HGS1 dan HGS2 yaitu
kadar >2,3% ke atas diberi warna merah.
Perencanaan kegiatan penambangan endapan bijih nikel yang berada di bawah permukaan
tanah sangat memerlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu baik dari segi teknis maupun
ekonomis, berdasarkan data yang telah diperoleh serta melakukan kompilasi dari beberapa
data terkait kondisi daerah penelitian, endapan bijih nikel yang berada pada blok akan
dilakukan dengan metode tambang terbuka dengan membuat suatu pit penambangan.
Desain pit yang aman serta efisien dalam segi teknis dan ekonomis sangat penting. Oleh
karena itu, dalam membuat geometri pit penambangan haruslah memperhatikan beberapa
hal berikut :
1. Geometri Jenjang
Berdasarkan SOP yang ditetapkan perusahaan, pembuatan jenjang dibuat dengan kemiringan
antara 45⁰ - 65⁰. Desain yang dibuat pada blok menggunakan kemiringan sebesar 65⁰. Hal
ini dilakukan dengan tujuan untuk memaksimalkan perolehan bijih nikel pada saat kegiatan
penambangan, karena apabila dibuat dengan kemiringan single slope yang lebih curam yang
melewati kemiringan 65⁰, maka besar kemungkinan akan menyebabkan material-material
yang lebih besar runtuh, dan apabila melewati 65⁰ kemungkinan besar akan terjadi insiden
pergerakan tanah berupa longsor akibat tidak memperhatikan kajian geoteknik dari pihak
perusahaan. Tinggi jenjang maksimum berdasarkan data dari pihak perusahaan dengan
mempertimbangan faktor keamanan adalah sebesar 4-5 meter. Tinggi jenjang yang dibuat
pada blok sebesar 5 meter. Hal ini di tetapkan atas dasar keamaan bidang kerja serta
perolehan bijih yang maksimal.
2. Pit Limit
Pit limit merupakan batasan akhir dari suatu kegiatan penambangan. Perancangan pit
limit penambangan menggunakan data sumberdaya terukur dan parameter-parameter dalam
penetuan dimensi jenjang yang ditetapkan oleh perusahaan. Perancangan pit limit juga harus
memperhatikan nilai stripping ratio yang ditetapkan oleh perusahaan yakni 1,5:1. Nilai
stripping ratio menunjukkan perbandingan antara tonase ore dan tonase waste. Sedangkan
untuk nilai Cut-Off Grade (COG) yang ditetapkan oleh perusahaan berdasarkan nilai ekononis
adalah 1,4% Ni.
Rancangan pit limit penambangan mulai dari elevasi terendah yaitu 135 mdpl dan
elevasi tertingginya adalah 204 mdpl. Berdasarkan model pit limit penambangan yang
dirancang, diperoleh cadangan bijih nikel yang akan ditambang sebesar 1.000.000 ton dan
material overburden sebesar 330497 ton sehingga diperoleh nilai stripping ratio dari
pemodelan block model ini yaitu 0,33. Nilai stripping ratio yang diperoleh sudah memenuhi
standar yang sudah ditentukan perusahaan. Luas daerah pit limit adalah 3,5 Ha.
E. RENCANA UMUR TAMBANG
Rencana umur tambang bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu produksi
untuk satu pit. Dengan memperhatikan berapa jumlah ore per ton dan berapa target produksi.
Hasil perhitungan umur tambang pada lokasi penelitian adalah selama 1 tahun 6 bulan dengan
jumlah cadangan 517.890,6 ton dengan target produksi perbulan yaitu 255.000 ton.
Perhitungan umur tambang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
= 1000.000 ton
500000 ton/2 minggu
= 2 kali 2 minggu
= 4 minggu
SEQ1
SEQ2
Berdasarkan desain pit yang dibuat, untuk sequence 1. Jumlah cadangan yang
tertambang adalah 500000 ton sedangkan untuk overburden yang dikupas adalah 239148
ton. Pada tahap ini cadangan yang tertambang yaitu 50% dari total cadangan pada blok
model.
Berdasarkan desain tersebut, dapat diketahui bahwa level terendah untuk tahapan
ini berada di elevasi 156 mdpl dan level tertinggi berada di elevasi 196 mdpl. Luas bukaan
pada tahap ini yaitu sebesar 3,3 Ha.
2. Sequence-2
Berdasarkan desain pit yang dibuat, untuk sequence ke-dua terletak pada sub blok
B1. Jumlah cadangan yang tertambang adalah 500000 ton sedangkan untuk overburden
yang dikupas adalah 91349 ton. Pada tahap ini cadangan yang tertambang yaitu 49% dari
total cadangan pada blok model.
Gambar 6. Rencana bukaan sequence 2 secara horizontal
Berdasarkan desain tersebut, dapat diketahui bahwa level terendah untuk tahapan ini
berada di elevasi 135 mdpl dan level tertinggi berada di elevasi 187 mdpl. Luas bukaan
pada tahap ini yaitu sebesar 2,1 Ha.
H. SISTEM PENAMBANGAN
Berdasarkan pada bentuk dan sebaran bijih, maka sistem penambangan yang cocok
diterapkan adalah sistem open cast mining dengan metode backfilling, yaitu sub-blok yang
dibuka duluan pada bulan pertama akan ditutup kembali dengan overburden pada saat
penambangan sub-blok pada bulan berikutnya. Strategi penambangan yang dilakukan melalui
dua kegiatan utama, yaitu pengupasan overburden dan penggalian bijih nikel. Adapun urutan
kegiatan penambangan pada Front Blok adalah sebagai berikut:
1. Land Clearing
Land clearing adalah kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan
ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran besar. Kondisi
geomorfologi pada Front Blok Selatan didominasi oleh pepohonan kecil dan alang-alang.
2. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)
Pengupasan tanah pucuk yang dimaksud disini adalah pengupasan dengan tujuan
untuk memindahkan dan menyelamatkan tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih
mempunyai unsur hara yang masih asli. Tanah pucuk yang dikupas tersebut selanjutnya
akan disimpan di tempat penyimpanan yang nantinya akan digunakan untuk tahap
reklamasi. Tebal dari tanah pucuk yang dikupas ± 0,5 m.
3. Pengupasan Tanah Penutup (Stripping Overburden)
Tanah penutup atau overburden adalah semua material yang menutup bijih nikel yang
bernilai ekonomis. Ketebalan dari overburden pada setiap blok tidak menetap, mulai dari
1 meter hingga puluhan. Tujuan dari pengupasan overburden ini adalah agar ore nikel
tersingkap di permukaan sehingga ore yang digali tidak bercampur lagi dengan
overburden. Overburden yang dikupas tersebut selanjutnya akan disimpan di wastedump
dengan menggunakan dumptruck.
4. Nickel Cleaning
Sebelum kegiatan penggalian bijih nikel dilakukan, terlebih dahulu dilakukan nickel
cleaning. Nickel cleaning ini artinya kegiatan membersihkan pengotor yang berasal dari
material sisa tanah penutup yang masih tertinggal, serta pengotor lain. Hal ini dilakukan
agar bijih nikel yang akan ditambang tidak terjadi dilution akibat bercampurnya dengan
overburden yang belum di cleaning.
5. Penambangan, Pemuatan dan Pengangkutan Bijih Nikel
Setelah itu, penggalian bijih nikel mulai dilakukan dengan menggunakan Komatsu PC
300. Alasan pemilihan alat ini adalah mempunyai biaya operasional dan perawatan serta
mobilisasi yang rendah bila dibandingkan dengan alat yang mempunyai produktivitas dan
spesifikasi yang tinggi. Bahan galian yang digali tersebut langsung diangkut ke stockpile
dengan menggunakan dumptruck dengan kapasitas 20 ton.
BAB VI
PERALATAN
A. Produktifitas Alat
Sebelum menentukan jumlah alat muat dan alat angkut yang akan digunakan untuk kegiatan ore
getting, ore loading, ore hauling, OB removal, OB loading maupun OB hauling, terlebih dahulu
ditentukan waktu edar dari masingmasing alat gali, alat muat, dan alat angkut. Penentuan waktu
edar dari alat-alat tersebut ditentukan dengan cara melakukan pengambilan data pada kegiatan
penambangan pada front terdekat dari blok yang sedang dibuka. Waktu edar ini selanjutnya akan
dipakai untuk menghitung kapasitas produksi dari masingmasing alat, sehingga dari hasil
perhitungan kapasitas produksi tersebut bias ditentukan berapa jumlah unit yang akan digunakan.
1. Alat Gali Muat
Dalam kegiatan ore
Komponen Keterangan
getting, ore loading, OB
Merk Komatsu
loading maupun OB
Tipe PC 300
removal, alat yang
Kapasitas Bucket 2,4 ton atau 1,5 m3
digunakan adalah
excavator tipe Factor Effisiensi 80%
komatsu PC 300.
Tabel 6.1 Spesifikasi Alat Gali muat
Berdasarkan hasil estimasi , waktu edar dari alat ini untuk kegiatan ore getting dan OB removal
adalah sebagai berikut:
excavating time = 6,32 detik
swing time (loaded) = 6,32 detik
dumping time = 2,91 detik
swing time (empty) = 5,94 detik
Sehingga, waktu edar = (12,4 + 6,32 + 2,91 + 5,94) detik = 27,57 detik
Dimana,
KB = 2,4 ton
BF = 1 (laterit)
FK = 0,8 (sedang)
Untuk kegiatan ore hauling, alat angkut yang digunakan adalah Dumptruck dengan merek HINO
500 FM 260 TI
Komponen Keterangan
Merek Hino
Tipe 500 FM 260 TI
Dimana,
FK = 0,8 (sedang)
KB Exca = 2,4 ton
BF Exca = 1
FK Exca = 0,8
Ef DT = 0,8
Nb = 9 kali
ALAT
KB CT(menit) KP KP
ANGKUT
nb BF Ef(DT) FK(Exca)
Dump (ton/2
(ton) LT HT ST DT RT ST Total (ton/jam)
Truck mggu)
HINO
500 FM
260 TI 9 2,4 1 0,8 0,8 4,1 0,8 0,3 1,26 0,6 0,2 7,296 113,692 18077
Diketahui jarak angkut rata-rata dari disposal terhadap blok penambangan adalah 150 m dan
kecepatan hauling time 30 km/jam serta return time 40 km/jam , sehingga di peroleh cycle time
dan produktifitas sebagai berikut.
ALAT
KB CT(menit) KP KP
ANGKUT
nb BF Ef FK(Exca)
Dump (ton/2
(ton) LT HT ST DT RT ST Total (ton/jam)
Truck mggu)
HINO
500 FM 9 2,4 1 1 0,8 4,1 0,3 0,3 1,3 0,225 0,2 6,421 129,2 20540,6
260 TI
c. Pengangkutan Ore dari Blok 2
Diketahui jarak angkut rata-rata dari stock pile terhadap blok penambangan adalah 500 m.
Sehingga di peroleh cycle time dan produktivitas sebagai berikut.
ALAT
KB FK(Exca) CT(menit) KP KP
ANGKUT
nb BF Ef
Dump (ton/2
(ton) LT HT ST DT RT ST Total (ton/jam)
Truck mggu)
HINO
500 FM
260 TI 9 2,4 1 1 0,8 4,1 1 0,3 1,26 0,75 0,2 7,646 108,5 17249,5
ALAT
KB FK CT(menit) KP KP
ANGKUT
nb BF Ef
Dump (ton/2
(ton) (Exca) LT HT ST DT RT ST Total (ton/jam)
Truck mggu)
HINO
500 FM
260 TI 9 2,4 1 0,8 0,8 4,14 0,6 0,3 1,26 0,45 0,2 6,946 119,4 18987,97
B. Kebutuhan Alat
Durasi kerja perhari yang berlaku perhari dapat dilihat pada table berikut
Total waktu kerja perhari = 11,5 jam (sabtu-kamis) dan 10,5 jam (jum’at)
Rata-rata waktu kerja perhari =11,36 jam (681,43 menit)
Perkiraan efisiensi kerja alat gali muat =80 %
Perkiraan efisiensi kerja alat angkut =80 %
1. Ore Getting
Adapun target produksi perbulan adalah 1.000.000 ton. Dari target produksi tersebut dibagi
menjadi 2 blok tiap blok diselesaikan dalam 2 minggu sehingga target produksi 500.000 ton/2
minggu, maka jumlah excavator yang harus digunakan untuk ore getting dapat dilihat pada
perhitungan berikut,
= 12,54 unit
=13 unit
2. Ore Loading and Hauling
Untuk loading, jumlah excavator yang harus disediakan adalah disesuaikan dengan jumlah
excavator untuk ore getting. Oleh karena untuk ore getting digunakan 13 unit excavator dimana
kapasitas produksi untuk ore loading sama dengan ore getting yaitu 250,71 ton/jam, maka untuk
ore loading harus digunakan 13 unit excavator.
Blok 1
Jumlah dumptruck yang digunakan untuk pengangkutan ore disesuaikan dengan jumlah
excavator untuk ore loading. Diketahui bahwa kapasitas bucket excavator adalah 2,4 ton dan
kapasitas bak dumptruck adalah 20 ton, maka untuk satu unit dumptruck dapat dilakukan
pengisian sebanyak 9 kali loading oleh
excavator. Sehingga waktu pengisian 1 unit excavator terhadap 1 DT adalah sebagai berikut:
CT excavator = 27,57 detik
= 9 x 27,57 detik
= 4,13 menit
Adapun waktu yang dibutuhkan dumptruck pengangkutan ore dari front sampai kembali ke
stockpile adalah 7,295 menit ,Maka untuk 1 unit excavator dapat melayani :
Total DT = 2 x 13
= 26 unit
Blok 2
Jumlah dumptruck yang digunakan untuk pengangkutan ore disesuaikan dengan jumlah excavator
untuk ore loading. Diketahui bahwa kapasitas bucket excavator adalah 2,4 ton dan kapasitas bak
dumptruck adalah 20 ton, maka untuk satu unit dumptruck dapat dilakukan pengisian sebanyak 9
kali loading oleh excavator. Sehingga waktu pengisian 1 unit excavator terhadap 1 DT adalah
sebagai berikut:
CT excavator = 27,57 detik
= 9 x 27,57 detik
= 4,13 menit
Adapun waktu yang dibutuhkan dumptruck pengangkutan ore dari front sampai kembali ke
stockpile adalah 7,6455 menit ,Maka untuk 1 unit excavator dapat melayani :
Total DT = 2 x 13
= 26 unit
3. OB Removal
Untuk overburden removal, target pengupasannya adalah disesuaikan dengan jumlah overburden
yang harus dikupas dalam 1 bulan, begitupula dengan jumlah unit excavator dan dumptruck yang
akan digunakan.
a. OB Removal
Blok 1
Adapun waktu yang dibutuhkan dumptruck pengangkutan OB dari front Blok 1 sampai kembali
ke Disposal adalah 6,4205 menit ,Maka untuk 1 unit excavator dapat melayani :
Total DT = 2 x 6
= 12 unit
Blok 2
Adapun waktu yang dibutuhkan dumptruck pengangkutan OB dari front Blok 1 sampai kembali
ke Disposal adalah 6,4205 menit ,Maka untuk 1 unit excavator dapat melayani :
Jumlah DT = CT dumptruck / CT excavator
Total DT = 2 x 3
= 6 unit
Sehingga total alat yang dibutuhkan keseluruhan dapat dilihat pada table berikut.
Waktu Tonase
Kegiatan Jumlah Alat
Penambangan (ton)
Ore getting 13 excavator
2 minggu
OB removal 6 excavator
239.148
OB loading-
6 excavator, 12 DT
hauling
38 excavator, 38
Total 2 minggu 739.148
DT
Waktu
Kegiatan Jumlah Alat Tonase
Penambangan
13 excavator
Ore getting
13 excavator, 26 DT 500.000
Ore loading-
hauling
2 minggu
3 excavator
OB removal
91.349
OB loading- 3 excavator, 6 DT
hauling
32 excavator, 32
Total 2 minggu 591.349
DT
Minggu
Tipe Alat
2 minggu pertama 2 minggu kedua
Motor Grader Cat
2 2
16 H
Compactor Cat
2 2
CS-533D
Bulldozer Cat D 8
3 3
R
Fuel Truck Nissan
2 2
Diesel
Water Truck
2 2
Nissan
BAB VII
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
1. Dampak Lingkungan
Kegiatan penambangan yang telah dilakukan berakibat pada perubahan bentang alam
(morfologi) menjadi lubang tambang dan perbukitan tempat area penimbunan tanah
penutup. Langkah atau metode pendekatan yang dilakukan dalam melakukan
identifikasi adanya dampak penting.
Dalam rangka meminimalkan dampak tersebut itu, perlu melakukan analisis mengenai
dampak penambangan terhadap lingkungan. Dengan demikian, kegiatan yang
dilakukan sudah terencana sejak awal. Analisis masalah lingkungan secara lengkap
terdapat dalam dokumen UKL/UPL yang harus disampaikan oleh PT. Asman Mineral.
Salah satu kegiatan untuk mengurangi dampak akibat kegiatan penambangan adalah
dengan telah direncanakannya kegiatan backfilling dalam operasi penambangan.
Penggunaan lahan selanjutnya akan disesuaikan dengan Rencana Umum Tata Ruang
(RUTR) Daerah.
Polusi udara yang berkaitan dengan gas buangan dan debu terjadi akibat
beroperasinya kegiatan tambang. Terkait dengan kualitas udara dikenal istilah udara
ambien, yaitu udara yang terdapat di sekitar kita, serta baku mutu atau standard
kualitas ambien udara, yaitu tingkat kualitas udara yang harus dipenuhi dengan sedikit
safety margin untuk melindungi kesehatan masyarakat khususnya dan lingkungan pada
umumnya, maka angka standard kualitas dapat diartikan identik dengan kadar
maksimum yang diperbolehkan. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No.
41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara serta KepMen LH No.
02/MENLH/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
Kualitas udara ambien diperkirakan akan terjadi dampak akibat penggunaan peralatan-
peralatan penambangan, seperti: bulldozer, excavator, wheel loader, genset, peralatan
pengolahan dan lain-lain yang dalam operasionalnya akan menimbulkan sebaran
partikel (debu) sehingga akan menurunkan kualitas udara yang ditandai dengan
meningkatnya kadar-kadar karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (N2O), sulfur
dioksida (SO2) dan partikel (debu) yang akan terdispersi ke udara.
Baku mutu atau standard kualitas udara ambien untuk beberapa jenis zat pencemaran
(Tabel 7.2) sebagaimana terlampir.
Tabel 7.2 Zat Pencemaran
karbon monoksida 8 20
(CO)
Kegiatan pengangkutan nikel dan tanah penutup ke lokasi stockpile dan dumping area
akan menimbulkan sebaran debu. Besarnya sebaran debu dapat diprakirakan dengan
menggunakan rumus dari Midwest Research Institute (MRI, 1978) sebagaimana
terlampir.
Keterangan:
Air di lantai kerja tambang masuk ke kolam penampungan di dalam lubang tambang
"in cast pond", kemudian dipompa ke bak pencampuran floculan dan atau koagulan
(AISCMawas), selanjutnya air disalurkan ke kolam pengendapan sedimen. Pada bak
pencampuran Floculan dan/atau A12SO4 tawas berlangsung kontak dengan air yang
mengandung lumpur sehingga terjadi proses pengendapan lumpur yang lebih cepat.
Instalasi pipa air menghubungkan aliran air dari bak pencampur ke kolam
pengendapan, mengalir dengangaya gravitasi.
Pengelolaan terhadap penurunan kualitas air akan dilakukan, pada area tambang yang
meliputi settling pond, waste dump, bukaan tambang, workshop, serta lokasi stockpile.
D. Kebisingan
Dampak kebisingan akan timbul akibat suara mesin kendaraan kecil maupun kendaraan
berat, peralatan-peralatan penambangan, seperti bulldozer, excavator, wheel loader,
genset, peralatan pengolahan dan lain-lain.
Tingkat kebisingan akan berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber getaran.
Intensitas kebisingan dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus Rau dan
Wooten (1980) sebagaimana terlampir.
Keterangan:
Peningkatan produksi akan diikuti dengan meningkatnya volume tanah penutup dari
bukaan tambang yang akan ditempatkan pada areal penimbunan tanah penutup.
Timbunan tanah pada areal tersebut sangatlah tidak stabil dan berpotensi terjadinya
amblasan, runtuhan atau longsoran tanah.
F. Erosi Tanah
Untuk memperkirakan dampak terhadap tanah yang akan ditimbulkan pada saat
aktifitas penambangan sedang berlangsung, mempertimbangkan hal-hal diantaranya
adalah sebagai berikut: karakteristik lahan (fisika-kimia) di daerah penambangan dan
sekitarnya, jumlah dan intensitas hujan, bentuk permukaan dan relief daerah serta
keadaan vegetasi penutup lahan dan tindakan konservasi tanah.
Besarnya erosi yang dapat terjadi pada lahan yang dibersihkan dan tumpukan tanah
penutup dapat dihitung dengan menentukan faktor penyebab erosinya. Jumlah erosi
yang akan terjadi pada tumpukan waste di luar maupun di dalam bukaan tambang
yang telah di backfilling sangat tergantung pada sifat-sifat tanah waste dan kemiringan
tumpukannya.
G. Bentang Alam
Aktivitas pengupasan tanah penutup dan penggalian nikel ada kemungkinan mencapai
kedalaman di bawah muka air tanah, maka selama aktivitas berlangsung air akan
mengalir ke daerah front penambangan bahkan akan terbentuk daerah genangan.
I. Kesuburan Tanah
Hilangnya vegetasi hutan berarti hilangnya tempat hidup satwa liar atau mendorong
jenis-jenis satwa liar untuk pindah (migrasi) ke tempat yang lebih aman. Bagi jenis
satwa liar yang pergerakannya dapat dilakukan dengan terbang seperti burung
perpindahannya akan lebih mudah untuk menuju habitat yang sesuai, namun untuk
jenis satwa liar yang pergerakannya lambat seperti ular dan jenis satwa liar yang
pergerakannya melalui tajuk-tajuk pohon seperti siamang dan kera abu-abu
perpindahannya memerlukan suatu kondisi yang aman (koridor). Dampak terhadap
satwa darat merupakan dampak turunan, berupa hilangnya tempat hidup dan sumber
makanan bagi satwa tersebut..
C. Biota Air
Kehidupan biota air memerlukan persyaratan khusus yang berkaitan dengan kualitas
air karena air merupakan habitat bagi kehidupannya. Dampak terhadap biota air
merupakan dampak lanjutan, dimana dampak yang terjadi sangat tergantung dari
besarnya perubahan kualitas air permukaan, dan lamanya perubahan itu berlangsung.
Pada kegiatan penambangan nikel diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap
biota perairan seperti biota plankton, benthos dan nektos. Rencana kegiatan ini akan
mengakibatkan perubahan kaulaitas air berupa kekeruhan air, muatan padat
tersuspensi, residu terlarut, pH, sulfat dan besi. Perubahan parameter kualitas air
tersebut juga berpengaruh terhadap biota benthos karena terakumulasinya bahan
padatan yang mengendap di dasar perairan sungai sehingga menyebabkan kelimpahan
dan indeks keragaman (H') biota benthos akan berubah. Hal ini sudah tentu akan
mengganggu keseimbangan ekosistem perairan dan mengurangi ruang bagi biota ikan
tata kehidupannya menjadi terhambat.
3). Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya
Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah
penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan.
B. Kesehatan Masyarakat
Aspek lingkungan terhadap kesehatan masyarakat yang terkena dampak adalah berupa
persepsi positif atau negatif, baik yang bermukim di sekitar maupun di luar tapak
proyek terhadap kegiatan tambang dan pelabuhan. Dampak ini merupakan dampak
sekunder yang diakibatkan oleh semua akumulasi dampak lainnya. Dampak-dampak
yang terjadi akibat penambangan dapat menimbulkan pencemaran secara langsung
maupun tidak langsung yang akan mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat
lokal di sekitar penambangan.
C. Sosial Ekonomi
D. Sosial Budaya
Air permukaan yang masuk ke dalam lubang tambang ditampung di dalam sump,
kemudian dipompakan keluar tambang dan diendapkan di kolam pengendap lumpur
(settling pond). Air yang mengalir dari areal penimbunan tanah penutup (OB/IB)
dialirkan ke dalam kolam perangkap sedimen (catchment dam). Terdapat dua jenis
kolam pengendap yakni:
Adalah tempat mengendapkan lumpur yang bercampur dengan air yang bersumber
dari cast.
b. Penanggulangan dampak masalah kualitas udara
Masalah polusi udara diatasi dengan perawatan alat-alat berat secara berkaia agar
kondisi mesin selalu baik. Kadar emisi gas buang juga selalu dikontrol agar tidak
melebihi ambang batas yang dipersyaratkan.
Kegiatan pengangkutan dilakukan hanya pada siang hari, dimana seluruh penduduk
beraktivitas dan sebisa mungkin dihindari kegiatan dilakukan pada malam hari.
Tujuannya agar ketenangan penduduk pada malam hari tidak terganggu. Selain itu,
proyek ini menggunakan jalur transportasi milik PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera
sendiri dimana hampir semua jalurnya tidak melewati daerah padat penduduk.
Bertambahnya tenaga kerja yang terlibat pada proyek ini akan memerlukan tambahan
fasifitas infrastruktur seperti perumahan/ camp untuk para karyawan dan fasilitas
pendukung lainnya seperti tempat ibadah, klinik dan lain sebagainya.
Diwilayah proyek PT. MH Tbk, jenis limbah yang ada adalah sebagai berikut:
Limbah padat: Besi scrap, ban bekas, sampah domestik (kardus, papan, kertas,
dll)
Limbah cair: Air limbah yang berasal dari dalam tambang dan limpasan permukaan
bukaan lahan
Limbah padat yang dihasilkan dari sampah kegiatan kantor, basecamp dan
perbengkelan akan dikumpulkan dan dibuang di tempat pembuangan akhir. Sedangkan
untuk limbah yang tidak bisa atau sukar terdekomposisi dengan baik akan dibakar.
c) Pengendalian Limbah B3
Limbah padat: Filter bekas, selang hidrolik bekas, kain majun, serbuk gergaji
terkontaminasi dengan oli, limbah klinik, dan lain – lain
Limbah cair: Oli bekas, air accu
Pengendalian aspek lingkungan di area workshop yang terdapat di PT. MH Tbk dan sub
kontraktor yang meliputi:
Memfasilitasi workshop dengan tempat pengumpulan sementara “TPS” limbah B3,
oil trap/oil catcher, tong sampah.
Merawat oil trap secara teratur
Membuat paritan/drainase di sekeliling TPS limbah B3 sehingga alirannya dapat
mengalir dengan baik ke oil trap
Menempatkan tong sampah yang cukup disetiap workshop untuk limbah padat
domestik (tong sampah berwarna kuning) dan limbah padat mengandung B3
(tong sampah berwarna merah)
Menyediakan absorbent/serbuk gergaji untuk tumpahan/ceceran minyak.
Menyediakan kotak tumpahan minyak (spill kit) yang cukup disetiap workshop
Limbah B3 (bekas kain majun, penghisap oli/solar) disimpan dalam TPS limbah B3
Untuk menangani tumpahan limbah cair, pada area workshop terdapat oil trap/oil
catcher yang merupakan instalasi permanen yang digunakan untuk menangkap
tumpahan atau ceceran minyak sehingga air dapat mengalir keluar sedangkan minyak
akan tetap terperangkap di dalamnya. Limbah B3 yang terkumpul di TPS limbah B3
akan diambil oleh pihak ketiga yang mempunyai izin dari Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) sebagai pengumpul limbah B3. Perusahaan pengumpul limbah B3 yang
digunakan PT. MH Tbk
Dampak polusi udara akan diminimalisir dengan cara melakukan penyiraman secara
rutin setiap hari dan mengatur kecepatan unit kendaraan yang lewat. Sedangkan untuk
mengurangi adanya debu nikel di screening station adalah dengan memaksimalkan
fungsi dust suppresion yang telah terpasang pada screening station.
Erosi dan sedimentasi perlu diperhatikan karena dapat mengurangi kualitas air dan
tanah. Erosi biasanya disebabkan oleh air berlebihan yang tidak terkontrol. Air yang
berlebihan ini akan menggerus unsur hara yang ada di dalam tanah. Dalam jumlah
banyak, tanah yang tererosi akan membentuk sedimen, sehingga perairan (sungai)
menjadi dangkal. Dalam mengurangi erosi, PT. F1B214092akan membuat saluran
terbuka. Di dalam pit, saluran terbuka bermuara ke sumuran ( sump), air yang didalam
sump hampir pasti bercampur dengan lumpur, air berlumpur ini akan dipompa keluar.
Bila langsung dilepas ke perairan umum. Air yang berlumpur ini akan menyebabkan
pendangkalan. Oleh karena itu, diperlukan kolam pengendapan untuk mengendapkan
lumpur (setling pond).
Kolam pengendapan lumpur didesain dengan 3 kompartemen yang didesain zig-zag.
Air berlumpur awalnya masuk ke dalam zona masukan. Di zona ini, lumpur sudah mulai
mengendap. Kemudian, sebelum masuk ke zona pengendapan air akan dibendung oleh
pembatas (karena desain zig-zag) sehingga laju air melambat. Pada Pada zona ini,
lumpur akan cepat mengendap. Karena pengendapan cepat, maka air yang masuk ke
zona keluaran sudah terpisah dari lumpur
Pasca tambang merupakan masa setelah berhentinya kegiatan tambang pada seluruh
atau sebagaian wilayah usaha pertambangan operasi produksi atau operasi produksi
yang disebabkan berakhirnya izin usaha pertambangan dan atau karena
dikembalikannya seluruh atau sebagain wilayah usaha pertambangan operasi produksi
(Kep. Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M.PE/1995). Surat Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M.PE/1995 berisi tentang kewajiban
pengusaha pertambangan sebagai pemegang Kuasa Pertambangan dalam kegiatan
pasca tambang sebagaimana diatur dalam Pasal 26, 27 dan 28, yaitu:
1. Pengelolaan Aset
Mengingat perizinan pertambangan nikel PT. MH Tbk diperoleh melalui Ijin Usaha
Pertambangan, maka pengelolaan aset setelah masa penambangan nikel selesai
(habis) wajib dikembalikan kepada pemerintah kabupaten yang telah mengeluarkan
izin (Kuasa Pertambangan).
Tujuan program ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat di sekitar lokasi
penambangan mengenai rencana akan berakhirnya kegiatan penambangan PT. MH
Tbk dan memberikan solusi yang bermanfaat bagi masyarakat melalui rencana
program-program pasca tambang yang akan dilaksanakan oleh PT. MH Tbk.
Reklamasi dan revegetasi lanjutan dilakukan untuk areal penambangan yang terakhir
dan lokasi penumpukan tanah penutup (dumping area) dengan memperhatikan tata
guna lahan seperti yang tertuang di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kecamatan
Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Propinsi Sulawesi Tenggara.
Revegetasi adalah Pemanfaatan lahan terganggu akibat usaha kegiatan yang dilakukan
secara koseptual, teknikal dan terpadu baik menggunakan teknologi atau tidak yang
menyebabkan kerusakaan lahan dari vegetasi hidup yang dahulunya bervegetasi
menjadi tidak bervegetasi.
Untuk penanaman tanaman penutup tanah ( cover crops), PT. MH Tbk memilih
campuran jenis tanaman polongan seperti Centrasema pubescens, Colopogonium
mucoides, mucuna. Jumlah 200 kg per hektar. Sistem yang dipilih, adalah Paritan pada
Slope daerah yang direvegetasi.
Gambar 7.1 Penanaman Land Cover Crops Sistem Paritan pada Slope
Selanjutnya, penanaman tanaman pioner atau tanaman yang cepat tumbuh dilakukan
bersamaan dengan penanaman cover crops. Jarak yang dipilih 4m X 4m. Jenis tanaman
Pioneer yang akan digunakan yakni Trembesi. Tanaman trembesi dipilih karena
termasuk tanaman yang cepat tumbuh, perawatannya tidak sulit dan dapat hidup
dengan kondisi air yang sedikit.
Mempunyai fungsi penyelamatan tanah dan air dengan persyaratan tumbuh yang
sesuai dengan keadaan lokasi, baik iklim maupun tanahnya.
Tidak menjadi inang penyakit, tahan akan angin dan mudah dimusnahkan,
d. Pemantauan dan pemeriksaan secara berkala terhadap mesin dan peralatan yang
digunakan dalam penambangan.
e. Lokasi yang memadai untuk bergerak dengan leluasa bagi kendaraan dan mesin
peralatan tambang pada waktu operasi penambangan dan pengankutan hasil
tambang.
Aktivitas di lereng tambang, faktor kesehatan dan keselamatan kerja yang dominan
berhubungan dengan kemantapan lereng tambang. Oleh karena itu secara garis besar
perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
b. Pemberian tanggul pengaman (safety berm) pada bibir jalan tambang (ramp)
c. Melakukan pemantauan dan analisis lebih lanjut terhadap lereng tambang selama
kegiatan penambangan (struktur geologi yang berpotensi menimbulkan longsoran,
perlu diukur dan dianalisis, selain itu perlu dilakukan pemantauan terhadap
pergerakan lereng terutama pada daerah yang terdapat struktur geologi utama)
f. Pemasangan rambu tanda hati-hati pada bibir lereng yang dianggap rawan
khususnya pada jalan tambang. Penjelasan lebih rinci mengenai K3 selanjutnya
akan dilakukan oleh PT. MH Tbk dan disesuaikan dengan operasional kegiatan
tambang PT. MH Tbk.
Tabel Langkah Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan
No KEGIATAN URAIAN
1
O Patroli a. Implementasi peninjauan/pencekan untuk mengantisipasi
. keamanan kekurangan dan kondisi yang tidak aman. b. Melakukan
tindakan pencegahan dengan pemberhentian dan peringatan
atau menyarankan jika terdapat hal-hal yang bertentangan
dengan peraturan K3.
c. Melaporkan secara lisan/tertulis k e supervisor dari pelanggar
peraturan.
2. Inspeksi a.
d. Cek kondisi
Batas dari pemadam,
kecepatan api,<buat
truk 40 ton 40 inventaris
km/jam dandankendaraan
mengisi
keamanan kembali
personil jika
< 60diperlukan.
km/jam.
b. Cek kondisi dari fasilitas transportasi.
c. Cek kondisi dari fasilitas bengkel.
d. Cek kondisi dan penataan dari gudang.
3 Diskusi a. Diskusi masalah keselamatan pada setiap jam
e. Cek kondisi dari c amp utama dan lokasi kerja.
. masalah b. Diskusi pagi, membantu, dan memonitor realisasi dari diskusi
keselamatan pagi
DIREKTUR UTAMA
MUH. HARIS
DIREKTUR OPERAS DIREKTUR ENGINEERING DIREKTUR PEMASARAN DIREKTUR KEUANGAN DIREKTUR PERSONALIA DAN UMUM
ASMAnI ZAINUL FITRI MUH.FERDIAN ISWATI MUH. ISNAN
3) Safety Shoes
Safety Shoes bentuknya seperti sepatu biasa, tetapi terbuat dari bahan kulit yang
dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Safety Shoes berfungsi untuk
mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki seperti tertimpa benda tajam atau
benda berat, benda panas, cairan kimia, dsb.