Anda di halaman 1dari 120

LAPORAN STUDI

KELAYAKAN BIJIH
NIKEL PT.
MUHAMMAD
HARIS TBK.
FEASSIBILITY STUDY

KECAMATAN LASOLO KABUPATEN


KONAWE UTARA SULAWESI
TENGGARA

MUHAMMAD HARIS
(R1D115126)
KATA PENGANTAR

Penyusunan dokumen studi kelayakan akan menjadi acuan bagi perusahaan dalam menyusun langkah-
langkah strategis dan teknis untuk kegiatan penambangan yang akan segera dilaksanakan dan sebagai
persyaratan untuk peningkatan ijin menjadi IUP Operasi Produksi.

Tidak lupa kami kami ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan
Anugerah-Nya, maka Dokumen Studi Kelayakan Penambangan Nikel di Kecamatan Lasolo Kabupaten
Konawe Utara Propinsi Sulawesi Tenggara yang disusun oleh PT. Muhammad Haris Tbk selaku pemrakarsa
dalam kegiatan penambangan nikel dapat terselesaikan.

Adapun tujuan dan maksud dari rencana kegiatan pertambangan nikel oleh PT. Dwimitra Multiguna
Sejahtera sebagai pemegang IUP Eksplorasi No. 391 tanggal 31 Desember 2019 dari Bupati Konawe Utara
(KW 08 MAP 004) adalah pemanfaatan sumberdaya alam untuk menunjang bahan baku industri
pengolahan nikel yang pada saat ini mempunyai prospek masa depan yang baik. Sehubungan dengan
berlakunya UU No 4 tahun 2009 mengenai keharusan pengolahan nikel didalam negeri, maka kegiatan
penambangan nikel ini dapat menunjang bagi kepastian suplai bahan baku bagi industri pengolahan nikel
di Indonesia. Akhir kata, atas dukungan seluruh pihak, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya sehingga kegiatan survei hingga tersusunnya laporan studi kelayakan ini dapat terlaksana dengan
baik.

Kendari, Januari 2019

PT. Muhammad Haris Tbk


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia pertambangan aspek ekonomi menjadi faktor yang memiliki pengaruh cukup vital dan harus
di perhitungkan dengan sangat baik. Suatu bahan galian yang telah di temukan melalui tahapan eksplorasi
tidak dapat di lakukan penambangan begitu saja , namun harus di lakukan kajian mengenai kelayakannya
yang di tinjau dari berbagai segi. Hal ini perlu dilakukan mengingat usaha pertambangan merupakan usaha
yang memerlukan investasi besar, padat teknologi serta tingkat resiko yang cukup tinggi yang meliputi
resiko lingkungan, budaya , sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Sehingga harus dilakukan kajian
kelayakan agar mencegah terjadinya investasi dimana modal telah ditanamkan tetapi tambang tidak
menghasilkan keuntungan atau modal yang telah di tanamkan tidak dapat kembali.

Selain karena faktor ekonomi , studi kelayakan juga perlu dilakukan untuk memenuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku .Laporan studi kelayakan merupakan salah satu persyaratan untuk mengajukan
permohonan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi sebagaimana tertuang dalam Bab II pasal
25 huruf b PP No.23 tahun 2010 tentang Kegiatan Pelaksanaan Pertambangan Mineral dan Batubara .

Studi kelayakan (Feasibility Study) di perlukan untuk memberikan desain tambang yang optimal sesuai
kondisi lapangan dan bahan galian dapat ditambang dengan menguntungkan berdasarkan prinsip-prinsip
keselamatan kerja dan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Hal lain yang harus
dipahami adalah, studi kelayakan bukan hanya mengkaji secara teknis, atau membuat prediksi/ proyeksi
ekonomis, juga mengkaji aspek nonteknis lainnya, seperti aspek sosial, budaya, hukum, dan lingkungan.
Studi kelayakan selain berguna dalam mengambil keputusan jadi atau tidaknya rencana usaha
penambangan itu dijalankan, juga berguna pada saat kegiatan itu jadi dilaksanakan, yaitu:

a. Dokumen studi kelayakan berfungsi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, baik acuan kerja di lapangan,
maupun acuan bagi staf manajemen di dalam kantor.
b. Berfungsi sebagai alat kontrol dan pengendalian berjalannya pekerjaan.
c. Sebagai landasan evaluasi kegiatan dalam mengukur prestasi pekerjaan, sehingga apabila ditemukan
kendala teknis ataupun nonteknis, dapat segera ditanggulangi atau dicarikan jalan keluarnya.
d. Bagi pemerintah, dokumen studi kelayakan, merupakan pedoman dalam melakukan pengawasan, baik
yang menyangkut kontrol realisasi produksi, kontrol keselamatan dan kesehatan kerja, kontrol
pengendalian aspek lingkungan, dan lain-lain.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud kajian kelayakan adalah salah satu tahapan dari suatu rangkaian kegiatan usaha pertambangan
yang dilakukan secara sistematis dan terarah, meliputi aspek: teknis, aspek keselamatan pertambangan,
aspek lindungan lingkungan, aspek pasca tambang, aspek konservasi, aspek ekonomi dan aspek lain yang
akan digunakan stakeholder untuk mengambil keputusan.

Tujuan kajian kelayakan adalah sebagai berikut:

1. Memberi bahan pertimbangan bagi stakeholder dalam mengambil keputusan untuk dilanjutkan atau
tidak menuju ke tahapan kegiatan konstruksi atau operasi produksi.

2. Memberi saran dan acuan kepada stakeholder untuk merencanakan, mengorganisasikan,


melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi tahapan kegiatan konstruksi dan operasi produksi yang
akan datang.

Berdasarkan hal tersebut diatas, PT. Muhammad Haris Tbk memandang perlu untuk melakukan kajian
kelayakan penambangan nikel. Kajian ini perlu dilaksanakan agar dapat menentukan apakah proyek ini
layak atau tidak untuk dilanjutkan. Kelayakan dinilai sesuai dengan kondisi teknologi dan pasar saat ini
hingga beberapa tahun ke depan.

C. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup dari penyusunan laporan studi kelayakan ini meliputi kajian pada berbagai aspek yang
meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Geologi Tambang
a. Tujuan

Kajian geologi tambang bertujuan mengevaluasi data geologi yang tersedia baik yang lama maupun yang
baru termasuk data bor sehingga dapat digunakan untuk desain tambang.

b. Lingkup Pekerjaan
- Kajian topografi/morfologi
- Stratigrafi
- Struktur geologi
- Pemetaan penyebaran mineral Bijih Nikel Laterit
- Pemetaan ketebalan lapisan tanah penutup di daerah tambang terbuka
- Desain pit
- Cadangan dan Sumberdaya Nikel Laterit
2. Geoteknik
a. Tujuan

Pengujian geoteknik bertujuan untuk menentukan sifat fisik dan mekanik baik batuan yang menyusun
overburden, batuan dasar maupun lapisan mineral Bijih Nikel Laterit. Hasil pengujian diperlukan untuk
lanjutan perancangan tambang terbuka.

b. Lingkup Pekerjaan
- Penentuan Geometri jalan tambang
- Desain jenjang (pit penambangan) atau kemiringan jenjang
- Penentuan geometri lereng
3. Hidrologi dan Hidrogeologi
a. Tujuan

Kajian hidrologi dan hidrogeologi bertujuan untuk menganalisis pengaruh air tanah terhadap tambang,
mempelajari fluktuasi muka air tanah dan mempelajari karakteristik aquifer. Data ini dipergunakan sebagai
masukan untuk lanjutan perancangan sistem pengaliran tambang .

b. Lingkup Pekerjaan
- Analisis data hidrologi dan hidrogeologi
- Perancangan sistem pengaliran tambang yang sesuai dengan strategi dan sistem penambangan
yang direncanakan.
- Desain sediment pond berdasarkan berdasarkan data curah hujan.
- Perancangan system pemompaan berdasarkan hasil analisis debit air.
4. Perencanaan Penambangan
a. Tujuan
Perencanaan Penambangan dilakukan untuk menentukan bagian-bagian yang akan tambang , dan tahapan
yang harus dilakukan untuk memperolehnya hingga di peroleh seluruh cadangan yang layak untuk di
tambang.
b. Lingkup Pekerjaan
- Penentuan metode penambangan berdasarkan model endapan nikel laterit
- Pembagian blok-blok yang akan ditambang.
- Pentahapan tambang dan penjadwalan proses penambangan
- Evaluasi geometri lereng
- Penentuan batas tambang baik ke arah lateral maupun vertikal
- Perhitungan nisbah pengupasan
- Perencanaan pembuangan tanah penutup
- Menentukan lokasi disposal dan stockpile
- Penentuan umur tambang berdasarkan jumlah cadangan dan kemampuan produksi
5. Peralatan
a. Tujuan
Menentukan jumlah dan jenis alat yang akan di gunakan selama operasi penambangan berlangsung.
b. Lingkup Pekerjaan
- Menghitung jumlah alat dalam pembongkaran OB
- Menghitung jumlah alat dalam penanganan bijih Nikel laterits
6. Pengangkutan dan Penimbunan

Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang tata cara, peralatan dalam kegiatan
pengangkutan dan penimbunan.

7. Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang dampak kegiatan tambang, pengelolaan
lingkungan, pemantauan lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.

8. Organisasi dan Tenaga Kerja

Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang bagan organisasi, jumlah dan kriteria tenaga
kerja, tingkat gaji dan upah, serta sistem kerja.

9. Pemasaran

Tujuan kajian ini adalah untuk memeberikan gambaran tentang kebijaksanaan pemerintah, prospek
pemasaran dalam negeri dan luar negeri, jenis, jumlah dan harga.

10. Investasi dan Analisis Kelayakan

Tujuan kajian ini adalah untuk menjelaskan tentang investasi, modal tetap, modal kerja, sumber dana serta
analisis kelayakan.

Metodologi kajian yang dilakukan dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut:

1) Pengumpulan data yang diperlukan


2) Pengamatan terhadap aktivitas pertambangan saat ini
3) Penggunaan data primer
4) Penggunaan data sekunder
5) Analisis dan rangkuman
D. Keadaan Umum
1. Lokasi dan Luas Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP)
Berdasarkan Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor IUP Eksplorasi No. 391 tanggal 31 Desember 2018
dari Bupati Konawe Utara (KW 08 MAP 004) tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
kepada PT. Muhammad Haris Tbk. berlokasi di Desa Lasolo, Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara
dengan luas 25 Ha dan luas sebaran endapan dari hasil pemboran 3,5 Ha dapat dilihat pada gambar. Lokasi
kajian kelayakan terletak antara 122020’32”BT 122021’23”BT dan 03023’1”LS-03023’25”LS, dalam Peta
Topografi Rupa Bumi Indonesia.
2. Kesampaian Daerah dan Sarana Perhubungan Setempat

Secara administrasi pemerintahan, Lokasi daerah kegiatan penambangan PT. Muhammad Haris Tbk,
terletak di wilayah Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Rute
perjalanan yang ditempuh dari Jakarta ke lokasi area tambang sebagai berikut:

 Jakarta – Kendari selama ± 2 jam 45 menit, dengan menggunakan pesawat udara


 Kendari – Konawe Utara (Kecamatan Lasolo) ± 4 jam, dengan menggunakan kendaraan roda4.

Akses jalan menuju lokasi penyelidikan pada umumnya dapat dijangkau dengan memakai kendaraan roda
empat atau roda dua. Sedangkan dalam lokasi penelitian sebagian daerah dapat dijangkau dengan jalan
kaki. Pemanfaatan lahan oleh masyarakat setempat pada wilayah IUP PT. Muhammad Haris Tbk ini
sebagian besar berupa lahan pertanian.
Gambar 1.1 Peta Lokasi Kajian Kelayakan
BAB II

KAJIAN GEOLOGI

A. Geologi
Secara regional daerah penyelidikan inventarisasi terletak pada dua mandala geologi yaitu: Mandala
Sulawesi Timur yang ditandai oleh batuan ultramafik, mafik, batuan malihan dan Mandala/Anjungan
Tukangbesi-Buton yang ditandai oleh batuan sedimen pinggiran benua yang beralaskan batuan malihan.

Batuan tertua pada Mandala Geologi Sulawesi Timur adalah batuan ultramafik yang merupakan batuan
alas, terdiri dari harzburgit, serpentinit, dunit, wherlit, gabro, diorit, basal, mafik malihan dan magnetit,
diduga berumur Kapur, batuan ini sebagai tempat kedudukan mineralisasi nikel dan asosiasinya. Batuan
malihan komplek Pompangeo terdiri dari berbagai jenis sekis dan sedimen malihan serta serpentinit dan
sekis glaukofan. Batuan ini diperkirakan terbentuk dalam lajur penunjaman Benioff pada akhir Kapur Awal
hingga Paleogen (Simanjuntak, 1980, 1986). Batuan ultramafik dan batuan Kompleks Pompangeo tersebut
berhubungan secara sentuhan tektonik.

Mandala/Anjungan Tukang besi-Buton berupa batuan alas malihan terdiri dari sekis mika, sekis kuarsa,
sekis klorit, sekismika-ampibolit, sekis grafit dan genes berumur Permo-Karbon. Di atasnya menindih tak
selaras Formasi Meluhu (Lembar Muna) yang terdiri dari batu gamping hablur dengan sisipan filit dan
setempat sisipan kalsilutit rijangan. Kedua formasi diperkirakan berumur Trias Akhir sampai Jura Awal.

Di atas kedua mandala yang saling bersentuhan diendapkan secara tak selaras Formasi Langkowala yang
terdiri dari batupasir dan konglomerat yang saling menjemari, diperkirakan berumur akhir Miosen Tengah.

Di atasnya menindih selaras Formasi Eemoiko yang terdiri dari batu gamping koral, kalkarenit, batu pasir
gampingan, napal; dan formasi Boepinang terdiri dari batu lempung pasiran, napal pasiran dan batu pasir.
Kedua formasi tersebut berumur Miosen Akhir sampai Pliosen. Di atas kedua formasi ini ditindih tak selaras
oleh Formasi Alangga terdiri dari konglomerat dan batu pasir yang belum padat dan Formasi Buara terdiri
dari terumbu koral, setempat lensa konglomerat dan batu pasir yang belum padat. Kedua formasi ini saling
menjemari berumur Pliosen. Satuan batuan termuda adalah endapan sungai, rawa dan kolovium.

Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Kolaka, Sulawesi, skala 1: 250.000 oleh T.O. Simandjuntak,
dkk dan Peta Geologi Potensi Bahan Galian dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara skala 1: 500.000 oleh
Jahja Chalid, Edy Sunarno, Andi Azis, Abdul Latif, Hakiman, Asep Gatot dan Rafiuddin (Dinas Pertambangan
dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara), 2005, Geologi regional Kabupaten Konawe adalah sebagai berikut.
Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Daerah

1. Litologi

Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai dilapangan serta kesebandingan yang dilakukan terhadap Peta Geologi
Lembar Kolaka (T.O Simanjuntak dkk, 1994, P3G) dan Peta Lembar Geologi Lasusua Kendari (Rusmana
dkk, 1993), batuan penyusun daerah Konawe dapat dikelompokkan ke dalam 10 (sepuluh) satuan yang
terdiri dari batuan tua ke batuan lebih muda adalah sebagai berikut:

a. Satuan Batupasir Malih

Satuan batuan ini tersebar dibeberapa lokasi di daerah Konawe yaitu daerah sekitar Abuki dan Lasolo.
Satuan batupasir malih ini terdiri dari batupasir termalihkan dengan berbagai variasi, ukuran butir yaitu
serpih hitam, serpih merah, filit, batu sabak dan setempat kwarsit. Satuan ini telah mengalami tektonik
yang sangat kuat dan berulang-ulang. Hal ini diperlihatkan dengan keadaan sekarang yaitu umumnya
terlipat, terkekarkan, tersesarkan, selain itu hampir seluruh sikapan yang dijumpai mengalami perombakan
yang kuat. Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai, satuan ini dapat disebandingkan dengan formasi meluhu
berumur trias-trias akhir, satuan ini memiliki ketebalan tidak kurang dari 1000 m. Beberapa ahli
mengatakan satuan ini disebut sebagai batuan “tak perinci” (Sukanto, 1995) Metharmorfic rock
(Kartadipoetoa, 1993).

b. Satuan Batugamping

Satuan batugamping, tersebar di bagian Timur dan Utara Kabupaten Konawe yaitu di sekitar
daerah Lembo, Sawa, Soropia, dan Asera. Satuan ini terdiri dari batugamping dengan sisipan batupasir dan
batusabak. Batugamping berwarna kelabu muda hinbga kelabu tua dan kelabu kemarahan/kecoklatan
sangat kompak, berlapis kekar telah terisi mineral kalsit ketebalan lapisan puluhan senti meter hingga
beberapa meter. Batupasir berwarna kelabu kehijauan hingga kelabu kecoklatan berbutir halus hingga
kasar umumnya tersemenkan oleh oksida besi, kompak mengandung sedikit kuarsa, berlapis dengan
ketebalan beberapa sentimeter hingga belasan sentimeter.

Satuan batugamping ini juga telah mengalami depormasi kuat, terlihat dengan kerapatan kekar,
juga terlihat bahwa satuan ini telah mengalami penghabluran ulang. Satuan ini memiliki hubungan yang
saling menjemari dengan formasi meluhu. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai, satuan ini dapat
disebandingkan dengan formasi tokala berumur trias akhir, satuan ini diduga memiliki ketebalan ratusan
meter.

c. Satuan Ultrabasa

Satuan Ultrabasa tersebar dibagian Timur-Utara serta bagian Selatan P. Wawonii daerah Kabupaten
Konawe yaitu disekitar daerah Asera, Pondidaha, Matandahi, Mandiodo, Lasolo, P. Bahubulu dan Munsolo
p. Wawonii. Satuan ini terdiri dari pridotit, dunit, gabro, basal dan serpentinit. Secara umum satuan
ultrabasa ini telah mengalami pelapukan yang cukup kuat, sehingga soil di sekitar daerah yang tersusun
oleh batuan ini sangat tebal. Satuan batuan ultrabasa adalah batuan asal kerak asal samudera yang
merupakan batuan dasar dilajur Hialu. Batuan ini tertindih tak selaras oleh formasi matano yang berumur
kapur akhir, sehingga umur batuan diduga lebih tua dari kapur akhir.

d. Satuan Batugamping Kalsilutit

Satuan ini tersebar pada bagian Utara, yaitu disebelah Utara daerah Asera sekitar Lamonae, Linomoyo dan
sekitar Lalindu. Satuan ini tersusun oleh batuan kalsilutit dengan sisipan serpih dan rijang. Kalsilutit
berwarna putih krem kecoklatan dan kelabu hingga kelabu tua berlapis dengan ketebalan pada lapisan
antara 40 cm hingga diatas 1 m, pejal setempat terhablur ulang dan terkekarkan. Serpih berwarna merah
kecoklatan, keras, berlapis dengan ketebalan pelapisan antara 5 cm-25 cm dan berada pada bagian bawah
satuan ini. Rijang berwarna coklat juga berada bagian satuan bawah ini. Satuan ini menindih tak selaras
satuan ultrabasa yang berada dibawahnya, dan memiliki kontak sesar. Berdasarkan kesamaan fisik, satuan
ini dapat disebadingkan dengan formasi matano, berumur kapur akhir dan memiliki ketebalan tidak kurang
dari 500 m.

e. Satuan Konglomerat

Satuan ini tersebar pada bagian Utara disekitar Asera dan Lasolo, satuan ini terdiri dari konglomerat,
batupasir, lempung dan serpih. Satuan konglomerat menindih secara tidak selaras satuan batuan yang
berada dibawahnya. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai, satuan ini dapat disebandingkan dengan
formasi langkowala, formasi plandua, berumur miosan akhir hingga pliosan, dengan memiliki ketebalan
berkisar 450 meter.

f. Satuan Kalkarenit

Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Konsel yaitu disekitar daerah Lapuko dan Tinaggea. Satuan ini
terdiri dari Kalkarenit, Batugamping, Koral, Batupasir dan Napal. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai,
satuan ini dapat disebandingkan dengan formasi Emoiko berumur Pliosen. Satuan ini mempunyai ketebalan
berkisar 200 m dengan lingkungan pengendapan laut dangkal hingga transisi.

g. Satuan Batulempung

Satuan tersebar di bagian selatan daerah Konsel yaitu disekitar sebelah Selatan Lapuko, yang terdiri dari
lempung, napal pasiran dan batupasir. Satuan ini memiliki hubungan yang saling menjemari dengan satuan
kalkarenit. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat disebandingkan dengan
formasi boipinang, berumur pliosen. Satuan ini memiliki ketebalan berkisar 150 m dengan lingkungan
pengendapan transisi hingga laut dangkal.

h. Satuan Batupasir

Satuan ini tersebar dibagian Utara dan Timur Laut daerah Konawe yaitu disekitar daerah Asera Utara dan
sekitar Pondai. Satuan ini terdiri dari batupasir, konglomerat dan lempung. Berdasarkan kesamaan fisik
yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat disebandingkan dengan formasi Alangga, yang berumur
Pliosen. Satuan ini memiliki ketebalan berkisar 250 m dengan lingkungan pengendapan darat hingga
transisi dan menindih secara tak selaras semua batu-batuan yang berada dibawahnya.

i. Satuan Batugamping Koral

Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Konawe yaitu disekitar daerah Pohara dan Andepali. Satuan
ini terdiri dari batugamping koral, dan batugamping pasiran memiliki ketebalan berkisar 100 m.
Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai dilapangan maka satuan ini dapat disebandingkan dengan
formasi buara. Berumur Pliosen hingga Holosen dengan lingkungan Pengendapan Laut Dangkal. Satuan ini
memiliki hubungan yang menjemari dengan satuan batupasir dan menindi secara tidak selaras satuan
batuan yang berada dibawahnya.

j. Satuan Aluvial

Satuan ini tersebar disekitar aliran sungai besar, pantai dan rawa di daerah Konawe. Endapan Aluvial yang
ada merupakan endapan sungai, pantai dan rawa, berupa kerikil, kerakal, pasir, lempung dan Lumpur.
Endapan alluvial merupakan satuan batuan penyusun yang paling mudah dan menindi secara tidak selaras
seluruh batuan yang berada dibawahnya berumur Rissen dengan ketebalan tidak lebih dari 20 m.

2. Struktur

Daerah ini tidak dapat dipisahkan dengan proses tektonik yang telah dan mungkin masih berlangsung di
daerah ini, dimana diperlihatkan oleh kondisi batuan terutama oleh batuan yang berumur Pra tersier yang
umumnya telah mengalami perlipatan dan perombakan yang cukup kuat dan berulang-ulang.

Struktur Geologi yang dijumpai di daerah Konawe Utara meliputi lipatan, kekar dan sesar. Lipatan dapat
dijumpai dibeberapa tempat dimana batupasir malih tersingkap, namun sangat sulit untuk menentukan
arah sumbu lipatannya karena telah terombakkan.

Kekar dijumpai hampir seluruh satuan batuan penyusun daerah ini, kecuali alluvium dan batuan kelompok
batuan Molasa yang tidak konsolidasi dengan baik. Sesar utama yang terjadi di daerah ini dapat dijumpai
di daerah Lasolo sebagai sesar induk dari semua sesar yang ada di Konawe yang berarah umumnya utara-
barat laut menengara.
Gambar 2.2. Peta Geologi Daerah Konawe dan Konawe Utara (Moetamar ,2007, modifikasi dari Rusmana
,1993)

B. Sumberdaya dan Cadangan


1. Endapan Laterit

Proses pelapukan mekanik dan kimia yang berkerja pada batuan ultrabasa antara lain peridotit yang
tersusun oleh mineral-mineral utama seperti olivine dan piroksin yang mengandung unsur-unsur logam
nikel dalam persentase (unsur jejak atau trace). Kandungan nikel dan unsur-unsur lainnya seperti besi
oksida, magnesium, silica dan aluminium dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Kandungan nikel dan unsur-unsur lainnya dalam batuan

Besi
Oksida Silika &
Nikel
Batuan & Aluminium Batuan Nikel (%) Batuan Nikel (%)
(%)
Mangan (%)
(%)
Peridotit 0,2 43,3 45,9 Peridotit 75,5 Peridotit 75,5
Gabro 0,016 16,6 66,1 Gabro 93,656 Gabro 93,656
Diorit 0,004 11,7 73,4 Diorit 101,764 Diorit 101,764
Granit 0,0002 4,4 78,7 Granit 106,399867 Granit 106,39987
Sumber: Belt Joseph R

Konsentrasi bijih nikel disebabkan karena proses pelapukan yang berkepanjangan dimana bagian-bagian
batuan dasar (bed rock) akan terlarutkan menghasilkan pemgayaan residu/sisa ( residual encroachment)
dari unsur nikel yang tidak mudah larut. Proses pelindian antara lain menyebabkan berkurangnya unsur Al
dan Ca dalam batuan asal. Sebaliknya Kadar Fe, Cr, Ni, Co meningkat. Dalam proses pelapukan Ni melarut
bersama unsur Mg dalam batuan kemudian diendapkan kembali dan membentuk mineral hidrosilika, antara
lain garnierite (H4(MnNi)3SiO4) atau H2(NiMg(SiO4 nH2). Mineral bentukan baru kemudian mengisi selag
atau retakan dalam batuan. Selain garnierite, krisopras juga terbentuk.

Adapun proses awal terbentuknya endapan dimulai dari pelapukan batuan induk (peridotit) yang
mengandung nikel sebesar 0,20 % yang diawali oleh proses ini dianggap sebagai proses awal dari cara
terbentuknya endapan bijih nikel. Derajat serpentinisasi batuan asal laterit akan mempengrahuhi
kehomogenan zona saprolit dengan inti batuan sisa yang keras dan pengsian celah-celah oleh mineral
garnierite dan kuarsa.

Nikel laterit (lateritic nickel) yang terbentuk di daerah penelitian dan sektarnya merupakan hasil prose
pelapukan batuan ultrabasa (peridotit) di dalam koonsetrasi, juga terdapat mineral lainnya seperti SiO2,
MgO, Co, CaO dan Al2O3. Sedangkan penyebaran secara horizontal umumnya melebar dengan luasan yang
tidak merata, tergantung pada tingkat pelapukan dan topografi. Endapan bijih nikel di daerah penelitian
merupakan endapan bijih laterit nikel dimana kandungan nikelnya berkisar 0,69 % - 4,01 % dan kandungan
Fe berkisar dari 1 sampai > 30 %.

2. Susunan Lapisan Nikel Laterit

Lapisan yang kaya akan bijih nikel umumnya terdapat dibagian bawah zona pelapukan dan diatas batuan
dasar. Uraian profil endapan nikel laterit adalaha sebagai berikut:

 Lapisan Tanah Penutup (top soil)


Lapisan ini umumnya dengan kadar besi tinggi, berwarna coklat kemerahan yang terkadang terselimuti
oleh lapisan keras sebagai iron capping. Kondisi tanah sering gembur-agak padat dan ditumbuhi oleh
tumbuhan hutan kayu. Lapisan ini tidak memilki kandunngan bijih nikel yang bernilai ekonomis.

 Lapisan limonit (limonite)

Lapisan ini mempunyai kadar besi tinggi dan kadar nikel relatif rendah, berwarna kecoklatan-kemerahan,
umumnya lengket bila dalam keadaan basah, komponen batuan yang telah melapuk berukuran kerikil-
kerakal biasanya dapat dijumpai.

 Lapisan Saprolit (Saprolite)

Lapisan ini mempunyai kadar besi relative rendah, sebaliknya kadar nikel tinggi, berwarna coklat kemerah-
merahan, mengandung banyak komponen batuan asal yang umumnya telah melapuk dan muda digali.

 Lapisan batuan dasar (bed rock)

Bagian ini masih menampakkan batuan asal ( source rock) yang masih segar, tingkat pelapukan umumnya
relatif rendah, tersusun oleh komponen batuan berukuran kerakal sampai bongkah yang masih terekat
atau terpisahkan oleh rekahan, berwarna abu kuning pusat.

2. Cadangan
Perhitungan estimasi cadangan dilakukan dengan menggunakan metode polygon dan metode IDW pada
Surpac 6.3 , berikut adalah hasil yang di peroleh dari kedua metode tersebut.
1. Metode Poligon
Perhitungan sumber daya/cadangan didapatkan dengan menggunakan metode poligon. Metode poligon
adalah suatu metode perhitungan dengan konsep dasar yang menyatakan bahwa seluruh karakteristik
endapan suatu daerah diwakili oleh satu titik tertentu. Jarak titik bor di dalam poligon dengan batas poligon
sama dengan jarak batas poligon ketitik bor terdekat (Agus, 2005). Volume dari masing-masing daerah
pengaruh dapat diestimasikan dengan menggunakan persamaan:

𝑉 = 𝐴. 𝑡 … … … … … … … … …

Dimana:
V= Volume daerah pengaruh (m3)
A= Luas daerah pengaruh (m2)

t = Tebal bijih (m)

Sedangkan untuk menghitung volume total dari masing-masing poligon digunakan persamaan:

𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3 + 𝑉4 … + 𝑉𝑛 … … … … … … … … …

Hasil perhitungan yang di peroleh melalui metode polygon yaitu :

Tabel 2.2 estimasi cadangan metode poligon


Kadar rata-rata
No Litologi Volume(m³) Tonase(m²)
Ni Fe SiO
1 Top soil 48125 57750 0,782778 39,82667 7,898333
2 Limonit 116250 186000 1,17 42,55 8,11
3 Transisi 14375 21562,5 1,19 34,97 19,85
4 Saprolit(ore) 685000 959000 1,936207 25,9081 24,92224

2. Metode IDW

Tabel 2.3 estimasi cadangan metode IDW

Kadar Rata-rata
No Ore Class Volume(m³) Tonase(ton)
Ni(%) Fe(%)
1 LGS2 281406,25 393968,75 1,67 31,37
2 LGS1 241015,63 337421,88 1,98 26,22
3 HGS2 120898,44 169257,81 2,37 21,77
4 HGS1 76445,31 107023,44 2,96 20,49
Total 719765,63 1007671,88 2,245 24,9625
Hasil pemodelan dengan Surpac diperoleh bentuk Blok Model seperti gambar berikut.

Gambar 2.3 Blok model saprolit (ore)


BAB III

GEOTEKNIK

A. Data Geoteknik
Penyelidikan geoteknik untuk mendukung kegiatan operasional penambangan nikel dengan sistem
penambangan terbuka (open cast) bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kemiringan lereng
galian yang dapat meminimalkan timbulnya longsoran dari dinding galian. Data yang diperlukan untuk
penyelidikan ini adalah sebagai berikut:

A. Data Lapangan
1) Susunan batuan pembentuk Iereng yang didapat dari data hasil tes pit.
2) Struktur lapisan batuan agak kompak akibat pengaruh tektonik namun ada beberapa memiliki
rekahan-rekahan dan kekar yang disebabka noleh patahan dan sesar.

B. Hasil Pengamatan Tes Pit dan Sampel Untuk Uji Laboratorium

1) Tes pit geoteknik untuk saat ini sebanyak 4 titik.

Jumlah sampel untuk uji laboratorium Pengujian kondisi fisik, mekanik dan analisis batuan dilakukan
dengan mengacu kepada standar baku yang diakui secara umum. Jumlah sampel yang dianalisis di
laboratorium sebanyak 4 sampel.

Tabel 3.1 Data hasil pemboran Geoteknik


Pemboran Interval Tabung/Kedalaman Diameter
pemboran (m) (m) (cm)
0-5 Gt.01/3,05 -3,35 m 30
5-10 Gt.01/ 8,45-8,75 m 30
1
10-15 Gt.01/13,04-13,34 m 30
15-20 Gt.01/17,35-17,65 m 30
2 0-5 Gt.02/4,00-4,30 m 30
0-5 Gt.03/4,70-5,00 m 30
3 5-10 Gt.03/ 9,70-10,00 m 30
10-15 Gt.03/ 14,50-14,80m 30
0-5 Gt.04/ 4,35-4,65 m 30
4
5-10 Gt.04/ 9,60-9,90 m 30
C. Hasil Uji Coba dan Analisis Laboratorium
Uji sifat mekanik atau keteknikan diperlukan untuk mengetahui ketahanan tanah atau batuan di bawah
tekanan statik atau dinamik. Untuk uji geser langsung akan menghasilkan nilai c (kohesi) dan (sudut geser
dalam).

Tabel 3.2 Hasil Uji Laboratorium Pengujian Bobot Isi


Pemboran Tabung/Kedalaman Bobot Isi (γ) kg/cm3
Gt.01/3,05 -3,35 m 2,2
Gt.01/ 8,45-8,75 m 1,842
1
Gt.01/13,04-13,34 m 1,795
Gt.01/17,35-17,65 m 1,688
2 Gt.02/4,00-4,30 m 1,817
Gt.04/4,70-5,00 m 2,353
3 Gt.04/ 9,70-10,00 m 1,843
Gt.04/ 14,50-14,80m 2,133
Gt.05/ 4,35-4,65 m 1,779
4
Gt.05/ 9,60-9,90 m 1,906

Tabel 3.3 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Tanah


Pemboran tabung/kedalaman Kohesi (kg/cm2) Sudut Geser Φ (o)
Gt.01/3,05 -3,35 m 0,075 24o5’4,72”

Gt.01/ 8,45-8,75 m 0,072 26o9’3,74”


1
Gt.01/13,04-13,34 m 0,068 28o38’4,34”

Gt.01/17,35-17,65 m 0,066 32o7’28,96”

2 Gt.02/4,00-4,30 m 0,094 26o22’53,08”

Gt.04/4,70-5,00 m 0,076 24o22’13,89”


3 Gt.04/ 9,70-10,00 m 0,07 28o8’48,41”

Gt.04/ 14,50-14,80m 0,062 31o37’59,05”

Gt.05/ 4,35-4,65 m 0,074 27o23’2,96”


4
Gt.05/ 9,60-9,90 m 0,07 30o1’40,48”
B. Geometri Jenjang
Penambangan mineral dan batubara memakai sistem tambang terbuka menyebabkan perubahan rona atau
bentuk topografi suatu daerah menjadi sebuah front penambangan. Secara umum tambang terbuka terdiri
dari beberapa jenjang (bench) dan jalan angkut. Faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi jenjang adalah
sebagai berikut :
 Produksi
Salah satu tujuan penentuan dimensi jenjang adalah harus dapat menghasilkan produksi yang diinginkan,
maka jenjang yang akan dibuat perlu mempertimbangkan jumlah produksi yang diinginkan. Pada
umumnya jumlah produksi menentukan dimensi jenjang yang akan dibuat, artinya akuratnya ukuran
jenjang tergantung jumlah produksi. (Yurdi, 2014)
 Kondisi Material
Kondisi material/batuan yang ada dapat menentukan peralatan yang harus digunakan sehingga kegiatan
yang sesuai untuk produksi yang dikerjakan dapat ditentukan. Kondisi batuan yang lebih dominan antara
lain kekuatan batuan, faktor pengembangan, densitas batuan, struktur geologi yang ada. Berdasarkan
kondisi material tersebut dapat membantu memperkirakan peralatan produksi yang digunakan. Pada
material lunak, penggalian dapat langsung dilakukan pada permukaan material (permukaan kerja), maka
jarak dan ketinggian penggalian perlu diperhitungkan dalam memperkirakan lebar dan tinggi jenjang.
(Yurdi, 2014)
 Peralatan Produksi
Pada umumnya peralatan produksi yang akan digunakan/dipilih disesuaikan dengan kapasitas produksi
yang diinginkan dan sesuai material yang akan dikerjakan. Dengan pertimbangan tersebut, dimensi jenjang
mempunyai kondisi kerja yang baik, dimana hal ini akan mempengaruhi effisiensi kerja. (Yurdi, 2014)
1. Perhitungan Kemiringan Jenjang

Menurut Young, kemiringan jenjang sebaiknya antara 45⁰ – 65⁰, sedangakan menurut Popov, The Working
of Mineral Deposits, kemiringan lereng tergantung dari kandungan air pada material. Material yang masih
kering biasanya memungkinkan kemiringan jenjang yang lebih besar. Adapun derajat kemiringan untuk
suatu lereng dilihat dari jenis materialnya:

a. Untuk batuan beku berkisar antara 70⁰- 80⁰,


b. Untuk batuan sedimen berkisar antara 50⁰- 60⁰,
c. Untuk ledge dan pasir kering berkisar antara 40⁰ – 50⁰;
d. Untuk batuan yang argillaceous berkisar antara 35⁰ – 45⁰.
Jika FK<1 lereng mengalami longsor
Jika FK 1-1,25 lereng kritis
Jika FK > 1,25 lereng aman
Penambangan nikel laterit memiliki kemiripan dengan material sedimen sehigga dapat di gunakan
parameter batuan sedimen untuk menentukan kemiringan lereng yaitu 50⁰-60⁰ , namun apabila
menggunakan kemiringan tersebut diperoleh nilai FK yang tinggi yaitu sekitar 1,9. Jadi, kemiringan lereng
masih bisa untuk ditingkatkan menjadi 65⁰ dan di peroleh FK 1,5 melalui metode sayatan.Berikut hasil uji
FK dengan metode sayatan menggunakan kemiringan lereng 65° yang dilakukan pada 4 sampel hasil dari
4 pemboran.

Gambar 3.1 Penampang metode irisan

 Pemboran 1
Tabel 3.4 Perhitungan irisan Pemboran 1
Sin W(Luas x W sin
NO L(m) h(m) x(m) luas(m2) Sudut(°) Cos(α) W cos α
(α) Bobot isi) α
1 1,3 2,7 1,3 1,755 0 0 1 32,37872991 0 32,3787
2 1 4,7 1 3,7 13 0,224 0,974 68,26284938 15,291 66,488
3 1 4,4 1 4,55 23 0,39 0,92 83,94485531 32,738 77,2293
4 1,1 4 1 4,2 25 0,422 0,906 77,48755875 32,7 70,2037
5 1,7 3,2 1,5 5,4 27 0,453 0,891 99,62686125 45,131 88,7675
6 1,2 2,5 1 2,85 34 0,559 0,829 52,58084344 29,393 43,5895
7 1,4 1,5 1 2 42 0,669 0,743 36,8988375 24,685 27,4158
8 1,8 0 1 0,75 56 0,829 0,559 13,83706406 11,471 7,73492
Total 10,5 8,8 191,41 413,808
Sudutlereng 65 °
tan φ 0,526
φ 27,75575 °
c 6,8894175 kN/m2
Ƴ 18,44941875 kN/m3
F = 1,515 (Lereng aman)

 Pemboran 2
Tabel 3.5 Perhitungan irisan Pemboran 2
Sin W(Luas x Bobot W sin
NO L(m) h(m) x(m) Luas(m2) Sudut(o) Cos(α) W cos α
(α) isi) α
1 1,3 2,7 1,3 1,755 0 0 1 31,27290485 0 31,2729
2 1 4,7 1 3,7 13 0,224 0,974 65,9314803 14,769 64,2173
3 1 4,4 1 4,55 23 0,39 0,92 81,07790145 31,62 74,5917
4 1,1 4 1 4,2 25 0,422 0,906 74,8411398 31,583 67,8061
5 1,7 3,2 1,5 5,4 27 0,453 0,891 96,2243226 43,59 85,7359
6 1,2 2,5 1 2,85 34 0,559 0,829 50,78505915 28,389 42,1008
7 1,4 1,5 1 2 42 0,669 0,743 35,638638 23,842 26,4795
8 1,8 0 1 0,75 56 0,829 0,559 13,36448925 11,079 7,47075
Total 10,5 8,8 184,87 399,675

Sudut lereng 65 °
φ 26,38
tan φ 0,495 °
c 9,21858 kN/m2
Ƴ 17,819319 kN/m3

F = 1,593721 (Lereng aman)

 Pemboran 3
Tabel 3.6 Perhitungan irisan Pemboran 3
Sin W(Luas x W sin
NO L(m) h(m) x(m) Luas(m2) Sudut(o) (α) Cos(α) Bobot isi) α W cos α
1 1,3 2,7 1,3 1,755 0 0 1 36,31007426 0 36,3101
2 1 4,7 1 3,7 13 0,224 0,974 76,5511537 17,147 74,5608
3 1 4,4 1 4,55 23 0,39 0,92 94,13722955 36,714 86,6063
4 1,1 4 1 4,2 25 0,422 0,906 86,8959042 36,67 78,7277
5 1,7 3,2 1,5 5,4 27 0,453 0,891 111,7233054 50,611 99,5455
6 1,2 2,5 1 2,85 34 0,559 0,829 58,96507785 32,961 48,882
7 1,4 1,5 1 2 42 0,669 0,743 41,379002 27,683 30,7446
8 1,8 0 1 0,75 56 0,829 0,559 15,51712575 12,864 8,67407
Total 10,5 8,8 214,65 464,051
Sudut lereng 65 °
tan φ 0,532
φ 28,04966667 °
c 7,45332 kN/m2
Ƴ 20,689501 kN/m3

F= 1,514726 (Lereng aman )


 Pemboran 4
Tabel 3.7 Perhitungan irisan Pemboran 4
Sin W(Luas x Bobot W sin
NO L(m) h(m) x(m) Luas(m2) Sudut(o) (α) Cos(α) isi) α W cos α
1 1,3 2,7 1,3 1,755 0 0 1 31,71179261 0 31,7118
2 1 4,7 1 3,7 13 0,224 0,974 66,85677075 14,976 65,1185
3 1 4,4 1 4,55 23 0,39 0,92 82,21575863 32,064 75,6385
4 1,1 4 1 4,2 25 0,422 0,906 75,8914695 32,026 68,7577
5 1,7 3,2 1,5 5,4 27 0,453 0,891 97,5747465 44,201 86,9391
6 1,2 2,5 1 2,85 34 0,559 0,829 51,49778288 28,787 42,6917
7 1,4 1,5 1 2 42 0,669 0,743 36,138795 24,177 26,8511
8 1,8 0 1 0,75 56 0,829 0,559 13,55204813 11,235 7,57559
Total 10,5 8,8 187,47 405,284
Sudut lereng 65 °
tan φ 0,547
φ 28,707 °
c 7,25718 kN/m2
Ƴ 18,0693975 kN/m3

F= 1,589035 (Lereng aman)

Berdasarkan hasil analisis kestabilan lereng dari 4 lokasi pengambilan sampel geoteknik , maka apabila di
buat lereng dengan kemiringan 65° dinyatakan aman.
2. Tinggi Jenjang
Penentuan tinggi bench tergantung pada lapisan overburden, sifat fisik tanah dan batuan, serta
disesuaikan dengan tinggi maksimum penggalian dari alat yang digunakan. Dengan mempertimbangkan
hal tersebut , maka tinggi jenjang yang terapkan adalah 5 m.

3. Lebar Jenjang
Lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran produksi dan keadaan topografi lokasi penambangan. Lebar
jenjang adalah jarak horisontal yang diukur dari ujung lantai jenjang sampai batas belakang lantai jenjang.
Lebar minimum yang akan dibuat harus dapat menampung material hasilbongkaran/peledakan dan
peralatan yang digunakan. Lebar jenjang terbagi 2 yaitu jenjang kerja dan jenjang penangkap. Lebar
jenjang penangkap yang di gunakan yaitu 1,5 m dan lebar jenjang kerja 5-7 m.

C. Pit Rencana Penambangan


Penambangan yang akan dilakukan terbagi menjadi 2 blok yang terdiri dari Blok I (sebelah kiri) dan Blok 2
(sebelah kanan) dan memiliki bentuk pit rencana penambangan seperti gambar di bawah dan akan
diterapkan metode penambangan Open Cast.

Gambar 3.2 Pit Rencana Penambangan


D. Geometri Jalan Tambang
Rencana jalan angkut tambang yang akan didesain adalah sebagai berikut:
 Blok 1 meunuju stockpile menempuh jarak ± 400 meter.
 Blok 1 menuju Disposal menempuh jarak ± 150 m
 Blok 2 meunuju stockpile menempuh jarak ± 500 meter.
 Blok 2 menuju Disposal menempuh jarak ± 300 m

Geometri jalan angkut tambang meliputi lebar jalan, jari-jari tikungan, kemiringan jalan (grade), dan
kemiringan melintang (cross slope).
1. Lebar Jalan Tambang
a. Lebar Jalan Lurus

Penentuan lebar jalan angkut tambang didasarkan pada unit alat angkut yang memiliki dimensi paling besar
yang sedang beroperasi saat itu pada jalan tambang. Alat angkut dengan dimensi yang paling besar yang
digunakan adalah dump truck HINO 500 FM 260 TI dengan lebar 2,80 meter.

Berdasarkan American Association of State Highway and Transportation Official (AASHTO) Manual Rual
Highway Design 1973 untuk lebar jalan angkut harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada
tepi kanan, kiri, dan tengah jalan pada jalan angkut yang dua lajur. Maka lebar minimum pada jalan lurus
adalah sebagai berikut :

Lmin  n.Wt  (n  1).(0,5.Wt )


 2.2,80m  (2  1).(0,5.2,80m)
 5,6m  3(1,4m)
 5,6m  4,2m
 9,8m  10m
Gambar 3.3 . Desain Lebar Jalan Lurus Minimum Sesuai Standar

b. Lebar Jalan Tikungan


Lebar jalan tikungan selalu dibuat lebih besar daripada jalan lurus. Hal ini dimaksudkan untuk
mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut roda depan dengan
badan truck saat melintasi tikungan. Pada lajur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan dihitung
berdasarkan pada :
1) Lebar jejak roda.
2) Lebar juntai atau tonjolan ( overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok.
3) Jarak antar alat angkut saat bersimpangan.
4) Jarak jalan angkut terhadap tepi jalan.
Untuk lajur ganda, lebar minimum pada tikungan dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan
sebagai berikut :

Wmin  nU  Fa  Fb  Z   C

Fa = Ad x sin α

Fb = Ab x sin α

C  Z  1 (U  Fa  Fb )
2
Keterangan:
Wmin = lebar jalan pada belokan (m)
n = jumlah lajur
U = lebar jejak roda (centre to centre tyre) (m)
Fa = lebar juntai (overhang) depan (m)
Fb = lebar juntai belakang (m)
Z = lebar bagian tepi jalan (m)
C = jarak antar kendaraan (m)
Ad = jarak as roda depan dengan bagian depan dump truck (m)
Ab = jarak as roda belakang dengan bagian belakang dump truck (m)
α = sudut penyimpangan (belok) roda depan (o)
Maka,
Fa = Ad  sin α
= 1,015m  sin 30,07

= 0,58m

Fb = Ab  sin α
= 1,045m  sin 30,07

= 0,74m

C  Z  ½(U  Fa  Fb)
= 0,5(2,015  0,58  0,74)m

= 0,5  3,335m

= 1,67m

Wmin  22,015  0,58  0,74  1,67m  1,67m


= 2(5,005m)  1,67 m

= 10,01m  1,67m

= 11,68m
Dari perhitungan di atas, maka lebar minimum untuk jalan tikungan berdasarkan teori AASHTO adalah
sebesar 11,68 meter.

Gambar 3.4 . Desain Lebar Jalan pada Tikungan Sesuai Standar


Berdasarkan desain jalan tikungan di atas dengan lebar minimum 11,68 meter, maka jalan tikungan ini
dapat dilewati oleh alat angkut secara bersamaan meskipun berlawanan arah tanpa harus mengurangi laju
kendaraan atau melakukan pengereman saat berpapasan. Truck dapat melintas leluasa dengan aman
tanpa terjadi antrian. Dengan demikian dapat meningkatkan laju produksi sesuai target yang diharapkan
karena waktu angkut yang efisien.
2. Jari-jari dan Superelevasi
Permasalahan superelevasi erat kaitannya dengan jari-jari tikungan. Suatu tikungan akan dapat dilalui
dengan baik oleh alat angkut apabila radius tikungan lebih besar atau minimal sama dengan jari-jari lintasan
yang dimiliki oleh alat angkut yang bersangkutan. Masing-masing jenis dump truck mempunyai jari-jari
lintasan jalan yang berbeda. Perbedaan ini dikarenakan sudut penyimpangan roda depan pada setiap dump
truck belum tentu sama. Semakin kecil sudut penyimpangan roda depan maka jari-jari lintasan akan
terbentuk semakin besar. Radius putaran yang dimiliki oleh alat angkut Dump Truck Hino 500 fm 260Ti
dapat dilihat pada tabel berikut,
Tabel 3.8 . Radius Putaran Alat Angkut
Dump Truck Sudut Penyimpangan Roda Depan Radius Putaran

Hino 500 fm 260Ti 30o 8,6

Setelah didapatkan nilai jari-jari minimum dari tikungan, selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah
superelevasi dari tikungan tersebut. Membuat kemiringan ke arah titik pusat jari-jari tikungan, yaitu
dengan membuat elevasi yang lebih rendah ke arah pusat jari-jari tikungan dan membuat elevasi yang
lebih tinggi ke arah terluar jari-jari tikungan. Kemiringan ini berfungsi sebagai gaya sentripetal untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang dapat mengakibatkan truk terpelanting keluar saat melewati tikungan
sehingga dapat menjaga alat angkut tidak terguling saat melewati tikungan dengan kecepatan tertentu.
Besarnya superelevasi dapat ditentukan dengan menggunakan perhitungan .
Diketahui kecepatan alat angkut yang diperbolehkan adalah 30 km/ jam dan 40 km/jam, dimana jika V<80
km/ Jam makan berlaku f = -0,00065 V + 0,192, maka,

V2
e+f =
127 R
30²
= (127)(28,06)

900
=
3563,62

= 0,2525
f = -0,00065.V+0,192
f =-0,00065.(30)+0,192
f =-0,0195+0,192
` f = 0,1725
e + f = 0,2525
e + 0,1725 = 0,2525\
e= 0,2525 - 0,1725
e= 0,08 mm/m ≈ 8%
Gambar 3.5 . Desain Superelevasi Jalan Tikungan Sesuai Standar

Berdasarkan hasil perhitungan yang sesuai teori, superelevasi yang dianjurkan untuk jalan tikungan
adalah 0,08 mm/m ≈ 8% dengan lebar minimum jalan tikungan sebesar 11,68 meter. Dengan adanya
superelevasi yang sesuai standar tersebut maka diharapkan alat angkut dapat melaju dengan aman
pada kecepatan 40 km/jam saat melintasi tikungan tanpa harus mengurangi laju kendaraan.

3. Kemiringan Jalan (Grade)


Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut/truck berkisar antara
10% sampai 18% atau 6o sampai 8,5o, akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit lebih
aman bila kemiringan jalan kurang dari 8%. Kemampuan dalam mengatasi tanjakan untuk setiap alat
angkut tidak sama, tergantung pada jenis alat angkut itu sendiri. Sudut kemiringan jalan biasanya
dinyatakan dalam persen yaitu beda tinggi setiap seratus satuan panjang jarak mendatar.

Jadi, kemiringan jalan (Grade) yang di terapkan adalah 10 % . Artinya persentase perbedaan
ketinggian pada jarak 100 m adalah 10 % atau 10 m.
4. Kemiringan Melintang Jalan (Cross Slope)
Kemiringan melintang (Cross Slope) adalah beda tinggi antara titik tengah jalan dengan sisi-sisi pinggir
jalan. Kemiringan melintang digunakan untuk mengatasi masalah drainase di atas permukaan jalan.
Menurut William Hustrulid dan Mark Kuchta, 1995 bahwa jalan yang baik memiliki kemiringan
melintang maksimum 20 mm/m- 40mm/m. Artinya setiap satu meter lebar jalan angkut ideal dibuat
kemiringan melintang sebesar 40 mm.

Untuk menenentukan nilai cross slope minimum pada jalan angkut dengan lebar minimum jalan lurus
9,8 m dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut :


CS  40 mm m  1  lebar jalan
2

CS  40 mm m   1 2  9,8m
 40 mm m  4,9m

 196mm
 19,6cm  0,196m

Gambar 3.6 Nilai Cross Slope (Kemiringan Melintang).


BAB IV
HIDROLOGI & HIDROGEOLGI

A. SIKLUS HIDROLOGI
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke
atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Air tanah adalah semua air yang
terdapat di bawah permukaan tanah pada lajur/zona jenuh air ( zone of saturation). Air tanah terbentuk
berasal dari air hujan dan air permukan ,yang meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone
of aeration) dan kemudian meresap makin dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan
menjadi air tanah.

Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi -> penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar
(outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah
melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan.
Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke
permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan
tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian
lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah (Sosrodarsono dan Takeda,
2003).

Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah ( inflitrasi). Bagian lain
akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah,
masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalirkan tiba ke laut.
Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke
dalam tanah keluar kembali dan segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra = interflow). Tetapi
sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit
dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut
groundwater runoff = limpasan air tanah) (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Jadi sungai itu mengumpulkan 3 jenis limpasan, yakni limpasan permukaan ( surface runoff), aliran
intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut.
Singkatnya ialah: uap dari laut dihembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai
presipitasi ke laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai
dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di daratan menguap dan
meningkatkan kadar uap di atas daratan. Bagian yang lain mengalir ke sungai dan akhinya ke laut
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Gambar 4.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi (Sumber: Ismaya F., 2007)

B. SISTEM PENYALIRAN TAMBANG


Sistem penyaliran tambang adalah suatu sistem yang dilakukan untuk mencegah masuknya aliran air
ke dalam lubang bukaan tambang atau mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam lubang bukaan
tambang (pit). Sistem penyaliran tambang yang baik adalah suatu sistem pengaliran air tambang yang
dapat mengarahkan aliran air tersebut agar tidak mengganggu kegiatan penambangan. Air dalam
jumlah yang besar merupakan permasalahan besar dalam pekerjaan penambangan, baik secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitas. Sumber air yang masuk ke
lokasi penambangan, dapat berasal dari air permukaan tanah maupun air bawah tanah (Nauli F.,2014)

Air merupakan fluida cair yang berada di dalam maupun di permukaan bumi mengalami proses yang
membentuk siklus. Air naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi. Air di
atmosfer dalam bentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar di atas benua dan
dipanaskan oleh radiasi tanah. Panas membuat uap air lebih naik lagi sehingga cukup tinggi/dingin
untuk terjadi kondensasi. Uap air berubah jadi embun dan seterusnya jadi hujan atau salju. Curahan
(precipit penambangan ation) turun ke bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang tiba di
daratan kemudian mengalir di atas permukaan sebagai sungai, terus kembali ke laut.

Salah satu permasalahan utama dari metode penambangan terbuka ( open pit mining) yaitu air.
Metode penambangan ini akan membentuk cekungan. Air yang masuk ke lokasi penambangan
sebagian besar berasal dari air hujan dan rembesan air tanah, air akan mengalir ke dalam kolam
penampungan yang disebut dengan sump. Air tambang yang tidak ditanggulangi dengan baik, dapat
mengganggu operasi penambangan. Salah satu kegiatan tambahan pada usaha penambangan adalah
penyaliran yang berfungsi untuk mencegah masuknya air ( Mine Drainage) dan mengeluarkan air yang
telah masuk daerah penambangan (Mine Dewatering).
Air yang masuk ke lokasi penambangan merupakan masalah penting untuk ditangani, hal ini
dikarenakan air yang masuk ke front penambangan dapat mengganggu aktifitas penambangan dan
mengakibatkan terhambatnya produksi serta menimbulkan naiknya biaya penambangan.

Penirisan tambang atau biasa disebut penyaliran tambang identik dengan pengontrolan air permukaan
dan air tanah yang biasanya dapat mengganggu proses produksi atau penambangan, khususnya
tambang terbuka dan tambang bawah tanah, dimana penyebab utama dari meningkatnya volume air
di permukaan bumi yaitu karena curah hujan yang tinggi, dan terakumulasi di dasar tambang atau
elevasi terendah dari kegiatan penambangan. Sehingga menjadi masalah dan menghambat kerja
efektif dari suatu kegiatan produksi, air yang tergenang di lokasi tambang merupakan hal yang harus
ditangani dengan cepat agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan perusahaan maka dalam
proses penambangan juga harus terus dilakukan pengontrolan dan penanganan yang lebih lanjut
antara lain control curah hujan rata-rata, debit air maksimum, pemompaan dan pengendapan partikel
pada kolam pengendapan.

Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi:
1. Mine Drainage
Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya atau mengalirnya air ke tempat lokasi
tambang, hal ini umumnya filakukan untuk menangani air tanah dan air yang berasal dari aliran
permukaan (surface run off). Metode pengaliran tambang (mine drainage) ada beberapa diantaranya
metode siemens, metode elektro osmosis, metode vacum pump with small pipe , metode pemompaan
dalam, dan sebagainya.
2. Mine Dewatering
Mine dewatering merupakan upaya untuk mengeluarkan ait yang telah masuk ke lokasi tambang, dan
belum sempat di antisipasi, biasanya untuk penanganan air hujan. Ada beberapa metode dalam mine
dewatering antara lain system sumuran, system puritan dan system adit.
Pada saat musim penghujan, dasar tambang akan tergenang air akibat air limpasan dari sekitar lokasi
penambangan yang telah berbentuk cekungan besar. Sasaran penirisan adalah membuat lokasi kerja
di area penambangan selalu kering, sehingga tidak menimbulkan masalah baik dalam masalah teknis
dan masalah lingkungan sekitar tambang.

Mine Dewatering adalah teknik mengontrol banjir/genangan air yang ada di tambang, dimana air yang
masuk ke dalam tambang harus di keluarkan dengan menggunakan pompa hingga banjir/genangan
mengering. Mine dewatering secara umum terbagi atas dua :
a. Sump dewatering adalah teknik dengan membuat sebuah kolam yang berada pada elevasi
paling terendah di tambang dimana air tersebut akan dikeluarkan dari tambang dengan
menggunakan pompa.
b. Adit dewatering adalah dengan membuat saluran horizontal keluar tambang menuju lembah di
sisi bukit.

C. SALURAN TERBUKA (DRAINASE)


Saluran (drainase) berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke tempat pengumpulan
(kolam penampungan) atau tempat lain. Bentuk penampang saluran umumnya dipilih berdasarkan
debit air, tipe material serta kemudahan dalam pembuatannya. Dalam merancang bentuk saluran
penyaliran beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: dapat mengalirkan debit air yang
direncanakan, mudah dalam penggalian saluran serta tidak lepas dari penyesuaian dengan bentuk
topografi dan jenis tanah. Bentuk dan dimensi saluran juga harus memperhitungkan efektifitas dan
ekonomisnya (Putri Y.E., 2014).

Rancangan saluran terbuka dibuat berdasarkan pada topografi daerah penambangan dengan
memperhatikan perbedaan ketinggian supaya aliran air bisa terjadi secara alamiah. Dimensi saluran
disesuaikan dengan debit air limpasan, semakin besar debit limpasan maka dimensinya makin besar
(Wibawa, F.S., 2015)

Saluran terbuka berfungsi sebagai wadah untuk mengalirkan fluida atau air limpasan yang jatuh ke
permukaan tanah menuju ke suatu tempat tertentu (Subiakto, dkk., 2016). Dalam sistem penyaliran
itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang saluran yang dapat digunakan. Bentuk penampang
saluran diantaranya bentuk segi empat, bentuk segi tiga, dan bentuk trapesium.

Gambar 4.2. Geometrik Penampang Saluran (Ven Te Chow, 1959)

Kapasitas debit saluran terbuka dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning yaitu: (Subiakto,
dkk., 2016)
𝟏
𝑸= × 𝑹𝟐𝟑 × 𝑺𝟏𝟐 × 𝑨
𝒏

Keterangan :
Q = Debit (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Kemiringan saluran (%)
A = Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran manning
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan yang membentuk tubuh
saluran. Kemiringan dinding saluran sesuai dengan bahan yang membentuk tubuh saluran (Putri Y.E.,
2014).
Tabel 4.1. Koefisien Kekasaran Dinding Saluran untuk Persamaan Manning
Bahan dinding saluran Koefesien Manning (n)
Besi tulang dilapis 0,014
Kaca 0,010
Saluran betin 0.013
Bata dilapis mortar 0,015
Pasangan batu disemen 0,025
Saluran tanah 0,030
Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040
Saluran pada galian batu padas 0,040
Sumber : Triatmodjo B., 1996
D. KOLAM PENGENDAP (SEDIMENT POND)

Kolam pengendap merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menampung atau menyimpan
sementara air yang berasal dari saluran sebelum disalurkan kembali ke sungai atau digunakan untuk
kebutuhan perusahaan, air yang ditampung harus didiamkan sampai nilai baku mutu dari air sudah
mendekati netral sehingga tidak berbahaya bila digunakan oleh mahluk hidup. Ukuran dari kolam
pengendap harus disesuaikan dengan jumlah air yang akan ditampung sehingga air yang berasal dari
pit penambangan dapat teratasi (Jafar, N., dkk., 2016)

Pembuatan kolam pengendapan bertujuan untuk menampung air dari tambang yang mengandung
material (lumpur) sebelum di alirkan ke perairan umum (sungai). Hal ini dilakukan agar patikel- partikel
material halus yang tersuspensi di dalam air diendapkan terlebih dahulu sebelum dialirkan ke perairan
umum, sehingga nantinya tercipta suatu penambangan yang berwawasan lingkungan (Subiakto, dkk.,
2016).

Kolam pengendap biasanya ditempatkan pada awal dalam rangkaian penanganan air, tetapi dapat
juga digunakan sebagai kolam terakhir dalam sebuah sistem penyaliran. Rancangan kolam pengendap
diharapkan dapat membantu pengontrolan sedimen sebelum dilepaskan di anak sungai (McNaughton,
N.,dkk, 2011).

Dalam merancang kolam pengendapan harus mempertimbangkan dimensi dan bentuk dari kolam
tersebut. Besarnya dimensi kolam pengendapan ditentukan berdasarkan debit air yang masuk dan
kecepatan pengendapan material padatannya (Nauli F. 2014).

Walaupun bentuk kolam pengendap bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap akan
selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan (Putri Y.E.,
2014). Keempat zona yang ditunjukkan pada gambar 3 adalah :
a) Zona Masukan merupakan tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam pengendapan
dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan terdistribusi secara merata.
b) Zona Pengendapan, merupakan tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan
disini akan mengalami proses pengendapan disepanjang saluran masing-masing check dam.
c) Zona Endapan Lumpur, merupakan tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami
sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.
d) Zona Keluaran, merupakan tempat keluarnya buangan cairan yang relative bersih, zona ini
terletak pada akhir saluran.

Gambar 4.3. Zona-Zona pada Kolam Pengendapan (Putri Y.E., 2014)


Parameter – parameter yang perlu diperhitung dalam perancangan kolam pengendap antara lain
sebagai berikut:
1) Berat Padatan
Berat padatan yang dimaksud adalah berat padatan material per m3 yang akan masuk ke
kolam pengendap melalui saluran. Berat padatan dihitung dengan menggunakan
persamaan (Hartono, 2013)
msol = %sol x Qmat x ρsol

Keterangan :
msol = Berat padatan material (kg/jam)
%sol = Persen padatan yang akan masuk ke kolam pengendap Qmat =
Debit air yang masuk ke kolam pengendap (m³/jam)
ρsol = Kerapatan partikel padatan (kg/m3)
2) Berat Air
Berat air yang dimaksud adalah berat air per m 3 yang akan masuk ke kolam pengendap
melalui saluran. Berat air dihitung dengan menggunakan persamaan (Hartono, 2013):
mwat = %wat x Qmat x ρwat

Keterangan :
mwat = Berat air (kg/jam)
%wat = Persen air akan masuk ke kolam pengendap
Qmat = Debit air yang masuk ke kolam pengendap (m³/jam) ρwat =
Massa jenis air (kg/m )3

3) Volume Padatan per Detik


Volume padatan dihitung dengan menggunakan rumus (Hartono, 2013):
𝒎 𝒔𝒐𝒍
𝑽𝒔𝒐𝒍 =
𝛒𝐬𝐨𝐥 × 𝟑𝟔𝟎𝟎

Keterangan :
Vsol = Volume padatan (m3/detik)
Msol = Berat padatan material (kg/jam)
𝛒sol = Kerapatan partikel padatan (kg/m3)

4) Volume Air per Detik


Volume air dihitung dengan menggunakan persamaan (Hartono, 2013):
𝒎 𝒘𝒂𝒕
𝑽𝒘𝒂𝒕 =
𝛒𝐰𝐚𝐭 × 𝟑𝟔𝟎𝟎

Keterangan :
Vwat = Volume air (m3/detik) mwat =
Berat air (kg/jam)
ρwat = Massa jenis air (kg/m3)
5) Total Volume per Detik
Total volume dihitung dengan menggunakan persamaan (Hartono, 2013):
Vtot= Vsol + Vwat (19)

Keterangan :
Vtot = Total volume (m3/detik)
Vsol = Volume padatan (m3/detik)
Vwat = Volume air (m3/detik)

6) Kecepatan Jatuh Sedimen


Besarnya kecepatan jatuh sedimen yang ikut terbawa bersama air tergantung pada
diameter partikel yang lolos dari kolam pengendap.
Kecepatan pengendapan ini dapat dihitung dengan menggunakan hukum Stokes, yaitu
(Anonim, 2015)
𝒈 (𝑺𝑮 − 𝟏)𝑫²
𝑽𝒔 =
𝟏𝟖 𝐯
Keterangan :
Vs = Kecepatan jatuh sedimen (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
SG = Specific gravity atau berat jenis partikel padatan
V = Viskositas kinematika air (m2/s)
D = Diameter partikel padatan (m)

7) Luas Kolam Pengendap


Besarnya luas kolam pengendap dapat dihitung dengan rumus berikut:
(Pasha M.I., 2010)

A = Qtot / Vs

Keterangan :

A = Luas kolam pengendap (m2)


Qtot = Total volume yang dialirkan per detik (m 3/detik)
Vs = Kecepatan jatuh sedimen (m/s)

8) Dimensi Kolam Pengendap


Dimensi kolam pengendap (lebar dan kedalaman kolam pengendap) ditentukan
berdasarkan kemampuan alat yang digunakan perusahaan untuk membuat kolam
pengendap (Isnaeni,dkk., 2016). Sehingga panjang kolam pengendap dapat
ditentukan menggunakan persamaan (Hartono, 2013):
P = A/L

Keterangan :
P = Panjang kolam pengendap (m)
A = Luas kolam pengendap (m2)
L = Lebar kolam pengendap (m)

9) Waktu yang Dibutuhkan Partikel untuk Mengendap


Waktu yang dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap dengan kecepatan (v)
sejauh (h) dapat dihitung menggunakan rumus (Purwaningsih D.A., dan Suhariyanto
2015):
tv = h/v
Keterangan :
tv = Waktu pengendapan partikel (detik)
h = Kedalaman kolam pengendap (m)
v = Kecepatan jatuh sedimen (m/detik)

10) Waktu yang Dibutuhkan Partikel untuk Keluar


Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan dapat
dihitung menggunakan rumus (Purwaningsih D.A., dan Suhariyanto 2015)
th = P/vh

dengan

vh = Qtotal/Avert , Avert = L x h

Keterangan :

th = Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar (detik)


vh = Kecepatan mendatar partikel (m/detik)
Qtotal = Total volume yang dialirkan per detik (m3/detik)
Avert = Luas mendatar kolam pengendap (m²)
P = Panjang kolam pengendap (m)
L = Lebar kolam pengendap (m)
h = Kedalaman kolam pengendap (m)

11) Persentase Pengendapan


Persentase pengendapan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
(Hartono, 2013):
𝒕𝒉
%𝑺𝒆𝒅 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝐭𝐡 + 𝐭𝐯
Keterangan:
%Sed = Persentase pengendapan
tv = Waktu pengendapan partikel (detik)
th = Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar (detik)

12) Volume Padatan Terendapkan


Volume padatan yang berhasil terendapkan dalam sehari dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (Prasetyo Eben E.E, 2012):
Volpt = Vsol x %Sed x (24 jam/hari x 3600 detik/jam)

Keterangan :

Volpt = Volume padatan yang berhasil diendapkan (m3/hari)


Vsol = Volume padatan per detik (m3/detik)
%Sed = Persentase pengendapan

13) Waktu Pengerukan Kolam Pengendap


Waktu pengerukan kolam pengendap dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (Prasetyo Eben E.E, 2012):
𝑽𝒐𝒍𝒑𝒐𝒏𝒅
𝒕𝒌𝒆𝒓𝒖𝒌 =
𝑽𝒐𝒍𝒑𝒕
Keterangan :
tkeruk = Waktu pengerukan kolam pengendap (hari) Volpond
= Volume kolam pengendap (m3)
Volpt = Volume padatan yang berhasil diendapkan (m3/hari)
E. ANALISIS DATA CURAH HUJAN
Data curah hujan merupakan salah satu data sekunder yang harus ada dalam melakukan rancangan sistem
penyaliran tambang PT. MH Tbk. Data curah hujan yang diperoleh pada hakekatnya untuk menganalisis data
curah hujan 10 tahun terakhir, sehingga untuk dapat melakukan analisis data curah hujan perlu dilakukan
pendekatan terhadap data curah hujan yang ada di sekitar lokasi penelitian. Data curah hujan yang digunakan
berupa data curah hujan harian 10 tahun terakhir (2007-2016) dan terlihat bahwa curah hujan terekstrim
pertahun terbesar selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 927 mm.

Tabel 4.2. Curah Hujan Maksimum dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2007-2016)
Rata
Tota
Bulan -
Tahu l
Rata
n
Jun Sep
Jan Feb Mar Apr Mei Juli Agu Okt Nov Des
i t
460. 255. 555. 455. 510. 365. 327. 115. 335. 110. 260. 3786
2007 39.0 315.5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0
377. 146. 214. 413. 205. 105. 320. 120. 245. 110. 595. 2881
2008 30.0 240.1
0 0 8 5 1 0 0 0 0 0 0 .5
385. 435. 400. 225. 240. 285. 240. 325. 170. 300. 3050
2009 15.0 30.0 254.2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0
360. 413. 775. 610. 725. 210. 445. 225. 145. 3908
2010 0.0 0.0 0.0 325.7
0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0
394.
2011 19.5 20.0 19.0 45.5 61.0 17.5 52.0 42.5 12.5 32.1 28.5 44.0 32.8
1

357.
2012 60.5 46.5 19.8 22.0 36.5 52.0 30.0 10.0 35.3 4.0 18.0 23.0 29.8
6

225. 310. 778.


2013 37.0 26.5 17.1 21.0 20.0 29.5 44.0 15.0 10.0 23.0 64.8
0 0 1
211. 308. 341. 210. 330. 435. 235. 389. 2534
2014 5.0 0.0 60.0 10.0 211.2
0 0 0 0 0 0 0 0 .0
296. 487. 274. 358. 266. 230. 203. 266. 2493
2015 20.0 0.0 75.0 18.0 207.8
0 2 0 0 0 0 0 0 .2
345. 246. 308. 589. 315. 557. 927. 108. 168. 366. 4044
2016 80.0 35.0 337.0
0 3 1 0 0 0 0 0 0 0 .4

Berdasarkan data curah hujan harian dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2007-2016) maka dipisahkan 30
data curah hujan terekstrim untuk mendapatkan desain sedimen pond yang efektif dan efisien untuk
menampung air hujan yang turun.
Tabel 4.3. Memisahkan Data Curah Hujan Ekstrim (mm/bulan) dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir (2007-2016)

Data Curah Hujan Ekstrim


No. Data
Curah Hujan (mm/bulan)
1 927
2 775
3 725
4 610
5 595
6 589
7 557
8 555
9 510
10 487.2
11 460
12 455
13 445
14 435
15 435
16 413.5
17 413
18 400
19 389
20 385
21 377
22 366
23 365
24 360
25 358
26 345
27 341
28 335
29 330
30 327
Rata-rata 468.82
STDEV 144.69

Berdasarkan data curah hujan terekstrim harian rata-rata wilayah yang telah diperoleh diatas, terlihat bahwa
curah hujan harian rata-rata wilayah selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 468,82 mm.

Data curah hujan harian rata-rata yang telah diperoleh, kemudian digunakan untuk menentukan curah hujan
rencana. Penentuan curah hujan rencana dilakukan dengan menggunakan metode Gumbel yang didasarkan
pada distribusi dan nilai ekstrim. Beberapa nilai yang harus dihitung untuk mengetahui curah hujan rencana
menggunakan metode Gumbel, antara lain adalah nilai standar deviasi (S), nilai variansi reduksi rata rata
(Yn), nilai standar deviasi dari variansi reduksi (Sn), dan nilai variansi reduksi (Y).

Nilai standar deviasi (S) yang dimaksud adalah nilai standar deviasi dari data/sampel yang digunakan. Untuk
mengetahui nilai standar deviasi, beberapa data yang harus diketahui, antara lain adalah total curah hujan
selama n tahun (x), dimana n adalah banyaknya data yang digunakan. Dalam hal ini banyaknya data yang
dimaksud adalah banyaknya data curah hujan yang diperoleh yaitu 10 t̅ ahun, sehingga n yang digunakan
adalah 30. Nilai x dan curah hujan rata-rata yang akan digunakan adalah nilai dari hasil perhitungan curah
hujan harian rata-rata yang telah diperoleh.

Dengan menggunakan persamaan, maka diperoleh nilai standar deviasi data (S) adalah sebesar 144,69.
Untuk penentuan nilai variansi reduksi rata-rata/reduced mean (Yn) dan nilai standar deviasi dari variansi
reduksi/reduced standard deviation (Sn) bergantung pada banyaknya data yang digunakan (n). Penentuan
nilai Yn dan Sn tersebut dapat dilihat pada lampiran. Banyaknya data yang digunakan (n) adalah 30, sehingga
berdasarkan perhitungan diperoleh nilai Yn adalah sebesar 0,54 dan nilai Sn adalah sebesar 1,131.

Dengan mengetahui nilai standar deviasi (S), nilai variansi reduksi rata-rata (Yn) dan nilai standar deviasi dari
variansi reduksi (Sn), maka penentuan nilai curah hujan rencana (Xr) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan. Salah satu contoh perhitungan nilai curah hujan rencana pada periode ulang 2 tahun adalah jika
diketahui nilai curah hujan rata-rata (X) adalah 468,82 mm dan nilai variansi reduksi dari periode ulang 2
tahun (lampiran) adalah 0,367, maka untuk mengetahui besarnya curah hujan harian maksimum 24 jam
(R24), dihitung dengan menggunakan rumus Distribusi Gumbel adalah:

R24 = X + ((Ytr-Yn) / (Sn)) * S

R24 = 468,82 + (0,367 – 0,54)/(1.131)× 144,69


= 447,120

Dengan cara yang sama menggunakan persamaan di atas (Metode Gumbel), maka diperoleh curah hujan
rencana pada periode ulang tertentu yang dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 4.4. Curah Hujan Rencana Periode Ulang T dengan Metode Gumbel

Reduced Variated
Periode Ulang (Tr) Tahun (YTr)

2 447.120

5 592.072
10 688.043

20 780.100

Data curah hujan rencana pada periode ulang tertentu yang telah diperoleh pada tabel 13 merupakan data
acuan yang digunakan untuk menentukan intensitas hujan rencana. Intensitas hujan merupakan ketinggian
curah hujan yang terjadi pada kurun waktu tertentu. Intensitas curah hujan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan. Analisis perhitungan intensitas hujan rencana dilakukan dengan menggunakan
durasi hujan (t) 1 sampai 24 jam, dikarenakan curah hujan di daerah penelitian sangat bervariasi, mulai dari
hujan ringan sampai hujan yang sangat deras. Beberapa contoh perhitungan intensitas hujan rencana dengan
menggunakan persamaan, adalah sebagai berikut:

1. Jika diketahui curah hujan rencana (R24) selama periode ulang 2 tahun adalah 447,120 mm dan
durasi hujan (t) selama 1 jam, maka:
𝟒𝟒𝟕𝟏𝟐𝟎 𝟐𝟒 𝟐
𝐈= ( )^
𝟐𝟓 𝟏 𝟑
I = 155,008 mm/jam

2. Jika diketahui curah hujan rencana (R24) selama periode ulang 5 tahun adalah 592.072 mm dan
durasi hujan (t) selama 3 jam, maka:
𝟓𝟗𝟐, 𝟎𝟕𝟐 𝟐𝟒 𝟐
𝐈= ( )^
𝟐𝟓 𝟑 𝟑
I = 98,679 mm/jam
3. Jika diketahui curah hujan rencana (R24) selama periode ulang 10 tahun adalah 688.043 mm dan
durasi hujan (t) selama 24 jam, maka:
𝟔𝟖𝟖, 𝟎𝟒𝟑 𝟐𝟒 𝟐
𝐈= ( )^
𝟐𝟓 𝟐𝟒 𝟑
I = 28,668 mm/jam
Untuk hasil perhitungan intensitas curah hujan rencana selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Intensitas Hujan Rencana (mm/Jam)


Durasi
2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 20 tahun
(Jam)
447.120 592.072 688.043 780.100

1 155.008 205.260 238.531 270.446

2 97.649 129.306 150.265 170.370

3 74.520 98.679 114.674 130.017

4 61.515 81.457 94.661 107.326

5 53.012 70.198 81.576 92.491

6 46.945 62.164 72.240 81.905

7 42.360 56.093 65.185 73.906

8 38.752 51.315 59.633 67.611

9 35.825 47.440 55.129 62.506

10 33.395 44.222 51.390 58.266

11 31.339 41.499 48.226 54.679

12 29.573 39.161 45.508 51.597

13 28.037 37.126 43.144 48.916

14 26.685 35.336 41.064 46.558

15 25.485 33.748 39.218 44.465

16 24.412 32.326 37.566 42.593

17 23.445 31.046 36.078 40.905

18 22.569 29.885 34.729 39.376

19 21.770 28.827 33.500 37.982

20 21.038 27.858 32.374 36.705

21 20.365 26.966 31.338 35.530

22 19.743 26.143 30.381 34.445

23 19.166 25.380 29.494 33.440

24 18.630 24.670 28.668 32.504


Tabel di atas menunjukkan bahwa, semakin lama durasi hujan yang berlangsung, maka semakin rendah
intensitas curah hujan yang dihasilkan. Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa intensitas hujan tinggi
berlangsung dengan durasi yang relatif cepat dan intensitas hujan rendah berlangsung dengan durasi yang
lebih lama. Hal tersebut menunjukkan bahwa hujan deras berlangsung pada waktu yang singkat dan hujan
tidak deras berlangsung pada waktu yang lama. Selain itu, semakin lama waktu periode ulang yang
ditentukan, maka semakin besar pula intensitas curah hujannya.

F. ANALISIS DAERAH TANGKAPAN HUJAN ( CATCHMENT AREA)


Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dibatasi oleh elevasi tertinggi hingga elevasi terendah
yang membentuk suatu luasan tertentu. Daerah tangkapan hujan dapat ditentukan berdasarkan kondisi
topografi daerah yang dapat diamati secara langsung di lapangan maupun berdasarkan keadaan yang terlihat
pada peta kontur atau peta topografi.

Analisis daerah tangkapan hujan (catchment area) perlu ditentukan ketika akan melakukan perencanaan
sistem penyaliran tambang dengan tujuan untuk mengetahui arah aliran air yang akan dilewati ketika terjadi
hujan sehingga rancangan sistem penyaliran tambang dapat dibuat guna untuk menangani air limpasan yang
timbul akibat adanya hujan tersebut.

Penentuan daerah tangkapan hujan pada PT. MH Tbk ditentukan melalui kondisi peta situasi tambang PT.
MH Tbk (Lampiran). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan daerah tangkapan hujan
adalah bentuk topografi, elevasi atau titik ketinggian, dan bentuk kontur. Bentuk topografi dalam hal ini
adalah bentuk topografi yang akan memungkinkan air mengalir di daerah tersebut, dimana bentuk topografi
tersebut dimulai dari topografi yang berbentuk pegunungan hingga bertemu pada topografi yang berbentuk
pedataran. Elevasi dalam hal ini adalah titik ketinggian yang terdapat pada peta kontur yang mengartikan
bahwa semakin tinggi atau rendahnya daerah tersebut yang dilihat berdasarkan angka-angka yang terdapat
disetiap garis kontur. Bentuk kontur dalam hal ini adalah bentuk kontur yang menunjukkan bentuk lereng
daerah tersebut, dimana semakin rapat kontur yang terlihat, maka semakin curam daerah tersebut.
Sebaliknya semakin jarang kontur yang terlihat, maka semakin landai ataupun datar daerah tersebut. Layout
daerah tangakapan hujan pada blok PT. MH Tbk dapat dilihat pada gambar (Lampiran). Dengan
menggunakan software Arcgis 10.3, maka diperoleh luasan daerah tangkapan hujan tersebut sebesar 3,5 Ha
(Hektar).

G. DEBIT AIR LIMPASAN

Debit air limpasan merupakan salah satu parameter yang menjadi penentu dalam merancang suatu saluran.
Besarnya debit air limpasan dihitung dengan menggunakan persamaan rasional, dalam hal ini persamaan.
Perhitungan debit air limpasan dengan menggunakan persamaan rasional disesuaikan dengan perkiraan tata
guna lahan dan umur blok.
Perhitungan debit air limpasan dengan periode ulang 2 tahun diterapkan untuk kondisi blok B yang saat ini
memiliki kondisi lahan hutan, sehingga nilai koefisien limpasan (tabel 6) yang digunakan adalah 0,4 dengan
total debit air limpasan yaitu sebesar 0.10773 m3/s.

Tabel 4.6. Beberapa Harga Koefisien Limpasan

Kemiringan Kegunaan Lahan Nilai C

- Persawahan, Rawa-rawa 0.2

< 3% - Hutan, Perkebunan 0.3

- Perumahan 0.4

- Hutan, Perkebunan 0.4

- Perumahan 0.5

3% - 15%

- Vegetasi ringan 0.6

- Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan 0.7

- Hutan, Perkebunan 0.6

- Perumahan 0.7

> 15%

- Vegetasi ringan 0.8

- Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan 0.9

Sumber : Gautama R.S. 1999 dalam Purwaningsih D.A, dan Suhariyanto, 2015

Umur blok B yang diperkirakan 5 tahun dengan asumsi terjadi perubahan kondisi lahan dari kondisi lahan
yang awalnya hutan menjadi lahan yang tanpa tumbuhan dikarenakan adanya pembersihan lahan, dalam hal
ini tahapan penambangan sedang berlangsung, sehingga periode ulang yang digunakan adalah 5 tahun
dengan koefisien limpasan yang digunakan adalah 0,7. Maka perhitungan debit air limpasan yaitu sebesar
0,32096 m3/s. % kemiringan ditentukan berdasarkan beda ketinggian daerah tangkapan hujan yang terlihat
pada peta topografi PT. MH Tbk (Lampiran 3) dengan asumsi bahwa belum ada perubahan kemiringan lereng
selama proses pembersihan lahan dilaksanakan. Berdasarkan luas daerah tangkapan hujan yang telah
ditentukan, maka rincian perhitungan besarnya debit air limpasan dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 4.7 Analisis Debit Air Limpasan

Perhitungan Debit Air Limpasan

Periode Ulang 2 Tahun Periode Ulang 5 Tahun

Durasi Waktu (Jam) 24 24

Intensitas Hujan Rencana (mm/jam) 18.63 24.67

Kegunaan Lahan Hutan Tanpa Tumbuhan

Luas Daerah Tangkapan Hujan (Km2) 0.052 0.052

Kemiringan Lereng (%) 3 - 15 % 3 - 15 %

Koefisien Limpasan (C) 0.4 0.9

Debit (m3/s) 0.10773 0.32096


H. SALURAN (DRAINASE)

Perancangan saluran dimaksudkan untuk menampung masuknya air limpasan yang terjadi akibat
adanya hujan, sehingga diharapkan dapat tehindar dari adanya genangan air yang akan mengganggu
aktivitas yang akan berlangsung di blok.

Pembuatan saluran (drainase) dibuat di sepanjang jalan yang telah dirancang untuk kegiatan
penambangan pada blok, dimana panjang jalan tersebut adalah sekitar 1.088,398 m hingga sampai
ke kolam pengendap. Dimensi drainase disesuaikan dengan besarnya debit air limpasan dan umur
blok yang direncanakan. Sehingga dimensi drainase mengacu pada debit air pada periode 5 tahun
yaitu sebesar 0.32096 m3/s.

Perancangan saluran yang dibuat berbentuk trapesium (gambar 10), sebab saluran dalam bentuk
tersebut lebih efektif dan efisien karena dapat menampung debit air yang besar. Selain itu, saluran
tersebut lebih mudah dalam proses pembuatan dan pemeliharaannya serta telah menjadi
bentukan saluran yang dominan diterapkan di perusahaan-perusahaan tambang lainnya. Saluran
dibuat pada tanah asli sehingga nilai koefisien kekasaran Manning (n) (tabel 7) adalah 0,030 dengan
sudut yang diterapkan untuk saluran trapesium adalah sebesar 60º.

Gambar 4.4. Saluran Penampang Trapesium

Untuk menentukan rancangan dimensi saluran, digunakan beberapa persamaan- persamaan dalam
perhitungannya (Lampiran 5). Berdasarkan perhitungan rancangan dimensi saluran pada lampiran 5
diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Rancangan Saluran

Debit (Q) 0.00251 (m3/detik)


Kecepatan Aliran Air (V) 1.07360 m/s

Koefisien Manning (n) 0.03

Sudut 60°

Kemiringan Saluran (z) 0.58

Jari-jari Hidrolik ® 0.14 m

Lebar Dasar Saluran (B) 0.34 m

Luas Penampang (A) 0.14 m

Tinggi Saluran Basah (y) 0.28 m

Tinggi Jagaan (W) 0.37 m

Tinggi Saluran (H) 0.65 m

Lebar Saluran Atas (T) 0.66 m

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh dimensi saluran berupa kedalaman
penampang basah 0,28 m, tinggi saluran 0,65 m, tinggi jagaan 0,37 m, lebar dasar saluran 0,34 m, dan
lebar permukaan saluran 0,66 m.

Indikasi terjadinya pengendapan sedimen pada saluran yang dirancang dengan debit air yang masuk
sebesar 0.32096m3/s tersebut yaitu kecil kemungkinan untuk terjadi pengendapan, dimana secara
perhitungan matematis lebih besar kecepatan aliran air di saluran (V) yaitu 1.07360 m/s daripada
kecepatan jatuh sedimen (Vs) yaitu 0,00243 m/s (dapat dilihat pada lampiran), sehingga sedimen yang
terbawa bersama aliran air di saluran lebih cepat waktunya untuk mengalir menuju kolam pengendap
daripada untuk terendapkan di saluran tersebut. Selain itu, lokasi jalan tambang yang menjadi rencana
penempatan saluran yang kondisinya relatif tidak datar, membuat aliran air di saluran akan mengalami
laju aliran yang lebih besar, sehingga kemungkinan untuk terjadi pengendapan sedimen di saluran itu
relatif kecil. Tetapi dalam hal ini penjadwalan perawatan saluran juga perlu dilakukan, guna untuk
menjaga kestabilan dari bentukan saluran yang telah dirancang, sehingga air permukaan yang akan
masuk ke saluran tidak mengalami peluapan. Oleh karena itu, dalam perancangan saluran ini diasumsikan
seluruh endapan sedimen terbawa bersama air menuju kolam pengendap tanpa memperhitungkan
banyaknya sedimen yang akan terendapkan di saluran tersebut. Untuk rencana penempatan saluran
dapat dilihat pada lampiran.
I. SEDIMENT POND

Kolam pengendap berfungsi untuk menampung air dan mengendapkan material yang berasal dari saluran
sebelum air tersebut diarahkan ke sungai ataupun lautan. Kolam pengendap terdiri atas 2 bagian, yaitu
sediment pond dan settling pond. Sediment pond berfungsi sebagai kolam pengendapan sedimen yang
terbawa bersama air yang berasal dari drainase. Setelah masuk ke sediment pond, air dialirkan menuju
settling pond yang berfungsi sebagai kolam pengaturan ( settling) sehingga air yang akan dialirkan ke
badan perairan berupa sungai ataupun lautan dapat terminimalisir dari campuran sedimen.

Perancangan letak kolam pengendap diusahakan berada pada lokasi yang paling rendah dengan daerah
yang tidak curam (hampir datar sampai datar). Hal ini dimaksudkan agar air limpasan yang ada di daerah
tersebut dapat tertampung seluruhnya pada kolam pengendap tersebut. Kolam pengendap yang akan
dirancang diharapkan dapat digunakan selama umur tambang blok B, sehingga debit air limpasan yang
digunakan mengacu pada debit air dengan periode ulang 5 tahun yaitu 0.32096m3/s atau 1155.456
m3/jam.

Beberapa parameter yang harus diperhitungkan dalam merancang kolam pengendap, antara lain sebagai
berikut:

a) Total Debit Limpasan

Limpasan yang akan masuk ke dalam kolam pengendap melalui saluran terdiri atas 2 jenis material, yaitu
air dan sedimen. Berat dari material tersebut harus dihitung untuk memperoleh besar debit dari masing-
masing material tersebut. Penggabungan dari besar debit kedua material tersebut merupakan nilai dari
total debit limpasan yang akan masuk ke dalam kolam pengendap.

Berat masing-masing material yang akan masuk ke dalam kolam pengendap dihitung berdasarkan
beberapa parameter yang telah diketahui, yaitu %masing-masing material, dimana %sedimen (padatan)
sebesar 1,6% atau 0,016 dan %air 98,4% atau 0,984, debit air limpasan yang akan masuk ke kolam
pengendap (Qmat) sebesar 1155.456 m3/jam, dan kerapatan partikel masing-masing material, dimana
kerapatan partikel padatan adalah sebesar 1040 kg/m 3 dan massa jenis air adalah sebesar 1000 kg/m 3.
Sehingga diperoleh berat material sedimen (padatan) dan air per m 3 secara berturut-turut, adalah
sebesar 19226,78 kg dan 1136968,704 kg.

Dengan mengetahui berat dari masing-masing material, maka diperoleh besar debit material padatan
dan air secara berturut-turut, adalah sebesar 0,00513536 m3/detik dan 0,31582464 m3/detik. Sehingga
dapat diperoleh total debit limpasan per detik yang akan masuk ke kolam pengendap adalah sebesar
0,32 m3/detik.

b) Kecepatan Jatuh Sedimen

Kecepatan jatuh sedimen dihitung dengan menggunakan beberapa parameter yang telah ditentukan,
diantaranya yaitu viskositas kinematika (v). sebesar 0,9048 x 10-6 m2/s, diameter partikel (D) 0,053 mm
(0,000053 m), dan specific gravity (SG) sebesar 2,4350. Dengan menggunakan persamaan, maka
diperoleh nilai besarnya kecepatan jatuh sedimen adalah sebesar 0,002426 m/s.
c) Luas Kolam Pengendap

Besarnya luas kolam pengendap dihitung dengan menggunakan persamaan, dimana pada persamaan
tersebut parameter yang dibutuhkan untuk memperoleh nilai luas kolam pengendap, antara lain adalah
total volume limpasan perdetik (Qtot) yaitu sebesar 0,32096 m3/detik dan kecepatan jatuh sedimen
(Vs) sebesar 0,002426 m/s. Dengan menggunakan nilai dari kedua parameter tersebut, maka diperoleh
luas kolam pengendap untuk 1 kolam (pond) adalah sebesar 132,3 m2.

Berdasarkan luas kolam pengendap tersebut, maka dimensi kolam pengendap dapat ditentukan dengan
mempertimbangkan alat berat yang akan digunakan perusahaan untuk pembuatan dan perawatan kolam
pengendap. Alat berat yang akan digunakan oleh PT. Zainul Resources Mineral dalam pembuatan dan
perawatan kolam pengendap adalah excavator komatsu PC 200 dengan jangkauan gali horizontal efektif
adalah sejauh 9 meter yang merupakan lebar untuk kolam pengendap dan jangkauan gali vertical efektif
adalah sejauh 4 meter yang merupakan kedalaman kolam pengendap. Dengan mengetahui lebar dan
luas kolam pengendap, maka panjang kolam pengendap untuk 1 pond adalah sebesar 15 meter dengan
volume kolam pengendap yaitu sebesar 529,3 m3.

d) Waktu Pengendapan dan Waktu Keluar Partikel

Waktu pengendapan partikel (tv) dihitung berdasarkan besar kedalaman kolam pengendap dan
kecepatan jatuh sedimen, sehingga diperoleh waktu pengendapan partikel adalah sebesar 1649,1318
detik.

Waktu partikel untuk keluar dari kolam pengendap (th) ditentukan berdasarkan panjang kolam
pengendap dan kecepatan mendatar partikel di kolam (vh), sehingga diperoleh waktu partikel untuk
keluar dari kolam pengendap adalah sebesar 1682,45 detik (untuk pond 1).

Persentase pengendapan yang diperoleh berdasarkan waktu pengendapan partikel dan waktu partikel
akan keluar dari kolam pengendap adalah sebesar 50,50% (untuk pond 1). Dengan persentase
pengendapan tersebut, maka padatan yang terlarut dalam air tidak semua terendapkan. Padatan yang
berhasil diendapkan adalah 50,50% dari total padatan yang masuk ke kolam pengendap. Volume padatan
yang berhasil terendapkan selama 24 jam (1 hari) adalah sebesar 224,0664 m3/hari (untuk pond 1).

Partikel akan mengendap dengan baik apabila waktu pengendapan partikel lebih kecil daripada waktu
partikel keluar dari kolam pengendap (tv<th), sehingga semakin panjang kolam pengendap yang dibuat,
dalam hal ini kolam (pond) yang dibuat semakin banyak, maka semakin bagus proses pengendapan
partikel dan air yang akan keluar menuju badan perairan akan semakin jernih, dalam hal ini partikel yang
akan terbawa keluar bersama air akan semakin sedikit.

e) Waktu Pengerukan Kolam Pengendap


Kolam pengendap yang telah dirancang perlu dilakukan perawatan dengan melakukan pengerukan secara
rutin guna untuk menghindari terjadinya peluapan air akibat semakin banyaknya padatan yang masuk ke
dalam kolam pengendap tanpa adanya pengurangan/pengerukan material tersebut. Selain itu,
pengerukan kolam pengendap juga dilakukan untuk menjaga tingkat kekeruhan air yang akan keluar dari
kolam pengendap, sehingga persentase partikel yang akan keluar diharapkan dapat stabil.

Waktu pengerukan kolam pengendap ditentukan berdasarkan volume kolam ( pond) dan volume padatan
yang berhasil terendapkan. Sehingga diperoleh waktu pengerukan untuk volume pond 1 sebesar 529,2
m3 dan volume padatan yang berhasil diendapkan adalah sebesar 224,0664 m3/hari untuk pond 1 adalah
2,4 hari atau sekitar 3 hari. Dengan waktu tersebut, diharapkan kolam pengendap dapat dilakukan
pengerukan rutin selama 3 hari sekali.

Adapun rincian perhitungan rancangan kolam pengendap dapat dilihat pada table 9 :
Tabel 4.9 Rincian Perhitungan Kolam Pengendap

Rancangan Kolam Pengendap

Debit air yang masuk Qmat 1155.456

Berat padatan per m3 msol 19226.78784

Berat air per m3 mwat 1136968.704

Debit padatan Vsol 0.00513536

Debit air Vwat 0.31582464

Debit total Vtot 0.320960

Kecepatan jatuh sedimen Vs 0.002425519

Satu Pond

Panjang pond P 15

Lebar pond L 9

Kedalaman pond h 4

Luas pond A 132.3

Volume pond Volpond 529.2

Waktu pengendapan partikel tv 1649.131823

Kecepatan mendatar partikel vh 0.008915556

Waktu partikel keluar th 28.04

Persentase pengendapan %sed 50.50

Volume padatan terendapkan Volpt 224.0664

Waktu pengerukan tkeruk 2.4

Dua Pond

Panjang pond P 29.4

Lebar pond L 9

Kedalaman pond h 4

Luas pond A 132.3

Volume pond Volpond 1058.4

Waktu pengendapan partikel tv 1649.131823


Kecepatan mendatar partikel vh 0.008915556

Waktu partikel keluar th 82.44

Persentase pengendapan %sed 75.00

Volume padatan terendapkan Volpt 332.7548

Waktu pengerukan tkeruk 3

Tiga Pond

Panjang pond P 44.1

Lebar pond L 9

Kedalaman pond h 4

Luas pond A 132.3

Volume pond Volpond 1587.6

Waktu pengendapan partikel tv 1649.131823

Kecepatan mendatar partikel vh 0.00891556

Waktu partikel keluar th 82.44

Persentase pengendapan %sed 75.00

Volume padatan terendapkan Volpt 332.7548

Waktu pengerukan tkeruk 5

Berdasarkan tabel 18 di atas, terlihat bahwa semakin banyak kolam ( pond) yang dirancang, maka
semakin bagus kolam pengendap tersebut. Hal ini dibuktikan dengan perbandingan antara persentase
pengendapan dengan waktu keluarnya partikel semakin besar, dimana semakin lama waktu partikel
keluar dari kolam pengendap, maka semakin baik persentase pengendapannya, dalam hal ini volume
padatan yang terendapkan dalam air semakin besar dan air yang akan keluar dari kolam pengendap
dapat lebih baik (tingkat kekeruhan berkurang). Adapun bentuk rancangan kolam pengendap, dapat
dilihat pada gambar 12.
Gambar 4.5 Rancangan Kolam Pengendapan
BAB V
PERENCANAAN TAMBANG TERBUKA

A. Perencanaan Tambang (Mine Planning)


Perencanaan adalah penentuan persyaratan teknik pencapaian sasaran kegiatan serta urutan
teknis pelaksanaan dalam berbagai macam anak kegiatan yang harus dilaksanakan untuk
pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan. Perencanaan tambang merupakan bagian penting
dalam pertambangan, karena perencanaan tambang ini mencakup berbagai kegiatan, mulai
dari kegiatan prospeksi, eksplorasi, studi kelayakan, dimana pada kegiatan studi kelayakan
mencakup berbagai hal selain aspek teknis, aspek ekonomis, analisis dampak lingkungan
(AMDAL), persiapan infrastruktur tambang, serta K3. Dalam melakukan perencanaan tambang
juga mencakup kegiatan eksploitasi, pengolahan, pemasaran, hingga penutupan tambang
(Lee, 1984 dan Taylor, 1977).

Menurut Zainassolihin (2015), ada berbagai macam perencanaan antara lain:


a. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka
waktunya lebih dari 5 tahun secara berkesinambungan.
b. Perencanaan jangka menengah, yaitu suatu perencanaan kerja yang jangka
waktu antara 1 – 5 tahun.
c. Perencanaan jangka pendek, yaitu suatu perencanaan aktifitas untuk jangka
waktu kurang dari setahun demi kelancaran perencanaan jangka menengah dan panjang.
Perencanaan penyangga atau alternative, bagaimanapun baiknya suatu perencanaan telah
disusun. Kadang-kadang karena kemudian terjadi hal-hal terduga atau ada perubahan data
dan informasi atau timbul hambatan yang sulit untuk diatasi, sehingga dapat menyebabkan
kegagalan maka harus diadakan perubahan dalam perencanaannya.

Menurut Hustrulid dan Kutcha (1995), ada beberapa tugas dalam perencanaan
tambang agar dapat dilakukan dengan lebih mudah, berikut ini adalah tugas yang perlu
diselesaikan dalam merencanakan tambang :
a) Penentuan batas pit
Maksud dari penentuan batas pit ialah menetukan batas akhir (limit) dari proses
penambangan, dimana seorang mine plan harus dapat merencanakan berapa banyak
bahan galian yang akan ditambang, namun dalam penentuan batas pit ini masih belum
memperhitungkan waktu dan biaya.
b) Perancangan sequence
Dalam perancangan geometri penambangan, perancangan sequence merupakan suatu
tahapan yang penting, karena pada tahapan ini membuat penentuan pit limit menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil lagi, sehingga lebih mudah untuk dikerjakan, dan dalam
perancangan bentuk tiga dimensi tambang menjadi lebih mudah pula.
c) Penjadwalan produksi
Tahap selanjutnya setelah perancangan sequence, ialah penjadwalan produksi, dimana
pada tahap ini jumlah tanah penutup dengan jumlah bahan galian yang akan ditambang
dalam periode tertentu berdasarkan urutan waktu dan target produksi.
d) Pemilihan alat
Setelah diketahui produksi yang akan dicapai, maka tahap selanjutnya adalah pemilihan
alat-alat yang akan digunakan dalam kegiatan penambangan tersebut, selain pemilihan
alat untuk produksi, alat pun dipilih untuk proses pengembangan tambang.
e) Perhitungan biaya operasi dan capital
Tahap selanjutnya dalam perencanaan tambang ialah perhitungan biaya operasi dan
kapital, dimana perhitungan biaya operasi dan kapital ini berdasarkan target produksi
yang akan dicapai serta pemilihan alat yang akan digunakan, selain itu pada tahap ini juga
dapat ditentukan jumlah waktu kerja dan shift kerja yang diperlukan untuk mencapai
target produksi yang telah direncanakan.

Dari dasar perencanaan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu perencanaan akan
berjalan dengan menggunakan dua pertimbangan yaitu pertimbangan ekonomis dan
pertimbangan teknis. Untuk merealisasikan perencanaan tersebut dibutuhkan suatu program-
program kegiatan yang sistematis berupa rancangan kegiatan yang dalam perencanaan
penambangan disebut rancangan teknis penambangan. Rancangan teknis ini sangat
dibutuhkan karena merupakan landasan dasar atau konsep dasar dalam pembukaan suatu
tambang khususnya tambang bijih nikel. (Yurdi, 2014)

B. BLOCK MODEL
Block model bertujuan untuk mengestimasi sumberdaya yang selanjutnya akan
menjadi dasar untuk melakukan desain pit. Sumberdaya dimodelkan menjadi kumpulan blok-
blok yang memiliki ukuran dan nilai atribut tertentu. Ukuran blok yang diterapkan oleh
perusahaan yaitu 12,5 x 12,5 x 1 m. Atribut tiap blok diisi berdasarkan data hasil pemboran
dan proses estimasi dengan menggunakan metode inverse distance.
Cut Off Grade (COG) adalah kadar rata-rata terendah Ni yang masih menguntungkan
apabila ditambang. COG yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 1,4%.. Densitas ore nikel di
daerah penelitian yang digunakan yaitu 1,4.
Gambar 1. Block Model dengan ukuran 12,5 x 12,5 x 1

C. SEBARAN DAN SUMBERDAYA NIKEL LATERIT


Sebaran sumberdaya nikel laterit yang terdapat pada lokasi penelitian berdasarkan
data hasil eksplorasi secara horizontal menunjukan luasan 3,5 Ha (Hektar) dengan arah
penyebaran timur ke barat. Sumberdaya nikel laterit pada lokasi yang terendapkan dengan
kedalaman elevasi terendah 135 mdpl dan elevasi tertinggi 204 mdpl dari permukaan laut
dengan total cadangan nikel laterit sebesar ± 1.000.000 ton dengan kadar rata-rata ni 2,01%.
Bentuk bahan galian akan mempengaruhi proses penentuan pushback. Rancangan
pushback untuk bahan galian yang relatif datar akan berbeda dengan yang berbentuk
singkapan termasuk dalam hal ini mempengaruhi penentuan geometri lerengnya.

Gambar 2. Bentuk dan Sebaran Bijih dengan COG 1,4% Ni (Timur – Barat)
Gambar 2. Sebaran Sumberdaya Nikel Laterit

Pemberian warna blok pada Gambar berdasarkan pengkelasan ore. Pengkelasan ore
terdiri dari BLUEZONE, LGS1, LGS2, HGS1, HGS2. BLUEZONE yaitu kadar dibawah cut off
grade (COG) 1,9%, dan diberi warna biru, LGS2 yaitu kadar 1,9%-1,99% dan diberi warna
kuning, LGS1 yaitu kadar 2%-2,29% diberi warna hijau, dan untuk HGS1 dan HGS2 yaitu
kadar >2,3% ke atas diberi warna merah.

Tabel 1. Colour Attribute


Grade Colour Attrribute Values
0,00 – 1,40 Blue BLUEZONE
2,2-2,6 Yellow HGS2
2,6 – 5 Green HGS1
1,4 – 1,8 Red LGS2
1,8 – 2,2 Red LGS1

TABULASI ESTIMASI CADANGAN ORE


Ore Class Volume Tonnes Ni Fe
LGS1 241015 169257 2,37 21,77
HGS2 120898 337241 1,98 26,22
HGS1 76445 107023 2,96 20,49
LGS2 281406.25 393968,75 1,63 31,37
Grand Total 719765 1007671 2,01 26,88
D. DESAIN PIT PENAMBANGAN

Perencanaan kegiatan penambangan endapan bijih nikel yang berada di bawah permukaan
tanah sangat memerlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu baik dari segi teknis maupun
ekonomis, berdasarkan data yang telah diperoleh serta melakukan kompilasi dari beberapa
data terkait kondisi daerah penelitian, endapan bijih nikel yang berada pada blok akan
dilakukan dengan metode tambang terbuka dengan membuat suatu pit penambangan.

Desain pit yang aman serta efisien dalam segi teknis dan ekonomis sangat penting. Oleh
karena itu, dalam membuat geometri pit penambangan haruslah memperhatikan beberapa
hal berikut :
1. Geometri Jenjang

Berdasarkan SOP yang ditetapkan perusahaan, pembuatan jenjang dibuat dengan kemiringan
antara 45⁰ - 65⁰. Desain yang dibuat pada blok menggunakan kemiringan sebesar 65⁰. Hal
ini dilakukan dengan tujuan untuk memaksimalkan perolehan bijih nikel pada saat kegiatan
penambangan, karena apabila dibuat dengan kemiringan single slope yang lebih curam yang
melewati kemiringan 65⁰, maka besar kemungkinan akan menyebabkan material-material
yang lebih besar runtuh, dan apabila melewati 65⁰ kemungkinan besar akan terjadi insiden
pergerakan tanah berupa longsor akibat tidak memperhatikan kajian geoteknik dari pihak
perusahaan. Tinggi jenjang maksimum berdasarkan data dari pihak perusahaan dengan
mempertimbangan faktor keamanan adalah sebesar 4-5 meter. Tinggi jenjang yang dibuat
pada blok sebesar 5 meter. Hal ini di tetapkan atas dasar keamaan bidang kerja serta
perolehan bijih yang maksimal.

Desain pit penambangan blok didesain dengan menambahkan jenjang penangkap


(catch bench) berukuran lebar 1,5 meter yang bertujuan untuk menahan runtuhan material
yang jatuh dari puncak jenjang dalam volume yang kecil. Pembuatan jenjang penangkap ini
diharapkan mampu menahan laju runtuhan material yang berada dipermukaan jatuh ke areal
penambangan (ore) agar tidak mengganggu kegiatan ore getting serta mencegah
tercampurnya material bijih dengan waste. Berikut adalah bentuk geometri jenjang pada
desain pit penambangan.
Gambar 3. Geometri Jenjang PIT Penambangan

2. Pit Limit

Pit limit merupakan batasan akhir dari suatu kegiatan penambangan. Perancangan pit
limit penambangan menggunakan data sumberdaya terukur dan parameter-parameter dalam
penetuan dimensi jenjang yang ditetapkan oleh perusahaan. Perancangan pit limit juga harus
memperhatikan nilai stripping ratio yang ditetapkan oleh perusahaan yakni 1,5:1. Nilai
stripping ratio menunjukkan perbandingan antara tonase ore dan tonase waste. Sedangkan
untuk nilai Cut-Off Grade (COG) yang ditetapkan oleh perusahaan berdasarkan nilai ekononis
adalah 1,4% Ni.

Parameter geometris yang digunakan dalam perancangan pit limit adalah:


a. Tinggi jenjang = 5 m
b. Lebar jenjang = 1,5 m
c. Sudut kemiringan (single slope) = 65o

Gambar 4. Pit Limit

Rancangan pit limit penambangan mulai dari elevasi terendah yaitu 135 mdpl dan
elevasi tertingginya adalah 204 mdpl. Berdasarkan model pit limit penambangan yang
dirancang, diperoleh cadangan bijih nikel yang akan ditambang sebesar 1.000.000 ton dan
material overburden sebesar 330497 ton sehingga diperoleh nilai stripping ratio dari
pemodelan block model ini yaitu 0,33. Nilai stripping ratio yang diperoleh sudah memenuhi
standar yang sudah ditentukan perusahaan. Luas daerah pit limit adalah 3,5 Ha.
E. RENCANA UMUR TAMBANG

Rencana umur tambang bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu produksi
untuk satu pit. Dengan memperhatikan berapa jumlah ore per ton dan berapa target produksi.
Hasil perhitungan umur tambang pada lokasi penelitian adalah selama 1 tahun 6 bulan dengan
jumlah cadangan 517.890,6 ton dengan target produksi perbulan yaitu 255.000 ton.
Perhitungan umur tambang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Umur Tambang = Jumlah Cadangan


Target Produksi

= 1000.000 ton
500000 ton/2 minggu

= 2 kali 2 minggu

= 4 minggu

F. PEMBAGIAN SUB-BLOK / SEQUENCE PENAMBANGAN


Data blokmodel dengan size blok 12,5 x 12,5 x 1 m yang ada kemudian dibuatkan
sub-blok penambangan dengan dimensi blok 2600 x 2600 m. Tujuan dari pembuatan sub-blok
ini adalah untuk memudahkan pada saat dilakukan kegiatan penambangan di lapangan.
Gambar 1. Pembagian sub-blok penambangan Front Blok (Horizontal)
Sub-blok tersebut terdiri atas 2 sub-blok yakni sub-blok B1 dan B2. Sub-blok tersebut
kemudian disection dengan arah section dari timur ke barat. Tujuan dari section tersebut
adalah untuk melihat pada bagian sub-blok berapa yang mempunyai stripping ratio yang
rendah dan sub-blok yang mempunyai rata-rata kadar Ni yang tinggi (high grade) serta berapa
tonase dari masing-masing sub-blok tersebut. Hasil section dapat dilihat pada lampiran.
Dalam kaidah penambangan, sub-blok yang dibuka pertama adalah yang mempunyai
nisbah kupas yang rendah, kemudian sub-blok yang dibuka tersebut akan diblending dengan
sub-blok yang lain agar bisa mencapai kadar rata-rata sesuai permintaan pasar yaitu 1,9%
Ni.
G. SEQUENCE PENAMBANGAN

Sequence penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan yang


menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari tahap awal hingga tahap akhir
rancangan tambang (pit limit). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sequence
penambangan berdasarkan target produksi mingguan pada blok. Penambangan pada blok
dibagi menjadi 2 sequence. Pembagian sequence ini berdasarkan bentuk dan letak endapan
nikel laterit. Berikut adalah peta pit limit beserta pembagian 2 sequence:

Gambar 2 Peta Pembagian Sequence


Berdasarkan desain pembagian blok, pada block model terdiri dari 2 s equence dan
merupakan sequence 1 (pertama) yang akan dilakukan penambangan. Hal ini berdasarkan
pertimbangan kadar high grade yang berada pada sequence 1 dan kondisi topografi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan sequence 2.

SEQ1
SEQ2

Gambar 3. Rencana Bukaan Sequence 1 dan 2


1. Sequence-1

Berdasarkan desain pit yang dibuat, untuk sequence 1. Jumlah cadangan yang
tertambang adalah 500000 ton sedangkan untuk overburden yang dikupas adalah 239148
ton. Pada tahap ini cadangan yang tertambang yaitu 50% dari total cadangan pada blok
model.

Gambar 4. Rencana bukaan sequence 1 secara horizontal

Berdasarkan desain tersebut, dapat diketahui bahwa level terendah untuk tahapan
ini berada di elevasi 156 mdpl dan level tertinggi berada di elevasi 196 mdpl. Luas bukaan
pada tahap ini yaitu sebesar 3,3 Ha.

2. Sequence-2
Berdasarkan desain pit yang dibuat, untuk sequence ke-dua terletak pada sub blok
B1. Jumlah cadangan yang tertambang adalah 500000 ton sedangkan untuk overburden
yang dikupas adalah 91349 ton. Pada tahap ini cadangan yang tertambang yaitu 49% dari
total cadangan pada blok model.
Gambar 6. Rencana bukaan sequence 2 secara horizontal
Berdasarkan desain tersebut, dapat diketahui bahwa level terendah untuk tahapan ini
berada di elevasi 135 mdpl dan level tertinggi berada di elevasi 187 mdpl. Luas bukaan
pada tahap ini yaitu sebesar 2,1 Ha.

Hasil pembuatan sequence keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Total Volume Seluruh Sequence Penambangan


SEQUENCE VOL. TONNASE TONASSE SR
TOTAL OB ORE
SEQ 1 739148 239148 500000 0,47
SEQ 2 591349 91349 500000 0,18

H. SISTEM PENAMBANGAN
Berdasarkan pada bentuk dan sebaran bijih, maka sistem penambangan yang cocok
diterapkan adalah sistem open cast mining dengan metode backfilling, yaitu sub-blok yang
dibuka duluan pada bulan pertama akan ditutup kembali dengan overburden pada saat
penambangan sub-blok pada bulan berikutnya. Strategi penambangan yang dilakukan melalui
dua kegiatan utama, yaitu pengupasan overburden dan penggalian bijih nikel. Adapun urutan
kegiatan penambangan pada Front Blok adalah sebagai berikut:
1. Land Clearing
Land clearing adalah kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan
ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran besar. Kondisi
geomorfologi pada Front Blok Selatan didominasi oleh pepohonan kecil dan alang-alang.
2. Pengupasan Tanah Pucuk (Top Soil)
Pengupasan tanah pucuk yang dimaksud disini adalah pengupasan dengan tujuan
untuk memindahkan dan menyelamatkan tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih
mempunyai unsur hara yang masih asli. Tanah pucuk yang dikupas tersebut selanjutnya
akan disimpan di tempat penyimpanan yang nantinya akan digunakan untuk tahap
reklamasi. Tebal dari tanah pucuk yang dikupas ± 0,5 m.
3. Pengupasan Tanah Penutup (Stripping Overburden)
Tanah penutup atau overburden adalah semua material yang menutup bijih nikel yang
bernilai ekonomis. Ketebalan dari overburden pada setiap blok tidak menetap, mulai dari
1 meter hingga puluhan. Tujuan dari pengupasan overburden ini adalah agar ore nikel
tersingkap di permukaan sehingga ore yang digali tidak bercampur lagi dengan
overburden. Overburden yang dikupas tersebut selanjutnya akan disimpan di wastedump
dengan menggunakan dumptruck.
4. Nickel Cleaning
Sebelum kegiatan penggalian bijih nikel dilakukan, terlebih dahulu dilakukan nickel
cleaning. Nickel cleaning ini artinya kegiatan membersihkan pengotor yang berasal dari
material sisa tanah penutup yang masih tertinggal, serta pengotor lain. Hal ini dilakukan
agar bijih nikel yang akan ditambang tidak terjadi dilution akibat bercampurnya dengan
overburden yang belum di cleaning.
5. Penambangan, Pemuatan dan Pengangkutan Bijih Nikel
Setelah itu, penggalian bijih nikel mulai dilakukan dengan menggunakan Komatsu PC
300. Alasan pemilihan alat ini adalah mempunyai biaya operasional dan perawatan serta
mobilisasi yang rendah bila dibandingkan dengan alat yang mempunyai produktivitas dan
spesifikasi yang tinggi. Bahan galian yang digali tersebut langsung diangkut ke stockpile
dengan menggunakan dumptruck dengan kapasitas 20 ton.
BAB VI

PERALATAN

A. Produktifitas Alat
Sebelum menentukan jumlah alat muat dan alat angkut yang akan digunakan untuk kegiatan ore
getting, ore loading, ore hauling, OB removal, OB loading maupun OB hauling, terlebih dahulu
ditentukan waktu edar dari masingmasing alat gali, alat muat, dan alat angkut. Penentuan waktu
edar dari alat-alat tersebut ditentukan dengan cara melakukan pengambilan data pada kegiatan
penambangan pada front terdekat dari blok yang sedang dibuka. Waktu edar ini selanjutnya akan
dipakai untuk menghitung kapasitas produksi dari masingmasing alat, sehingga dari hasil
perhitungan kapasitas produksi tersebut bias ditentukan berapa jumlah unit yang akan digunakan.
1. Alat Gali Muat
Dalam kegiatan ore
Komponen Keterangan
getting, ore loading, OB
Merk Komatsu
loading maupun OB
Tipe PC 300
removal, alat yang
Kapasitas Bucket 2,4 ton atau 1,5 m3
digunakan adalah
excavator tipe Factor Effisiensi 80%

komatsu PC 300.
Tabel 6.1 Spesifikasi Alat Gali muat

Berdasarkan hasil estimasi , waktu edar dari alat ini untuk kegiatan ore getting dan OB removal
adalah sebagai berikut:
excavating time = 6,32 detik
swing time (loaded) = 6,32 detik
dumping time = 2,91 detik
swing time (empty) = 5,94 detik
Sehingga, waktu edar = (12,4 + 6,32 + 2,91 + 5,94) detik = 27,57 detik

Dimana,
KB = 2,4 ton
BF = 1 (laterit)
FK = 0,8 (sedang)

ALAT GALI Kapasitas


Cycle time(detik)
MUAT KB(ton) BF FK Produksi KP(ton/2minggu)
ET ST DT ST DT Total (ton/jam)
KOMATSU PC
300 2,4 1 0,8 6,32 6,32 2,91 5,94 6,08 27,57 250,7 39862,5
Tabel 6.2 Kapasitas Produksi Excavator PC 300

2. Alat Angkut Ore / OB

Untuk kegiatan ore hauling, alat angkut yang digunakan adalah Dumptruck dengan merek HINO
500 FM 260 TI

Komponen Keterangan
Merek Hino
Tipe 500 FM 260 TI

Kapasitas Bak 20 ton


Faktor Efisiensi(Eff) 80 % (sedang)

a. Pengangkutan ore dari Blok 1


Diketahui jarak angkut rata-rata dari stock pile terhadap blok penambangan adalah 400 m.
Adapun waktu edar yang dibutuhkan alat angkut ini adalah sebagai berikut.
loading time = 4,1 menit
hauling time (kec. 30 km/jam, jarak 300 m) = 0,8 menit
manuver/spotting time di stockpile = 0,30 menit
dumping time = 1,26 menit
return time (kec. 40 km/jam, jarak 300 m) = 0,6 menit
manuver/spotting time di front = 0,20 menit
Sehingga, waktu edar = (4,1 + 0,8 + 0,30 + 1,26 +0,6 + 0,2) menit = 7,296 menit.

Dimana,
FK = 0,8 (sedang)
KB Exca = 2,4 ton
BF Exca = 1
FK Exca = 0,8
Ef DT = 0,8
Nb = 9 kali
ALAT
KB CT(menit) KP KP
ANGKUT
nb BF Ef(DT) FK(Exca)
Dump (ton/2
(ton) LT HT ST DT RT ST Total (ton/jam)
Truck mggu)
HINO
500 FM
260 TI 9 2,4 1 0,8 0,8 4,1 0,8 0,3 1,26 0,6 0,2 7,296 113,692 18077

b. Pengangkutan OB dari Blok 1

Diketahui jarak angkut rata-rata dari disposal terhadap blok penambangan adalah 150 m dan
kecepatan hauling time 30 km/jam serta return time 40 km/jam , sehingga di peroleh cycle time
dan produktifitas sebagai berikut.

ALAT
KB CT(menit) KP KP
ANGKUT
nb BF Ef FK(Exca)
Dump (ton/2
(ton) LT HT ST DT RT ST Total (ton/jam)
Truck mggu)
HINO
500 FM 9 2,4 1 1 0,8 4,1 0,3 0,3 1,3 0,225 0,2 6,421 129,2 20540,6
260 TI
c. Pengangkutan Ore dari Blok 2
Diketahui jarak angkut rata-rata dari stock pile terhadap blok penambangan adalah 500 m.
Sehingga di peroleh cycle time dan produktivitas sebagai berikut.

ALAT
KB FK(Exca) CT(menit) KP KP
ANGKUT
nb BF Ef
Dump (ton/2
(ton) LT HT ST DT RT ST Total (ton/jam)
Truck mggu)
HINO
500 FM
260 TI 9 2,4 1 1 0,8 4,1 1 0,3 1,26 0,75 0,2 7,646 108,5 17249,5

d. Pengangkutan OB dari Blok 2


Diketahui jarak angkut rata-rata dari stock pile terhadap blok penambangan adalah 300 m dan
kecepatan hauling time 30 km/jam serta return time 40 km/jam Sehingga di peroleh cycle time dan
produktivitas sebagai berikut.

ALAT
KB FK CT(menit) KP KP
ANGKUT
nb BF Ef
Dump (ton/2
(ton) (Exca) LT HT ST DT RT ST Total (ton/jam)
Truck mggu)
HINO
500 FM
260 TI 9 2,4 1 0,8 0,8 4,14 0,6 0,3 1,26 0,45 0,2 6,946 119,4 18987,97
B. Kebutuhan Alat
Durasi kerja perhari yang berlaku perhari dapat dilihat pada table berikut

Tabel durasi kerja perhari

Sabtu – Kamis Jum'at


Kegiatan Waktu Durasi Satuan Kegiatan Waktu Durasi Satuan
8:00 8:00
- -
Waktu Kerja 1 4 JAM Waktu Kerja 1 3 JAM
12:00
11:00
12:00
11:00
Istrahat - 1 JAM Istrahat - 2 JAM
13:00
13:00
13:00
13:00
Waktu Kerja 2 - 4,5 JAM Waktu Kerja 2 - 4,5 JAM
17:30
17:30
17:30 17:30
Istrahat - 2,5 JAM Istrahat - 2,5 JAM
20:00 20:00
20:00 20:00
Waktu Kerja Waktu Kerja
- 3 JAM - 3 JAM
Lembur Lembur
23:00 23:00

Total waktu kerja perhari = 11,5 jam (sabtu-kamis) dan 10,5 jam (jum’at)
Rata-rata waktu kerja perhari =11,36 jam (681,43 menit)
Perkiraan efisiensi kerja alat gali muat =80 %
Perkiraan efisiensi kerja alat angkut =80 %

1. Ore Getting

Adapun target produksi perbulan adalah 1.000.000 ton. Dari target produksi tersebut dibagi
menjadi 2 blok tiap blok diselesaikan dalam 2 minggu sehingga target produksi 500.000 ton/2
minggu, maka jumlah excavator yang harus digunakan untuk ore getting dapat dilihat pada
perhitungan berikut,

Jumlah cadangan = 500.000 ton


Target = 500.000 ton/2 minggu

KP 1 unit excavator = 250,71 ton / jam


= 39862,5 ton / 2 minggu (11,36 jam kerja per hari)

Untuk mencapai target produksi 500.000 ton, maka:

Jumlah unit excavator = 500.000 ton / 39862,5 ton

= 12,54 unit

=13 unit
2. Ore Loading and Hauling
Untuk loading, jumlah excavator yang harus disediakan adalah disesuaikan dengan jumlah
excavator untuk ore getting. Oleh karena untuk ore getting digunakan 13 unit excavator dimana
kapasitas produksi untuk ore loading sama dengan ore getting yaitu 250,71 ton/jam, maka untuk
ore loading harus digunakan 13 unit excavator.
 Blok 1
Jumlah dumptruck yang digunakan untuk pengangkutan ore disesuaikan dengan jumlah
excavator untuk ore loading. Diketahui bahwa kapasitas bucket excavator adalah 2,4 ton dan
kapasitas bak dumptruck adalah 20 ton, maka untuk satu unit dumptruck dapat dilakukan
pengisian sebanyak 9 kali loading oleh
excavator. Sehingga waktu pengisian 1 unit excavator terhadap 1 DT adalah sebagai berikut:
CT excavator = 27,57 detik
= 9 x 27,57 detik
= 4,13 menit

Adapun waktu yang dibutuhkan dumptruck pengangkutan ore dari front sampai kembali ke
stockpile adalah 7,295 menit ,Maka untuk 1 unit excavator dapat melayani :

Jumlah DT = CT dumptruck / CT excavator

= 7,295 menit / 4,13 menit


=1,76 unit
= 2 unit.
Untuk 1 unit excavator dapat melayani 2 unit DT, sehingga total DT yang harus disediakan adalah
sebagai berikut:

Total DT = 2 x 13

= 26 unit

 Blok 2
Jumlah dumptruck yang digunakan untuk pengangkutan ore disesuaikan dengan jumlah excavator
untuk ore loading. Diketahui bahwa kapasitas bucket excavator adalah 2,4 ton dan kapasitas bak
dumptruck adalah 20 ton, maka untuk satu unit dumptruck dapat dilakukan pengisian sebanyak 9
kali loading oleh excavator. Sehingga waktu pengisian 1 unit excavator terhadap 1 DT adalah
sebagai berikut:
CT excavator = 27,57 detik
= 9 x 27,57 detik
= 4,13 menit

Adapun waktu yang dibutuhkan dumptruck pengangkutan ore dari front sampai kembali ke
stockpile adalah 7,6455 menit ,Maka untuk 1 unit excavator dapat melayani :

Jumlah DT = CT dumptruck / CT excavator

= 7,6455 menit / 4,13 menit


=1,85
= 2 unit.
Untuk 1 unit excavator dapat melayani 2 unit DT, sehingga total DT yang harus disediakan adalah
sebagai berikut:

Total DT = 2 x 13

= 26 unit
3. OB Removal

Untuk overburden removal, target pengupasannya adalah disesuaikan dengan jumlah overburden
yang harus dikupas dalam 1 bulan, begitupula dengan jumlah unit excavator dan dumptruck yang
akan digunakan.
a. OB Removal
 Blok 1

Jumlah OB 239148 ton


KP exca 2847,318514 ton/hari
39862,45919 ton/2 minggu
Jumlah unit Excavator Jumlah OB/KP Exca 2 Minggu
Jumlah unit Excavator 5,999328813
6 unit

Adapun waktu yang dibutuhkan dumptruck pengangkutan OB dari front Blok 1 sampai kembali
ke Disposal adalah 6,4205 menit ,Maka untuk 1 unit excavator dapat melayani :

Jumlah DT = CT dumptruck / CT excavator

= 6,4205 menit / 4,13 menit


=1,55
= 2 unit.
Untuk 1 unit excavator dapat melayani 2 unit DT, sehingga total DT yang harus disediakan
adalah sebagai berikut:

Total DT = 2 x 6

= 12 unit
 Blok 2

Jumlah OB 91349 ton


KP exca 2847,318514 ton/hari
39862,45919 ton/2 minggu
Jumlah unit Exca 2,291604729
3 unit

Adapun waktu yang dibutuhkan dumptruck pengangkutan OB dari front Blok 1 sampai kembali
ke Disposal adalah 6,4205 menit ,Maka untuk 1 unit excavator dapat melayani :
Jumlah DT = CT dumptruck / CT excavator

= 6,9455 menit / 4,13 menit


=1,679
= 2 unit.
Untuk 1 unit excavator dapat melayani 2 unit DT, sehingga total DT yang harus disediakan
adalah sebagai berikut:

Total DT = 2 x 3

= 6 unit

Sehingga total alat yang dibutuhkan keseluruhan dapat dilihat pada table berikut.

Tabel Jumlah Alat pada Blok I

Waktu Tonase
Kegiatan Jumlah Alat
Penambangan (ton)
Ore getting 13 excavator

Ore loading- 500.000


13 excavator, 26 DT
hauling

2 minggu

OB removal 6 excavator

239.148
OB loading-
6 excavator, 12 DT
hauling

38 excavator, 38
Total 2 minggu 739.148
DT
Waktu
Kegiatan Jumlah Alat Tonase
Penambangan
13 excavator
Ore getting

13 excavator, 26 DT 500.000
Ore loading-
hauling

2 minggu
3 excavator
OB removal

91.349
OB loading- 3 excavator, 6 DT
hauling

32 excavator, 32
Total 2 minggu 591.349
DT

Tabel Peralatan Tambahan

Minggu
Tipe Alat
2 minggu pertama 2 minggu kedua
Motor Grader Cat
2 2
16 H

Compactor Cat
2 2
CS-533D
Bulldozer Cat D 8
3 3
R
Fuel Truck Nissan
2 2
Diesel

Water Truck
2 2
Nissan
BAB VII

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

1. Dampak Lingkungan

Kegiatan penambangan yang telah dilakukan berakibat pada perubahan bentang alam
(morfologi) menjadi lubang tambang dan perbukitan tempat area penimbunan tanah
penutup. Langkah atau metode pendekatan yang dilakukan dalam melakukan
identifikasi adanya dampak penting.

Acuan untuk mengetahui tingkat pentingnya dampak adalah:

 Undang-undang No. 23 tahun 1997 (Pengelolaaan Lingkungan Hidup)


 Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999
 Keputusan Ketua Bapedal No. Kep/056/1994 (Pedoman mengenai Ukuran
Dampak Penting)
Berdasarkan pedoman tersebut di atas, maka ada 8 faktor penentu dampak penting
yaitu sebagai berikut:

 Jumlah manusia yang terkena dampak


 Luas wilayah persebaran dampak
 Lamanya dampak berlangsung
 Intensitas dampak
 Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
 Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
 Sifat komulatif dampak dan
 Berbalik atau tidaknya dampak
Secara umum, penambangan nikel dengan metode open cast dapat mengakibatkan
dampak terhadap lingkungan sekitarnya karena adanya perubahan fisik yang terjadi di
permukaan tanah. Hal ini terkait dengan kegiatan penambangan maupun kegiatan lain
seperti pembangunan faslitas tambang, antara lain: sarana perkantoran, sarana
penunjang (bengkel, pembangkit tenaga listrik dan gudang), stockpile nikel,
pengangkutan material nikel dan lain-lain.

Dalam rangka meminimalkan dampak tersebut itu, perlu melakukan analisis mengenai
dampak penambangan terhadap lingkungan. Dengan demikian, kegiatan yang
dilakukan sudah terencana sejak awal. Analisis masalah lingkungan secara lengkap
terdapat dalam dokumen UKL/UPL yang harus disampaikan oleh PT. Asman Mineral.
Salah satu kegiatan untuk mengurangi dampak akibat kegiatan penambangan adalah
dengan telah direncanakannya kegiatan backfilling dalam operasi penambangan.
Penggunaan lahan selanjutnya akan disesuaikan dengan Rencana Umum Tata Ruang
(RUTR) Daerah.

Tabel.7.1 Komponen Kegiatan dan Potensi Dampak Terhadap Lingkungan

Dampak Terhadap Lingkungan Komponen Kegiatan


Tahap Tahap Pasca
Persiapan Operasional Operasi
a b c d e f g h i j k I m n
GEOFISIKA-KIMIA
• iklim mikro • • • • • •
• kualitas udara • • • • • • • •
• kebisingan • • • • • •
• erosi tanah • • • • •
• bentang alam • • • • •
• kesuburan tanah • • • • • •
• sedimentasi & kulitas air • • • • • • •
BIOLOGI
• flora • • • • • • • • •
• fauna • • • • • • • •
• biota air • • • • • • • • •
SOSIAL KEMASYARAKATAN
• struktur ekonomi & • • • • • •
budaya
• persepsi masyarakat • • • • • • • • • • •
• kesehatan masyarakat • • • • • • • •

Adapun komponen lingkungan yang terkena dampak dari adanya kegiatan


penambangan nikel adalah:

1.) Komponen Fisika - Kimia

A. Iklim Lokal (Temperatur Udara)


Radiasi matahari merupakan sumber pokok dari panas di bumi ini. Seperti pengambilan
penutup lahan (pohon) akan menaikkan temperatur pada lokasi tersebut dan juga
radiasi matahari yang diterima akan lebih besar daripada di lokasi yang masih terdapat
penutup tanahnya. Namun demikian, harus dicatat bahwa dampak pemanasan di
sekitar lokasi penambangan sangat tergantung pada luas area tanah yang terbuka,
kondisi penutup tanah (vegetasi) sekitar penambangan dan kondisi atmosfir (terutama
kecepatan dan arah angin).

Permukaan lahan akan mempengaruhi temperatur udara setempat dan


kelembabannya. Hal ini dikarenakan lahan yang akan dibuka merupakan lokasi yang
masih banyak vegetasinya, maka dalam tahap persiapan, indikasi kecenderungan
kenaikkan iklim mikro mungkin akan terjadi tetapi perubahannya akan sangat kecil
karena lahan akan dibuka secara bertahap dan penambangannya terletak pada daerah
terlokalisir.

B. Kualitas Udara (debu, gas NOx dan SOx, CO2)

Polusi udara yang berkaitan dengan gas buangan dan debu terjadi akibat
beroperasinya kegiatan tambang. Terkait dengan kualitas udara dikenal istilah udara
ambien, yaitu udara yang terdapat di sekitar kita, serta baku mutu atau standard
kualitas ambien udara, yaitu tingkat kualitas udara yang harus dipenuhi dengan sedikit
safety margin untuk melindungi kesehatan masyarakat khususnya dan lingkungan pada
umumnya, maka angka standard kualitas dapat diartikan identik dengan kadar
maksimum yang diperbolehkan. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No.
41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara serta KepMen LH No.
02/MENLH/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.

Kualitas udara ambien diperkirakan akan terjadi dampak akibat penggunaan peralatan-
peralatan penambangan, seperti: bulldozer, excavator, wheel loader, genset, peralatan
pengolahan dan lain-lain yang dalam operasionalnya akan menimbulkan sebaran
partikel (debu) sehingga akan menurunkan kualitas udara yang ditandai dengan
meningkatnya kadar-kadar karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (N2O), sulfur
dioksida (SO2) dan partikel (debu) yang akan terdispersi ke udara.

Baku mutu atau standard kualitas udara ambien untuk beberapa jenis zat pencemaran
(Tabel 7.2) sebagaimana terlampir.
Tabel 7.2 Zat Pencemaran

Parameter Waktu Perataan (jam) Standard (PPM)

karbon monoksida 8 20
(CO)

nitrogen dioksida 24 0,05


(N2O)

sulfur dioksida (SO2) 24 0,1

partikel (debu) 24 260

Kegiatan pengangkutan nikel dan tanah penutup ke lokasi stockpile dan dumping area
akan menimbulkan sebaran debu. Besarnya sebaran debu dapat diprakirakan dengan
menggunakan rumus dari Midwest Research Institute (MRI, 1978) sebagaimana
terlampir.

Keterangan:

Eu : jumlah debu per panjang jalan (lb/mil)


S : silt content (%)
V : kecepatan kendaraan (mil/jam)
W : berat kendaraan (ton)
w : jumlah roda kendaraan
d : jumlah hari tidak hujan
Pada daerah timbunan tanah penutup yang terbuka (tidak ditutup dengan cover crop),
jumlah sebaran debunya dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:

Epile : emisi debu (lb/ton material timbunan)


S : silt content (%)
d : jumlah hari tidak hujan per tahun
F : persentase kecepatan angin > 12 mph
D : lamanya waktu penimbunan (hari)
C. Kualitas Air (kekeruhan dan air asam tambang)

Dampak yang diperkirakan akan timbul dari kegiatan penambangan adalah


menurunnya kualitas air permukaan pada badan perairan sungai. Air permukaan yang
masuk ke area tambang dialirkan ke dalam kolam pengendapan dengan membuat parit
penirisan di daerah "toe" teras penambangan, di lantai ekstraksi Nikel, dan pada teras
pengambilan tanah interburden. Dampak lanjutan yang dapat ditimbulkan berupa
terganggunya kehidupan biota air dan gangguan kesehatan masyarakat.

Air di lantai kerja tambang masuk ke kolam penampungan di dalam lubang tambang
"in cast pond", kemudian dipompa ke bak pencampuran floculan dan atau koagulan
(AISCMawas), selanjutnya air disalurkan ke kolam pengendapan sedimen. Pada bak
pencampuran Floculan dan/atau A12SO4 tawas berlangsung kontak dengan air yang
mengandung lumpur sehingga terjadi proses pengendapan lumpur yang lebih cepat.
Instalasi pipa air menghubungkan aliran air dari bak pencampur ke kolam
pengendapan, mengalir dengangaya gravitasi.

Sedimen yang terbentuk di settling pond dipindahkan secara periodik apabila


ketinggiannya sudah mencapai ¾ kapasitas settling pond. Pemindahan sedimen
dilakukan dengan cara pemompaan ke dalam truk tangki kemudian ditimbun di waste
dump area aktif.

Pengelolaan terhadap penurunan kualitas air akan dilakukan, pada area tambang yang
meliputi settling pond, waste dump, bukaan tambang, workshop, serta lokasi stockpile.

D. Kebisingan

Dampak kebisingan akan timbul akibat suara mesin kendaraan kecil maupun kendaraan
berat, peralatan-peralatan penambangan, seperti bulldozer, excavator, wheel loader,
genset, peralatan pengolahan dan lain-lain.
Tingkat kebisingan akan berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber getaran.
Intensitas kebisingan dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus Rau dan
Wooten (1980) sebagaimana terlampir.

Keterangan:

Leq : tingkat kebisingan (dB)


Lot : kebisingan kendaraan type 1
Ni : jumlah kendaraan yang lewat per jam
Si : kecepatan rata-rata kendaraan (km/jam)
D : jarak sumber bising ke titik pengukuran (m)
s : faktor bising (untuk daerah terbuka, 3 dB) rentang tingkat kebisingan yg berasal
dari beberapa peralatan penambangan

E. Kestabilan Lahan (amblesan, runtuhan, longsoran)

Peningkatan produksi akan diikuti dengan meningkatnya volume tanah penutup dari
bukaan tambang yang akan ditempatkan pada areal penimbunan tanah penutup.
Timbunan tanah pada areal tersebut sangatlah tidak stabil dan berpotensi terjadinya
amblasan, runtuhan atau longsoran tanah.

F. Erosi Tanah

Untuk memperkirakan dampak terhadap tanah yang akan ditimbulkan pada saat
aktifitas penambangan sedang berlangsung, mempertimbangkan hal-hal diantaranya
adalah sebagai berikut: karakteristik lahan (fisika-kimia) di daerah penambangan dan
sekitarnya, jumlah dan intensitas hujan, bentuk permukaan dan relief daerah serta
keadaan vegetasi penutup lahan dan tindakan konservasi tanah.

Besarnya erosi yang dapat terjadi pada lahan yang dibersihkan dan tumpukan tanah
penutup dapat dihitung dengan menentukan faktor penyebab erosinya. Jumlah erosi
yang akan terjadi pada tumpukan waste di luar maupun di dalam bukaan tambang
yang telah di backfilling sangat tergantung pada sifat-sifat tanah waste dan kemiringan
tumpukannya.
G. Bentang Alam

Rencana kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Dwimitra Multiguna


Sejahtera akan mengakibatkan perubahan topografi dan bentang alam serta
sekaligus mengubah bentuk permukaan lahan. Tanah yang dianggap sebagai bahan
penghalang dalam proses penambangan harus disingkirkan dan diangkut menuju
lokasi penimbunan (dumping area), selanjutnya lahan menjadi terbuka dan nikel siap
untuk ditambang.

H. Sedimentasi dan Kualitas Air

Kegiatan penambangan nikel akan mengakibatkan lahan menjadi gundul sehingga


limpasan air permukaan dan erosi tanah menjadi besar. Meningkatnya erosi dan
limpasan air permukaan akan mengakibatkan kandungan padatan tersuspensi,
kekeruhan dan tingkat keasaman air dapat meningkat.

Aktivitas pengupasan tanah penutup dan penggalian nikel ada kemungkinan mencapai
kedalaman di bawah muka air tanah, maka selama aktivitas berlangsung air akan
mengalir ke daerah front penambangan bahkan akan terbentuk daerah genangan.

I. Kesuburan Tanah

Penggalian dan pemindahan tanah pucuk dan tanah penutup menyebabkan


tersingkapnya bahan induk tanah (overburden) ke permukaan. Kendala utama yang
dihadapi pada kegiatan ini adalah kepadatan tanah yang tinggi, kandungan unsur hara
yang rendah dan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun (toksin) seperti aluminium
dan pirit yang dapat menghambat pertumbuhan kualitas tanah.

2). Komponen Biologi

A. Flora (keanekaragaman hayati, hutan, tanaman budidaya/pertanian)

Kegiatan pembersihan lahan akan mengakibatkan hilangnya komponen vegetasi dari


tempat semula dan berkurangnya keanekaragaman jenis yang merupakan sumber
plasma nutfah di daerah tersebut dan terganggunya ekosistem setempat. Fungsi
ekosistem hujan akan hilang dan berubah yang mempunyai peranan sebagai pengatur
tata air, perlindungan habitat/satwa liar, perlindungan plasma nutfah dan penyangga
nilai ekologis/ekonomi lahan. Selain itu akan menimbulkan dampak lanjutan seperti
hilangnya habitat bagi fauna endemik.
B. Fauna (biota darat/satwa liar)

Hilangnya vegetasi hutan berarti hilangnya tempat hidup satwa liar atau mendorong
jenis-jenis satwa liar untuk pindah (migrasi) ke tempat yang lebih aman. Bagi jenis
satwa liar yang pergerakannya dapat dilakukan dengan terbang seperti burung
perpindahannya akan lebih mudah untuk menuju habitat yang sesuai, namun untuk
jenis satwa liar yang pergerakannya lambat seperti ular dan jenis satwa liar yang
pergerakannya melalui tajuk-tajuk pohon seperti siamang dan kera abu-abu
perpindahannya memerlukan suatu kondisi yang aman (koridor). Dampak terhadap
satwa darat merupakan dampak turunan, berupa hilangnya tempat hidup dan sumber
makanan bagi satwa tersebut..

C. Biota Air

Kehidupan biota air memerlukan persyaratan khusus yang berkaitan dengan kualitas
air karena air merupakan habitat bagi kehidupannya. Dampak terhadap biota air
merupakan dampak lanjutan, dimana dampak yang terjadi sangat tergantung dari
besarnya perubahan kualitas air permukaan, dan lamanya perubahan itu berlangsung.
Pada kegiatan penambangan nikel diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap
biota perairan seperti biota plankton, benthos dan nektos. Rencana kegiatan ini akan
mengakibatkan perubahan kaulaitas air berupa kekeruhan air, muatan padat
tersuspensi, residu terlarut, pH, sulfat dan besi. Perubahan parameter kualitas air
tersebut juga berpengaruh terhadap biota benthos karena terakumulasinya bahan
padatan yang mengendap di dasar perairan sungai sehingga menyebabkan kelimpahan
dan indeks keragaman (H') biota benthos akan berubah. Hal ini sudah tentu akan
mengganggu keseimbangan ekosistem perairan dan mengurangi ruang bagi biota ikan
tata kehidupannya menjadi terhambat.
3). Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya

A. Kependudukan (kesempatan kerja, pertambahan penduduk)

Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah
penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan.

B. Kesehatan Masyarakat

Aspek lingkungan terhadap kesehatan masyarakat yang terkena dampak adalah berupa
persepsi positif atau negatif, baik yang bermukim di sekitar maupun di luar tapak
proyek terhadap kegiatan tambang dan pelabuhan. Dampak ini merupakan dampak
sekunder yang diakibatkan oleh semua akumulasi dampak lainnya. Dampak-dampak
yang terjadi akibat penambangan dapat menimbulkan pencemaran secara langsung
maupun tidak langsung yang akan mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat
lokal di sekitar penambangan.

C. Sosial Ekonomi

Meningkatnya perekonomian dan pendapatan masyarakat di daerah tambang dan


sekitarnya sebagai akibat peluang usaha dan kegiatan perekonomian yang terkait
dengan kegiatan pertambangan. Dengan adanya kegiatan pertambangan PT. Dwimitra
Multiguna Sejahtera maka akan terjadi perubahan penguasaan lahan dari masyarakat
yang sekaligus terjadi perubahan fungsi lahan yang selama ini dimanfaatkan untuk
kegiatan usaha pertanian, perkebunan dan lain-lain menjadi lahan penambangan nikel.
Serangkaian aktivitas penambangan seperti pembangunan sarana dan prasarana,
penerimaan tenaga kerja, pembebasan lahan, pembangunan jalan tambang,
retribusi/pajak yang dibayar, dan lain-lain yang berhubungan dengan peningkatan
perekonomian bagi penduduk serta pemerintah setempat.

D. Sosial Budaya

Kegiatan penambangan nikel oleh PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera akan


memunculkan persepsi masyarakat baik dalam bentuk persepsi positif maupun negatif.
Bentuk persepsi positifnya dengan keberadaan proyek ini dapat meningkatkan taraf
hidup, kesempatan bekerja, perdagangan dan lain-lain. Sedangkan persepsi negatifnya
keberadaan proyek akan menimbulkan pencemaran, kehilangan mata pencaharian dan
akan menimbulkan konflik di masyarakat.
2. Pengelolaan Dampak

Pengelolaan dan Pemantauan lingkungan dilakukan terhadap kualitas udara, air,


tingkat erosi dan lereng, keberhasilan penghijauan, flora dan fauna serta penanganan
limbah padat dan cair serta pembibitan tanaman. Dampak yang intensitasnya besar
dan penting harus dikendalikan. Sifat besar dan pentingnya dampak mengacu kepada
baku mutu yang dikelauarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup atau acuan lainnya.
Dengan demikian maka perlu dilakukan pemantauan terhadap dampak secara berkala
sesuai dengan ketentuan UKL/UPL yaitu dengan melakukan pengujian terhadap
beberapa komponen, misalnya komponen geofisika-kimia, komponen biologi dan
komponen sosial ekonomi dan budaya.

Kegiatan upaya pengendalian/pengelolaan dampak penting tersebut harus diikuti


dengan pemantauan lingkungan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pengendaliannya yaitu dengan cara memantau sumber dampak, metode
pemantauannya, lokasi dan jumlah frekuensi pemantauannya.

Dalam upaya menanggulangi dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif


yang disebabkan oleh adanya kegiatan operasi penambangan, maka dilakukan upaya
pengelolaan lingkungan antara lain sebagi berikut:

a. Penanggulangan dampak masalah kualitas air dan sedimentasi

Diperlukan adanya pengelolaan limbah penambangan sebelum air tersebut dialirkan ke


sungai-sungai atau ke dalam tanah. Salah satu cara adalah dengan membuat settling
pond yang berfungsi untuk memantau kualitas air dan memberikan treatment agar
kuaiitas air sesuai dengan standar Kementerian Lingkungan Hidup.

Air permukaan yang masuk ke dalam lubang tambang ditampung di dalam sump,
kemudian dipompakan keluar tambang dan diendapkan di kolam pengendap lumpur
(settling pond). Air yang mengalir dari areal penimbunan tanah penutup (OB/IB)
dialirkan ke dalam kolam perangkap sedimen (catchment dam). Terdapat dua jenis
kolam pengendap yakni:

 Kolam pengendapan lumpur (settling pond)

Adalah tempat mengendapkan lumpur yang bercampur dengan air yang bersumber
dari cast.
b. Penanggulangan dampak masalah kualitas udara

Masalah polusi udara diatasi dengan perawatan alat-alat berat secara berkaia agar
kondisi mesin selalu baik. Kadar emisi gas buang juga selalu dikontrol agar tidak
melebihi ambang batas yang dipersyaratkan.

Untuk penanggulangan polusi udara khususnya debu dilakukan peningkatan frekuensi


penyiraman jalan dan penanaman pohon di sepanjang bahu kanan dan kiri jalan
hauling, dan untuk pengelolaan debu di pelabuhan khusus nikel dilakukan penyiraman
menggunakan air yang diambil dari kolam settling pond yang disemprotkan pada saat
loading ke tongkang.

c. Penanggulangan dampak masalah kebisingan

Kegiatan pengangkutan dilakukan hanya pada siang hari, dimana seluruh penduduk
beraktivitas dan sebisa mungkin dihindari kegiatan dilakukan pada malam hari.
Tujuannya agar ketenangan penduduk pada malam hari tidak terganggu. Selain itu,
proyek ini menggunakan jalur transportasi milik PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera
sendiri dimana hampir semua jalurnya tidak melewati daerah padat penduduk.

Penanggulangan kebisingan dilakukan pada sumber atau peralatan yang menimbulkan


kebisingan. Di beberapa lokasi kerja seperti di pabrik, Power House berpotensi
menimbulkan dampak kebisingan. Karyawan yang bekerja pada lokasi tersebut
diwajibkan menggunakan ear plug atau ear muff.

a. Pengelolaan dampak pada kependudukan dan sosial ekonomi.


Diharapkan kegiatan pertambangan ini semakin bermanfaat, tidak hanya dari sisi
pemasukan PAD bagi pemerintah, tetapi juga bagi masyarakat sekitar di sekitar wilayah
IUP PT. MFA Resources Mineral, Diantaranya dengan memanfaatkan sebesar mungkin
muatan lokal, mulai dari perusahaan dan tenaga kerja yang berada di sekitar daerah:
penambangan dan pengiriman material nikel.

Bertambahnya tenaga kerja yang terlibat pada proyek ini akan memerlukan tambahan
fasifitas infrastruktur seperti perumahan/ camp untuk para karyawan dan fasilitas
pendukung lainnya seperti tempat ibadah, klinik dan lain sebagainya.

Pengendalian Komponen Geofisika-Kimia adalah sebagai berikut.

a) Pengendalian Kualitas Air


Pengendalian air tambang yang berupa sistem penirisan dan pengeringan air tambang,
direncanakan untuk mengatasi masalah yang ada pada daerah penambangan seperti
keberadaan air tanah (ground water) dan air permukaan (surface water). Dengan
adanya sistem penirisan dan pengeringan air tambang ini diharapkan kegiatan operasi
penambangan dapat lebih lancar serta salah satu cara pencegahan air asam tambang
yang lainnya adalah dengan pemberian unsur-unsur yang bersifat basa seperti kapur
dan tawas.

b) Pengendalian Limbah Padat dan Cair

Diwilayah proyek PT. MH Tbk, jenis limbah yang ada adalah sebagai berikut:

 Limbah padat: Besi scrap, ban bekas, sampah domestik (kardus, papan, kertas,
dll)
 Limbah cair: Air limbah yang berasal dari dalam tambang dan limpasan permukaan
bukaan lahan

Limbah padat yang dihasilkan dari sampah kegiatan kantor, basecamp dan
perbengkelan akan dikumpulkan dan dibuang di tempat pembuangan akhir. Sedangkan
untuk limbah yang tidak bisa atau sukar terdekomposisi dengan baik akan dibakar.

c) Pengendalian Limbah B3

Limbah B3 yang dihasilkan antara lain:

 Limbah padat: Filter bekas, selang hidrolik bekas, kain majun, serbuk gergaji
terkontaminasi dengan oli, limbah klinik, dan lain – lain
 Limbah cair: Oli bekas, air accu
Pengendalian aspek lingkungan di area workshop yang terdapat di PT. MH Tbk dan sub
kontraktor yang meliputi:
 Memfasilitasi workshop dengan tempat pengumpulan sementara “TPS” limbah B3,
oil trap/oil catcher, tong sampah.
 Merawat oil trap secara teratur
 Membuat paritan/drainase di sekeliling TPS limbah B3 sehingga alirannya dapat
mengalir dengan baik ke oil trap
 Menempatkan tong sampah yang cukup disetiap workshop untuk limbah padat
domestik (tong sampah berwarna kuning) dan limbah padat mengandung B3
(tong sampah berwarna merah)
 Menyediakan absorbent/serbuk gergaji untuk tumpahan/ceceran minyak.
 Menyediakan kotak tumpahan minyak (spill kit) yang cukup disetiap workshop
 Limbah B3 (bekas kain majun, penghisap oli/solar) disimpan dalam TPS limbah B3

Untuk menangani tumpahan limbah cair, pada area workshop terdapat oil trap/oil
catcher yang merupakan instalasi permanen yang digunakan untuk menangkap
tumpahan atau ceceran minyak sehingga air dapat mengalir keluar sedangkan minyak
akan tetap terperangkap di dalamnya. Limbah B3 yang terkumpul di TPS limbah B3
akan diambil oleh pihak ketiga yang mempunyai izin dari Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) sebagai pengumpul limbah B3. Perusahaan pengumpul limbah B3 yang
digunakan PT. MH Tbk

d) Pengendalian Kualitas Udara

Dampak polusi udara akan diminimalisir dengan cara melakukan penyiraman secara
rutin setiap hari dan mengatur kecepatan unit kendaraan yang lewat. Sedangkan untuk
mengurangi adanya debu nikel di screening station adalah dengan memaksimalkan
fungsi dust suppresion yang telah terpasang pada screening station.

Kegiatan reklamasi dilaksanakan bersamaan dengan kemajuan tahapan penambangan


yang menerapkan sistem backfilling yaitu revegetasi pada lahan yang telah selesai
ditambang, tempat penimbunan lapisan penutup, kiri-kanan jalan dan fasilitas tambang
dan daerah terbuka yang rawan terhadap erosi permukaan yang dapat mempengaruhi
kestabilan lereng-lereng di daerah penambangan. Rencana reklamasi lahan akan
dikelola dan dilakukan dengan mempertimbangkan tata guna lahan yang telah
direncanakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah setempat dengan
sasaran akhir untuk mengubah (remodelling) daerah penambangan menjadi wilayah
baru dengan keadaan yang sama sekali berubah tetapi lebih memberikan nilai manfaat.

e) Pengendalian Komponen Biologi

Kegiatan reklamasi lahan dilengkapi dengan revegetasi yang dilakukan dengan


bertahap pada setiap blok penambangan untuk area-area bekas bukaan tambang akan
mempunyai pengaruh positif terhadap vegetasi/flora, fauna/satwa liar dan biota
perairan.

Kegiatan reklamasi dan revegetasi diharapkan dapat meningkatkan jumlah populasi


tumbuhan, mengembalikan peranan tanaman sebagai pengatur tata air dan
selanjutnya dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas habitat satwa liar yang secara
perlahan satwa liar dapat kembali ke tempat asalnya semula, serta kegiatan reklamasi
dan revegetasi dapat memperbaiki mutu/kualitas air di perairan sungai di sekitar
daerah penambangan.

f) Pengendalian Komponen Sosial Kemasyarakatan

PT. MH Tbk akan memprioritaskan penerimaan tenaga kerja lokal, menciptakan


lapangan kerja informal dan kesempatan berusaha baru di berbagai bidang terkait
dengan keberadaan proyek penambangan melalui bimbingan dan pendidikan/latihan
serta proses sosialisasi sifat-sifat kerja penambangan. Melakukan berbagai bentuk
kegiatan seperti bakti sosial, pemeriksaan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang
berguna untuk masyarakat di sekitar daerah penambangan.

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi adalah sebagai berikut.

Erosi dan sedimentasi perlu diperhatikan karena dapat mengurangi kualitas air dan
tanah. Erosi biasanya disebabkan oleh air berlebihan yang tidak terkontrol. Air yang
berlebihan ini akan menggerus unsur hara yang ada di dalam tanah. Dalam jumlah
banyak, tanah yang tererosi akan membentuk sedimen, sehingga perairan (sungai)
menjadi dangkal. Dalam mengurangi erosi, PT. F1B214092akan membuat saluran
terbuka. Di dalam pit, saluran terbuka bermuara ke sumuran ( sump), air yang didalam
sump hampir pasti bercampur dengan lumpur, air berlumpur ini akan dipompa keluar.
Bila langsung dilepas ke perairan umum. Air yang berlumpur ini akan menyebabkan
pendangkalan. Oleh karena itu, diperlukan kolam pengendapan untuk mengendapkan
lumpur (setling pond).
Kolam pengendapan lumpur didesain dengan 3 kompartemen yang didesain zig-zag.
Air berlumpur awalnya masuk ke dalam zona masukan. Di zona ini, lumpur sudah mulai
mengendap. Kemudian, sebelum masuk ke zona pengendapan air akan dibendung oleh
pembatas (karena desain zig-zag) sehingga laju air melambat. Pada Pada zona ini,
lumpur akan cepat mengendap. Karena pengendapan cepat, maka air yang masuk ke
zona keluaran sudah terpisah dari lumpur

3. Rencana Reklamasi dan Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang

A). Pasca Tambang

Pasca tambang merupakan masa setelah berhentinya kegiatan tambang pada seluruh
atau sebagaian wilayah usaha pertambangan operasi produksi atau operasi produksi
yang disebabkan berakhirnya izin usaha pertambangan dan atau karena
dikembalikannya seluruh atau sebagain wilayah usaha pertambangan operasi produksi
(Kep. Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M.PE/1995). Surat Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M.PE/1995 berisi tentang kewajiban
pengusaha pertambangan sebagai pemegang Kuasa Pertambangan dalam kegiatan
pasca tambang sebagaimana diatur dalam Pasal 26, 27 dan 28, yaitu:

1. Pengusaha pertambangan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada


Direktur Jenderal mengenai rencana penutupan tambang, selambat-lambatnya 1
(satu) tahun, sebelum berakhirnya operasi penambangan. Kewajiban ini berlaku
juga bagi rencana pengembalian seluruh atau sebagian dari wilayah usaha
pertambangan tahap operasi produksi

2. Dalam laporan rencana penutupan tambang tersebut memuat mengenai adanya


dampak lingkungan yang perlu dikelola pada pasca tambang dan pelaksanaan
pengelolaan dampak lingkungan dimaksud

3. Batas waktu tanggung jawab pengusaha pertambangan dalam pengelolaan dan


pemantauan lingkungan pada pasca tambang ditetapkan oleh direktur jenderal.

Dalam upaya memenuhi pogram pasca tambang, PT. MH Tbk merencanakan


melaksanakan beberapa kegiatan yaitu sebagai berikut:

1. Pengelolaan Aset
Mengingat perizinan pertambangan nikel PT. MH Tbk diperoleh melalui Ijin Usaha
Pertambangan, maka pengelolaan aset setelah masa penambangan nikel selesai
(habis) wajib dikembalikan kepada pemerintah kabupaten yang telah mengeluarkan
izin (Kuasa Pertambangan).

2. Sosialisasi Program Pasca tambang

Tujuan program ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat di sekitar lokasi
penambangan mengenai rencana akan berakhirnya kegiatan penambangan PT. MH
Tbk dan memberikan solusi yang bermanfaat bagi masyarakat melalui rencana
program-program pasca tambang yang akan dilaksanakan oleh PT. MH Tbk.

3. Reklamasi dan Revegetasi Lanjutan

Reklamasi dan revegetasi lanjutan dilakukan untuk areal penambangan yang terakhir
dan lokasi penumpukan tanah penutup (dumping area) dengan memperhatikan tata
guna lahan seperti yang tertuang di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kecamatan
Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Propinsi Sulawesi Tenggara.

B). Reklamasi Tambang

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan


untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar
dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya(Permen ESDM No. 7 Tahun 2014). PT.
MH Tbk menerapkan metode backfilling dalam penambangannya. Adapun tahapan
reklamasi yang direncanakan oleh PT. MH Tbk adalah sebagai berikut

1). Pengelolaan Tanah Pucuk


Pengelolaan tanah pucuk sangat penting untuk membangun vegetasi penutup di
daerah reklamasi. Tanah pucuk sebisa mungkin harus dipelihara untuk reklamasi dan
kualitasnya harus dilindungi selama pemindahan dan penyimpanan. Pengelolaan tanah
pucuk akan mempertimbangkan isu-isu seperti berikut:
 Jaminan mutu selama penggalian.
 Mengidentifikasi lokasi persediaan untuk mempertahankan kualitas tanah.
 Penyemaian sementara.
 Penanaman vegetasi penutup pada stockpile untuk mengendalikan erosi.
Penebaran tanah pucuk ini dilakukan pada seluruh bidang datar dan bidang lereng
yang sudah dibuat selandai mungkin dari waste dump area, dengan ketebalan rata-
rata 30 cm sampai 40 cm.
2).Revegetasi

Revegetasi adalah Pemanfaatan lahan terganggu akibat usaha kegiatan yang dilakukan
secara koseptual, teknikal dan terpadu baik menggunakan teknologi atau tidak yang
menyebabkan kerusakaan lahan dari vegetasi hidup yang dahulunya bervegetasi
menjadi tidak bervegetasi.
Untuk penanaman tanaman penutup tanah ( cover crops), PT. MH Tbk memilih
campuran jenis tanaman polongan seperti Centrasema pubescens, Colopogonium
mucoides, mucuna. Jumlah 200 kg per hektar. Sistem yang dipilih, adalah Paritan pada
Slope daerah yang direvegetasi.
Gambar 7.1 Penanaman Land Cover Crops Sistem Paritan pada Slope

Selanjutnya, penanaman tanaman pioner atau tanaman yang cepat tumbuh dilakukan
bersamaan dengan penanaman cover crops. Jarak yang dipilih 4m X 4m. Jenis tanaman
Pioneer yang akan digunakan yakni Trembesi. Tanaman trembesi dipilih karena
termasuk tanaman yang cepat tumbuh, perawatannya tidak sulit dan dapat hidup
dengan kondisi air yang sedikit.

Persyaratan tanaman revegetasi adalah sebagai berikut.

 Mempunyai fungsi penyelamatan tanah dan air dengan persyaratan tumbuh yang
sesuai dengan keadaan lokasi, baik iklim maupun tanahnya.

 Mempunyai fungsi mereklamasi tanah.

 Hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang tidak terlalu lama.

 Tumbuh cepat & mampu tumbuh pada tanah kurang subur,

 Tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu,

 Tidak menjadi inang penyakit, tahan akan angin dan mudah dimusnahkan,

 Mempunyai perakaran yang lebar dan atau dalam,

 Tanaman harus bisa dimanfaatkan kemudian hari, artinya mempunyai prospek


ekonomi yang baik.
BAB VIII
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. Organisasi Penanganan K-3

Penanganan kesehatan dan keselamatan kerja dalam operasi penambangan nikel


merupakan bagian dari struktur organisasi PT. MH Tbk yang berada pada Divisi
Keselamatan Kerja yang langsung bertanggung jawab kepada Manajer Tambang (Bab
VIII Organisasi dan Tenaga Kerja).

K3 merupakan hal yang mutlak harus diperhatikan, karena tugasnya kontinyu


pelaksanaannya menetap dan anggaranya tersendiri untuk itu. Penanganan K3 dalam
penambangan nikel didasarkan pada peraturan yang berlaku dan kesepakatan dengan
pekerja serta kontraktor.

Adapun peraturan dan perundangan:

a. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.

b. UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

c. Peraturan pemerintah No 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja.

d. KepMen PE No. 555.K/26/MPE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Bidang Pertambangan Umum.

Untuk mendapatkan dan terjaminnya keselamatan kerja yang tinggi di lapangan,


beberapa hal yang akan diperhatikan selama penambangan berlangsung antara lain:

a. Pemasangan tanda rambu-rambu lalu-lintas jalan yang jelas

b. Pemasangan papan peringatan dan nasehat ditempat yang strategis.

c. Penggunaan pakaian pelindung kerja secara benar.

d. Pemantauan dan pemeriksaan secara berkala terhadap mesin dan peralatan yang
digunakan dalam penambangan.
e. Lokasi yang memadai untuk bergerak dengan leluasa bagi kendaraan dan mesin
peralatan tambang pada waktu operasi penambangan dan pengankutan hasil
tambang.

f. Tersedianya fasilitas pemadaman kebakaran dan tanggap darurat.

g. Tersedianya fasilitas kesehatan dan paramedis.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan K-3 Pertambangan


Langkah-langkah yang ditempuh untuk melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Pertambangan. Pada setiap kegiatan penambangan harus diperhatikan secara
rinci analisis dari tindakan kesehatan dan keselamatan kerja. Salah satu diantaranya
adalah aktivitas di lereng tambang pada umumnya umum akan dijelaskan sebagai
berikut.

Aktivitas di lereng tambang, faktor kesehatan dan keselamatan kerja yang dominan
berhubungan dengan kemantapan lereng tambang. Oleh karena itu secara garis besar
perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:

a. Pembuatan geometri lereng sesuai dengan ketentuan geoteknik yang telah


direkomendasikan

b. Pemberian tanggul pengaman (safety berm) pada bibir jalan tambang (ramp)

c. Melakukan pemantauan dan analisis lebih lanjut terhadap lereng tambang selama
kegiatan penambangan (struktur geologi yang berpotensi menimbulkan longsoran,
perlu diukur dan dianalisis, selain itu perlu dilakukan pemantauan terhadap
pergerakan lereng terutama pada daerah yang terdapat struktur geologi utama)

d. Melakukan perawatan lereng secara rutin, misalnya pembersihan runtuhan batuan


pada berm dan ramp

e. Perawatan sarana penyaliran air

f. Pemasangan rambu tanda hati-hati pada bibir lereng yang dianggap rawan
khususnya pada jalan tambang. Penjelasan lebih rinci mengenai K3 selanjutnya
akan dilakukan oleh PT. MH Tbk dan disesuaikan dengan operasional kegiatan
tambang PT. MH Tbk.
Tabel Langkah Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan

No KEGIATAN URAIAN
1
O Patroli a. Implementasi peninjauan/pencekan untuk mengantisipasi
. keamanan kekurangan dan kondisi yang tidak aman. b. Melakukan
tindakan pencegahan dengan pemberhentian dan peringatan
atau menyarankan jika terdapat hal-hal yang bertentangan
dengan peraturan K3.
c. Melaporkan secara lisan/tertulis k e supervisor dari pelanggar
peraturan.
2. Inspeksi a.
d. Cek kondisi
Batas dari pemadam,
kecepatan api,<buat
truk 40 ton 40 inventaris
km/jam dandankendaraan
mengisi
keamanan kembali
personil jika
< 60diperlukan.
km/jam.
b. Cek kondisi dari fasilitas transportasi.
c. Cek kondisi dari fasilitas bengkel.
d. Cek kondisi dan penataan dari gudang.
3 Diskusi a. Diskusi masalah keselamatan pada setiap jam
e. Cek kondisi dari c amp utama dan lokasi kerja.
. masalah b. Diskusi pagi, membantu, dan memonitor realisasi dari diskusi
keselamatan pagi

4 Kampanye a. Impletasi pengutamaan keselamatan pada setiap tingkat


. keselamatan pekerjaan dilakukan dengan sistem pendekatan pribadi,
pemberian pelajaran, dan slogan yang diedarkan
b. Evaluasi kontes keselamatan

5. Pelindung a. Inventarisasi alat pencegahan sendiri


keamanan b. Melengkapi kekurangan
c. Memonitor pemakaian
d. Check dan melengkapi pelindung keselamatan pada alat-alat
e. Check dan lengkapi rambu-rambu

6. Pemilihan a. Check jenis peralatan


operator

7. Laporan a. Laporan kecelakaan


keselamatan b. Laporan bulanan
c. Laporan pelatihan
Tabel 8.1 Peralatan Keselamatan Kerja

No LOKASI Peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


1 Tambang Helm pengaman
Sepatu pengaman
Kacamata
Arung tangan kulit
Masker debu dan earplug
Reflector vest
Alat pemadam api dan perlengkapan P3K di masing-masing
kendaran pengangkut personil dan alat-alat tambang

Bendera merah (tinggi 2 m) untuk kendaraan pengangkut


personil rambu lalu lintas batas kecepatan truk 40 ton < 40
km/jam dan kendaran
personil < 60 km/jam

2 Bengkel helm pengaman


sepatu pengaman
sarung tangan kulit
kacamata pengaman
alat pemadam kebakaran
perlengkapan P3K
penampung minyak pelumas bekas
penampung besi-besi bekas dan penampung suku cadang
bekas
metode & pembersihan minyak tumpah
3 Gudang suku helm pengaman
Cadangan sepatu pengaman
sarung tangan kulit
perlengkapan P3K
alat pemadam kebakaran
4 Jalan helm pengaman
angkutan dari sepatu pengaman
tambang ke kacamata
screening sarung tangan kulit
instalasi masker debu
pengayakan rambu lalu lintas batas kecepatan truk 40 ton < 40 km/jam
dan kendaran personil < 60 km/jam

5 Screening penutup screening station


Station rambu-rambu pemberitahuan kehati-hatian
pagar pengaman
lampu penerangan screening station dengan jarak tertentu
pelampung
alat pemadam kebakaran
perlengkapan P3K

6 Pelabuhan helm pengaman


sepatu pengaman
sarung tangan kulit
masker debu dan ear plug
STRUKTUR ORGANISASI
Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Alat Pelindung Diri (APD)

DIREKTUR UTAMA
MUH. HARIS

DIREKTUR OPERAS DIREKTUR ENGINEERING DIREKTUR PEMASARAN DIREKTUR KEUANGAN DIREKTUR PERSONALIA DAN UMUM
ASMAnI ZAINUL FITRI MUH.FERDIAN ISWATI MUH. ISNAN

MANAGER PENGADAAN MANAGER PERSONALIA DAN


MANAGER PENGENDALIAN BIAYA MANAGER KONSTRUKSI MANAGER PEMASARAN MANAGER KEUANGAN MANAGER PEMBUKUAN
DAN PERALATAN UMUM
LERIS ELISEUS ACHMAD ZULHIJJAH MUH. BAYU AJI NASRUDIN ALHAM MADU ARUM
AGIL MIRWAN HASNAWATI

Gambar 8.1 Struktur Organisasi PT MH Tbk

C. Standar Operasional Prosedur (SOP)


1) Land Clearing dan Manajemen Soil
Pelaksanaan Land Clearing dan Manajemen Soil harus dilaksanakan dengan benar
dan sesuai dengan Standar sebagai berikut :
a. Land Clearing dilakukan hanya pada batas areal lahan sesuai dengan Boundary
Clearing Design yang telah ditanda tangani bersama.
b. Penanganan Top Soil dan Sub Soil harus dilakukan secara benar baik pada saat
pengupasan maupun pembuangannya.
- Top Soil dikupas dengan cara didorong perlahan-lahan dengan mengunakan buldozer
dan dikumpulkan sementara ditempat yang telah ditentukan untuk selanjutnya harus
dimuat dan diangkut ke waste dump yang telah ditentukan
- Penggalian/ pengupasan Top Soil dan Sub Soil tidak boleh tercampur dengan galian
batuan dasar
d. Unit/ Alat yang digunakan serta operator tersedia secara memadai ( minimal tersedia
dozer ukuran 60 sd 80 ton dan atau excavator sekelas PC 300 dengan Operator yang
cukup berpengalaman untuk melakukan pekerjaan Land Clearing dan Pengupasan
Top Soil / Sub Soil)
e. Selalu melakukan komunikasi dan kordinasi dengan Perusahaan
(Pengawas/Produksi, Survey dan Planning apabila terdapat penemuan-penemuan
penyimpangan dilapangan yang tidak sesuai dengan rencana.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum kegiatan Land Clearing dilaksanakan adalah
sebagai berikut :
1) Peta beserta koordinat area yang akan di bersihkan / diclearing yangtelah
ditanda tangani oleh Pihak Perusahaan dan Kontraktor ( Boundary clearing
design)
2) Rencana tempat penampungan Top Soil dan Sub Soil.
3) Kartu tanda dan fungsi bendera

2) Penggalian Overburden (OB)


Pelaksanaan penggalian OB harus dilaksanakan sesuai dengan rencana perusahaan,
Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik sangat perlu
diperhatikan, bahwa kontraktor benar-benar sudah memahami dan mengerti secara
detail mengenai rencana dan target perusahan. Untuk itu Kontraktor perlu mempelajari
dengan seksama rencana dan target perusahaan baik berdasarkan gambar-gambar
design maupun penjelasan/pengarahan teknis dari bagian surveyor dan Planner
perusahaan, diantarnya :
 Design (Pit, Disposal, In Pit Road, Benches)
 Rencana Volume produksi (Cadangan,Target produksi, volume OB, rencana
SR)
 Parameter Penambangan (Lebar Lantai Pit, Kriteria dan Ketebalan minimum
Lapisan Laterit yang wajib digali)
 Sistem Drainage
 Rambu-rambu /bendera/tanda batas atau petunjuk dari bagian survey.
Standar Opertasional Penggalian Batuan Dasar/OB adalah sebagai berikut :
a. Setiap penggalian OB harus bertujuan untuk expose Ore
b. Kegiatan penggalian OB harus sesuai dengan :
 Rencana arah Kegiatan penggalian
 Rencana Blok Kegiatan Perusahaan.
c. Dimensi Lereng (slope) yang akan dibentuk selama penggalian harus sesuai
dengan ketentuan mine design antara lain: tinggi jenjang, lebar bench, kemiringan
lereng baik sebagai lereng tunggal (single slop) maupun lereng keseluruhan
(ultimate pit slope). Untuk itu perlu diperhatikan,bahwa :
 Sebelum melakukan kegiatan pembentukan slope apakah Papan Panduan
Slope sudah terpasang sesuai yang direncanakan dan penggalian dilakukan
mengikuti panduan tersebut. Penggalian OB tidak boleh menyimpang dari
Panduan untuk mencegah terjadinya Slope menjadi bunting (Under cut),
 Pada setiap bench yang terbentuk pastikan,bahwa Pita Informasi Elevasi telah
terpasang secara memadai sesuai dengan ketentuan perusahaan. (Lihat
ketentuan SOP Rambu-rambu Tambang).
d. Kegiatan penggalian OB harus dilakukan sesuai dengan Elevasi Final Pit
sebagaimana direncanakan
e. Jumlah dan jenis unit/alat yang tersedia cukup memadai sesuai dengan rencana
Setting Alat yang telah disepakati dan aman untuk melakukan penggalian OB.
Operator harus memilki keahlian untuk mengoperasikan unit yang tersedia dan
memilki kemampuan melakukan pekerjaan penggalian OB.
f. Front penggalian di Pit harus tetap rapi dan baik (cukup padat,bersih dari
tumpukan spoil-spoil) dan tidak tergenang air
g. Jalan untuk pengangkutan OB harus sesuai dengan rencana design jalan yang
ditentukan oleh perusahaan (rute, lebar, grade dan permukaan)
h. Perawatan jalan untuk kelancaran pengangkutan OB sudah dilakukan secara
memadai meliputi :
- Penimbunan dan perataan jalan yang berlubang-lubang
- Penyiraman rutin untuk mencegah debu
- Perbaikan dan perapian tanggul-tanggul pengaman dan parit
i. Pembuangan OB sudah dilakukan dengan cara yang benar dan ditempat yang telah
ditentukan seuai dengan mine design.
j. Area disposal sudah dilengkapi dengan batas- batas yang memadai
k. Mekanisme penanganan air permukaan yang berpotensi masuk ke dalam pit harus
dilakukan secara benar dan memadai sesui dengan disain.dan lay out yang
direncanakan perusahaan diantaranya adalah pembuatan parit disekeliling batas
terluar dari pit telah memenuhi syarat dan memadai untuk dapat mencegah
mengalirnya air permukaan kedalam pit.
l. Mekanisme penanganan air yang telah berada di dalam pit sudah dilakukan secara
benar dan memadai diantaranya adalah :
- Sump ( sumuran tempat seluruh air akan terkumpul) telah disiapkan secara
benar dan memadai.( di daerah terendah dari lantai pit)
- Pemompaan air untuk proses pengeringan telah dilakukan dengan benar dan
memadai.Unit water pump selalu tersedia dan siap digunakan.
3) Ore Getting
Sasaran yang harus dicapai adalah dihasilkannya ore dengan kualitas yang bersih. Ore
yang bersih adalah ore yang bebas dari pengotor antar lain bagian-bagian dari
pepohonan (akar, ranting, daun), sisa-sisa tanah atau batuan penutup. dan bebas
kontaminasi.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kegiatan Ore Getting harus dilaksanakan
dengan benar,yaitu sebagai berikut :
a. Ore yang terexpose dengan Tebal 2 s/d 4 meter harus segera di cleaning dan
di Ore getting untuk selanjutnya di hauling menuju stockpile.
b. Kegiatan Cleaning Ore sudah dilakukan dengan benar dalam arti :
- Menggunakan unit excavator dengan bucket yang dilengkapi dengan Cutting
edge (bukan teeth) pada ujungnya. Pastikan bahwa: ujung cutting edge
melingkupi seluruh permukaan bucket ( rata dan tidak ada yang terbelah
atau gumpil).
- Operator excavator harus mempunyai keahlian khusus untuk Cleaning Coal.
d. Permukaan Ore yang sudah dibersihkan tidak terkotori lagi dan sudah diberi
tanda pembatas antara yg sudah dibersihkandengan yang belum.
e. Sebelum Ore Getting dilakukan, harus diteliti dan diperiksa secara seksama
lokasi Ore yang akan di gali antara lain :
- Pastikan bahwa permukaan Ore yang akan di coal getting sudah benar-
benar bersih bebas dari pengotor ( sisa-sisa tanah atau batuan penutup)
- Tidak ada aliran air masuk areal Ore yang sudah dicleaning. Aliran air
berpotensi untuk membawa lumpur. Jika perlu buat parit kecil disekeliling
areal Ore yang bersih.
f. Peralatan yang digunakan untuk Ore getting tersedia secara memadai dan
dalam kondisi benar-benar bersih ( track unit, bucket,bak Dump Truck).
Apabila unit yang digunakan masih berpotensi menyebabkan Ore
terkontaminasi atau menjadi kotor (tidak bersih), maka harus dibersihkan
terlebih dahulu.
g. Pastikan area Ore yang sudah selesai / habis digali telah diberi tanda/pita Mine
Out.
4) Hauling Ore
Mengikuti dan memastikan pelaksanaan Hauling Ore dilaksanakan sesuai dengan
rencana perusahaan, meliputi :
a. Ore yang telah di gali harus segera diangkut untuk ditempatkan di stockpile. (
tidak boleh di tumpuk atau di stock di front / langsung dimasukan ke dalam bak
dump truck)
b. Unit Dump truck yang digunakan harus memadai baik jumlah maupun
kondisinya.
c. Bak Unit Dump truck yang digunakan harus benar-benar bersih dan tutup bak
harus berfungsi dengan normal (layak dan memiliki kunci dikedua sisinya).
d. Sebelum kegiatan hauling dilakukan harus dipastikan kondisi jalan hauling dalam
kondisi memadai.
e. Perawatan jalan untuk kelancaran pengangkutan batu bara sudah dilakukan
secara memadai meliputi :
 Penimbunan dan perataan jalan yang
berlubang-lubang
 Penyiraman rutin untuk mencegah debu
 Perbaikan dan perapian tanggul-tanggul
pengaman dan parit
g. Dumping batu bara distock pile harus di area yang sudah di bedding.
h. Untuk mencegah masuknya material pengotor (tanah, Lumpur, spoil dan lainnya)
Dump truck tidak boleh masuk / melintas di tempat penumpukan Ore. Pada saat
dumping ban dump truck tidak menginjak area stock pile.

D. Alat Pelindung Diri (APD)


1) Safety Helmet
Fungsi helm pengaman yang paling utama adalah untuk melindungi kepala dari jatuhan
dan benturan benda secara langsung. Perlengkapan keselamatan ini merupakan
perlengkapan yang cukup vital bagi para pekerja didunia Pertambangan dan
Perminyakan. Safety Helmet sangat menolong pekerja karena sifatnya yang melindungi
kepala dari bahaya terbentur benda keras .

Gambar 8.2 Safety Helmet


2) Safety Vest
Rompi ini diengkapi dengan iluminator, yaitu sebuah bahan yang dapat berpendar jika
terkena cahaya. Bahan berpendar ini akan memudahkan dalam mengenali posisi
pekerja ketika berada di kegelapan.

Gambar 8.3 Safety Vest

3) Safety Shoes
Safety Shoes bentuknya seperti sepatu biasa, tetapi terbuat dari bahan kulit yang
dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Safety Shoes berfungsi untuk
mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki seperti tertimpa benda tajam atau
benda berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

Gambar 8.4 Safety Shoes


4) Safety Glasses
Kacamata pengaman ini berbeda dari kacamata pada umumnya. Perbedaanya terletak
pada lensa/kaca yang menutupi mata secara menyeluruh, termasuk bagian samping
yang tidak terlindungi oleh kacamata biasa. Dengan menggunakan safety
Goggles/Glasses ini, pekerja terhindar dari terpaan debu diarea Pertambangan.

Gambar 8.5 Safety Glasses


5) Safety Mask
Safety Masker berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat
dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb). Di berbagai area
pertambangan banyak bertaburan debu, yang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan pada pernafasan dalam jangka waktu yang panjang.

Gambar 8.6 Safety Mask


6) Safety Gloves
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang
dapat mengakibatkan cedera tangan. Penggunaan Safety Gloves menjadi hal yang
wajib digunakan didunia pertambangan. Hal ini dikarenakan para pekerja banyak
berinteraksi (menyentuh) benda-benda yang panas, tajam, ataupun yang beresiko
terluka tergores saat melakukan pekerjaannya.

Gambar 8.7 Safety Gloves


7) Ear Plugs
Ear Plugs berfungsi sebagai alat pelindung yang dilekatkan di telinga pada saat
bekerja di tempat yang bising. Ear plugs merupakan alat pelindung pendengaran dari
kebisingan. Penggunaan earplug ini mencegah pekerja mengalami gangguan
pendengaran seperti penurunan pendengaran akibat terpapar kebisingan sewaktu
bekerja di area kerja yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi atau bekerja
dengan peralatan yang mengeluarkan kebisingan tinggi.

Gambar 8.8 Ear Plug

Anda mungkin juga menyukai