Anda di halaman 1dari 11

SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

TOKSIKOLOGI LOGAM BERAT

Pendahuluan
Pemanfaatan benda-benda yang bersifat logam untuk berbagai kebutuhan manusia,
telah cukup lama dikenal. Sebagai contoh, timbal (Pb) adalah logam berat yang banyak
digunakan untuk pembuatan baterai dan untuk meningkatkan angka oktan pada bahan bakar
minyak (BBM). Sebagian peralatan rumah tangga juga terbuat dari bahan yang mengandung
timbal, seperti sendok, garpu, peralatan memasak dan lain-lain (Sutamihardja, 2006). Merkuri
juga logam berat yang telah banyak dimanfaatkan di bidang kedokteran, pertanian dan
industri. Di bidang kedokteran, sejak abad ke-15 merkuri digunakan untuk pengobatan
penyakit kelamin (sifilis). Kalomel (HgCl) digunakan sebagai pembersih luka sampai
diketahui bahwa bahan tersebut beracun sehingga tidak digunakan lagi. Di bidang pertanian,
merkuri digunakan untuk membunuh jamur sehingga baik untuk digunakan untuk pengawet
produk hasil pertanian. Di bidang industri, cukup banyak produk-produk industri yang berupa
peralatan listrik menggunakan merkuri karena merkuri merupakan penghantar lsitrik yang
baik (Alfian, 2006).
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, logam berat ternyata kemudian
dikenal sebagai bahan pencemar karena dapat membahayakan kesehatan manusia dan
keseimbangan ekosistem. Kasus Minamata adalah salah kasus pencemaran logam berat yang
telah menimbulkan banyak korban manusia yang meninggal dan cacat. Oleh karena itu,
pemahaman yang mendalam tentang sifat, perilaku logam berat di lingkungan dan bahaya
logam berat terhadap kesehatan manusia menjadi bagian yang penting di bidang toksiokologi
lingkungan. Pemahaman yang mendalam tentang sifat, perilaku dan bahaya logam berat
diperlukan sebagai acuan untuk merumuskan upaya pengelolaan logam berat sebagai bahan
berbahaya dan beracun (B3) dan upaya pencegahan pencemaran logam berat yang efektif dan
efisien. Upaya pengendalian pencemaran logam berat yang efektif sangat penting sebagai
bagian dari upaya pengelolaan lingkungan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan
(Anggriani, 2011).

Pengertian
Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas > 5 g/cm3, yang terletak di
sudut kanan bawah dalam sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S
(Sulfur) dan biasanya bernomor atom 22 sampai 99 dari periode 4 sampai 7 (Miettinen, 1997
dalam Duruibe et al. dalam Anggriani, 2011). Hg mempunyai densitas 13,55 gr/cm3 .
SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya,
dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd,
Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Fardiaz dalam Sudarmadji, 2006).

Sifat-Sifat Logam Berat


Menurut Sutamihardja (2006), sifat-sifat logam berat yang dapat membahayakan
lingkungan dan manusia adalah:

1. Logam berat sulit didegradasi, sehingga cenderung akan terakumulasi di lingkungan;

2. Logam berat dapat terakumulasi di dalam tubuh organisme dan konsentrasinya dapat
semakin tinggi, atau disebut juga dapat mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi;

3. Logam berat mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi
daripada konsentrasi logam di dalam air.

Sumber Pencemar Logam Berat

1. Sumber dari Alam

a. Pb
Sumber Kandungan
Bebatuan 13 mg/kg
Batu Fosfat dan Batu Pasir 100 mg/kg
Tanah 5 - 25 mg/kg
Air Bawah Tanah 1- 60 µg/liter
Air Telaga/Air Sungai, Air Danau 1 -10 µg/liter
Laut Bermuda 0,07 µg/liter
Udara 0,0001 - 0,001 µg/m3

b. Hg

Secara alami Hg dapat berasal dari gas gunung berapi dan penguapan dari air laut.

c. Cd

Dilaporkan kandungan kadnium (Cd) dalam air laut di dunia di bawah 20 ng/l. Variasi
lain kandungan kadnium dari air hujan, freshwater dan air permukaan di perkotaan dan
SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

daerah industri, kadnium pada level 10–4000 ng/l tergantung pada spesifikasi lokasi
atau saat pengukuran larutan kadnium (WHO 1992). Rata-rata kadar kadnium alamiah
dikerak bumi sebesar 0,1-0,5 ppm.

2. Sumber dari Industri

a. Industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran Pb, misalnya industri


pengecoran, industri batery, industri bahan bakar, industri kabel, industri kimia.

b. Industri yang menggunakan Hg, antara lain adalah industri klor alkali, peralatan listrik,
cat, termometer, tensimeter, industri pertanian, dan pabrik detonator. Kegiatan lain
yang merupakan sumber pencemaran Hg adalah praktek dokter gigi yang
menggunakan amalgam sebagai bahan penambal gigi. Selain itu bahan bakar fosil juga
merupakan sumber Hg pula.

3. Sumber dari Transportasi

Hasil pembakaran dari bahan tambahan Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor
menghasilkan emisi Pb anorganik. Logam berat Pb yang bercampur dengan bahan bakar
tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat
Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya.

Implikasi Klinik Akibat Tercemar oleh Logam Berat Timbal (Pb)


Menurut ketentuan WHO, kadar Pb dalam darah manusia yang tidak terpapar oleh Pb
adalah sekitar 10 -25 µg/100 ml. Pada penelitian yang dilakukan di industri proses daur ulang
aki bekas, Suwandi (1995) menemukan bahwa kadar Pb udara di daerah terpapar pada malam
hari besarnya sepuluh kali lipat kadar Pb di daerah tidak terpapar pada malan hari (0,0299
mg/m 3 vs 0,0028 mg/m3 ), sedangkan rerata kadar Pb Blood ( Pb-B ) di daerah terpapar
170,44 µg/100 ml dan di daerah tidak terpapar sebesar 45,43 µg/100 ml. Ditemukan juga
bahwa semakin tinggi kadar Pb-B, semakin rendah kadar Hb nya.
Mukono, et al. dalam Sumardji (2006) meneliti status kesehatan dan kadar Pb-B
karyawan SPBU (Stasiun Pompa Bensin Umum) di Jawa Timur, menemukan bahwa
pemeriksaan darah lengkap pada karyawan SPBU dengan penjualan bensin kurang dari 8 ribu
liter lebih baik dari karyawan SPBU yang menjual bensin lebih dari 10 ribu liter per hari.
SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

Didapatkan pula bahwa rerata kadar Pb-B karyawan SPBU sebesar 77,59 µg/100 ml. Paparan
bahan tercemar Pb dapat menyebabkan gangguan pada organ sebagai berikut:

1. Gangguan neurologi.

Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh Pb dapat berupa


encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Pada anak-anak dapat menimbulkan kejang
tubuh dan neuropathy perifer.

2. Gangguan terhadap fungsi ginjal.

Logam berat Pb dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus renal, nephropati


irreversible, sclerosis va skuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus.
Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus
berlanjut dapat terjadi nefritis kronis.

3. Gangguan terhadap sistem reproduksi.

Logam berat Pb dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran,
kesakitan dan kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun terhadap gamet dan
dapat menyebabkan cacat kromosom.

4. Gangguan terhadap sistem syaraf.

Efek pencemaran Pb terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak dibandingkan pada
orang dewasa. Paparan menahun dengan Pb dapat menyebabkan lead encephalopathy.
Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas, gampang tersinggung, sakit kepala,
tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar konsentrasi dan menurunnya kecerdasan. Apabila
pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh Pb, maka pengaruhnya pada profil psikologis
dan penampilan pendidikannya akan tampak pada umur sekitar 5-15 tahun.

Tekonologi Pengendalian Pencemaran Logam Berat dengan Fitoremediasi


SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

Teknologi fitoremediasi adalah teknologi yang memanfaatkan tanaman melalui


beberapa mekanisme, yaitu:

1. Fitoekstraksi: pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi bahan pencemar untuk


memindahkan logam berat atau senyawa organik dari tanah dengan cara
mengakumulasikannya di bagian tumbuhan yang dapat dipanen.

2. Fitodegradasi: pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme untuk mendegradasi


senyawa organik.

3. Rhizofiltrasi: pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap bahan pencemar, terutama


logam berat, dari air dan aliran limbah.

4. Fitostabilisasi: pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi bahan pencemar dalam


lingkungan.

5. Fitovolatilisasi: pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan bahan pencemar, atau


pemanfaatan tumbuhan untuk memindahkan bahan pencemar dari udara.

Teknologi fitoremediasi sangat berkembang pesat karena teknologi ini mempunyai


beberapa keunggulan diantaranya secara ekonomi relatif murah bila dibandingkan dengan
metoda konvensional dengan penghematan biaya sebesar 75-85% (Wong dalam Anggriani,
2011). Jenis-jenis tanaman yang dapat digunakan untuk teknologi fitoremediasi antara lain
Poplar (Populus deltoides), Kiambang, bunga Matahari, Kangkung, Anturium Merah/Kuning,
Jarak Pagar, dan Bambu Air.

Pencegahan Pencemaran Logam Berat


Pada tingkat keluarga, usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari bahaya logam
berat dapat dilakukan antara lain dengan menghindari sumber bahan pangan (terutama
sayuran) yang memiliki resiko mengandung logam berat, mencuci sayuran dengan baik dan
seksama, misalnya dengan menggunakan air yang mengalir atau menggunakan sanitizer.
Contoh sanitizer yang dapat digunakan adalah Natrium Hipoklorit (NaOCl), sejenis senyawa
klorin yang dapat dibeli secara komersial di pasaran dengan berbagai merek. Sayuran juga
sebaiknya diblansir, yaitu sayuran diberi pemanasan pendahuluan dalam suhu mendidih pada
SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

waktu yang singkat (3-5 menit) yang bertujuan untuk mereduksi cemaran logam berat yang
menempel pada permukaan sayur. Hal ini dilakukan sebelum sayuran dikonsumsi atau diolah
lebih lanjut. Kebiasaan mengkonsumsi sayuran mentah sebagai lalap sebenarnya masih
beresiko untuk mengalami gangguan kesehatan. Selain memblansir, mencuci pada air yang
mengalir kemudian mengukus atau merebus sayuran adalah cara aman lain untuk
mengkonsumsi sayuran secara sehat (Munarso et al dalam Widaningrum, 2007).
Di tingkat petani, upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran pada komoditi sayur-
sayuran segar harus dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada petani tentang cara
pemakaian pupuk dan insektisida yang benar, juga cara pengangkutan yang baik.
Pengangkutan harus dilakukan dalam kemasan tertutup selama dalam pengangkutan dan
pendistribusian dari kebun sampai ke pasar atau konsumen. Bentuk pencegahan lain, yang
lebih besar adalah seharusnya pemerintah melakukan upaya penggantian bahan bakar bensin
bertimbal dengan bensin tanpa timbale (Widaningrum, 2007).

Daftar Pustaka
Alfian, 2006. Merkuri: Manfaaat dan Efek Penggunaannya Bagi Kesehatan Manusia dan
Lingkungan. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Anggriani. 2011. Toksikologi Logam Berat. (Online) Pada laman
https://googlegroups.com/group/s3psil-xia/attach/fa0278560a5d4144/TugasMakalah
_LOGAMBERAT_PakSuta.docx?part=4 Diakses pada 26 September 2015.
Sudarmadji, dkk., 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 2., No.2.
Sutamihardja, 2006. Toksikologi Lingkungan. Buku Ajar Program Studi ilmu Lingkungan
Universitas Indonesia. Jakarta.
Widaningrum. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran Dan Alternatif
Pencegahan Cemarannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 3.
SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

TOKSIKOLOGI PESTISIDA

Pendahuluan
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Beberapa jenis hama
yang paling sering ditemukan adalah serangga dan beberapa di antaranya sebagai vektor
penyakit. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat samping
keracunan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan penggunaan pestisida
antara lain tingkat pengetahuan. sikap/perilaku pengguna pestisida, penggunaan alat
pelindung, serta kurangnya informasi yang berkaitan dengan resiko penggunaan pestisida.
Selain itu petani lebih banyak mendapat informasi mengenai pestisida dari petugas pabrik
pembuat pestisida dibanding petugas kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 25 juta kasus keracunan pestisida atau sekitar
68.493 kasus setiap hari.

Pengertian
Pestisida menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain
serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman,


bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

b. Memberantas rerumputan;

c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak


termasuk pupuk;

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak;

f. Memberantas atau mencegah hama-hama air;

g. Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada


manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau
air.

Penggolongan Pestisida
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu (Wudianto, 2001):

1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.

2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.

3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun
yang bisa membunuh bakteri.

4. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.

5. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-
laba.

6. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan
untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.

7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput
setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak

8. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh
tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005, berdasarkan struktur
kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :

1. Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain


SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal,


degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.

2. Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin

Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak
selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan,
menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator
dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada organokhlor.

3. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain

Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut: mirip dengan sifat pestisida
organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat
diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang
kuat untuk tawon.

4. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC Salah satu pernafasan dalam sel
hidup melalui proses pengubahan ADP(Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan
energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik
potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen
dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang
diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.

5. Pyretroid Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa
ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum.
Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin,
permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap
sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin,
fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.

6. Fumigant Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap
atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant
merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang
mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin,
ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.
SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

7. Petroleum Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah
yang juga digunakan sebagai herbisida.

8. Antibiotik Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari


mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.

Pencegahan
Cara pencegahan keracunan pestisida yang mungkin terjadi pada pekerja-pekerja pertanian,
perkebunan, dan kehutanan sebagai berikut (Lubis, 2002):

a. Penyimpanan pestisida :

1. Pestisida harus disimpan dalam wadah wadah yang diberi tanda, sebaiknya tertutup dan
dalam lemari terkunci.

2. Campuran pestisida dengan tepung atau makanan tidak boleh disimpan dekat makanan.
Campuran yang rasanya manis biasanya paling berbahaya. Tandatanda harus jelas juga
untuk mereka yang buta huruf.

3. Tempat-tempat bekas menyimpan yang telah tidak dipakai lagi harus dibakar agar sisa
pestisida musnah sama sekali.

4. Penyimpanan di wadah-wadah untuk makanan atau minuman seperti di botolbotol,


sangat besar bahayanya.

b. Pemakaian alat-alat pelindung :

1. Pakailah masker dan adakanlah ventilasi keluar setempat selama melakukan


pencampuran kering bahan-bahan beracun.

2. Pakailah pakaian pelindung, kacamata, dan sarung tangan terbuat dari neopren, jika
pekerjaan dimaksudkan untuk mencampur bahan tersebut dengan minyak atau pelarut-
pelarut organis. Pakaian pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna sebelum
makan.
SILVIA TRIAS PUTRI/130612607834

3. Pakaialah respirator, kacamata, baju pelindung, dan sarung tangan selama menyiapkan
dan menggunakan semprotan, kabut, atau aerosol, jika kulit atau paru-paru mungkin
kontak dengan bahan tersebut.

Daftar Pustaka
Lubis. 2002. Deteksi Dini Dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida Golongan
Organofosfat Pada Tenaga Kerja. Fakultas kesehatan masyarakat: Universitas
Sumatera Utara.
Raini, Mariana. 2007. Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida.
Media Litbang Kesehatan Vol 17., No. 3.

Anda mungkin juga menyukai