Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA “…………” DENGAN PNEUMONIA


DI RUANG IRNA IV (7B)
RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Di Susun Oleh
Istatutik Nabillah (14901.05.18028)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HASHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
GENGGONG - PROBOLINGGO
2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA “…………” DENGAN PNEUMONIA
DI RUANG IRNA IV (7B)
RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Mengetahui,
Mahasiswa

……..……………….

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

………………………………. ………………………………

Kepala Ruangan

……………………………………….
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA

A. Anatomi dan Fisisologi

1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh sekat hidung (septum
nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,
debu dan kotoran yang masuk ke lubang hidung.
a. Bagian luar dinding terdiri dari kulit.
b. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dari tulang rawan.
c. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang
dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah:
1) Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah).
2) Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah).
3) Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas).
Di antara konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yakni meatus
superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan
meatus inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang di lewati
oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan
dengan tekak, lubang ini di sebut koana. Dasar dari rongga hidung di bentuk
oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa
rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis
pada rongga tulang baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf saraf penciuman yang
menuju ke konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel
tersebut terutama terdapat di bagian atas. Pada hidung dibagian mukosa
terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman (nervus olfaktorius).
Di sebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari
langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga
tekak dengan rongga pendengaran tengah. Saluran ini di sebut tuba auditiva
eustaki yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung
juga berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakrimalis.
2. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan
faring dengan organ-organ lain; ke atas berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang yang bernama koana; ke depan berhubungan
dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium; ke
bawah terdapat dua lubang; ke depan lubang laring; ke belakang lubang
esofagus. Di bawah selaput lendir terdapat jarinagn ikat, juga di beberapa
tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini
dinamakan adenoid. Disebelahnya belakang terdapat epiglotis (empang
tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebrata servikalis dan masuk dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok
itu dapat di tutup oleh sebuah empeng tenggorok yang di sebut epiloglotis,
yang terdiri dari tulang-tulang rawan berfungsi pada waktu kita menelan
makanan menutupi laring.
Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain :
a. Kartilogi tiroid (I buah) depan jakun (Adam’s apple), sangat jelas terlihat
pada pria.
b. Kartilogi ariteanoid (2 buah) yang berbentuk baker.
c. Kartilogi krikoid (1 buah) yang terbentuk cincin.
d. Kartilogi epiglotis (1 buah).
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis
yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara ini berjumlah 2 buah: di
bagian atas adalah pita suara palsu dan tidak mengeluarkan suara yang di
sebut dengan ventrikularis; di bagian bawah adalah pita suara yang sejati yang
membentuk suara yang di sebut vokalis, terdapat 2 buah otot. Oleh gerakan 2
buah otot ini maka pita suara dapat bergetar dengan demikian pita suara (rima
glotis) dapat melebar dan mengecil, sehingga disinilah terbentuknya suara.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang di
bentuk oleh 16-20 cincinyang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang di sebut sel bersilia, hanya bergerak kearah luar. Panjang
trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh
otot polos.
Sel-sel bersilia berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang
masuk besama-sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan trakea
menjadi bronkus kiri dan kanan di sebut karina.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus
itu berjalan ke bawah dab ke samping kea rah tampuk paru-paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdapat 6-8 cincin,
mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang
kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-
cabang, cabang yang lebih kecil di sebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat
gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli.
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-
sel epitel dan endotel. Jika di bentangkan luas permukaannya lebih kurang 90
m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan
CO2 di keluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang
lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru di bagi dua: paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah
paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap
lobus tersusun oleh lobus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus
sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap terdiri dari belahan yang
lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru
kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2
buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya di batasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-
cabang banyak sekali, cabang-cabang ini di sebut duktus alveolus. Tiap-tiap
duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Proses Terjadinya Pernapasan
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan
ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inspirasi
dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama dan terus menerus.
Bernapas merupakan gerak reflex yang terjadi pada otot-otot pernapasan.
Reflex bernapas ini di atur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam
sumsum peyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat
menahan, memperlambat, dan mempercepat napasnya, ini berarti reflex
bernapas juga di bawah pengaruh kortex serebri. Pusat pernapasan sangat
peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam
darah. Inspirasi terjadi bila muskulus diagfragma telah mendapat
rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang terletaknya miring, setelah mendapat
rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.
Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebrata
semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma
akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan engan
demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara di dorong
keluar. Jadi proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya
perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada. Pada seseorang bernapas, rangka dada terbesar
bergerak. Pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada
dada rangka yang lunak, yaitu pada orang-oramg yang muda dan pada
perempuan.
Pernapasan perut. Jika waktu bernapas diagfragma turun naik,
maka ini di namakan pernapasan perut. Kebanyakan orang tua, karena
tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi di sebabkan oleh
banyak zat kapur mengendap di dalamnya dan ini banyak di temukan pada
pria.
Fisiologi pernapasan
Oksigen dalam tubuh dapat di atur menurut keperluan. Manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen
selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat di
perbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyedian oksigen berkurang
akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis, misalnya orang
bekerja pada ruanagn yang sempit, tertutup, ruang kapal, katel uap, dan lain-
lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang
berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan dan
kaki (disebut sianosis).
Pernapasan luar
Kecenderungan kekuatan tekanan molekul gas meningkat sampai pada
ketidakseimbangan dan menjadi tidak stabil. Ketidakseimbangan molekul gas
dalam ruang difusi ini tidak sampai ke seluruh molekul gas. Kembalinya
tekanan sementara akan mengganggu keseimbangan sehingga kekuatan
tekanan akan meningkat dan bertambah besar.
Pernapasan Dalam
Normal cairan intertisial memiliki PO2 adalah 40 mmHg dan PCO2 45
mmHg. Sebagai hasil, oksigen disebarkan keluar pembuluh kapiler dan
karbon dioksida (CO2) diterima oleh pembuluh kapiler samapai tekanan sama
dengan bagian membrane.
Darah vena keluar dari kapiler ditranspor ke sirkulasi paru-paru ketika
pernapsan luar akan memindahkan kelebihan CO2 dari kapiler bersama
oksigen. O2 dan CO2 dapat larut dalam plasma darah. Ini merupakan fungsi
merupakan fungsi utama membram sel yang membutuhkan banyak oksigen
dan menghasilkan leebih banyak karbon dioksida dari pada plasma yang di
serap dan diedarkan. Kelebihan O2 dan CO2 diedarkan ke dalam sel-sel darah
merah tempat molekul-molekul gas tersusun untuk dapat diedarkan ke seluruh
tubuh. Masalahnya yang terpenting untuk reaksi adalah keteraturan dan dapat
kembali sempurna. Keteraturan plasma oksigen dan karbon dioksida
berkonsentrasi tinggi. Molekul-molekul berpindah ke sel darah merah ketika
konsentrasi plasma rendah sehingga sel darah merah melepaskan persediaan
cadangannya . (Syaifuddin. 2006)

B. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkin paru yang terjadi
konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing. Pneumonia
dikelompokkan berdasarkan agen penyebabnya. Pneumonia juga mungkin
terjadi akibat terapi radiasi, bahan kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat
menyertai terapi radiasi untuk kanker payudara atau paru, biasanya terjadi 6
minggu atau lebih setelah pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi adalah
pneumonia yang terjadi setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas yang
mengiritasi (Muttaqin, 2014).
Pneumonia merupakan masalah kesehatan dunia karena angka
kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju
seperti Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa. Di Amerika Serikat
misalnya terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan
jumlahanh kematian rata-rata 45.000 orang (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkin paru
yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA)
(Hardhi, 2015).
C. Etiologi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia melalui selang infuse oleh staphylococcus aureus,
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan enterobacter
penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic. Setelah masuk ke
paru-paru organisme bermultiplikasi dan jika telah berhasil mengalahkan
mekanisme pertahanan paru terjadi pneumonia (Hardhi, 2015).
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, parasit, namun pneumonia juga
dapat disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena paparan fisisk seperti suhu
atau radiasi. Peradangan parenkin paru yang disebabkan oleh penyebab lain
mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebutkan sebagai pneumonitis
(Djojodibroto, 2009).
PENYEBAB GAMBARAN KLINIS
Steptococcus pneumonia Sputum/dahak berwarna kekuningan
Mycobacterium tuberculosis Apical
Legionella pneumonia Atipikal, kekacauan
Haemophillus influenza Bronkopneumonia
Burkholderia pseudomallei Septicemia
Leptosipirosis Jaundis, gagal ginjal
Staphylococcus aureus Peronggaan sputum bernoda darah
Esherichia coli Bronkopneumonia

D. Klasifikasi
1. Pneumonia Bakterial
a. Pathogenesis
Mikroorganisme masuk kedalam paru melalui inhalasi udara dari
atmosfer, juga dapat melalui aspirasi dari nasofaring atau orofaring, tidak
jarang secara perkontinuitatum dari daerah disekitar paru, ataupun melalui
penyebaran melalui darah (hematogen). Factor resiko yang berkaitan
dengan pheneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme adalah : usia
lanjut, penyakit jantung, alkoholisme, DM, penggunaan ventilator
mekanik.
b. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis didahulukan oleh gejala infeksi saluran pernafasan akut
bagian atas, nyeri ketika menelan, kemudian demam dengan suhu sampai
40 derajat, menggigil. Batuk yang disertai dengan dahak kental, kadang-
kadang bersama pus atau darah (bloodstreak). Pada pemeriksaan fisik,
terlihat ekspansi dada tertinggal pada sisi yang terkena radang, terdapat
bunyi redup pada perkusi, dan pada auskultasi terdengan napas bronchial
disertai ronkhi.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah leukosit
hingga 30.000µL pada infeksi, sedangkan infeksi yang disebkan oleh
virus, peningkatan leukositnya tidak terlalu tinggi,bahkan ada yang
menurun.
2. Pneumonia Pneumosystis
Merupakan penyakit akut dan oportunistik yang disebabkan oleh suatu
protozoa bernama pneumosystis protozoa ini dikenal sejak 1909 dan mulai
dekade 21980-an menampakkan diri lagi sebagai kuman patogen, terutama
pada penderita AIDS. Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi
premature atau malnourished hipogammaglobulinemia; penderita keganasan
dalam kondisi imunodefisiensi terutama limfoma atau leukemia yang terdapat
obat antimetabolit kortikostiroid; pasien tranplantasi organ, yang terapi
kortikostiroid atau imunosupresif.
Gejalanya berupa chest tightness, exercise intolerance, batuk, dan
demam. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Pada keadaan
istirahat telah terjadi dispnu, takipnea, batuk nonproduktif dan tanpa demam.
Pada foto toraks, terlihat infiltratdifus interstisial pada perihilar yang biasanya
bilateral. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan
paru atau spesimen yang berasal dari paru.
Penderita pneumonia yang mempunyai gejala ringan dapat ditangani
dengan berbagai jalan. Penderita yang mempunyai keadaan klinis sakit berat
(sesak napas, demam sangat tinggi, kesadaran menurun) perlu dirawat di
rumah sakit. Pemberian obat antibiotik disesuaikan dengan pola infeksi di
daerah, dan akan lebih tepat jika obat antibiotik yang digunakan sesuai dengan
hasil pemeriksaan mikrobiologi. Obat diberikan sedikitnya lima hari atau dua
hari seteah gejala demam hilang (Djojodibroto, 2009).
3. Pneumonia Atipik (Pneumonia “Non-Bakterial”)
Yang termasuk grup ini adalah pneumonia yang disebabkan
Mycoplasma pneumonia, Chlamydia psittaci, Legionella pneumophila, dan
coxiella burnetti. Beberapa buku memasukkan pneumonia yang disebabkan
virus ke dalam golongan pneumonia atipik.
a. Manifestasi Klinis
Kecuali yang disebabkan chlamidia trachomatis, pneumonia atipik
ditandai oleh demam antara 58,3-400 C, batuk nonproduktif, sesak napas,
malaise dan biasanya mialgia. Sakit kepala biasanya menyertai pneumonia
yang disebabkan virus influenza.
Pada anak-anak, infeksi virus sinsitial (RSV) dan virus
parainfluenza akan disertai rinorea, suara serak, dan otitis media.
Terdengar ronkhi kering di seluruh lapangan paru dan disertai dengan
mengi inspirasi dan ekspirasi.
Pneumonia yang disebabkan Mycoplasma pneumonia
menimbulkan ronkhi terbatas dan gejala proses konsolidasi, tetapi pada
foto paru, gambaran prosesnya menyebar (diffuse). Terkadang juga
terdengar bising gesek pleura.
b. Penatalaksanaan
Karena penyakit ini sering menyebabkan kematian pada penderita
yang mempunyai risiko tinggi, dan juga menimbulkan biaya tinggi dalam
ekonomi kesehatan, pendekatan terhadap penyakit ini adalah dengan
pencegahan menggunakan vaksin dan kemoprofilaksis.
Pemberian obat antibiotic tidak mengeradikasi kuman, dan
mikroorganisme ini masih ada pada secret system pernapasan sampai
beberapa bulan setelah pengobatan. Pemberian amantadine sebagai
pengobatan untuk mengurangi gejala (simtomatik) pada pneumonia yang
disebabkan oleh virus hasilnya sangat efektif.
Gejala yang disebabkan oleh pneumonia nonbakteria
Etiologi Permulaan serangan Gejala inisial
Demam (0C)
Sistemik Respiratori
Influenza Tiba-tiba B,S,M R,B 38,9-40
Parainfluenza Lambat R,B 38,9-39,7

Virus sinsitial Lambat R,B,F 38,3-40


respiratori
Adenovirus Tiba-tiba R,B,F 38,9-40

Myooplasma Lambat S,M B 37,7-38,9


pneumonia
Legionella Tiba-tiba S,D B,nyeri >40
pneumonia pleritik
Chlamydia Bertingkat R,B Afebril
trachomatis
Chlamydia Tiba-tiba S,M,A B 38,5-40
psittaci /Bertingkat
Coodella Tiba-tiba S,B,M,MI B,F 39,3-40
bumetti
B=Batuk; S=suara serak; M=Malaise; D=Diare; A=Arthralgia; MI=Mialgia; R=Rinorea;
F=Faringitis; C=Celcius (Djojodibroto, 2009).
Terapi pneumonia atipik
Etiologi Terapi Profilaksi
Influenza A Amantadine Vaksin, amantadine
Influenza B Ribavirin (sedang dicoba) Vaksin
Parainfluenza Ribavirin (sedang dicoba) -
Virus sinsitial (RSV) Ribavirin aerosol -
Adenovirus - - Vaksin oral (T4,7,21)
Mycoplasma pneumonia Eritromisin -
Chlamidia trachomatis Tetrasiklin, doksisiklin
Chlamydia psittaci Tetrasiklin
Coodella bumetti Tetrasiklin, doksisiklin Pasteurisasi susu

 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Anatomi


1. Pneumonia Lobaris,
Melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila
kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”
2. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia )
Terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.
3. Pneumonia interstitial (Broniolitis)
Proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan
jaringan peribronkial serta interlobular.
 Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan:
1. Pneumonia Komunitas.
Dijumpai pada H.Influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada
lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK,
penyakit penyerta kardiopolmonal/ jamak, atau paska terapi antibiotic
spectrum luas.
2. Pneumonia Nososkial.
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit , adanya resiko untuk jenis
pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
3. Pheumoni Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pheuminitis kimia akibat aspirasi bahan
toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung,
edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
4. Pneumonia pada Gangguan Imun
Terjadi karena akibat proses penyakit akibat terapi. Penyakit infeksi dapat
disebebkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya
nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur, dan cacing
(Hardhi, 2015).

E. Patofisiologi
Asal-usul pneumonia berada pada kerusakan yang disebabkan oleh
masuknya partikel penyerang pada saluran pernapasan bawah. Jalan masuk yang
sering terjadi adalah inhalasi pertikel-pertikel kecil, namun aspirasi partikel
infeksi yang lebih besar dari orofaring yang menyebar dari focus infeksi yang
jauh atau menyebar langsung dari jaringan-jaringan di sekitarnya digunakan
sebagai jalan masuk oleh agen-agen penyebab pneumonia. Partikel-partikel
tersebut dapat menyebabkan kerusakan paru-paru karena mengandung bahan
yang dapat menyebabkan infeksi, dapat disebarkan melalui udara (air borne) saat
agen masih menular aktif, dan tetap aktif saat tersuspensi di udara dan kemudian
masuk ke jaringan, di mana pertikel-pertikel itu dapat menyebabkan infeksi.
Partikel-partikel yang tersuspensi di udara akan kehilangan volume akibat
penguapan, sehingga menjadi nucleus droplet. Jika pertikel memiliki diameter
kurang dari 5 um pada saat terhirup, maka partikel akan lebih mudah masuk ke
jalan napas dan alveolus. Rehidrasi akan semakin menambahkan ukuran partikel,
sehingga dapat menghambatkan pernapasan keluar (ekshalasi). Partikel yang
dikeluarkan melalui hembusan napas, batuk, dan bersih mengambil posisi lebih
dekat ke titik asal-usulnya dan membuat sejumlah orang berisiko terkena infeksi.
Partikel-partikel yang kecil terus berjalan dan tetap di udara dalam waktu yang
lama. Sejumlah orang dianggap lebih efisien sebagai sumber partikel infeksi
dibandingkan orang lain, khususnya untuk infeksi virus seperti influenza dan
SARS. Inhalasi mikroorganisme dari orang yang terinfeksi (droplet) mengisi
alveoli paru dengan cairan, sehingga oksigen tidak sampai tidak sampai ke aliran
darah. Gabungan antara kerusakan sel dan respon imun menyebabkan gangguan
pengangkutan oksigen.
Infeksi saluran pernapasan juga bisa terjadi ketika bakteri di dalam darah
menyebar ke paru-paru dari daerah lain ke tubuh. Pathogen umumnya
dikeluarkan melalui batuk dan dipertahankan posisinya oleh system kekebalan
tubuh. Jika mikroorganisme lolos dari system pertahanan jalan napas atas setelah
batuk, maka makrofag alveolus adalah pertahanan berikutnya. Jika terlalu banyak
organisme dan terlalu kuat untuk makrofag, maka terjadi aktivasi mediator
inflamasi, aktivitas imun dan infiltrasi sel dalam system pertahanan tubuh.
Sel-sel ini dapat menyebabkan kerusakan terhadap selaput lendir di dalam
bronki dan selaput alveolokapiler yang menyebabkan infeksi, debris dan eksudat
mengisi bronkiolus. Mikroorganisme juga melepaskan toksin dari dingding-
dingding sel sehingga lebih banyak jaringan paru-paru yang rusak (Keban, 2013).
F. Manifestasi Klinis
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan sampai 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5- 40,5,
bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau
terkadang euphoria dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan
kecepatan yang tidak biasa.
2. Menigimus
Yaitu tanda- tanda meninggal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan awitan
demam yang tiba- tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada
punggung dan leher, adanya tanda kering dan brudzinski, san akan berkurang
saat suhu turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa
kanak- kanak. Sering kali merupakan buki awal dari penyakit. Menetap
sampai derajat yang lebi besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari
penyakit, seringkali memanjang sampai ketahap pemulihan
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamman dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat,
tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara terapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari
apendisitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan
menyusun pada bayi.
8. Keluhan nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sediki
(rinorea) atau kental dan purulen.
9. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar
mengi.
11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang
lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan
peroral.
12. Keadaan berat pada bayi biasanya terjadi kejang, letargis, atau tidak sadar,
sianosis, distress pernafasan berat.
13. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya dapat terdapat napas cepat
saja:
1. Pada usia umur 2 bulan- 11 bulan lebih dari 50x/ menit
2. Pada usia umur 1 tahun- 5 tahun lebih dari 40x/ menit (Hardhi, 2015).
Gejala pneumonia yang paling sering terjadi adalah napas pendek;
nyeri dada khususnya saat menghirup udara; batuk; napas dangkal dan cepat;
demam; dan menggigil. Batuk biasanya di sertai dahak, atau di sebut sputum.
Sputum bahkan bisa bercampur darah dan nanah. Pada kasus yang serius,
bibir atau dasar kuku pasen terlihat membiru akibat kurangnya oksigen
(sianosis). Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi takipnea dan tanda-tanda
gabungan, seperti bunyi gemericik disertai bunyi napas bronchial. Hal ini
biasanya disebabkan oleh bakteri, seperti S.pneumoniae dan H. Influenzae.
Orang-orang yang mengalami pneumonia bakteri biasanya sakit berat. Gejala-
gejala pneumonia bakteri biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang setelah
infeksi pernapasan atas, seperti influenza atau pilek.
Gejala-gejala pneumonia virus biasanya lebih samar, lebih ringan, dan
terjadi perlahan. Pneumonia virus sering tidak dikenali, karena penderita
mungkin tidak terlihat sakit. Gejalanya berbeda menurut usia dan kondisi
kesehatan seseorang. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri anaerobic
seperti Bakteroides dapat menyebabkan abses yang berbahaya di dalam paru-
paru. Penderita pneumonia dapat mengalami demam berkepanjangan serta
batuk basah (produktif), terkadang ada darah di sputum. Orang dewasa
menunjukkan gejala yang lebih ringan, seperti batuk kering (nonproduktif),
kadang-kadang tidak terjadi demam. Perubahan status kejiwaan
(bingung/dilirium)atau pemburukan penyakit paru-paru adalah tanda-tanda
utama pneumonia pada orang dewasa (Keban, 2013).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X
Untuk mengidentifikasi distribusi structural (misalnya lobar, bronchial), dapat
juga menyatakan abses
2. Biopsy paru: untuk menetapkan diagnosis
3. Pemeriksaan gram/ kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
4. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
5. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru- paru serta menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

H. Penatalaksanaan
 Farmokologi
Klien apat diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45ᵒ.
Kematian sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis,
dan penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan
keseimbangan cairan elektrolit dan asam- basa dengan dengan baik,
pemberian oksigen yang adekuat untuk menurunkan perbedaan oksigen di
alveoli- arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian oksigen sebaiknya
dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO240) untuk mempertahankan PO2
arteri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan analisa
gs darah.
Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi
tubuh untuk mencegah penurunan dan volume cairan tubuh secara umum.
1. Pemberian antibiotic terpilih seperti penisilin diberikan secara IM 2x
600.000 unit sehari. Penisiline diberikan selama sekurang- kurangnya
seminggu sampai klien tidak mengalami sesak nafas lagi selama 3 hari dan
tidak ada kompilkasi lain. Untuk klien dengan usia yang sudah tua dan
sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, maka
diharuskan untuk dirawat dan antibiotic tersebut diberikan melaui infuse.
Mungkin juga diperlukan oksigen tambahan, cairan intra vena dan alat
bantu nafas mekanik.
2. Pemberian sefalosporin harus hati- hati untuk klien yang alergi terhadap
penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama
dari tipe anafilaksis. Dalam 12- 36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu,
nadi, frekuensi pernafasan menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada
±20% klien , demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat
dikonsumsi.
3. Pemberian oksigen 1-2 LPM
4. Jika sesak nafas tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi
gangguan keseimbangan asam- basa dan elektrik.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,
antibiotic diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
1. Ampicilin 100 mg/ kg BB/ hari dalam 4x pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/ hari dalam 4x pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital based :
1. Sefatoksim 100 mg/ kg BB/ hari dalam 2x pemberian
2. Amikasin 10- 15 mg/ kg BB/ hari dalam 2x pemberian
 Discharge Planning
1. Ajarkan pada orang tua tentang pembrian obat
Dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelesaikan dosis seluruhnya,
efek samping dan respon anak.
2. Berikan informasi pada orang tua tentang cara- cara pengendalian infeksi
serta cara pencegahannya.: Hindari pemanjangan kontak infeksius, dan
ikuti jadwal imunisasi
3. Bayi : ASI eksklusif 6 bulan, karena didalam kandungan ASI adanya
system kekebalan yang dapat menjaga tubuh anak sehingga tidak mudah
terserang penyakit
4. Gizi seimbang dan cukup sesuai usia anak
5. Tutup mulut saat batuk karena penularan pneumonia banyak berasal dari
percikan batuk atau bersin pasien pneumonia
6. Hindari asap rokok (Hardhi, 2015).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian Keperawatan
 Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk, dan
peningkatan suhu tubuh/demam.
 Riwayat Penyakit Saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya kata “ya”
atau “tidak”, atau hanya dengan anggukan dan gelengan kepala. Apabila keluhan
utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan
batuk muncul (onset). Pada klien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya
timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasa
ada di pasaran.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi selama pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka
tenggorok, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
 Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Data ini penting untuk menentukan tingkat
perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang saksama. Pada kondisi klinis,
klien dengan pneumonia sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan
keluhan yang dialaminya. Hal lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi
pemukiman di mana klien bertempat tinggal, klien dengan pneumonia sering
dijumpai bila bertempat tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk.
 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu,
perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos
mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda tanda vital pada klien dengan pneumonia
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih 40oC, frekuensi napas
meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan apabila tidak
melibatkan infeksi sistemis yang berpengaruh pada hemodinamika
kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada masalah.
a. Wajah
Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat.
b. Thorax
Paru-paru
 Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris,
sering ditemukan peningkatan frekuensi napas dan dangkal, serta
adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Terdapat
pernapasan cuping hidung pada sesak berat terutama oleh anak-anak.
Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan
pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan
adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.
 Palpasi
Pada palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran
suara (fremitus vokal) sama. Taktil fremitus pada klien dengan
pneumonia biasanya normal.
 Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi
redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila
bronkhopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens).
 Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan
bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di
daerah mana didapatkan adanya ronkhi.
Jantung
 Inspeksi : pulsasi jantung tidak tampak
 Palpasi : denyut nadi perifer melemah
 Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran
 Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
c. Bladder
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan awal dari syok.
d. Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
e. Ekstremitas
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental, kelemahan fisik umum dan upaya batuk buruk
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolus
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, diaforesis, dan
intake oral sekunder terhadap proses pneumonia
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas sekunder
terhadap pneumonia
6. Hipertermi berhungan dengan peningkatan laju metabolisme umum sekunder
dari reaksi sistemis bakteremia/viremia
7. Resiko infeksi
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan
sekunder terhadap demam
9. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (missal infeksi,
iskemia, neoplasma)
10. Ansietas berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit berat
11. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan

C. Intervensi Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi mukus
yang kental, kelemahan fisik umum dan upaya batuk buruk
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam status
pernafasan: kepatenan jalan nafas efektif yang ditunjukkan dengan
skala, sbb :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup berat dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
3. Kedalaman inspirasi
4. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret

Intervensi :
1. Manajemen jalan nafas
a. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagaimana
mestinya
b. Posisikan pasein untuk memaksimalkan ventilasi
c. Identifikasi kebutuhan aktual / potensial pasien untuk memasukkan
alat membuka jalan nafas
2. Manajemen batuk
3. Monitor pernafasan
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada, catat ketidaksemetrisan, penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
c. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolus
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam status
pernafasan: pertukaran gas baik yang ditunjukkan dengan skala, sebagai
berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi ringan dari kisaran normal

No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Saturasi oksigen
2. Hasil rontgen dada
3. Dyspnea saat istirahat
4. Dyspnea dengan aktivitas ringan
5. Mengantuk
Intervensi
1. Monitor pernafasan
a. Monitor suara nafas tambahan
b. Monitor saturasi oksigen
c. Auskultasi suara nafas
2. Menejemen jalan nafas
a. Bukak jalan nafas dengan teknik chin lift
b. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
c. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan
3) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam status
pernafasan baik yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi ringan dari kisaran normal

No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
3. Kepatenan jalan nafas
4. Saturasi oksigen
5. Suara auskultasi nafas
Intervensi
1. Penghisapan lendir pada jalan nafas
a. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan
b. Masukkan nasopharyngeal airway untuk melakukan suction
nasotracheal sesuai kebutuhan
c. Instruksikan kepada pasien untuk menarik nafas sebelum tindakan
2. Menejemen jalan nafas buatan
d. Memberikan OPA
e. Memberikan kelembaban 100% pada udara, oksigen atau gas yang
dihisap
f. Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
3. Terapi oksigen
d. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
e. Pertahankan kepatenan jalan nafas
f. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan
DAFTAR ISI

Bulechek, Gloria M. dkk, 2013. Nursing Interventions Classification Edisi Keenam.


Indonesia: Elsevier.
Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC
Hardhi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda (NIC- NOC jilid ). Yogyakarta: Mediaction Publishing
Keban, Sesilia A. 2013. Buku Ajar Farmakoterapi Gangguan Pernafasan . Jakarta :
Salemba Medika
Moorhead, Sue dkk, 2013. Nursing Outcomes Classification Edisi Keenam.
Indonesia: Elsevier.
Muttaqin, A. 2014. Asuhan Keperawatab Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai

  • Pathway
    Pathway
    Dokumen2 halaman
    Pathway
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Tetanus
    Penyuluhan Tetanus
    Dokumen13 halaman
    Penyuluhan Tetanus
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Asi
    Leaflet Asi
    Dokumen1 halaman
    Leaflet Asi
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Tetanus
    Leaflet Tetanus
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Tetanus
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Icu
    Leaflet Icu
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Icu
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Proposal MMD 1
    Proposal MMD 1
    Dokumen5 halaman
    Proposal MMD 1
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • PHEEE
    PHEEE
    Dokumen2 halaman
    PHEEE
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Sap Asi
    Sap Asi
    Dokumen8 halaman
    Sap Asi
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Format Discharge Planning
    Format Discharge Planning
    Dokumen1 halaman
    Format Discharge Planning
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Inter Vens I
    Inter Vens I
    Dokumen15 halaman
    Inter Vens I
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Kebutuhan Perawat
    Kebutuhan Perawat
    Dokumen2 halaman
    Kebutuhan Perawat
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Asi
    Leaflet Asi
    Dokumen1 halaman
    Leaflet Asi
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Gerontik Jadi
    Format Pengkajian Gerontik Jadi
    Dokumen14 halaman
    Format Pengkajian Gerontik Jadi
    Nurul Laili
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Asi
    Leaflet Asi
    Dokumen1 halaman
    Leaflet Asi
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Woc Sle
    Woc Sle
    Dokumen2 halaman
    Woc Sle
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Sap Asi
    Sap Asi
    Dokumen8 halaman
    Sap Asi
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Pathway Kista Uteri
    Pathway Kista Uteri
    Dokumen2 halaman
    Pathway Kista Uteri
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Diagnosa Tambahan
    Diagnosa Tambahan
    Dokumen4 halaman
    Diagnosa Tambahan
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan DSS
    Laporan Pendahuluan DSS
    Dokumen17 halaman
    Laporan Pendahuluan DSS
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • ID Terapi Murottal Efektif Menurunkan Tingk
    ID Terapi Murottal Efektif Menurunkan Tingk
    Dokumen17 halaman
    ID Terapi Murottal Efektif Menurunkan Tingk
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Seminar Sle 1
    Seminar Sle 1
    Dokumen11 halaman
    Seminar Sle 1
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Woc Psoriasis
    Woc Psoriasis
    Dokumen6 halaman
    Woc Psoriasis
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Ifaaa
    Ifaaa
    Dokumen1 halaman
    Ifaaa
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Woc Psoriasis
    Woc Psoriasis
    Dokumen1 halaman
    Woc Psoriasis
    Syarifah Nurlaili
    0% (1)
  • Sap PHBS
    Sap PHBS
    Dokumen8 halaman
    Sap PHBS
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Woc Psoriasis
    Woc Psoriasis
    Dokumen1 halaman
    Woc Psoriasis
    Syarifah Nurlaili
    0% (1)
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Dokumen7 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Diagnosa Kep.
    Diagnosa Kep.
    Dokumen13 halaman
    Diagnosa Kep.
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Dokumen20 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan
    Syarifah Nurlaili
    Belum ada peringkat