Alhamdulillahi rabbil alamin, hari ini kita dapat mengnyelenggarakan seminar menelisik
Kurikulum Untuak Anak Nagari yang diselenggarakan oleh Yayasan Bustanul Ulum Situjuah.
Seminar ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Peristiwa Situjuah 15 Januari 1949,
sebuah peristiwa heroik yang terjadi 70 tahun yang lalu di lembah Sago Ranah Situjuah. Bagi
generasi muda mungkin sulit membayangkan bagaimana pemimpin Nasional dan daerah
berkumpul di Surau Lurah Situjuah Batua mereka mengadakan rapat dengan agenda
mempertahankan kedaulatan bangsa terhadap serangan penjajah Belanda.
Di pagi buta, di saat pemimpin tertidur karena kelelahan setelah mengadakan rapat
semalaman membicarakan situasi Negara yang dalam bahaya khususnya Sumatera Barat,
pasukan Belanda telah mengepung Surau Lurah, banyak korban yang berjatuhan termasuk
masyarakat Situjuah sendiri yang makamnya menjadi monument bersejarah yang setiap tahun
kita peringati. Beberapa tokoh yang ikut rapat adalah Chatib Sulaiman, Bupati Arisun, Bp
Makinuddin Hs (putra Situjuah), dll.
Tentu ada yang bertanya apa hungannya peristiwa Situjuah dengan seminar ini. Seperti
diketahui Bustanul Ulum ini diawali dengan pengajian di Surau Pencuran Tujuah Bandadalam
yang pada 20 Maret 1931 menjelma menjadi Madrasah Bustanul Ulum telah banyak melahirkan
pemimpin masyarakat di kelarasan Situjuah Limo Nagari. Orang-orang tua kita umumnya pernah
belajar di Surau Pincuran Tujuah atau di Madrasah Bustanul Ulum. Mereka adalah alumni-
alumni Bustanul Ulum yang ikut berjuang di zaman pra kemerdekaan dan setelah kemerdekaan
untuk mempertahankan bangsa ini dari penjajahan Belanda. Jadi alangkah tepatnya moment ini
kita jadikan tonggak sejarah dalam rangka mencerdaskan anak bangsa khususnya di Kecamatan
Situjuah. Oleh sebab itu berbicara tentang Kurikulum untuak Anak Nagari adalah sebagai bhakti
kita atas jasa para pahlawan yang telah mengantarkan kita semua ke alam kemerdekaan.
Dalam Seminar hari ini yang betemakan Kurikulum untuak Anak Nagari saya mencoba
ikut serta (partisipasi) memberikan sumbang saran sebagai putra Situjuah yang pernah dididik di
Madrasah Bustanul Ulum dengan sebuah pertanyaan “ka ma langkah ka di ayunkan” artinya
mau dibawa kemana siswa Bustanul Ulum ini. Tulisan ini merupakan tulisan ketiga dari dua
tulisan saya sebelumnya).
“Kama langkah ka di ayunkan” maksudnya hendak dibawa kemana anak didik kita ini atau
dalam kalimat lain apa visi dan misi lembaga ini.
Sebaiknya terlebih dahulu kita harus merumuskan Visi dan Misi Lembaga Pendidikan
Bustanul Ulum ini agar kita tahu kemana arah tujuan kita, menurut saya Visi Yayasan Bustanul
Ulum adalah :
Walaupun Visi dan Misi Yayasan Bustanul Ulum bisa kita diskusikan lebih lanjut,
minimal dari Visi dan Misi tersebut kita dapat merencanakan kurikulum untuak anak nagari.
Banyak definisi tentang kurikulum, di sini saya mengambil salah satu saja yaitu,”
Curriculum is frame work that sets expectations for student learning. It serves as a guide for
teachers, a road map if you will, that establish standards for student performance and teacher
accountability”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan Kurikulum adalah pola dasar yang berisi 1) tujuan
pembelajaran, 2) sebagai panduan bagi guru 3) standar kinerja guru, 4) akuntabilitas guru.
Dari Misi Pertama kita jabarkan bahwa Bustanul Ulum sebagai lembaga pendidikan
yang islami dimaksudkan bahwa muatan kurikulumnya harus bertujuan membentuk manusia
yang beriman dan bertaqwa serta berpengetahuan luas dalam ilmu keislaman, artinya para siswa
harus diberikan pendidikan Agama Islam. Betul, dalam kurikulum yang berlaku sekarang ini
Pemerintah sudah menetapkan dan memasukan kurikulum PAI (Pendidikan Agama Islam) bagi
sekolah umum akan tetapi cuma 2 (dua) jam pelajaran perminggu. Hal ini yang menjadi
keresahan dikalangan sebagian orang tua murid bahwa mata pelajaraan PAI 2 (dua) jam tersebut
kurang memadai. Untuk menjawab masalah tersebut Bustanul Ulum sebagai lembaga yang
bercita-cita ingin memberikan pendidikan yang islami perlu memberikan tambahan pengetahuan
Agama Islam seperti Fiqh, Tahuhid, Akhlak, Aquran dan Hadis.
Selanjutnya kita di Sumatera Barat selama ini ketinggalan tentang tahfiz AlQuran,
berbeda dengan pesantren di Pulau Jawa mereka tamat SD (Ibtidaiyah) sudah hafal 10 Juz dan
tamat Aliyah banyak yang sudah hafal 20 atau 30 Juz. Oleh karena itu Bustanul Ulum perlu juga
memasukkan dalam kurikulumnya pelajaran Tahfiz Al Quran, minimal 10 Juz dari tingkat SD,
sampai SMA.
Apalagi sekarang ini berbagai Universitas seperti Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Negeri Jakarata, Universitas Islam Indonesia sebagai contoh, dll memberikan bea siswa bagi
yang hafal Al Quran.
Misi kedua adalah modern, modern di sini dimaksudkan adalah bahwa lembaga
pendidikan kita ini harus melahirkan manusia-manusia yang dibutuhkan oleh zamannya, dalam
arti kita tidak mau melahirkan anak yang tamat dari sini cara berpikirnya terlambat 30 tahun
sehingga mereka bingung mengahadapi masa depannya. Untuk itu kita harus mengacu kepada
Kurikulum yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Apalagi sekarang ini kita menghadapi era
digital dan era Industri 4.0.(Industriy 4.0 is commonly refered to as the fourth industrial
revolution). Revolusi Industri 4.0 ini mencakup computer and automation, and cyber physical
systems.
Demikian beberapa catatan dari saya sebagai masukan dalam seminar kali ini dan saya
mohon maaf tidak bisa hadir karena ada acara lain, mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat
dan hidayah Nya kepada kita semua semoga lembaga ini terus berkembang di masa depan.
Allahu a’lam bissawab.