Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH SMALL DISCUSSION GROUP 2

“Pengaruh Budaya Bali Terhadap Kesehatan”

Disusun oleh :
Kelompok 4b

Hilda Hidayani 11151040000055


Ana Rizwanah Harun 11151040000062
Nurul Aeni 11151040000066
Desi Kurniawati 11151040000076
Ranti Puspita Dewi 11151040000067
Syifa Chairunisa 11151040000078
Novia Suryani 11151040000090
Cindy Karmila 11151040000105
Ismia Ningrum 11151040000103
Siti Mutiarani Dewi 11151040000091
Ibnu Syarifudin Hidayat 11151040000121

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018

KATA PENGANTAR

0
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Inaayah, Taufik dan Hidayah Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
makalah small discussion group 2 pada Modul keperawatan Transcultural Nursing
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami berharap kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Penyusun

Kelompok 4b

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................1

DAFTAR ISI......................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................3

1.2. Masalah...................................................................................................................4

1.3. Tujuan......................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................5

2.1 Budaya Bali yang Mempengaruhi Kesehatan............................................................5

2.2 Pendangan Kesehatan Tentang Urin yang Diminum Untuk Pengobatan Epilepsi 5

2.3 Pandangan Islam Tentang Konsumsi Urin............................................................7

2.4 Peran Perawat Dalam Menghadapi Budaya Bali................................................12

2.5 Konsep Epilepsi......................................................................................................15

BAB III PENUTUP.........................................................................................................21

3.1. Kesimpulan............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................22

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge


yang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek
keperawatan. Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level
perkembangan yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan
practice theory. Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory
adalah Transcultural Nursing Theory (Pratiwi, 2011). Teori yang berasal dari
disiplin ilmu antropologi yang kemudian dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Konsep keperawatan didasari oleh pemahaman tentang adanya
perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat.
Perawat memandang pasien sebagai makhluk bio-psikososio-kultural
dan spiritual yang berespon secara holistik dan unik terhadap perubahan
kesehatan. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa
terlepas dari aspek kultural yang merupakan bagian integral dari interaksi
perawat dengan pasien. Perawat berupaya memberikan pemahaman terhadap
pasien sebagai bagian kebutuhan menyeluruh pasien dalam kaitannya dengan
kesehatannya. Kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural
dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya
pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur
(Leininger, 2002).
Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di
dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi
menyerang 70 juta dari penduduk dunia (Brodie et al., 2012). Epilepsi dapat
terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi.
Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang
mencapai 114 per 100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut tergolong
tinggi dibandingkan dengan negara yang maju dimana angka kejadian
epilepsi berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk per tahun (Benerjee dan

3
Sander, 2008). Angka prevalensi penderita epilepsi aktif berkisar antara 4-10
per 1000 penderita epilepsi (Beghi dan Sander, 2008). Bila jumlah penduduk
Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah penderita epilepsi baru
250.000 per tahun. Dari berbagai studi diperkirakan prevalensi epilepsi
berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1000 penduduk.
Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada
dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia
lanjut (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2011).

1.2. Masalah

1. Bagaimana budaya Bali yang mempengaruhi kesehatan ?


2. Bagaimana pandangan kesehatan tentang urine yang digunakan sebagai
obat epilepsi ?
a. Mengetahui kandungan dalam urin.
b. Mengetahui manfaat urin dalam tubuh.
c. Mengetahui bahaya minum urin bagi tubuh.
3. Bagaimana pandangan Islam tentang konsumsi urin ?
4. Bagaimana peran perawat dalam mengatasi budaya bali tersebut ?
5. Apa yang dimaksud dengan epilepsi ?

1.3. Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui seperti apa budaya Bali yang mempengaruhi


kesehatan
2. Mahasiswa mengetahui pandangan kesehatan tentang urine yang
digunakan sebagai obat epilepsi
3. Mahasiswa mengetahui pandangan Islam tentang konsumsi urin
4. Mahasiswa mengetahui peran perawat dalam mengatasi budaya bali
tersebut
5. Mahasiswa mengetahui pengertian dari epilepsi

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Bali yang Mempengaruhi Kesehatan

Budaya Bali menggunakan terapi urin untuk menyembuhkan penyakit


epilepsi pada anak mereka. Dengan cara meminum urin ibunya mereka percaya
anak yang sakit epilepsi akan sembuh.
Terapi herbal adalah bentuk paling populer dari obat tradisional. Obat
herbal untuk epilepsi biasanya campuran dari tanaman yang memiliki antikejang,
antipiretik, atau anti bakteri. Penyembuh spiritual dianggap perlu karena epilepsi
diduga terkait dengan kunjungan iblis, ilmu sihir atau roh. Untuk membersihkan
pasien tersebut dari gangguan menggunakan tarian ritual dan mantra. Masalah
yang umum adalah bahwa epilepsi dianggap menular. Pengobatannya dengan
menyodorkan tungkai pasien ke dalam api, menggosok merica ke mata dan wajah
mereka, dan minum air kencing ibu, pengobatan yang dapat menyebabkan radang
paru-paru.

2.2 Pendangan Kesehatan Tentang Urin yang Diminum Untuk Pengobatan


Epilepsi
a. Kandungan Dalam Urin
1. Urea (25-30 gram) merupakan hasil akhir dari metabolisme protein
pada mamalia.
2. Amonia, pada keadaan normal terdapat sedikit dalam urin segar. Pada
penderita diabetes millitus, kandungan amonia dalam urinnya sangat
tinggi.
3. Kreatinin dan kreatin (kreatinin : produk pemecahan kreatin),
normalnya 20-26 mg/kg pada laki-laki, dan 14-22 mg/kg pada
perempuan.
4. Asam urat, adalah hasil akhir terpenting oksidasi urin dalam tubuh.
Asam urat sangat sukar larut dalam air, tetapi mengendap membentuk

5
garam-garam yang larut dengan alkali. Pengeluaran asam urat
meningkat pada penderita leukimia, penyakit hati berat.
5. Asam amino: hanya sedikit dalam urin. Pada penderita penyakit hati
yang lanjut karena keracunan, maka jumlah asam amino yang
diekskresikan meningkat.
6. Klorida (terutama NaCl), pengeluarannya tergantung dari masukan.
7. Sulfur, berasal dari protein yang mengandung sulfur pada makanan.
8. Fosfat di urin adalah gabungan dari natrium dan kalium fosfat, berasal
dari makanan yang mengandung protein berikatan denagn fosfat.
9. Oksalat dalam urin rendah. Pada penderita hiperoksaluria jumlah
oksalat relatif tinggi.
10. Mineral: Na, Ca, K, Mg ada sedikit dalam urin.
11. Vitamin, hormon dan enzim dalam urin sedikit.
Berat jenis urine
Normal : 1,002-1,045
Rata – rata : 1,008
pH urine
pH = 6 atau sekitar 4,8 – 7,5

b. Manfaat Urin Bagi Tubuh


1. Sebagai pengobatan kanker
Air seni penderita kanker dipercaya mengandung antigen tumor,
yaitusejenis protein yang ditemukan pada daerah penderita kanker.
Dengan minum air seni yang mengandung antigen tumor tubuh
diharapkan akan semakin banyak memproduksi antibodi alami yang
akan melawan pertumbuhan sel kanker.
2. Meredakan nfeksi bakteri
Sebagian orang percaya bahwa air seni manusia memiliki sifat
antibakteri. Ini karena air seni diduga mengandung zat-zat antibodi
dan berbagai sel yang berperan untuk membentuk kekebalan tubuh.
Maka jika diminum air seni berfungsi untuk meredakan infeksi dalam
tubuh yang disebabkan oleh bakteri. Infeksi yang terjadi dikulit juga
dipercaya bisa disembuhkan dengan cara mengoleskan langsung air
seni pada bagian yang mengalami infeksi.

6
3. Mengatasi berbagai masalah kulit
Selain meredakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, banyak orang
mempecaya khasiat air sen untuk mengatasi jerawat. Pada zaman
kuno, air seni juga dipercayabisa menjaga kekencangan kulit dan
mencegah penuaan dini yang ditandai dengan munculnya keriput atau
garis-garis halus pada wajah. Sebagian oranpun secara rutin
mengoleskan air seni pada wjah untuk merawat kecantikan.
4. Memutihkan gigi
Bangsa Roma kuno menggunakan air seni manusia untuk merawat
gigi. Ini karena kandungan amonia dalam urin diyakini berfungsi
sebagai pemutih alami. Masyarakat romawi akan mengoleskan air seni
mereka pada bagian gigi dan gusi seagai pembersih alami.
5. Obat luka bakar dan obat sengatan serangga
Air seni manusia menjadi pilihan beberapa orang untk meredakan
rasa sakit dan mengobati luka tersebut. Dengan mengoleskannya
pada luka, diharapkan kulit akan lebih cepat sembuh karena sifat air
seni sebagai antiseptik alami.
6. Mencegah penyakit sebagian masyarakat di Asia, terutama cina dan
india masih rutin menjalani terapi urine dengan cara minum air
kencing yang telah diproduksi setelah bangun tidur pada pagi hari
(air seni pertama). Terapi ini dianggap ampuh untuk mencegah
berabagai jenis penyakit dan meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap virus dan bakteri berbahaya. Jutaan orang di dunia telah
menjalani teapi urin dan mengakui khasiatnya bagi kesehatan
mereka.

c. Bahaya Minum Urin Bagi Tubuh

2.3 Pandangan Islam Tentang Konsumsi Urin


Harus diakui, untuk mewujudkan konsumsi terapi urine tentu dimbangi
penelitian untuk membuktikan, mujarab tidaknya bila diterapkan kepada penderita
penyakit ringan ataupun berat, hal ini dikembangkan oleh spesialis dengan
metode-metode yang signifikan demi menerapkan aturan yang sesuai dengan
sumber daya (manusia) serta struktur yang menjadi kelebihannya(dokter),

7
tujuannya membuat obat sebagai solusi bagi siapa saja (manusia) bagi pengidap
sakit atau bagi yang terganggu kesehatannya menjadi sehat kembali. (Catharina,
2004)
Terbukti, perusahaan farmasi dan kosmetik yang terdapat di Amerika
selalu memburu untuk dijadikan bahan baku produk urine. Layaknya, Dr. Dr.
Iwan T Budiarso menjelaskan 95% kandungan urine terdiri air. Sementara 2/5%
lainnya mengandung mineral vitamin, asam amino, antibodi, antigen, garam,
hormon dan enzim. Zat-zat ini sangat dibutuhkan tubuh manusia. Urine hanya
mengandung zat-zat makanan dan hasil metabolisme tubuh. Sementara bahan-
bahan yang meracuni tubuh, disaring dan dikeluarkan melalui usus hati, hati jukit
dan pernafasan. Karena itu, kandungannnya steril. (Yasid, 2005)
Tawaran pengobatan urine begitu menggiurkan, terutama bagi masyarakat
kelas menengah ke bawah, yang tidak bisa mengeluarkan terlalu banyak biaya ke
dokter, karena persoalan ekonomi yang menghimpit. Ternyata air seni yang
dianggap menjijikkan, berbau pesing, dan kotor ini, malah membuat tubuh sehat
dan segar bugar. Terapi digunakan untuk menyembuhkan hampir setiap yang
didera si pasien seperti ginjal, kanker, diabetes, jantung, psoasiasis, eksim, sampai
penyakit terganas saat ini, AIDS. Jika parah, terutama bagi penderita penyakit
kanker, jantung dan AIDS, minimal 5 gelas (1000 cc) sehari. Atau, kalau si pasien
menginginkan kesegaran tubuh dan kecantikan kulit cukup dengan 1-2 gelas
perhari. Caranya cukup yang diminum harus urinenya sendiri
Harus diakui, untuk mewujudkan konsumsi terapi urine tentu dimbangi
penelitian untuk membuktikan, mujarab tidaknya bila diterapkan kepada penderita
penyakit ringan ataupun berat, hal ini dikembangkan oleh spesialis dengan
metode-metode yang signifikan demi menerapkan aturan yang sesuai dengan
sumber daya (manusia) serta struktur yang menjadi kelebihannya(dokter),
tujuannya membuat obat sebagai solusi bagi siapa saja (manusia) bagi pengidap
sakit atau bagi yang terganggu kesehatannya menjadi sehat kembali. (Catharina,
2004)
Terbukti, perusahaan farmasi dan kosmetik yang terdapat di Amerika
selalu memburu untuk dijadikan bahan baku produk urine. Layaknya, Dr. Dr.
Iwan T Budiarso menjelaskan 95% kandungan urine terdiri air. Sementara 2/5%

8
lainnya mengandung mineral vitamin, asam amino, antibodi, antigen, garam,
hormon dan enzim. Zat-zat ini sangat dibutuhkan tubuh manusia. Urine hanya
mengandung zat-zat makanan dan hasil metabolisme tubuh. Sementara bahan-
bahan yang meracuni tubuh, disaring dan dikeluarkan melalui usus hati, hati jukit
dan pernafasan. Karena itu, kandungannnya steril. (Yasid, 2005)
Tawaran pengobatan urine begitu menggiurkan, terutama bagi masyarakat
kelas menengah ke bawah, yang tidak bisa mengeluarkan terlalu banyak biaya ke
dokter, karena persoalan ekonomi yang menghimpit. Ternyata air seni yang
dianggap menjijikkan, berbau pesing, dan kotor ini, malah membuat tubuh sehat
dan segar bugar. Terapi digunakan untuk menyembuhkan hampir setiap yang
didera si pasien seperti ginjal, kanker, diabetes, jantung, psoasiasis, eksim, sampai
penyakit terganas saat ini, AIDS. Jika parah, terutama bagi penderita penyakit
kanker, jantung dan AIDS, minimal 5 gelas (1000 cc) sehari. Atau, kalau si pasien
menginginkan kesegaran tubuh dan kecantikan kulit cukup dengan 1-2 gelas
perhari. Caranya cukup yang diminum harus urinenya sendiri
Dalam pandangan Islam urine itu tidak baik dikonsumsi, sebagaimana
Islam menyuruh manusia untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat
dan bergizi. Bukan yang kotor dan membawa penyakit. Di dalam al-Quran
disebutkan:
9 ‫ويحللهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث‬
Baik dan buruk itu ditentukan oleh syări’, karena dialah yang mengetahui
segala sesuatunya. Dia punya hak otoritas untuk menentukan halal dan haram.
Bukan akal tabi’at manusia. Seperti haramnya riba. Syara’ dan akal sama-sama
berperan dalam menetukan baik dan buruk. Yang menjadi standar adalah
pengakuan dari syara’ dan sesuai dengan tabi’at manusia.
Apa yang tersurat baik oleh syara’, mesti di dukung penuh akal sehat
bahwa itu betul-betul baik. Sebab, tidak semua kehendak perasaan itu sesuai
dengan keinginan syara’. Perasaan berfungsi untuk mengetahui apa yang
sebetulnya diingini syara’.
Menyangkut Hukum Terapi obat urine, Rasulullah menegur dengan hadits
tentang ketidakbolehan mengkonsumsi konsumsi urine, dikarenakan terdapat
barang najis. Berdasarkan hadits Nabi:

9
10 ‫تنزهوامنالبولفإنعامةعذابالقبرمنه‬
“Bersihkanlah (tubuh) kalian dari kencing. Karena siksaan kubur pada umumnya
gara-gara air seni.”
Di dalam al-Quran, Allah berfirman:
11 ‫إنال لم يجعل شفاءكم فيماحرمعليكم‬
“sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan obat (buat) kamu sekalian
barangbarang yang diharamkan (termasuk najis) bagi kalian”.
Lain halnya, kebolehkan memakai terapi urine, manakala terserang penyakit
ganas; kanker ganas, jantung dan AIDS yang sampai detik ini belum ditemukan
obatnya wajib minum air seni demi kelangsungan hidup manusia. Terutama,
ketika lagi tidak ada uang, serta sulit mencari dana untuk berobat.
Hal ini terlampir di dalam al-Quran:
12 ‫وقدفصللكمماحرمعليكمإلمااضطررتمإليه‬
“Sungguh, Allah telah menjelaskan apa-apa yang haram kalian makan kecuali
terpaksa memakannya.”
Tidak salah, urine tidak hanya diminum untuk menyembuhkan penyakit
dalam. Tapi juga bisa di gunakan untuk mempercantik dan mencegah rambut
rontok. Bahkan sebagian kosmetik kecantikan, bahan bakunya terdiri dari ekstra
urine. Di dalam teori ushul fiqih terapi urine diperbolehkan untuk penyakit keras,
dari pada menyiksa tubuh sendiri digerogoti (merusak tubuh) bertentangan dengan
maqasyidusy-syari’ah (hifzun nafs), lebih baik memberlakukannya (karena
mengandung mashlahat). Larangan menyentuh barang najis termasuk tahsiniyyat.
Yaitu hal-hal yang tujuannya memperindah diri agar tidak mengurai prestise
(harga diri).
Nah, kalau hanya demi mempercantik diri, tidak dapat menghalagi haram,
kalau luluran saja. Akan tetapi, jika terdapat jerawat, rambut rontok, maka
dianjurkan memakai terapi urine sebagai solusinya. Maka bukan lagi tahsiniyya
melainkan hajiyyat (menghilangkan kesulitan diri). Ketika keduanya (tahsiniyyat
maupun hajiyyat) dihadapkan, tentu hajiyyat yang menangkan. Yang terpenting,
jika hanya untuk mempercantik tidak boleh dipakai, karena tidak ada kejelasan
dalam penyakitnya.

10
Urine mungkin tak hanya dari manusia, dari binatang tentu bisa menjadi.
Adapun hukum mengkonsumsi urine binatang yang halal dimakan daginya
sebagai obat urine unta, kambing, sapi, unggas dan burung maka pendapat yang
paling kuat adalah hal itu diperbolehkan dan halal karena urine tersebut suci dan
tidak najis, berbeda dengan urine binatang yang haram dimakan dagingnya maka
hukum urinenya juga haram dan najis.

Urine Menurut Ulama Madzhab


Jika merujuk pada interpretasi para madzahib, terdapat pergolakan
pemikiran antara Imam Syafi`i dan Imam Hanafi yang sama meneguhkan
menyangkut terapi urine sebagai obat. Imam Syafi’i masih toleran mengenai
pengobatan urine (alternatif) karena tidak ada lagi penyembuhan penyakit. Lain
halnya, apabila masih ada obat yang lebih baik dari urine, maka hukumnya tetap
haram. Sesuai Hadits Rasul:
13 ‫ان ا لم يجعل شفاءآم فيما حرم عليكم‬
Selain itu, Imam Hanafi bertolak belakang dengan Syafi’i, yang mana ia
tetap membolehkan mengkonsumsi air seni, jika untuk pengobatan. Jika terapi
urine diberlakukan dengan cara lain (tujuannya selain pengobatan), maka
hukumnya haram (najis). Sebagaimana terlampir dalam Hadits Rasul:
‫نفرا من عرينة وهي قضبيلة معروفة بضم العين المهملة وبالن اثوا رسول ا صلى ا عليه‬
‫وسلم‬
:‫ فسقمث اجسامهم فشكوا ذلك ءالى رسول ا فقال‬,‫فبا يعوه علي السلم فاسثوا خمراالمدينة‬
‫ال‬
‫ثخرجون مع راعينا في ابله فثصيبون من ابوالها والبا نها؟ قالوا بلى فخرجوا فشربوا من البا‬
‫نها‬
‫وابوالها فصحوا فقاثلوا راعى رسول ا صلى ا عليه وسلم‬. (Al-Bukhori, 2004)
Maka akan jelas bahwa Rasulullah masih memperbolehkan bagi orang-
orang yang terkena penyakit untuk mengkonsumsi kencing (unta) yang
bercampurkan susu. Jikalau rasulullah mengharamkan perbuatan tersebut, maka
tidak ada lagi rukshah untuk menggunakannya (dalam situasi apapun).
Berdasarkan dengan kaidah Fiqhiyyah yang berbunyi:

11
‫( الحاجة ينزل منزلة الضرورة‬Zubair, 2006)
Dalam kesempatan yang darurat, segala yang diharamkan masih ada
kesempatan untuk mengerjakannya (memakan binatang bertaring manakala tidak
ada lagi yang akan dimakan “di hutan”. Dari pada mati sia-sia “bertentangan
dengan hifdzun nafs”, maka tidak ada salahnya memakan hewan yang menjadi
alternatif. Namun, walaupun dalil yang diteguhkan oleh Hanafi itu menjadi
benteng sebagai jawabannya, kiranya masih kurang kuat diterapkan di ruang
publik. Kendatipun demikian, dalil yang digunakan Hanafi masih belum
menguatkan persoalan terapi urine, dikarenakan riwayat hadits tersebut hanya
ditopang oleh Anas ra, walaupun secara spesifik hadits tersebut tsiqoh, namun
masih dalam lingkup hadits shahih.

2.4 Peran Perawat Dalam Menghadapi Budaya Bali


Di Indonesia, epilepsi dikenal sebagai “ayan” atau “sawan”. Banyak
masyarakat masih mempunyai pandangan yang keliru dan beranggapan bahwa
epilepsi bukanlah penyakit tapi karena masuknya roh jahat, kesurupan, guna-
guna atau suatu kutukan. penyebab penyakit epilepsi ini sudah menjadi
masalah sosial budaya yang secara turun temurun dalam pemikiran
masyarakat. Beberapa faktor yang mengakibatkan adanya kepercayaan
terhadap hal-hal tersebut :
(1) Masyarakat masih mempunyai pemikiran tradisional,
(2) Kurangnya pemahaman akan beberapa penyakit akan beberapa jenis
kesehatan,
(3) Minimnya jasa pelayanan kesehatan di pedesaan sehingga para masyarakat
pedesaan lebih banyak memilih menggunakan obat yang tradisional atau
masih terkait dengan hal-hal gaib, dan
(4) Banyaknya kesenjangan antara masyarakat sehingga banyak anggapan
bahwa suatu penyakit itu merupakan perbuatan antara sesama masyarakat
karena adanya unsur dendam. ( Nurwinta Catur Wulan,, Maryanti . 2016)
Ahli saraf sangat perlu untuk dilibatkan dalam program pendidikan yang
terorganisir untuk melatih perawat, petugas klinis, dan petugas kesehatan

12
masyarakat, sehingga mereka dapat melaksanakan layanan dasar yang
dibutuhkan untuk menangani masalah epilepsi. Peran perawat dalam
menangani pasien dengan epilepsy pada prinsipnya adalah menjaga agar tidak
terjadi serangan kejang berulang dengan cara mengontrol terjadinya
peningkatan suhu tubuh pasien dan mengendalikan infeksi penyebab kejang.
Selain itu perawat juga berperan untuk mencegah terjadinya trauma atau injuri
ketika kejang berlangsung.
Pada pasien epilepsy banyak masyarakat yang berpacu pada suatu budaya
setempat untuk menyembuhkan penyakit. Menurut Leinenger, sangat penting
memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh
klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya. (Baker, G. A., & Jacoby, A. 2000)
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan
keperawatan yaitu:
· Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien
dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi.

· Cara II : Negosiasi budaya


Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien yang menggunakan air kencing untuk pengobatan diberikan
edukasi mengenai bahaya budaya tersebut dan berikan masyarakat solusi
alternative budaya yang lebih sehat untuk diterapkan.

13
· Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok, pengobatan air kencing diganti
dengan terapi herbal. Asuhan keperawatan dalam konteks budaya
digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai
landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and
Boyle, 2002).

a. Cultural care preservation/maintenance


1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.

c. Cultual care repartening/reconstruction


1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

2.5 Konsep Epilepsi


A. Definisi

14
Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak
yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat
mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik
atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik.
Pelepasan aktifitas listrik abnormal dari sel-sel neuron di otak terjadi
karena fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa
gangguan fisiologik, biokimia, anatomi dengan manifestasi baik lokal
maupun general. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai
adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).
International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau
for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi
yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi
yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis,
kognitif, psikologis, dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik
sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda
dan / gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang
berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.

B. Etiologi
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang
berulang yang muncul tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan
bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian
maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa diindikasikan sebagai
disfungsi otak. Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya
muatan listrik berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh
adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor
tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi
otak atau fungsi sel neuron di otak, dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang atau serangan epilepsi.
Untuk menentukan faktor penyebab dapat diketahui dengan
melihat usia serangan pertama kali. Misalnya : usia dibawah 18 tahun
kemungkinan faktor penyebabnya ialah trauma perinatal, kejang demam,
radang susunan saraf pusat, struktural, penyakit metabolik, keadaan toksik,

15
penyakit sistemik, penyakit trauma kepala, dan lain-lain. Bangkitan kejang
juga dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan macam-macam penyakit
diantaranya ialah trauma lahir, trauma kapitis, radang otak, tumor otak,
perdarahan otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomali kongenital
otak, kelainan degeneratif susunan saraf pusat, gangguan metabolisme,
gangguan elektrolit, demam, reaksi toksis-alergis, keracunan obat atau zat
kimia, dan faktor hereditas.

C. Faktor Risiko
Faktor resiko untuk terjadinya epilepsi pada penderita kejang
demam adalah:
a) Jika ada kelainan neurologis atau perkembangan sebelum kejang
demam pertama
b) Kejang demam komplek
c) Adanya riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor resiko meningkatkan resiko epilepsi 4-6%;
kombinasi faktor resiko tersebut meningkatkan resiko epilepsi menjadi
10-49%.13 Epilepsi diartikan sebagai kejang berulang dan multipel.
Anak dengan riwayat kejang demam mempunyai risiko sedikit lebih
tinggi menderita epilepsi pada usia 7 tahun dibandingkan dengan anak
yang tidak pernah mengalami kejang demam.

D. Patofisiologi
Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya
perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron.
Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada
membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron
bersinapsis dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan
melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya
depolarisasi membran yang berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan
menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup besar dan
inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim
sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain,
sehingga terjadilah epilepsi. Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang
yang diakibatkan oleh aktivitas listrik yang berlebihan pada sebagian atau

16
seluruh bagian otak. Seorang penderita dikatakan menderita epilepsi bila
setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa provokasi. Bangkitan
epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan
inhibisi serebral, bangkitan akan muncul pada eksitabilitas yang tidak
terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai kelainan anatomi
otak, namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan
struktural otak yang mengakibatkan disfungsi fisik dan retardasi mental.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu :
a) Tatalaksana fase akut (saat kejang)
Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan
oksigenasi otak yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera
mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari faktor
penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan
berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat
diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan
anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang
masih belum berhenti, dapat diulang setelah selang waktu 5 menit
dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian
diazepam per rektal masih belum berhenti, maka penderita
dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
b) Pengobatan epilepsi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat
penderita epilepsi terbebas dari serangan epilepsinya. Serangan
kejang yang berlangsung mengakibatkan kerusakan sampai
kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus -
menerus maka kerusakan sel-sel otak akan semakin meluas dan
mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita.
Karena itu, upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan
terapi sedini dan seagresif mungkin. Pengobatan epilepsi dikatakan
berhasil dan penderita dinyatakan sembuh apabila serangan
epilepsi dapat dicegah atau dikontrol dengan obatobatan sampai
pasien tersebut 2 tahun bebas kejang. Secara umum ada tiga terapi
epilepsi, yaitu :

17
1) Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam
menangani penderita epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis
obat anti epilepsi (OAE) baku yang biasa diberikan di
Indonesia adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin,
fenobarbital, dan asam valproat. Obat-obat tersebut harus
diminum secara teratur agar dapat mencegah serangan
epilepsi secara efektif. Walaupun serangan epilepsi sudah
teratasi, penggunaan OAE harus tetap diteruskan kecuali
ditemukan tanda-tanda efek samping yang berat maupun
tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian obat
dimulai dengan obat tunggal dan menggunakan dosis
terendah yang dapat mengatasi kejang.
2) Terapi bedah
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan
memotong bagian yang menjadi fokus infeksi yaitu
jaringan otak 24 yang menjadi sumber serangan.
Diindikasikan terutama untuk penderita epilepsi yang kebal
terhadap pengobatan. Berikut ini merupakan jenis bedah
epilepsi berdasarkan letak fokus infeksi :
a. Lobektomi temporal
b. Eksisi korteks ekstratemporal
c. Hemisferektomi
d. Callostomi
3) Terapi nutrisi
Pemberian terapi nutrisi dapat diberikan pada anak dengan
kejang berat yang kurang dapat dikendalikan dengan obat
antikonvulsan dan dinilai dapat mengurangi toksisitas dari
obat. Terapi nutrisi berupa diet ketogenik dianjurkan pada
anak penderita epilepsi. Walaupun mekanisme kerja diet
ketogenik dalam menghambat kejang masih belum
diketahui secara pasti, tetapi ketosis yang stabil dan
menetap dapat mengendalikan dan mengontrol terjadinya
kejang. Hasil terbaik dijumpai pada anak prasekolah karena
anak-anak mendapat pengawasan yang lebih ketat dari

18
orang tua di mana efektivitas diet berkaitan dengan derajat
kepatuhan. Kebutuhan makanan yang diberikan adalah
makanan tinggi lemak. Rasio kebutuhan berat lemak
terhadap kombinasi karbohidrat dan protein adalah 4:1.
Kebutuhan kalori harian diperkirakan sebesar 75 – 80
kkal/kg. Untuk pengendalian 25 kejang yang optimal tetap
diperlukan kombinasi diet dan obat antiepilepsi.

F. Pertolongan Pertama
Tahap – tahap dalam pertolongan pertama saat kejang, antara lain :
a. Jauhkan penderita dari benda - benda berbahaya (gunting, pulpen,
kompor api, dan lain – lain).
b. Jangan pernah meninggalkan penderita.
c. Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang
tidak menimbulkan cedera kepala dan kendorkan pakaian ketat
atau kerah baju di lehernya agar pernapasan penderita lancar (jika
ada).
d. Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari
mulut dapat mengalir keluar dengan lancar dan menjaga aliran
udara atau pernapasan.
e. Pada saat penderita mengalami kejang, jangan menahan gerakan
penderita. Biarkan gerakan penderita sampai kejang selesai.
f. Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, seperti
memberi minum, penahan lidah.
g. Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita. Jangan
meninggalkan penderita sebelum kesadarannya pulih total,
kemudian biarkan penderita beristirahat atau tidur.

19
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Budaya Bali menggunakan terapi urin untuk menyembuhkan penyakit


epilepsi pada anak mereka. Dengan cara meminum urin ibunya mereka percaya
anak yang sakit epilepsi akan sembuh.
Terapi herbal adalah bentuk paling populer dari obat tradisional. Obat
herbal untuk epilepsi biasanya campuran dari tanaman yang memiliki antikejang,
antipiretik, atau anti bakteri. Penyembuh spiritual dianggap perlu karena epilepsi
diduga terkait dengan kunjungan iblis, ilmu sihir atau roh. Untuk membersihkan
pasien tersebut dari gangguan menggunakan tarian ritual dan mantra. Masalah
yang umum adalah bahwa epilepsi dianggap menular. Pengobatannya dengan
menyodorkan tungkai pasien ke dalam api, menggosok merica ke mata dan wajah
mereka, dan minum air kencing ibu, pengobatan yang dapat menyebabkan radang
paru-paru.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di
dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang
70 juta dari penduduk dunia (Brodie et al., 2012). Epilepsi dapat terjadi pada siapa

20
saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi. Angka kejadian
epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang mencapai 114 per
100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan
dengan negara yang maju dimana angka kejadian epilepsi berkisar antara 24-53
per 100.000 penduduk per tahun (Benerjee dan Sander, 2008). Angka prevalensi
penderita epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000 penderita epilepsi (Beghi
dan Sander, 2008). Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka
diperkirakan jumlah penderita epilepsi baru 250.000 per tahun. Dari berbagai
studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi
epilepsi 8,2 per 1000 penduduk.

DAFTAR PUSTAKA

Beghi E. dan Sander J.W., 2008. The Natural History and Prognosis of Epilepsy.
Epilepsy A Comprehensive Textbook 2nd edition. Lippincott Williams &
Wilkins. pp: 65-75

Benerjee P.N. dan Sander J.W., 2008. Incidence and Prevalence. Epilepsy A
Comprehensive Textbook 2nd edition. Lippincott Williams & Wilkins. pp:
45-56

Brodie M.J., Schachter S.C, Kwan P., 2012. Epidemiology and Prognosis. Fast
Fact: Epilepsy Revised 5th edition. Oxford: Health Press Limited. pp: 9-
11

Leininger, M. & Mcfarland, M. R. 2002. Transcultural Nursing : Concepts,


Theories, Research and Practier. McGraw-Hill.

PERDOSSI. 2011. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Jakarta

Murwani Arita. 2009. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Keperawatan, Cetakan


Kedua. Yogyakarta : Fitramaya.

21
Al-Suyuti, Al-Jami’ al-Shaghir, juz I, 517 dan Al-Nawawi, Al-Majmu’, juz II, hlm.
547-548.
Al-Bukhari, Matn al-Bukhari, juz III
Budi Utomo, Setiawan, Fiqih Aktual, Jakarta: Gema Insani Press, 2003
Chatarina Pancer Istiani, Tubuh dan bahasa, Aspek Linguistik Pengungkapan
Pandangan Masyarakat Lewolema Terhadap Kesehatan, (Yogyakarta:
Galang Pres Anggota IKAPI, 2004 Dewan Asatid, Hukum Terapi Air
Seni dan Kesehatan kita, www. Pesantren Virtual. Com
Muhammad bin Ismail, Al Bukhori Sahih al-Bukhori, (Beirut: Dar al-Kutub
Ilmiyah, 2004)
Maimoen Zubair, Formasi Nalar Fiqh Konsep Telaah Kaidah Fiqh konseptual
(Surabaya: Khalista, 2006), hlm. 45
Yasin, Nu`aim, Fiqih Kesehatan, Alih Bahasa Munirul Abidin, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2006
Yasid Abu, Fiqh Realitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)

Andrew, M.M., & Boyle, J.S. (2002). Transcultural Concepts in Nursing Care.
Lippincot. Philadelphia
Baker, G. A., & Jacoby, A. (2010). The problem of epilepsi, Quality of life in
epilepsi: Beyond seizure counts in assessment and perlakuan.
Amsterdam: Harwood Academic Publishers.
Nurwinta Catur Wulan,, Maryanti . 2016. Epilepsi dam Budaya. Yogyakarta :
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Harsono., 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Ed 5. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press
Jones HR., 2012. Chapter: Epilepsy. Netter’s Concise Neurology. Philadelphia:
Elseiver Saunders.
Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., 2011.
Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Jakarta: PERDOSSI
Persatuan Dokter Saraf Indonesia (PERSI)., 2011. Jangan Salah Tanggapi
Epilepsi. Jakarta : PERSI
World Health Organization (WHO)., 2010. Epilepsy: The Disorder. Atlas Epilepsy
Care in The World. Geneva: WHO Library.

22
Maryanti, Nurwinta Catur Wulan. 2016. Epilepsi dan Budaya. Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada Buletin Psikologi

23

Anda mungkin juga menyukai