Jadi abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh
infeksi.
C. Klasifikasi
Abses hepar dibagi atas dua secara umum berdasarkan penyebabnya, yaitu
abses hepar amoeba dan abses hepar piogenik:
1) Abses hepar amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non
patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang
dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi
Enteremoeba histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga
ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen.
Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hepar.
E.histolytica di dalam feces dapat ditemukan dalam dua bentuk
vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar
tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap
suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana
kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa
eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan
mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
2) Abses hepar piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah
Streptococcus faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla typhii. Dapat
pula bakteri anaerob seperti Bakteroides, Aerobakteria, Akttinomesis, dan
Streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah,
pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob.
D. Penyebab
Penyebab utama abses hepar adalah adanya infeksi bakteri pada organ hepar.
Bakteri dapat masuk ke dalam organ hepar melalui beberapa cara sebagai
berikut:
1) Kandung kemih yang terinfeksi
2) Luka tusuk atau luka tembus
3) Infeksi di dalam perut
4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah
E. Patofisiologi
Hati menerima darah dari sirkulasi sistemik dan sistem porta. Adanya infeksi
dari organ-organ lain di tubuh akan meningkatkan pemaparan hati terhadap
bakteri. Tetapi hati mempunyai sel-sel Kuppfer yang terlatak sepanjang
sinusoid-sinusoidnya yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri, sehingga
akan sulit untuk terjadi infeksi.
Ada banyak faktor yang berperan sampai dapat terjadinya abses pada hati.
1) Abses piogenik pada hepar merupakan akibat dari asending dari infeksi
biliaris
2) Penyebaran hematogen lewat sistem portal
3) Septikemia generalisata yang melibatkan hepar lewat sirkulasi arteri
hepatika
4) Penyebaran langsung dari infeksi organ-organ intraperitoneal
5) Penyebab lainnya, disini termasuk trauma pada hepar.
Penyakit traktus biliaris (kolangitis, kolesistitis) merupakan penyebab
tersering dari abses hepar (60 % kasus). Tersumbatnya aliran empedu
menyebabkan proliferasi dari bakteri. Penyebab tersering yang kedua adalah
septikemia generalisata, diikuti oleh appendisitis akut/perforasi dan
divertikulitis.
Trauma tajam dengan penetrasi ke hepar dapat langsung memasukkan
bakteri ke parenkim hepar dan menyebabkan abses. Sedangkan trauma
tumpul pada hepar dapat meyebabkan nekrosis jaringan hepar, perdarahan
intrahepatik dan keluarnya asam empedu akibat robekan dari kanalikuli. Lesi
yang terjadi pada kasus seperti ini biasanya soliter.
Abses dapat bersifat multipel atau soliter, biasanya yang berasal dari
infeksi organ lain yang lewat aliran darah akan menjadi abses yang multipel. Lesi
akan memberikan gambaran jaringan hati yang pucat. Ukuran rongga abses
biasanya bermacam-macam dan umumnya bergabung, pada kasus-kasus yang
lanjut akan tampak gambaran “honeycomb” yang mengandung sel-sel PMN dan
jaringan hati yang nekrosis. Kebanyakan lesi akan terjadi pada lobus dekstra dari
hepar.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penegakan diagnosa abses
hepar antara lain:
a) Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit,
dan pemeriksaan faal hati.
b) Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan
diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
c) Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara
bebas diatas hati.
d) Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
e) Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat
melihat integritas diafragma.
f) Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
g) Abdominal CT Scan
Pada abdominal CT Scan abses hepar dapat ditemukan keadaan sebagai
berikut.
Gambar 4. Hasil abdominal CT Scan abses hepar
Vena porta
Masuk ke dalam Sistem bilier
Infeksi kuman
sistem pencernaan Sistem arterial
hepatik
Merangsang ujung
saraf mengeluarkan Merangsang pengeluaran
Infeksi Peradangan/ sistensis zat pirogen oleh
bradikinin, serotonin inflamasi hepar leukosit pada jaringan yang
dan prostaglandin meradang
Produksi energi
menurun Ketidakseimbangan Human immunodefesiensi
nutrisi kurang dari
virus
kebutuhan tubuh
Kelemahan fisik
Port de entry
Hambatan mobilitas fisik
K. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan respon tubuh terhadap infeksi dengan
megeluarkan sustansi bradikinin, serotonin dan prostaglandin
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake nutrisi
c. Hipertermi berhubungan dengan respon tubuh terhadap reaksi peradangan
pada hepar
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
penurunan produksi energi.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
f. Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh menurun, prosedur invasif
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri berhubungan dengan respon Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
tubuh terhadap infeksi dengan keperawatan selama 3x24 jam nyeri 1. Kaji karakteristik pasien secara PQRST
megeluarkan sustansi bradikinin, berkurang atau hilang dengan 2. Lakukan manajemen nyeri sesuai skala nyeri
serotonin dan prostaglandin kriteria hasil: misalnya pengaturan posisi fisiologis
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 3. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam pada
penyebab nyeri, mampu saat rasa nyeri datang
menggunakan teknik 4. Ajarkan metode distraksi
nonfarmakologi untuk 5. Beri manajemen sentuhan berupa pemijatan
mengurangi nyeri) ringat pada area sekitar nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 6. Beri kompres hangat pada area nyeri
berkurang dengan menggunakan 7. Kolaborasi dengan medis dalam pemberian
manajemen nyeri analgesik secara periodik
3. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
5. TTV dalam batas normal(TD:
120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-
100x/mnt, Suhu 36,5-37,5oC)
Baradero, Mary. 2015. Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gangguan Hati. Jakarta:
EGC.
Cameeron. 2014. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. 2012. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
NANDA. 2016. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2016. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan
FKUI.
Wilkinson, Judith M. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC