Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

Presentan

dr. Lusi Khairunnisa

Pendamping

dr. Yossi Sulistia Yahdi


dr. Lidia Febrina

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RSUD dr RASIDIN
PADANG
2019

1
PORTOFOLIO KASUS KEGAWAT DARURATAN
Nama Peserta : dr. Lusi Khairunnisa
Nama Wahana : RSUD dr Rasidin Padang, Sumatera Barat
Topik : Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Tanggal (kasus): 10 Juli 2018
Nama Pasien : Tn B No. RM : 190872
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
dr. Yossi Sulistia Yahdi
dr. Lidia Febrina
Tempat Presentasi : RSUD dr. Rasidin Padang

Objektif Presentasi: Diagnosis dan Tatalaksana PPOK

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Bahan
Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
bahasan:
Cara
Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
membahas:
Data
Tn B, 53. th No. RM: 190872
pasien:
Nama Wahana: RSUD Telp Pasien terdaftar sejak:
dr. Rasidin Padang pasien: - Februari 2017
Deskripsi:
Pasien laki-laki usia 53 tahun datang ke IGD RSUD dr Rasidin dengan keluhan sesak nafas
yang meningkat sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Riwayat PPOK (+)
Pasien didiagnsosis dengan PPOK eksaserbasi akut.
Tujuan: Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat

2
Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / Gambaran klinis: PPOK

2. Riwayat kesehatan/Penyakit: Riwayat Pengobatan: riwayat PPOK (+)

3. Riwayat keluarga: tidak ada

4. Riwayat pekerjaan: petani

5. Lain-lain : tidak ada

Daftar Pustaka:

1. Medscape and reference drugs deseases & produceres, 2012. Chronic Obstructive
Pulmonary Disease.
2. Global initiative for Chornic Obstructive Lung Disease. 2018 : USA
3. Mosenifar Z. 2017. Chronic Obstructive pulmonary disease. Medscape
4. Kleinschmidt P. 2018. Chronic Obstructive Pulmonary disease and Emphysema in
Emergency Medicine Differential Diagnosis. Medscape
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2011.Penyakit Paru Obstruksif Kronik.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.
6. Danusantoso Halim,2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates.Jakarta
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2003. Penyakit Paru Obstruksif Kronik
(PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Diindonesia. Jakarta

Hasil Pembelajaran:

1. Pendekatan tatalaksana PPOK

3
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN
1. SUBJEKTIF
Keluhan Utama
Sesak nafas yang meningkat sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
 Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, sesak meningkat ± 3 jam sebelum masuk rumah
sakit. Sesak terus menerus, meningkat saat aktivitas dan tidak berkurang saat
istirahat.Sesak menciut. Sesak tidak dipengaruhi makanan, cuaca dan emosi.
 Batuk (+) sejak ± 1 minggu yang lalu, batuk berdahak, warna kekuningan. Batuk darah
(-), Riwayat batuk darah (-).
 Demam (+) sejak 3 hari yang lalu, demam hilang timbul, tidak menggigil.
 Nyeri dada (-). Riwayat nyeri dada (-)
 Nyeri ulu hati (-). Riwayat nyeri ulu hati (-).
 Keringat malam (-), penurunan nafsu mkan (-), keringat malam (-).
 BAB (+) biasa
 BAK (+) biasa
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat PPOK (+), rutin control ke poli paru. Terakhir diwarat ±3 bulan yang lalu.
 Riwayat hipertensi (-).
 Riwayat asma (-)
 Riwayat TB (-)
 Riwayat keganasan (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat diabetes militus (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama.
Riwayat Penyakit Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan Kebiasaan
 Pasien seorang petani
 Riwayat merokok (+), 1-2 bungkus/ hari. Merokok sejak usia 18 tahun. Pasien berhenti
merokok 3 bulan sebelum masuk rumah

4
2. OBJEKTIF
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : CMC
TD : 130/90 mmHg
Suhu : 37.6 OC
Nafas : 34 x/menit,
Nadi : 98 x/menit, teratur
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 60 kg
Kepala : normochepal, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
Telinga : liang telinga lapang, sekret (-)
Hidung : hidung bagian luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), polip (-)
Mulut dan gigi: Sianosis (-), caries (-)
Leher :
JVP : 5-2 cmH2O
Trakea : deviasi trakea (-)
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Paru depan (dada)
Inspeksi : - Statis: simetris ki=ka, sikatrik (-), venektasi(-), spider navi (-)
- Dinamis: simetris ki=ka
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : hipersonor kiri dan kanan
Auskultasi : rhonki +/+ wheezing +/+
Jantung
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus teraba di linea mid klavikula sinistra RIC V
Perkusi : batas jantung atas RIC II, Kanan linea mid sternalis dekstra, dan kiri
linea mid klavikula sinistra RIC V
Auskultasi : irama teratur, bising (-)

5
Paru belakang (Punggung) :
Inspeksi : simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : hipersonor
Auskultasi : rhonki +/+, wheezing +/+
Punggung : nyeri kotok sudut CVA -/-, nyeri tekan -/-.
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), venektasi (-), sikatrik (-).
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri epigastrium (-), ballotement -/-.
Perkusi : tympani
Askultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak diperiksa
Ektremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, clubbing finger (-)

Laboratorium
Hb 12,2 gr/Dl
Leukosit 10.700/mm3
Trombosit 333.000 /mm3
Ht 35,8 %
Kesan : leukositosis
SGOT 28 U/L
SGPT 32 U/L
Ureum 20 mg/dl
Kreatinin 0,59 mg/dl
Asam urat 3,63 mg/dl
Kolesterol 123 mg/dl
Glukosa daeah sewaktu 108,7 mg/dl
Kesan : kreatinin menurun

6
Rontgen Thorax

Trakea ditengah
Jantung tidak membesar
Aorta dan mediastinum superior tidak
melebar
Kedua hilus tidak melebar
Tampak infiltrate di kedua lapangan paru
Diafragma datar, sudut kostofrenikus
lancip
Tulang-tulang intak, sela iga melebar.
Kesan : PPOK

EKG

Kesan : sinus ritme HR 80x/i

7
3. ASSESSMENT
Pasien didiagnosis dengan PPOK eksaserbasi akut
4. TATALAKSANA
- O2 2-4 liter
- Nebu ventolin + pulmicort 4x1
- Metilprednisolon inj 1 x 62,5 mg
- N Asetisistein tab 2 x 1
- Ceftriakson inj 2 x 1 gr
- Paracetamol 3 x 500 mg
-
5. PEMBAHASAN
I. PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
1.1 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah suatu penyakit yang sering di jumpai,
dapat dicegah dan dapat diobati dengan karakteristik adanya gejala respiratorik menetap dan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran
udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang beracun/berbahaya.1,2
1.2 Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di
Amerika Serikat dan merupakan penyebab kematian keempat di negara ini. Pasien biasanya
memiliki gejala bronkitis kronis dan emfisema, tetapi trias klasik juga termasuk asma.
Sebagian besar waktu COPD adalah sekunder akibat penyalahgunaan tembakau, meskipun
cystic fibrosis, kekurangan antitrypsin alpha-1, bronkiektasis, dan beberapa bentuk langka
penyakit paru-paru bullous mungkin juga menjadi penyebabnya. 3,4
Di Amerika Serikat, pada perokok, dua pertiga pria dan seperempat wanita mengalami
emfisema saat kematian. Secara keseluruhan, 6,3% dari populasi orang dewasa AS telah
diberitahu oleh petugas layanan kesehatan bahwa mereka memiliki penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), atau sekitar 15 juta orang. Perlu dicatat bahwa masih banyak yang belum
pernah didiagnosis secara formal. Pria lebih cenderung mengalami PPOK daripada wanita,
serta PPOK terjadi terutama pada individu yang lebih tua dari 40 tahun. 3,4

8
1.3 Faktor Resiko5
 Asap rokok
 Polusi udara
 Polusi di dalam ruangan
 Asap rokok
 Asap kompor
 Polusi di luar ruangan
 Gas buang kendaraan bermotor
 Debu jalanan
 Polusi tempat kerja (bahan kimia,zat iritasi,gas beracun)
 Gen
Factor resico genetic yang paling sering terjadi adalah α-1 antitrypsin sebagai
inhibitor dari protease serin.
1.4 Patogenesis
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap rokok
atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor
kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil.1 Kemudian, makrofag dan
neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Protease
sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya antiprotease
terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap
perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide,
radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran
antiprotease.6
Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi
mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel,
menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis, proses
inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis.
Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang dimediasi protease menyebabkan
emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru
dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil

9
non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan
timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK.5
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang
terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2
rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi
dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd),
menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk
mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan
untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini
gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.5
1.5 Klasifikasi5
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi
atas 4 derajat :
a. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut
mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
b. Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 <
80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien
biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
c. Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 /
KVP < 70%; 30% < VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,
penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas
hidup pasien.
d. Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%
prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan
gagal jantung kanan.
1.6 Gejala Klinis2

10
a. Sesak, tanda kardinal dari PPOK. Pasien biasanya menggambarkan gejal berupa
peningkatan usaha bernafas, dada terasa berat, kesusahn menghirup udara, dan terengah-
engah.
b. Batuk. Batuk kronik merupakan gejala utama dari PPOK. Batuk dapat terus-menerus atau
tidak produktif.Biasanya merupakan akibat dari merokok atau paparan lingkungan.
c. Produksi sputum yang kronik
d. Gejala tambahan berupa lelah,penurunan berat badan dan anoreksia
1.7 Diagnosis5
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas
dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti
pada tabel berikut :
Tabel 1. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK

Gejala Keterangan

Sesak Progresif (sesak bertambah berat


seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa “perlu usaha
untuk bernapas”
Berat, sukar bernapas, terengah-engah

Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak


berdahak

Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat


mengindikasikan PPOK

Riwayat terpajan factor resiko Asap rokok


Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur

11
a. Anamnesis:
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
- Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
-

12
- Gejala bronchitis (Blue Bloater)
o Sesak nafas pada saat istirahat, yang memburuk dengan aktivitas ringan
o Batuk berdahak terutama pada pagi hari
o Mengi ketika saat bernafas
o Kelihatan lelah
o Obesitas
- Gejala Emfisema (pink puffer)
o Sesak nafas
o Batuk dengan atau tanpa dahak
o Kelelahan
o Penurunan berat badan
o Cachexia
- Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
- Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
- Auskultasi

13
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
c. Penunjang Penunjang
a. Pemeriksaan rutin:
- . Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK
dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan
sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan
< 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
 Darah rutin
 Radiologi
- Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
- Pada emfisema terlihat gambaran :
o Hiperinflasi
o Hiperlusen
o Ruang retrosternal melebar
o Diafragma mendatar
o Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
 Pada bronkitis kronik

14
o Normal
o Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran
diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan
cortakan ke distal.

Normal Hyperinflation

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


 Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
 Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
 Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktivitas bronkus derajat ringan.

15
 Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
 Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
 Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
 Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
 Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
 Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut
pada penderita PPOK di Indonesia.
 Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat penyakit
yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

16
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak
atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).
1.8 Diagnosis Banding
 Asma
 Gagal jantung kongestif
 Bronkiektasis
 Tuberkulosis
 Bronkiolitis

1.9 Tatalaksana
Tujuan dari manajemen PPOK adalah untuk meningkatkan status fungsional pasien
dan kualitas hidup dengan menjaga fungsi paru-paru yang optimal, menurunkan gejala,
menurunkan kematian,mencegah dan menangani komplikasi dan mencegah kekambuhan
eksaserbasi. Setelah diagnosis PPOK ditegakkan, penting untuk memberitahu pasien tentang
penyakit dan untuk mendorong partisipasi aktif dalam terapi.
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
a. Edukasi
b. Berhenti merokok
c. Obat – obatan
d. Rehabilitasi
e. Terapi oksigen
f. Ventilasi mekanis
g. Nutrisi
 Edukasi
Secara Umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
 Pengetahuan dasar tentang PPOK
 Obat – obatan, manfaat dan efek sampingnya
 Cara pencegahan perburukan penyakit
 Menghindari pencetus
 Berhenti merokok

17
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi
risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.
 Obat – obatan
- Bronkodilator
Macam – macam bronkodilator ;
o Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping bronkodilator juga mengurangi
sekresi mucus.
o Golongan agonis β-2
Bentuk inhaler digunakan untuk menatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebaai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
o Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2
Kombinasi kedua obat golongan ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi
lebih sederhana dan mudah digunakan.
o Golongan xantin
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak, bentuk suntikan bolus atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi akut.
o Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
o Antibiotic
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk lini pertama
adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan
dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.

18
o Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Digunakan N-
asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan
sebagai pemberian yang rutin.
o Mukolitik (pengencer dahak)
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak
dianjurkan untuk pemakaian jangka panjang.
o Antitusif
Diberikan dengan hati-hati

 Rehabilitasi PPOK 7
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan dan
memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Pasien yan dimasukkan ke dalam program
rehabilitasi adalah mereka yan tlah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualitas hidup yang menurun
 Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang mengakibatkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ-organ lainnya.
- Manfaat Oksigen :
1. Mengurangi sesak
2. Memperbaiki aktivitas
3. Mengurangi hipertensi pulmoner
4. Mengurangi vasokontriksi
5. Mengurangi hematokrit
6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7. Meningkatkan kualitas hidup

19
- Indikasi :
1. Pa02 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90 %
2. PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai korpulmonale, perubahan P
pumonal, Ht > 55 % dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, dan penyakit
paru.
- Macam terapi oksigen :.
1. Pemberian oksigen jangka panjang
2. Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
 Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, atau
pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau tanpa intubasi..

 Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapnia
menyebabkan terjadinya hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas
PPOK karena berkolaborasi dengan derajat penurunan faal paru dan perubahan analisis gas
darah.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit
oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada
PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
 Penurunan berat badan
 Kadar albumin darah
 Antropometri

20
Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK, baik kelebihan
dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah. Kira – kira 25% dari pasien PPOK derajat
II sampai IV menunjukkan penurunan baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas.
 Terapi Pembedahan 1,7
Bertujuan untuk :
- Memperbaiki faal paru
- Memperbaiki mekanik paru
- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
- Memperbaiki kualitas hidup
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
- Bulektomi
- Bedah reduki volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery
- Transplantasi paru
Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan dengan kondisi sebelunya. Eksaserbasi
dapat disebabkan infeksi atau factor lainnya seperti polusi udara, kelelahan, atau timbulnya
komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
 Sesak bertambah
 Produksi sputum meningkat
 Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)
a. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator nebulizer, oksigen
selama aktivitas dan tidur, mukolitik, ekspektoran.
b. Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
Bronkodilator: inhalasi agonis β2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada
eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)
Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

21
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik
2.10 Pencegahan 7
- Hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran napas berulang
2.11 Prognosis5
Makin cepat diagnosis bisa ditegakkan, maka prognosis penderita baik, dengan catatan
etiologinya bisa di hilangkan. Bila etiologi tidak dapat disinggirkan, maka penderita bukan
hanya mendapatkan kekambuhan, tetapi juga perjalanan penyakitnya akan melaju terus
menerus dengan pesat. Semakin lambat diagnosis ditegakkan, maka makin jelek prognosis
penderita. Hal ini di akibatkan sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya
kerusakan silia secara irreversible dan semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan. Kalau
penderita tidak meninggal karena kegagalan pernapasan, maka sebab kematian yang lain
adalah karena salah satu atau lebih komplikasi yang dapat timbul setiap saat.

22

Anda mungkin juga menyukai