Anda di halaman 1dari 4

BAB 4

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang perempuan berusia 39 tahun datang ke Poli Mata


RSUP Dr. M Djamil Padang pada tanggal 14 Januari 2019 dengan diagnosis
Uveitik Glaukoma Bilateral. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik pada mata, serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan penglihatan kedua mata kabur
sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan kedua mata merah dan terasa
nyeri terutama saat dibuka lebar dan melihat cahaya. Kedua mata pasien terasa
berat dan lelah serta ada rasa mengganjal di bola mata. Keluhan ini juga disertai
sakit kepala. Pasien juga merasa penglihatannya berkunang-kunang. Keluhan ini
tidak disertai mual, muntah, maupun demam. Sebelumnya, pasien dikenal dengan
riwayat Panuveitis ODS ec Vogt Koyanagi Harada syndrome. Pasien sudah
berobat kurang lebih sejak 4 bulan yang lalu, dengan riwayat konsumsi steroid
oral sejak lebih kurang 2 bulan ini. Selain itu, pasien juga dikenal pernah
menderita penyakit asam urat serta hipertensi yang diketahui hanya ketika pasien
di rawat di bangsal mata RSUP dr. M. Djamil Padang.
Pasien sebelumnya pernah dirawat di bangsal mata RSUP dr. M. Djamil
Padang sebanyak 2 kali rawatan dengan diagnosis utama Panuveitis ODS ec Vogt
Koyanagi Harada syndrome dengan diagnosis komorbid Glaukoma Sekunder
ODS dan Ablasio Retina Eksudatif ODS. Pasien dirawat pertama kali pada bulan
September 2018 dengan rujukan dari RSUD Sijunjung selama 15 hari. Pada saat
rawatan pertama ini pasien sempat tidak dapat melihat sama sekali selama 1
bulan, disertai keluhan telinga berdenging, dan mual muntah. Kemudian pasien
kembali dirawat pada bulan November 2018 selama 1 minggu. Pasien
mendapatkan injeksi Triamsinolon Intravitreal dan subkonjunctiva.
Kaburnya penglihatan kedua mata dapat disebabkan oleh glaukoma, uveitis,
atau komplikasi yang terkait dengan uveitis. Namun sulit diketahui penyebab pasti
kaburnya penglihatan ini. Peningkatan tekanan intraokuler pada uveitik glaukoma
dapat menyebabkan rusaknya saraf penglihatan (cupping glaucomatocous) dan
terganggunya secara bertahap penglihatan perifer hingga ke sentral. Kedua mata
memerah disebabkan kongesti pembuluh darah episkleral dan konjunctiva. Infeksi
yang kronis pada Panuveitis ODS pasien menyebabkan proses inflamasi
berlangsung terus-menerus. Inflamasi ini dapat terjadi pada trabekular meshwork
sendiri (trabekulitis) atau sel-sel radang, debris dan eksudat akibat proses
inflamasi yang menyumbat jalur keluarnya cairan sehingga meningkatkan tekanan
intraokuler akibat cairan yang terperangkap dan tidak bisa keluar.
Kedua mata pasien terasa nyeri, berat dan lelah akibat proses inflamasi dan
peningkatan tekanan intraokuler mata. Nyeri sering ditemukan pada iridosiklitis
akut. Beberapa pasien dengan peningkatan TIO yang nyata sering mengalami
nyeri mata yang parah terkait dengan edema kornea. Nyeri mata juga terkait
dengan peningkatan TIO sering menjalar ke alis pada sisi yang terkena. Keluhan
ini juga disertai nyeri kepala diikuti mual muntah akibat nyeri dapat merangsang
refleks vagus pasien. Pada beberapa pasien terkadang keluhan nyeri okuler dan
nyeri kepala ini juga disertai keluhan nyeri telinga atau telinga berdengung
mungkin terkait percabangan saraf kranial. Saraf kranial ke V (Nervus
Trigeminus) cabang pertama (Nervus Ophtalmika) akan menuju cavum orbita dan
memiliki 3 cabang yakni frontal, lakrimal dan nasosiliar. Saraf kranial ke V
cabang ke 2 (maksila) akan melepaskan cabang Nervus Zigomaticus yang
kemudian bercabang 2 ke temporal dan fasial.
Nyeri pada kedua mata dapat juga disebabkan mekanisme infeksi yang
mengenai sel-sel saraf nyeri pada kedua mata pasien, yakni rangsangan pada saraf
nyeri (ujung saraf bebas) di palpebra. Pada kornea terdapat cabang saraf kranial
yaitu nervus V.1 (nervus trigeminus). Saraf ini merupakan saraf sensorik yang
sensitif terhadap rangsangan nyeri apabila kornea disentuh atau adanya gangguan
pada kornea. Kerusakan epitel pada kornea selalu menimbulkan nyeri yang tajam
dan superfisial.
Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lapangan pandang untuk
menilai defek lapang pandang, pemeriksaan slit lamp untuk untuk menentukan
kedalaman COA dan iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior,
dan pemeriksaan funduskopi untuk menilai segmen posterior secara langsung atau
tidak langsung. Pada pemeriksaan slitlamp pasien ini ditemukan COA dengan Van
Herric grade 2, dengan ratio ketebalan COA dan kedalaman kornea 1 : 4
(glaukoma sudut tertutup). Pada funduskopi pasien ini ditemukan gambaran yang
hiperemis, dengan media, makula, papil nervus optikus sulit dnilai. Pemeriksaan
gonioskopi juga harus dilakukan untuk mengetahui adanya anterior perifer
synechia serta memastikan jenis glaukoma yang terjadi apakah closed-angle atau
open-angle. Pada pasien ini diduga Panuveitis ODS ec VKH Syndrome, biasanya
diikuti rotasi badan siliar dan terlepasnya badan siliar serta efusi sehingga akan
menunjukan tampilan glaukoma sudut tertutup. Pada pasien juga dilakukan
pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan penunjang lain baik yang invasif dan
non invasif sesuai kebutuhan pasien. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan
tekanan intra okuler secara palpasi yang didapatkan meningkat dan dengan
menggunakan tonometri juga meningkat signifikan dari tekanan intraokuler
normal (kanan : 72 mmHg, kiri : 56 mmHg).
Pengobatan uveitis bertujuan mengendalikan peradangan intraocular dan
normalisasi tekanan intraokular. Secara umum, pengobatan dimulai dengan
kontrol peradangan mata, yang itu sendiri dapat menormalkan IOP. Terapi medis
dan bedah mungkin diperlukan ketika TIO tidak menanggapi anti-inflamasi terapi.
Sejumlah faktor mempengaruhi manajemen peningkatan TIO pada uveitis
termasuk mekanisme anatomi peningkatan TIO, tingkat kerusakan saraf optik,
respons terhadap steroid dan seterusnya. Pasien dapat dirawat di bangsal mata
RSUP Dr M Djamil Padang untuk meredakan proses infeksi yang berlangsung,
namun tujuan utama rawat inap pasien adalah persiapan operasi.
Pada pasien, diberika obat untuk meredakan gejalanya dan untuk persiapan
opersi. Pasien mendapatkan timol eye drop yang merupakan obat golongan beta
bloker non selective. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi produksi aqueous
humor tanpa mengubah ukuran pupil. B-blocker non-selektif, seperti timolol ini,
tetap menjadi terapi lini pertama pada pasien yang tidak memiliki kontraindikasi
sistemik. Penggunaan obat ini kontraindikasi pada pasien dengan gangguan
asthma, gangguan irama jantung dan reaksi hipersensitivitas. Timolol dapat
diberikan 2 kali sehari, biasanya setiap 12 jam.
Pada pasien ini perlu dilakukan persiapan operasi dengan memberikan obat
anti inflmasi. Obat anti inflmasi, selain untuk persiapan juga untuk mencegah
terjadinya konsekuensi yang tidak dapat diubah uveitis, seperti sinechia anterior
posterior dan perifer, membran pupillary atau kerusakan trabecular meshwork.
Obat anti inflamasi yang dapat diberikan bisa dari golongan steroid dan NSAIDs
ataupun kombinasinya keduanya.
Pasien ini mendapat satu jenis obat anti inflmasi steroid. Hal ini dilakukan
sebagai salah satu tindakan medikamentosa dalam mempersiapan keadaan mata
setenang mungkin sebelum operasi. Menurut penelitian, seminggu sebelum
dilakukan operasi, pasien bisa diberikan prednisolon 40 mg sekali sehari dan
prednisolone topical 1% setiap jam untuk mencegah perburukan dari uveitis.
Namun, pasien ini disertai dengan glaucoama sehingga penggunaan steroid
sebaiknya seminimal mungkin yang masih memberikan efek anti peradangan.
Steroid telah diketahui dapat meneybabkan peningkatan tekanan intraocular,
sehingga evaluasi tekanan intraocular pasien tetap perlu dipantau. Hal ini penting,
selain untuk evaluasi terapi juga untuk mengetahui apakah tekanan intraocular
yang meninggi disebabkan karena obat tersebut atau karena penyakit dasar.
Sebagai kombinasi steroid untuk memaksimalkan efek anti inflamasinya,
pada pasien ini diberikan NSAIDs berupa natrium diklofenak tetes mata. Selain
untuk meredakan inflmasi, obatini dapat meredakan gejala nyeri yang dialami
pasien. Obat ini juga memiliki efek samping berupa gangguan hemostasis.
Untuk mempercepat penurunan tekanan tekanan bola mata, pasien juga
diberikan azetazolamide, suatu inhibitor carbonia anhydrase. Obat ini cukup bagus
untuk menurunkan tekanan bola mata dengan cepat. Aspar K diberikan untuk
nutrisi dan mencegah kelelahan. Obat sebenarnya digunakan untuk mencegah
kehilangan kalium yang banyak yang disebabkan oleh penggunaan azetazolamide.

Anda mungkin juga menyukai