Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Mata merupakan salah satu organ yang termasuk dalam sistem indera.
Mata memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia, terutama untuk
menerima stimulus dari luar. dalam kehidupan sehari-hari mata memiliki peranan
primer, seperti membaca, mengenal dan lain sebagainya. Peranan yang begitu
penting membuat kesehatan mata perlu di jaga dengan baik. Namun, karena dari
segi faktor anatomi mata merupakan salah satu organ yang secara langsung
terpapar dengan dunia luar, maka tidak sedikit penyakit yang mengenai mata.
Episkleritis merupakansalah satu penyakit atau gangguan mengenai organ mata,
utamanya jaringan episklera.1,2
Episkleritis adalah peradangan lokal jaringan ikat vaskuler yang terletak
diantara konjungtiva dan sklera. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit mata
yang umum terjadi dan sering berulang. Walaupun demikian, penyakit ini
termasuk penyakit yang benign, dan bisa sembuh sendiri. Keluhan yang dialami
pasien bisanya berupa mata merah, terasa kering, dan adanya nyeri serta rasa yang
mengganjal di mata.1,3,4
Pada kebanyakan kasus, penyebab peradangan ini tidak diketahui, namun
beberapa keadaan gangguan sistemik dihubungkan dengan penyakit ini, seperti
rheumatoid arthritis, lupus erimatosus sistemik, dan tuberkulosis. Penyakit ini
lebih sering mengenai perempuan daripada laki-laki, perempuan tiga kali lebih
rentan menderita penyakit ini.1,3
Episkleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani
dengan baik. Beberapa komplikasi yang dapat timbul karena episkleritis berupa
keratitis, uveitis, glaukoma, granuloma sub retina, ablasio retina eksudatif,
proptosis, katarak dan hipermetropia. Untuk mencegah komplikasi pada
episkleritis diperlukan diagnosis yang tepat dan penanganan yang adekuat.1,5
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Clinical Science Session ini adalah untuk mengetahui
anatomi mata, fisiologi drainase aquos humor, definisi, epidemiologi, klasifikasi,

1
etiologi, patogenesis, gejala klinik, diagnosis, dan penatalaksanaan dari
episkleritis.

1.3 Metode Penulisan


Metode penulisan Clinical Science Session ini adalah dengan studi

kepustakaan dengan merujuk pada berbagai literatur.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan Clinical Science Session ini adalah untuk menambah
pengetahuan mengenai episklertis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Anatomi dan Fisiologi Episklera


Kata sklera berasal dari bahasa yunani yang berarti lapisan yang kuat. Sklera
bertanggung jawab sebesar 90% sebagai lapisan luar bola mata yang berawal dari
limbus dan berakhir di optic canal. Sklera memiliki bagian paling tebal di bagian
posterior bola mata (1mm), kemudian di limbus (0,8mm) dan paling tipis di depan,
tepatnya di insersi otot ekstraocular (0,3mm). Sklera merupakan jaringan ikat kuat
yang berfungsi untuk menjaga isi bola mata dan mempertahankan bentuk bulat bola
mata.4

Gambar 2.1 Anatomi Sklera


Sklera manusia berwarna putih. Warna putih dari sklera disebabkan karena
adanya penghamburan semua berkas cahaya oleh adanya kumpulan serat jaringan
kolagen yang ada di sklera. Pada anak-anak, sklera akan tampak kebiru-biruan. Hal
tersebut diakibatkan oleh masih tipisnya jaringan sklera yang mengakibatkan bisa
terlihatnya jaringan koroid yang berada di bawahnya. Pada orang tua, sklera akan
tampak berwarna kekuningan yang disebabkan oleh deposit jaringan lemak.4,9

3
Gambar 2.2 Ketebalan episklera
2.1.1 Struktur sklera dan vascularisasi
Sklera kaya dengan saraf. Saraf ciliary posterior memasuki sclera di dekat
saraf optik. Bagian anterior sklera terutama dipersarafi oleh dua saraf ciliary posterior
panjang dan bagian posterior menerima pasokan saraf dari banyak saraf ciliary
posterior pendek. Secara anatomi, sklera dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu
episklera, sklera stroma dan lamina fusca.4,9

1. Eplisklera
Episklera merupakan lapisan terluar dari sklera dan terdiri dari jaringan ikat
longgar yang terletak dibawah kapsul tenon. Episklera kaya kan suplay darah
yang berasal dari arteri siliaris anterior yang memperdarahi bagian anterior
dan arteri siliaris posterior yang mensuplai bagian posterior. yang membentuk
pleksus. Episklera juga memiliki 2 lapisan yaitu, lapisan parietal dan visceral.
Kedua lapisan tersebut diagbungkan menjadi satu oleh serat jaringan yang
tipis. Lapisan parietal mendapat vaskularisasi dari pleksus kapiler episklera
yang memiliki….di bagian anterior, episklera akan bertemu dan bercampur
dengan jaringan subkonjungtiva dan kapsul tenon sekitar 1-3 mm jari limbus.

4
Gambar 2.3 Vaskularisasi & Persyarafan Sklera
2. Sklera proper
Sklera proper atau yang disebut juga sklera stroma adalah jaringan bagian
tengah dari sklera. Bagian yang disebut juga substansia propia ini secara
ultrastruktur terdiri atas serat kolagen, serabut elastic, fibroblast dan lapisan
dasar. Lapisan dasar ini tersusun atas proteoglikan dan gklikoprotein. Serat
kolagen dari sklera ini memiliki ukuran yang berbeda dan susunan yang tidak
tertut. Hal tersebut mengakibatkan sklera tersebut tidak transparan seperti
kornea. Perbedaan ukuran serat kolagen tersebut akan lebih tampak pada
bagian pertengahan sklera dengan ukuran diameter 50-400nm. Fibroblast
memegang peranan penting dalam mensintesis dan menyusun proteoglikan,
glikoprotein dan kolagen.
3. Lamina Fusca
Lamina fusca merupakan bagian terdalam dari sklera. Salah satu ciri khasnya
adalah adanya sel melanosit dalam jumlah yang banyak, kebanyakan berasal
dari jaringan koroid. Jaringan ini merupakan jaringan ikat longgar yang
dipisahkan dari koroid oleh sebuah ruang yang disebut suprachoroideal space.

5
Gambar 2.4 Histologi Susunan Sklera
2.1.2 Apartura Sklera9
Sklera dilalui oleh beberapa pintu masuk atau apartura yang berfungsi
untuk masuknya pembuluh darah dan nervus. Di bawah ini akan di bahsa
beberapa apartura dari sklera
1. Apartura Sklera Posterior
Sklera posterior dilalui oleh berbagai macam struktur. Foramen sklera
posterior merupakan salah satu pintu belakang sklera yang dilalui oleh nervus
optikus, tepat 3 mm ke medial dan 1 mm ke superior. Pada tempat tersebut,
nervus optikus keluar dan sklera bergabung dengan duramater dan
subarachnoid yang selanjutnya akan membungkus nervus optikus. Sklera juga
ditembus oleh arteri dan vena .

2. Apartura sklera tengah


Apartura ini merupakan pintu bagi 4 vena vortex. Vortex vein merupakan
vena yang mengalirkan darah dari iris, koroid dan badan siliar
3. Apartura sklera anterior
Apartura ini letaknya berdekatan dengan insersi otot rektus, dan berfungsi
untuk jalan masuknya arteri siliaris anterior.
2.2 Definisi dan Epidemiologi
Episkleritis adalah peradangan lokal jaringan ikat vaskuler yang terletak
diantara konjungtiva dan sklera. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit mata
6
yang umum terjadi dan sering berulang. Walaupun demikian, penyakit ini
termasuk penyakit yang benign, dan bisa sembuh sendiri. Penelitian di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa skleritis dan episkleritis merupakan penyakit yang
jarang dijumpai. Insiden penyakit sangat sulit ditemukan. Prevalensi skleritis
diperkirakan mencapai 6 kasus dari 10.000 populasi, 94% diantaranya dengan
skleritis anterior dan 6% adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada
penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau
bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung sekali
atau kambuh-kambuhan. Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada
geografis maupun ras. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan
perbandingan 3 : 1. 6,7,8
2.3 Etiologi
Penyebab paling banyak adalah idiophatik. Namun sebanyak 26-36% kasus
dihubungkan dengan adanya penyakit sistemik yang ada pada pasien. Penyakit
sistemik yang berhubungan dengan episkleritis anatara lain, penyakit jaringan
kolagen vaskuler ( rheumatoid arthritis, penyakit chorn, colitis ulcerative, lupus
erimatosus sistemik, ankylosing spondylitis), penyakit kulit ( rosacea, pyoderma),
penyakit metabolic ( gout), dan atopi.6,7,8
Penyakit kolagen vaskuler paling menjadi penyebab adalah rheumatoid
arthritis. Kegansan, seperti leukemia sel T dan lymphoma hodgyn juga dapat
berhubungan dengan kejadian episkleritis. Korpus alineum dan trauma kimia juga
dapat menjadi faktor predisposisi. Agen penyebab infeksi seperti bakteri, jamur
dan virus juga dapat dipertimbangkan sebagi penyebab. Beberapa infeksi seperti
penyakit Lyme, syphilis dan herpes juga dihubungkan dengan kejadian
episkleritis, walaupun lebih jarang dibandingkan dengan penyakit kolagen
vaskuler dan autoimun.6
2.4 Faktor Resiko
Menurut penelitian, wanita tiga kali lebih sering menderita episkleritis
dibandingkan dengan laki-laki. Namun, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa
anak laki lebih sering terkena daripada anak perempuan, walaupun kasus ini
7
jarang terjadi pada anak-anak. Sejauh ini, tidak ada faktor resiko yang spesifik,
namun keadaan sakit sistemik dapat dipertimbangkan sebagai faktor resiko
tambahan.
2.5 Patofisiologi
Sklera secara umum merupakan struktur yang relative avascular. Vascularisasi
yang rendah tersebut dapat dijelaskan dengan rendahnya kebutuhan metabolik
jaringan tersebut sehingga turn over kolagen dan sel-sel dari jaringan sklera
rendah. Skleritis lebih sering terjadi di bagian depan garis equator karena banyak
aliran pembuluh darah.6,9
Secara umum peradangan sklera dapat dibagi menjadi skleritis dan
episkleritis. Baik skleritis maupun episkleritis sering terjadi berungkali.
Episkleritis merupakan keadaan yang benign, self limiting disease. Skleritis
merupakan keadaan inflamasi yang berat dari jaringan sklera. Nyeri peradangan
yang hebat dari skleritis dicirikan dengan keadaan edema dan infiltrasi sel-sel
radang ke dalam sklera dan episklera. Jika tidak diobati dengan segera dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan.9
Patofisiologi terjadinya episkleritis masih belum sepenuhnya dipahami.
Respon inflamasi yanga ada terbatas lokal di bagian jaringan vascular episklera.
Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan bahwa terjadi inflamasi
nongronumatous dengan dilatasi pembuluh darah dan infiltrasi perivascular.
Proses inflamasi akut melibatkan aktivasi sel imun termasuk limposit dan
macrophage. Ketika teraktivasi, sel imun tersebut mengeluarkan mediator yang
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
perpindahan sel darah putih dan macrophage. Proses inflamasi tersebut akan
berhenti dengan sendirinya dan biasanya berkisar anatara 2-21 hari. Karena sklera
terutama tergantung pada episklera yang memberikan respons terhadap stimulus
inflamasi, skleritis hampir selalu disertai dengan episkleritis yang ada di atasnya.
Namun episkleritis biasanya tidak berhubungan dengan skleritis.6,9

8
Gambar 2.5 Sklera Dalam Keadaan Normal

Gambar 2.6 Episkleritis & Scleritis


2.6 Klasifikasi
Episkleritis dibagi menjadi dua:8
A. Episkleritis simple
Merupakan jenis yang paling umum dari episkleritis. Peradangan biasanya
ringan dan terjadi dengan cepat. Hanya berlangsung selama sekitar 7 sampai 10 hari
dan akan hilang sepenuhnya setelah dua sampai tiga minggu. Pasien dapat mengalami
serangan dari kondisi tersebut, biasanya setiap satu sampai tiga bulan. Penyebabnya
seringkali tidak diketahui.

9
Gambar 2.6. Episkleritis simpel

B. Episkleritis sekunder
Merupakan jenis yang lebih berbahaya dibandingkan episkleritis simpel dan
berlangsung lebih lama. Peradangan biasanya terbatas pada satu bagian mata saja dan
mungkin terdapat suatu daerah penonjolan atau benjolan pada permukaan mata. Ini
sering berkaitan dengan kondisi kesehatan, seperti rheumatoid arthritis, colitis dan
lupus.

Gambar 2.7. Episkleritis nodular

10
2.7 Tanda dan gejala Klinis
Episkleritis biasanya timbul mendadak dan dapat mengenai satu maupun
kedua mata, namun paling sering unilateral. Mata merah yang mendadak timbuk
biasanya bisa pada satu tempat maupun diffuse. Sebuah jaringan noduler yang
mengalami inflamasi dapat timbul pada sekitar 15-30% kasus, dan ketika itu ada,
maka kondisi tersebut dinamakan episkleritis noduler, namun ketika jaringan
noduler tersebut tidak ada maka dinamakan episkleritis diffuse. Pasien akan
sering mengeluhkan nyeri tekan diatas bagian yang terkena tetapi tidak ada
keluhan mata berair., fotofobia, atau penurunan tajam penglihatan.7,8
Kemungkinan dibutuhkan penentuan anatara skleritis dan episkleritis. Namun,
pasien dengan skleritis akan memeliki gejala yang lebih padah dan jelas, seperti
nyeri berat yang menjalar, fotofobia, mata berair, dan bisa disertai penurunan
tajam penglihatan. Klinis biasnaya kan memberikan satu tetes phenylephrine
2,5% pada mata yang terkena dan mengevaluasinya lagi setelah 10-15 menit. Jika
inflmasinya hanya pada jaringan episklera, maka mata merah akan hilang.
Pembuluh darah sklera biasanya tidak akan kembali normal warnanya jika
diberikan phenylephrine, dan mata akan tetap tampak hiperemis/kemerahan.7
Pasien dengan episkleritis akut biasanya disertai dengan adanya penyakit pada
permukaan mata. Rasacia ocular merupakan salah satu penyakit yang paling
sering, bersama dengan penyakit lainnya seperti keratokonjungtivitis sica, dan
keratojongjungtivitis atopi. Penilaian sistemik harus dilakukan dan terutama jika
pasien memiliki riwayat menderit penyakit sendi, otot atau kelemahan, bercak-
bercak di kulit, psoriasis, diarrhea, ulkus oral atau genital, riwayat
penyalahgunaan obat ataupun penyakit menular seksual. Gejala klinis yang
bersifat subjektif dan sering dikeluhkan pada pasien episkleritis meliputi : 2,5,6,7

 Sakit mata dengan rasa nyeri ringan


 Mata kering
 Mata merah pada bagian putih mata
 Kepekaan terhadap cahaya

11
 Tidak mempengaruhi visus
Selain gejala diatas dapat juga dijumpai gejala objektif seperti :2,4,5,6
 Kelopak mata bengkak
 Konjungtiva bulbi kemosis disertai dengan pelebaran pembuluh
darah episklera dan konjungtiva
 Bila sudah sembuh, warna sklera akan berubah menjadi kebiru-
kebiruan
 Pemeriksaan mata memperlihatkan hyperemia lokal sehingga bola
mata tampak berwarna merah atau keunguan yang menunjukkan
pembuluh darah episklera yang melebar
 Pembuluh darah episklera dapat mengecil bila diberikan fenilefrin
2,5%
2.8 Diagnosis
Penegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis untuk menanyakan beberapa
gejala-gejala yang dialami pasien, menanyakan riwayat penyakit sistemik
sebelumnya pada pasien, melakukan pemeriksaan pada mata pasien, serta
dilakukan pemeriksaan fisik pasien bila dicurigai penyebabnya terkait penyakit
sistemik.
Pemeriksaan lebih lanjut seperti melakukan beberapa tes lebih lanjut, seperti
tes darah, untuk mengetahui apakah episkleritis terkait dengan penyakit sistemik
lain yang mendasarinya. 2,6,7,8
a) Anamnesis2,5,7,9
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan
penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun
riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh.
Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan dapat
terjadi penurunan ketajaman penglihatan, tanda primernya adalah mata merah.
Nyeri adalah gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya
inflamasi yang aktif. Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung
saraf akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa
12
berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun
sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan
penggunaan obat analgetik.
Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret mukopurulen.
Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh perluasan dari skleritis
ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang menjadi keratitis, uveitis,
katarak dan fundus yang abnormal.
B. Pemeriksaan oftalmologi
1. Inspeksi
Sklera bisa terlihat merah keniruan atau keunguan yang difus. Setelah
serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen
juga dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan
coklat yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif mengindikasikan adanya proses
nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa menjadi avaskular
yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang dikelilingi lingkaran coklat
kehitaman. Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan
granulasi meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis di konjungtiva.
2. Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan episklera dengan
beberapa bendungan jaringan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi
anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan
sklera edema. Pada skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan
superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam
episklera.
3. Optical Coherence Tomography (OCT)
Pemeriksaan ini dapat bermanfaat terutama dalam memantau perkembangan
dan keberhasilan terapi. 8

13
C. Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan pemeriksaan
fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau menyingkirkan
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis. Adapun pemeriksaan
laboratorium tersebut meliputi :
• Hitung darah lengkap dan laju endap darah
• Kadar komplemen serum (C3)
• Kompleks imun serum
• Faktor rematoid serum

2.8 Diagnosis Banding


Kejadian kesalahan dalam diagnosis maupun diagnosis yang terlambat
biasanya jarang terjadi. Diagnosis banding termasuk kelainan mata yang memiliki
kemiripan dengan gejala dan tanda episkleritis seperti mata merah, terutama tanpa
keluhan penurunan fungsi penglihatan. Mata merah yang berkaitan dengan
penggunaan lensa kontak merupakan salah satu kondisi yang memiliki kemiripan
dalam gambaran klinisnya namun memiliki riwayat dan ciri khas penyakit sendiri
sehingga kecil kemungkinan terjadi kesalahan dalam diagnosisnya. Pada pasien
dengan mata merah yang berhubungan dengan penggunaan lensa biasanya
memiliki riwayat menggunAkan lensa ketika tidue dan gejala akan timbul berupa
nyeri unilateral, photofobia dan epifora tanpa gangguan tajam penglihatan.
Konjuntiva dan kornea biasanya akan tampak tnada-tanda inflamasi termasuk
infiltrate kornea dan oedem kornea serta iritis jika sudah parah.7
Keadaan kedua yang berkemungkina menjadi diagnosis banding adalah
konjungtivitis akut. Kongjungtivitis merupakan istilah yang luas termasuk
kongtivitis virus, bakteri, alergi, maupun atopi dan toksin. Kongjungtivitis
biasanya berupa mata merah yang muncul tiba-tiba disertai discharge, fotofobia,
gatal/rasa terbakar dan seperti bengkan pada kelopak mata.1,3,7

14
Iritis merupakan kondisi lain yang awalnya mungkin memiliki gejalaklinis
yang sama dengan episkleritis namun dengan pemeriksanan yang spesifik
membuatnya mudah dibadakan. Pasien dnegan iritis akan memiliki gejal berupa
nyeri akut, mata kemerahan, fotofobia dan mata berair. Tanda yang tampak pada
pasien iritis yang mebedakan dari episkleritis adalah adanya presipitat pada
kornea dan flare di kamera okuli anterior.7
Skleritis merupakan diferensial diagnosis paling penting dari episkleritis. Hal
itu karena tatalaksana skleritis lebih agresive dan dapat memengaruhi diagnosis
dan komplikasi. Pasien dengan skleritis akan mengeluhkan mata kemerahan yang
timbul semakin memburuk, nyeri, mata berair, fotofobia, dan dapat disetai
penurunan tajam penglihatan. Pasien merasa nyeri yang tajam yang menjalar dari
mata dan mata akan lebih tampak merah keunguan. Mata merah tidak akan hilang
dengan diberikan obat tetes phenylephrine. Selain itu, pada skleritis juga dapat
mengenai kornea sehingga bisa terjadi keratitis stroma. Dari segi penyakit yang
menyertai, lebih dari 50% pasien skleritis memiliki penyakit autoimmune yang
berhubungan dengan penyakit autoimmune jaringan ikat kolagen maupun
vasculitis. Dalam hal terapi, baik episkleritis maupun skleritis memiliki terapi
yang hampir sama, yaitu pemberian kortikosteroid topical dan NSAID, namun
kadang skleritis kadang memerlukan pemberian steroid oral dan atau injeksi
subkonjugtiva. Pada kasus yang berat, mungkin butuh pemberian
immunosuppressant dengan efek yang luas seperti azatriopin, dan metrotreksat.7
2.10 Managemen
Pada kebanyakan kasus, episkleritis bersifat sedang, sementara dan akan
sembuh dengan sendiri dalam waktu 2 sampai 21 hari. Pemberian air mata buatan
sebanyak 4 kali sehari sering direkomendasikan. Beberapa pasien mungkin
memerlukan tindak lanjut tatalaksana yang berbeda tergantung dari keparahannya.
Beberapa tindak lanjut yang sering dilakukan pada pasien tersebut adalah
pemberian steroid topical berkekuatan sedang seperti fluorometholone 0.1% or
loteprednol etabonate 0.5% yang diberikan 4 kali sehari selama 1-2 minggu
kemudian dilakukan penurunan dosis. Walaupun resiko terjadinya peningkatan
15
tekanan okluar akibat pemakaian kortikosteroid efek sedang jarang terjadi, pasien
tetap perlu dilakukan pemantauan kembali 1-2 minggu setelah pemberian steroid
untuk memantau tekanan intraocular dan proses penyembuhan episkleritisnya.
Jika denga pemberian steroid tersebut, inflamasi episklera tidak membaik, klinisi
mungkin perlu memberikan steroid lainnya dengan efek antiinflamsi yang lebih
kuat seperti prednisolone acetate 1% empat kali sehari. Selain efek anti
inlamasinya yang lebih kuat juga, prednisolone acetate 1% juga berkaitan dengan
efek terjadinya peningkatan tekanan intraocular yang lebih besar. Secara umum,
inflamasi yang terjadi pada episkleritis tidak terlalu parah untuk membenarkan
pemakaian difluprednate 0.05% ataupun steroid oral. Pemakaian steroid topikal
dapat menyebabkan katarak subcapsular dan kerentanan terjadinya infeksi mata,
sehingga pemberian steroid topical harus dengan pertimbangan yang matang.
1,3,7,8

NSAIDs oral seperti ibuprofen atau naproxen dapat digunakan sebagai


alternative jika steroid topical tidak cukup adekuat untuk mengatasi inflmasi.
Selain sebagai antinflamsi, obat tersebut juga dapat meredakan nyeri. Dosis
ibuprofen yang dianjurkan adalah 200-600 mg 3-4 kali sehari, sedangakan dosis
naproxen 250-500 mg 2 kali sehari selama 2 minggu. Penggunaan NSAIDs oral
harus diperhatikan karena dapat menyebabkan ulkus gaster, dan sebaiknya
diberikan bersama dengan antasida seperti omeprazole 20 mg sehari atau
ranitidine 150 mg 2 kali sehari.7
NSAIDs topical seperti diklofenak 0,1% dan ketorolac 0,5% terbatas
pengunaannya., namun beberapa klinisi sering meresepkan obat tersebut sebagai
alternative steroid. NSAIDs topical dapat menredakan nyeri sedang dan inflamasi
yang berkaitan dengan episkleritis tanpa memengaruhi tekanan intraocular.
Beberapa obat diklofenak generic 0,1% yang lama dikaitkan dengan perlunakan
kornea dan ketorolac 0,5% diketahui dapat menyebabkna rsensasi menyengat dan
terbakar saat diberikan. Tanpa pengaruh yang signifikan terhadap perjalanan
penyakit, keuntungan penggunana NSAIDs topical tidak menambah resiko dan
kerugian.7
16
2.11 Komplikasi
Penyulit pada skleritis dan episkleritis adalah keratitis, uveitis, glaukoma,
granuloma subretina, ablasio retina eksidatif, proptosis, katarak dan
hipermetropia. Keratitis bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer,
vaskularisasi perifer, atau vaskularisasi dalam atau tanpa pengaruh kornea.
Uveitis adalah tanda buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan
ini sering disertai oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi
glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukoma akibat steroid.
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis
atau keratitis sklerotikan.
Pada skleritis terjadinya nekrosis sklera atau skleromalasia maka dapat
menyebabkan perforasi pada sklera. Penyulit [ada kornea dapat dalam bentuk
keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibar peradangan sklera
terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat skleritis
yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan susunan serat saraf
kolagen stroma. Pada keadaan ini tidak pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam
stroma kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu berupa menjadi jernihnya
kornea yang dimulai dari bagian sentral. Bagian sentral kornea sering tidak
terlihat pada keratitis sklerotikan. 2,4,

17
BAB 3
KESIMPULAN

1. Sklera merupakan salah satu bagian yang penting pada mata. Sklera terdiri
dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata yang kuat.
Sklera dibungkus oleh episklera yang merupakan jaringan tipis yang banyak
mengandung pembuluh darah untuk memberi makan sklera. Di bagian depan
mata, episklera terbungkus oleh konjungtiva. Episkleritis adalah suatu
peradangan pada episklera.
2. Kelainan ini idiopatik pada sebagian besar kasus, namun dalam kasus tertentu
mungkin ada hubungan dengan beberapa penyakit sistemik yang mendasari
seperti rheumatoid arthritis, poliarteritis nodosa, lupus eritematosus sistemik,
penyakit radang usus, sarkoidosis, granulomatosis Wegener, asam urat, herpes
zoster atau sifilis.
3. Penegakan diagnosa didapatkan dari anamnesis untuk menanyakan beberapa
gejala-gejala yang dialami pasien, menanyakan riwayat penyakit sistemik
sebelumnya pada pasien, melakukan pemeriksaan pada mata pasien, serta
dilakukan pemeriksaan fisik pasien bila dicurigai penyebabnya terkait
penyakit sistemik. Pemeriksaan lebih lanjut seperti melakukan beberapa tes
lebih lanjut, seperti tes darah, untuk mengetahui apakah episkleritis terkait
dengan penyakit sistemik lain yang mendasarinya.
4. Episkleritis adalah penyakit self-limiting menyebabkan kerusakan yang sedikit
permanen atau sembuh total pada mata. Oleh karena itu, sebagian besar pasien
dengan episkleritis tidak akan memerlukan pengobatan apapun. Namun, pada
beberapa kasus yang berat dibutuhkan pengobatan untuk mencegah
komplikasi.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG; Taylor A; Paul RE. Oftalmologi Umum. Widya medika.
Jakarta. 2000.
2. Westerfeld CB, Miller JW. Sclera. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular
disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. 642-653.
3. Ilyas S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
4. Bradley J. Kirkwood, Rodney A. Kirkwood, Franzo. Episcleritis and
Scleritis. the Journal of the American Society of Ophthalmic. 2010. p.5-8.
5. Whitcup. Scleritis in Uveitis: Fundamental and Clinical Practice. Fourth
edition. 2010. p. 264-268.
6. Sconberg S, Stokkermans T.2018. Episcleritis. Diakses 11 januari 2019
melalui https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534796/#_article-21252_s9
_
7. Balakrishnan.2018.Episcleritis. Diakses pada tanggal 12 januari melalui
http://eyewiki.aao.org/Episcleritis.
8. Ellen.2018. Episcleritis. Diakses pada tanggal 12 januari 2019 meallui
https://emedicine.medscape.com/article/1228246-workup
9. Majumder. 2018. Anatomy of sclera. Diakses 14 januari 2018 melalui
http://eophtha.com/Anatomy/anatomyofsclera.html

19

Anda mungkin juga menyukai