Anda di halaman 1dari 18

Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-

6110

DAMPAK KEGIATAN TAMBANG TIMAH INKONVENSIONAL


TERHADAP PERUBAHAN GUNA LAHAN DI KABUPATEN BELITUNG

Oleh :
1 2
Febri Pirwanda , Budi H. Pirngadie
1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Pasundan Bandung.
2 Dosen Tetap Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Pasundan Bandung, Jabatan
Fungsional Lektor, email : budipirngadie@unpas.ac.id

ABSTRAK
Aktivitas penambangan timah illegal terdapat hampir di seluruh Kabupaten Belitung. Aktivitas
tersebut bermula dari kebijakan pemerintah daerah untuk membantu masyarakat
pada masa krisis ekonomi., masyarakat dizinkan menambang dengan alat sederhana (tambang
inkonvensional). Menganalisis perubahan guna lahan yang tidak sesuai arahan pedoman RTRW
serta melihat dampak kerusakan lingkungan akibat semakin banyaknya kegiatan tambang timah
inkonvensional.
Berdasarkan hasil analisis guna lahan tahun 2004 dibandingkan dengan guna lahan tahun 2011
yang mengalami perubahan seluas 144.435,68 Ha atau sebesar 60.39% sedangkan yang tidak
mengalami perubahan seluas 94.718,67116Ha atau sebesar 39.61%. Dampak kegiatan tambang
timah inkonvensional telah merubah peruntukan penggunaan lahan sebesar 9.62% dari arahan
fungsi kawasan Rencana Tata Ruang Kabupaten Belitung, sehingga menyebabkan kerusakan
lingkungan yang sangat parah. Kandungan air kolong bekas tambang timah yang terkontaminasi
jenis logam berat antara lain ferum (Fe), timbal (Pb), dan arsen (As) sudah melebihi ambang
batas normal yaitu lebih dari 4 ppm dapat menyebabkan sejumlah penyakit seperti keracunan,
kanker dan penyakit lainnya.
Untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan
tambang timah inkonvensional, maka upaya yang dilakukan adalah melakukan tindakan tegas
dengan memberikan sanksi terhadap masyarakat yang melakukan kegiatan tambang timah
inkonvensional dan melakukan kegiatan reklamasi bekas kegiatan tambang timah
inkonvensional untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam
kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan timah agar dapat
berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
Kata Kunci : Dampak, Inkonvensional, Perubahan, Guna Lahan

I. PENDAHULUAN sumber daya buatan dan nilai sejarah serta


Pemanfaatan ruang dibagi menjadi dua budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan. (Keppres No.
yaitu kawasan lindung dan kawasan
32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
budidaya. Kawasan lindung adalah
Kawasan Lindung sedangkan kawasan
kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
budidaya merupakan kawasan yang dapat
utama melindungi kelestarian lingkungan
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan
hidup yang mencakup sumber alam,

177
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-6110

non pertanian (Keppres No. 57 Tahun 1989 yang mengkatagorikan timah sebagai barang
mengenai Kriteria Kawasan Budidaya). bebas (tidak diawasi), padahal sebelumnya,
Namun pada dasarnya masyarakat belum mengacu Undang-Undang
bisa memanfaatkan kawasan lindung dan Nomor 11 Tahun 1967 tentang
kawasan budidaya dimana pemanfaatan pertambangan umum, kebijakan
lahan tanpa disertai upaya pencegahan pengelolaan pertambangan timah merupakan
kegiatan tambang timah inkonvensional kewenangan pemerintah pusat.
yang menyebabkan terjadi perubahan guna
Apabila pada awalnya pengelola TI
lahan di Kabupaten Belitung.
melakukan penambangan di areal kuasa
Pemanfaatan lahan terbagi menjadi kawasan penambangan (KP) yang ditentukan oleh
lindung dan kawasan budidaya, PT.Timah tbk, namun pasca reformasi,
konsep penggunaan lahan kawasan lindung masyarakat melakukan penambangan diluar
untuk memberikan perlindungan KP. Penambangan TI selanjutnya tumbuh di
terhadap kelestarian lingkungan dan luar kendali dan menjadi penggalian pasir
mempertahankan pengadaan sumber air, timah tanpa izin yang merambah di semua
kelangsungan pertumbuhan flora dan fauna lokasi, seperti di hutan, kebun, pemukiman,
untuk priode jangka panjang. Selain itu juga sungai, kolong, dan berbagai lokasi yang
kawasan ini dinyatakan dengan kawasan non diperkirakan mempunyai deposit bijih timah
budidaya dengan tujuan untuk memelihara yang ekonomis untuk ditambang. Kegiatan
kesuburan tanah baik didalam kawasan penambangan timah skala kecil yang
maupun disekitar kawasan yang dilakukan di Kabupaten Belitung semakin
mempengaruhinya, sedangkan kawasan meningkat bahkan cenderung tidak
budidaya agar setiap bagian wilayahnya terkendali sehingga lahan tambang semakin
dapat dikembangkan, sehingga memilki nilai meluas. Selain itu, bertambahnya penduduk
ekonomis yang cukup tinggi. Pembentukan di Kabupaten ini menyebabkan
pola penggunan lahan yang bertambahnya permintaan akan lahan
diterapkan didasarkan pada proporsi pemukiman dan selanjutnya juga
penggunaan lahan terbangun yang dinilai menyebabkan bertambahnya permintaan
ideal untuk lingkungan Kabupaten, yaitu akan lahan untukkebutuhan lainnya.
perbandingan antara lahan terbangun dengan Perkembangan penduduk dan dinamika
lahan tidak terbangun.(RTRW Kabupaten pembangunan akan mempengaruhi pola
Belitung 2005-2014).
penggunaan dan penguasaan lahan.
Pada awalnya Tambang Inkonvensioanal Dinamika pembangunan yang cukup pesat
(TI) dikelola oleh PT.Timah tbk ketika dapat berakibat terjadinya permasalahan
perusahaan itu masih melakukan kegiatan dalam penggunaan tanah, antara lain
penambangan darat di Kepulauan Bangka berkurangnya lahan-lahan produktif,
Belitung. TI sebelumnya muncul karena berkurangnya luas penggunaan
PT.Timah tbk melihat daerah-daerah yang lahansawah pertanian irigasi teknis yang
tidak ekonomis untuk dilakukan kegiatan disebabkan banyaknya kegiatan TI
pendulangan oleh PT.Timah tbk sendiri. sehinggaterjadinya konflik dalam
Kebijakan PT.Timah tbk mengakibatkan peruntukan dan penguasaan lahan dan
maraknya penambangan masyarakat (TI) sebagainya.
dan para mitra PT.Timah tbk lebih banyak
Dalam rangka menyelesaikan persoalan
menampung hasil produksi TI dibandingkan
tersebut, pemerintah telah menyusun
produksi sendiri. TI menjadi
rencana tata ruang wilayah (RTRW tahun
semakin marak pasca diterbitkannya
2005-2014) yang menjadi pedoman untuk
Keputusan Menperindag Nomor pengarahan peruntukan pembangunan
146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999

178
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-
6110

yang didasarkan pada fungsi kawasan dalam arahan pemanfaatan lahan RTRW dengan
RTRW. Dengan adanya pedoman kondisi eksisting akibat peningkatan
yang diatur didalam RTRW mengenai tata kegiatan tambang timah inkonvensional;
guna lahan maka melihat kondisi (3). Menganalisis dampak kerusakan
eksisting penggunaan lahan sekarang banyak lingkungan akibat kegiatan tambang timah
yang tidak sesuai dengan inkonvensional; (4). Merumuskan upaya
peruntukan lahan dalam arahan pemanfaatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi
lahan RTRW Kabupaten Belitung tahun dampak dari kegiatan tambang timah
2005-2014. inkonvensional terhadap perubahan guna
lahan dan kerusakan lingkungan.
Melihat uraian diatas perlu adanya suatu
tahap pengelolaan atau pengawasan bagi
kegiatan TI, jika tidak maka lahan
II. METODA PENELITIAN
pertanian/perkebunan di Kabupaten
Belitung akan semakin menurun. 2.1 Metodologi Pendekatan
Sedangkan timah sebagai sumber daya Metode pendekatan studi adalah suatu
alam yang tidak dapat diperbarukan suatu langkah yang digunakan untuk mencapai
saat akan habis. Sehingga akan tujuan dari suatu penelitian. Pendekatan ini
menghilangkan satu jenis potensi ekonomi menggunakan pendekatan dari aspek fisik
pengganti timah. Jika terjadi hal ini, maka guna lahan untuk mengetahui
yang akan dirugikan adalah masyarakat perubahan guna lahan dan dampak
petani dan buruh tambang, yang kerusakan lingkungan yang terjadi akibat
diuntungkan hanyalah investor besar yang kegiatan tambang timah inkonvensional.
mungkin akan tidak terpengaruh jika timah
Secara umum pendekatan tersebut dapat
habis. Untuk mengantisipasi keadaan
dilakukan dengan langkah sebagai berikut.
tersebut perlu diprogramkan
mitigasi untuk mencegah penurunan 1. Metode overlay peta penggunaan lahan
kualitas lahan, terutama akibat tahun 2004 dan peta penggunaan lahan
pertambangan yang merusak kualitas tahun 2011 sehingga bisa memberikan
lingkungan dan perubahan guna lahan di gambaran perubahan penggunaan lahan
sekitarnya. Melihat kondisi yang ada yang terjadi.
sehingga perlu adanya suatu kajian yang
2. Metode overlay peta penggunaan lahan
pasti dalam meneliti dampak yang terjadi
tambang timah inkonvensional dengan
akibat meningkatnya kegiatan TI, peta arahan fungsi kawasan
sehingga terjadinya perubahan guna lahan RTRW sehingga bisa melihat
yang tidak sesuai dengan arahan pedoman kesesuaian penggunaan lahan.
RTRW tahun 2005-2014 yang berdampak
secara langsung maupun tidak langsung 3. Penentuan tingkat bahaya kerusakan
terhadap kerusakan lingkungan. lingkungan yang timbulkan dari
kegiatan tambang timah
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah inkonvensional dengan cara
untuk menganalisis perubahan guna lahan
melakukan pengamatan dan wawancara
yang tidak sesuai arahan pedoman RTRW
terhadap masyarakat yang berada
serta melihat dampak kerusakan lingkungan
disekitar kawasan tersebut.
akibat semakin banyaknya kegiatan tambang
timah inkonvensional. 4. Teridentifikasinya pengaruh kegiatan
Adapun sasarannya adalah : (1). tambang timah inkonvensional
Mengidentifikasi perubahan penggunaan terhadap perubahan fungsi kawasan
lahan pada tahun 2004 dan 2011; (2). dalam RTRW berdasarkan perhitungan
Menganalisis ketidaksesuaian antara yang dilakukan dengan

179
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-6110

menggunakan metode teknik overlay 2.3 Metode Analisis


dalam program GIS, yang mana
Dalam penelitian “Dampak Kegiatan
metode ini merupakan salah satu
Tambang Timah Inkonvensional Terhadap
teknik yang dilakukan dalam analisis Perubahan Guna Lahan Di Kabupaten
perubahan guna lahan.
Belitung”. Adapun metode analisis yang
2.2 Metode Pengumpulan Data digunakan adalah sebagai berikut :
Pengumpulan data merupakan proses 1. Analisis Deskriptif
pengadaan data untuk keperluan penelitian. Analisis deskriptif merupakan
Pengumpulan data sangat penting dalam analisis
metode ilmiah, karena data yang yang paling mendasar untukmenggambarkan
dikumpulkan tersebut akan digunakan untuk keadaan data secara umum. Hasil analisis
penelitian tersebut. Data yang dikumpulkan diuraikan dengan cara melihat data yang
harus cukup akurat untuk digunakan. dibutuhkan dalam tahapan analisis yaitu
Pengumpulan data dalam kajian dampak perubahan guna lahan, kegiatan tambang
kegiatan tambang timah inkonvensional timah inkonvensional, arahan peruntukan
terhadap perubahan guna lahan dilakukan fungsi kawasan RTRW dan kerusakan
dengan dua cara yaitu : lingkungan. Sehingga bisa diuraikan dalam
a. Survey Sekunder bentuk narasi,kemudian dari analisis yang
telah dilakukan diambil
Survei sekunder merupakan survei yang
suatu kesimpulan untuk menunjang tahapan
dilakukan peneliti untuk mengumpulkan analisis selanjutnya.
data-data dari berbagai instansi yang
berkaitan dengan studi yang dilakukan, 2. Analisis Perubahan Guna Lahan
adapun data yang dibutuhkan yaitu peta Analisis perubahan guna lahan dengan
penggunaan lahan tahun 2004 dan tahun menggunakan metode analisis overlay
2011, peta kawasan tambang timah (superimpose) atau analisis tumpang tindih
inkonvensional, peta arahan fungsi kawasan peta-peta tematik, seperti peta penggunaan
RTRW tahun 2005-2014 dan data Status lahan tahun 2004 dengan penggunaan lahan
Lingkungan Hidup Daerah. tahun 2011, peta penggunaan lahan eksisting
b. Survei Primer dengan peta arahan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Belitung. Metode
Survei primer sebagai syarat dalam studi analisis ini digunakan untuk daerah yang
kuantitatif dilakukan dengan cara survei paling banyak terkena dampak kegiatan
langsung. Survey primer yang dilakukan tambang inkonvensinal timah. Faktor
berupa pengambilan dokumentasi profil penentunya adalah semua aspek fisik
penggunaan lahan yang terkait dengan perubahan guna lahan. Pendekatan analisis
tambang timah inkonvensional. Wawancara yang dilakukan yaitu
terkait dengan kebutuhan informasi tentang karakterstik lahan yang meliputi
dampak kerusakan lingkungan akibat penggunaan lahan, pola perubahan guna
tambang timah inkonvensional ( nara lahan dan kesesuain lahan.
sumber : masyarakat yang berada
disekitar kawasan tambang timah
inkonvensional dan intansi-intansi terkait III. PEMBAHASAN DAN HASIL
seperti BPLHD, Dinas Pertambangan dan
Energi ). 4.1 Analisis Penggunaan Lahan Sesuai
dengan Arahan RTRW
Rencana pemanfaatan ruang
wilayah
Kabupaten Belitung diatur dalam Peraturan
daerah tentang Rencana Tata

180
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-
6110

Ruang Wilayah Kabupaten Belitung tahun kecuali bagi pembangunan yang sberskala
2005-2014. Pola pemanfaatan ruang terdiri besar.
dari kawasan budidaya dan kawasan
Pada kenyataan di lapangan hampir semua
lindung. Pola pemanfaatan ruang kawasan
penggunaan lahan telah dikuasai dan
budidaya meliputi kawasan hutan produksi,
digunakan oleh masyarakat. Dan seiring
kawasan pertanian, kawasan
dengan pertambahan penduduk dan
pertambangan, kawasan perindustrian,
peningkatan pembangunan, maka makin
kawasan pariwisata, kawasan perumahan
banyak permasalahan yang berkaitan dengan
dan kawasan fasilitas umum. Pola
kedua hal tersebut. Untuk mengatasi hal itu
pemanfaatan ruang kawasan lindung
perlu dilakukan pengaturan penguasaan dan
meliputi kawasan hutan lindung, resapan air,
penatagunaan lahan, yang dalam hal ini
sempadan pantai, sempadan sungai, ruang
perlu dilakukan pengaturan dalam
terbuka hijau, serta kawasan pantai berhutan
penyelenggaraan penatagunaan lahan.
bakau dan perairan.
Berdasarkan Arahan RTRW kegiatan utama
Tujuan dari pengaturan dan
yang dikembangkan untuk memicu
penyelenggaraan penatagunaan lahan
perkembangan Kabupaten adalah
dalam rangka pemanfaatan dan
pembangunan pusat pemerintahan di
pengendalian ruang tersebut dapat
Kecamatan Tanjung Pandan, kegiatan
tercapai apabila tersedia data dan informasi
perdagangan dan jasa di Kecamatan
tentang penguasaan, penggunaan dan
Membalong sebagai pusat pariwisata
pemanfaatan lahan serta data arahan fungsi
ecotourism, serta kegiatan industri di
kawasan dalam RTRW yang telah
Kecamatan Badau. Agro industri di
ditetapkan, sebagai dasar untuk analisis dan
Kecamatan Membalong sedangkan untuk
penetapan arahan RTRW.
industri kecil (home industry) di Kecamatan
Data penggunaan lahan dimaksudkan untuk Selat Nasik. Pengaruh yang dapat
memberikan gambaran tentang pola ditimbulkan dari pengembangan kegiatan
penggunaan lahan suatu wilayah serta tersebut, di butuhkan perkantoran
informasi tentang kesesuaiannya dengan serta kegiatan olahraga yang akan cenderung
fungsi kawasan dalam RTRW. Informasi ini terus berkembang dimasa mendatang.
diperlukan untuk menilai keberhasilan
pembangunan yang didasarkan pada tingkat
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
kesesuaian penggunaan lahan dan arahan
Kabupaten Belitung setiap wilayah telah
fungsi kawasan. Penggunaan dan
diperuntukan sesuai dengan perencanaan
pemanfaatan lahan pada dasarnya harus
yang telah disusun. Arahan penggunaan
sesuai dengan fungsi kawasan, namun pada
lahan di Kabupaten Belitung adalah sebagai
kenyataannya kondisi tersebut sulit untuk
berikut :
dicapai seluruhnya, karena didalam RTRW
disusun pada bidang-bidang yang sudah
digunakan atau yang belum digunakan atau
sudah dikuasai atau belum dikuasai oleh
sesuatu hak, sehingga dalam pelaksanaannya
untuk mewujudkan fungsi kawasan secara
utuh akan banyak menghadapi kendala. Hal
tersebut juga dipicu, oleh belum adanya
sanksi terhadap pelanggaran, ataupun
tindakan insentif dan disinsentif terhadap
pelaksanaan RTRW,

181
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-6110

Tabel 1. Arahan Fungsi Kawasan untuk pusat pemerintahan dan


Rencana Tata Ruang Wilayah perkantoran (central business district),
Tahun 2005-2014
2. Pengembangan Kecamatan
Membalong, diarahkan pemanfatannya
untuk kegiatan wisata alam dan
lingkungan (ecotourism), perikanan
laut,industri kelautan, kegiatan
budidaya laut, penataan lingkungan
perumahan, kegiatan pertanian dan
perkebunan (agro) serta kegiatan
industri yang ramah lingkungan dengan
prioritas untuk agro industri dan marine
industry.
3. Pengembangan Kecamatan Badau,
diarahkan pemanfaatannya untuk
kegiatan industri besar, pusat
perdagangan bebas berskala
internasional, pelabuhan serta
penataan lingkungan perumahan
nelayan serta pemberdayaan
Dilihat dari Arahan fungsi kawasan masyarakat.
dalam RTRW tahun 2005-2014 4. Pengembangan Kecamatan Sijuk,
penggunaan lahan diarahkan kepada diarahkan pemanfatannya kawasan
peningkatan jumlah kawasan hutan produksi lindung dan hutan suaka alam,
dengan total luas yang bisa dicapai sebesar kegiatan pariwisata serta penataan
40.164,07 Ha dengan persentase wilayah lingkungan perumahan.
sebesar 16.79 %. Sedangkan arahan fungsi
kawasan yang paling rendah terdapat pada 5. Pengembangan Kecamatan Selat Nasik,
kawasan Areal Latihan TNI AU sebesar diarahkan pemanfaatannya untuk
296,25 Ha. kegiatan pariwisata bahari serta wisata
bawah laut, kegiatan budidaya laut,
Dengan arahan fungsi kawasan hutan kegiatan industri kecil (home industry),
produksi lebih besar maka dalam hal ini
perdagangan dan jasa, serta penataan
pemerintah merencanakan membangun lingkungan perumahan dan
perkonomian dengan cara meningkatkan
pemberdayaan masyarakat.
kegiatan pertanian dan perkebunan sehingga
produksi yang dihasilkan bisa Dalam menunjang keberhasilan
meningkat.Luasan kawasan hutan produksi strategi
yang lebih diprioritaskan dalam rencana tersebut diatas diterapkan konsep
arahan fungsi kawasan RTRW sehingga pengembangan pemanfaatan lahan dengan
menunjang masyarakat untuk beralih dari cara penyebaran pembangunan dialokasikan
kegiatan sektor pertambangan menjadi di tempat-tempat strategis atau yang
sektor pertanian dan perkebunan. Strategi mempunyai aksesibilitas baik, sehingga
pengembangan pemanfaatan lahan dalam mudah dijangkau dari seluruh bagian
Kabupaten Belitung Hingga Tahun 2014, wilayah kabupaten yang sesuai dengan
secara garis besar dapat dibedakan atas : arahan fungsi kawasan RTRW. Dalam
menunjang terwujudnya penggunaan lahan
1. Pengembangan Kecamatan Tanjung yang sesuai dengan
Pandan, di arahkan pemanfaatannya arahan RTRW, maka harus mematuhi
pengaturan dan penyelenggaraan

182
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-
6110

penatagunaan lahan yang dilakukan dengan yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan
tujuan mewujudkan tertib penggunaan lahan vegetasi serta benda yang ada di atasnya
dan tertib pemeliharaan lahan serta sepanjang ada pengaruhnya terhadap
lingkungan hidup, terarahnya peruntukan penggunaan lahan.
dan kepastian penggunaan lahan bagi setiap
Faktor-faktor yang mempengaruhi
orang dan badan hukum yang mempunyai
penggunaan lahan adalah faktor fisik dan
hubungan hukum dengan lahan dan
biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan
terarahnya penyediaan lahan bagi berbagai
faktor instutisi (kelembagaan). Faktor fisik
kebutuhan kegiatan pembangunan
dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat
yang diselenggarakan baik oleh pemerintah fisik seperti keadaan geologi, tanah, air,
maupun masyarakat sesuai dengan arahan iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan
fungsi kawasan RTRW. Sebagai subsistem
kependudukan. Faktor pertimbangan
dari penataan ruang, maka tujuan dari
ekonomi dicirikan oleh hukum pertanahan,
penatagunaan lahan tersebut dilakukan atas
keadaan politik, keadaan sosial dan secara
dasar pengaturan fungsi kawasan dalam administrasi dapat dilaksanakan (Barwole,
RTRW yang telah ditetapkan. Arahan fungsi 1986).
kawasan dalam RTRW merupakan arahan
lokasi kegiatan Analisis yang dilakukan dengan cara
pembangunan pada wilayah kabupaten/kota melihat penggunaan lahan dalam kurun
yang bersangkutan, juga merupakan rencana waktu yang berbeda dengan
pembangunan jangka menengah (10 tahun) menggunakan metode overlay. Dari hasil
Pemerintah Daerah setempat. analisis maka dapat dilihat perubahan
penggunaan lahan pada fungsi kawasan
yang telah ditetapkan dalam peruntukan
3.2 Analisis Perubahan Penggunaan RTRW, sehingga dapat memberikan
Lahan Tahun 2004 dan Tahun 2011
gambaran mengenai kecenderungan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang perubahan guna lahan. Dari hasil analisis
meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, guna lahan yang mengalami perubahan
dan vegetasi, dimana faktor-faktor seluas 144.435,68 Ha atau sebesar 60.39 %
tersebut mempengaruhi sedangkan yang tidak mengalami
potensipenggunaannya. Termasuk di perubahan seluas 94.718,67 Ha atau
dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan sebesar 39.61 %. Untuk lebih jelasnya
manusia, baik pada masa lalu maupun dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah
Tabel 2. Perubuhan Guna Lahan Tahun
pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat 2004 dan Tahun 2011
yang merugikan seperti erosi dan
akumulasigaram (Hardjowigeno et al.,
2001).
Setiap aktivitas manusia baik langsung
maupun tidak langsung selalu terkait dengan
lahan, seperti untuk pertanian, pemukiman,
transportasi, industri atau untuk rekreasi,
sehingga dapat dikatakan bahwa lahan
merupakan sumberdaya alam yang sangat
penting bagi kelangsungan
hidup manusia. Sitorus (2001),
mendefinisikan sumberdaya lahan
(landresources) sebagai lingkungan fisik

183
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-6110

Dilihat dari tabel diatas perubahan


penggunaan lahan yang terjadi dari tahun
2004 hingga tahun 2011 sangat beragam,
terjadi pertambahan beberapa jenis guna
lahan, tidak mengalami perubahan dan
adanya pengurangan. Hasil perhitungan
yang paling besar mengalami penurunan
yaitu hutan belukar yang mengalami
penurunan sebesar 125.419,92 Ha atau
sebesar 52.44%. selain itu tegalan/ladang
mengalami penurunan 7.560,41 Ha atau 3.16
% , selain itu perkebunan rakyat mengalami
penurunan 954,89 Ha atau 40 %, dan
penggunaan lahan lain yang Dari tabel diatas dapat terlihat penggunaan
mengalami penurunan yaitu lahan perkebunan besar bertambah (13.01
danau/situ/kolong, mangrove dan sungai. %) perkebunan rakyat berkurang (-0.40 % ),
sehingga terjadi
Selain itu penggunaan lahan yang
perubahan dari perkebunan rakyat berubah
mengalami perubahan peningkatan terbesar
menjadi perkebunan besar dan permukiman.
yaitu semak sebesar 75.137,15 Ha atau
Selain itu juga penggunaan
dengan persentase peningkatan sebesar
lahan pertambangan mengalami
31.42%. perkebunan besar juga mengalami pertambahan cukup besar (7.02 %)
peningkatan luas sebesar 31.119,80 Ha atau
sedangkan guna lahan tegalan/ladang
peningkatan 13.01%,
mengalami penurunan (-3.16 %),
selanjunya penggunaan lahan yang
dikarenakan lahan tegalan/ladang di
mengalami peningkatan yaitu industri non
gunakan untuk areal pertambangan sehingga
pertanian, kampung, kebun campuran,
luasnya mengalami penurunan.
pelabuhan, pertambangan, dan tanah rusak.
3.3 Analisis Kesesuaian Penggunaan
Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap
Lahan Eksisting Terhadap
data perubahan penggunaan lahan selama 7
Arahan RTRW
(tujuh) tahun dari tahun 2004 sampai tahun
2011, maka penggunaan lahan Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk
dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu campur tangan manusia terhadap sumber
kawasan budidaya, kawasan non budidaya, daya lahan dalam rangka memenuhi
kawasan Danau/Situ/Kolong dan Kawasan kebutuhan hidupnya baik materil maupun
Sungai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat spiritual, Campur tangan manusia ini sangat
pada tabel dibawah ini : jelas terutama dalam memanipulasi kondisi
ataupun proses-proses ekologi yang
Tabel 3. Perkembangan Penggunaan Lahan berlangsung pada suatu areal.
Tahun 2004-2011
Dalam penggunaan lahan ini manusia
berperan sebagai pengatur ekosistem, yaitu
dengan menyingkirkan komponen-
komponen yang dianggap tidak berguna
ataupun dengan mengembangkan
komponen yang diperkirakan akan
menunjang penggunaan lahannya (Mather
1986 dalam Rosnila 2004). Misalnya
diubahnya areal hutan yang heterogen
menjadi lahan perkebunan yang homogen

184
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-
6110

karena budidaya perkebunan dianggap lebih Tabel 4. Penggunaan Lahan Eksisting


menguntungkan dari pada hutan. Demikian
juga dengan pengalihan fungsi lahan rawa
menjadi lahan tambang, lahan terbuka
menjadi perkebunan dan sebagainya.
Perubahan penggunaan lahan dalam
pelaksanaan pembangunan tidak dapat
dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena
adanya keperluan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang makin meningkat
jumlahnya dan berkaitan dengan
meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan
yang lebih baik. Sebagai contoh
meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat
hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan
mendorong terjadinya perubahan Dilihat dari tabel diatas penggunaan lahan
penggunaan lahan (Rosnila 2004). eksisting yang paling dominan terdapat pada
guna lahan semak dengan luasnya mencapai
Dalam melaksanakan perencanaan 68.031,62 Ha atau 28.45%, selain itu
pembangunan daerah khususnya dalam penggunaan lahan hutan belukar dengan luas
perencanaan pengelolaan sumberdaya alam, mencapai 52.828,22 Ha atau 22.09% dan
pemerintah Kabupaten Belitung telah penggunaan guna
menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah lahan untuk kegiatan pertambangan dengan
sebagai dasar dalam pemanfaatan ruang luas 26.567,40 Ha atau 11.11% sedangkan
sesuai dengan kepentingan dan potensi yang untuk penggunaan lahan yang paling kecil
dimiliki, sehingga penggunaan lahan yang yaitu pada kegiatan Industri Non Pertanian
ada harus sesuai dengan ketentuan arahan dengan luasnya sebesar 7.17 Ha.
RTRW yang telah disusun.Analisis
kesesuaian antara penggunaan lahan Berdasarkan analisis kesesuaian lahan antara
eksisting dengan arahan RTRW dengan kondisi eksisting penggunaan lahan dengan
menggunakan teknik analisis overlay yaitu rencana fungsi kawasan dari RTRW, maka
antara Peta Penggunaan Lahan Eksisting dapat diperoleh gambaran bahwa
dengan Peta Arahan Fungsi Kawasan penggunaan lahan yang sesuai dengan
RTRW. Dari tahapan analisis ini dihasilkan rencana fungsi kawasan seluas 188.415,19
klasifikasi kesesuaian yang memberikan Ha atau sebesar 78.78 % sedangkan yang
gambaran mengenai kesesuaian dari setiap tidak sesuai seluas 50.739,17 Ha atau
jenis penggunaan lahan terhadap fungsi sebesar 21.22%. Penggunaan lahan yang
kawasan yang telah ditetapkan dalam tidak sesuai dengan rencana fungsi kawasan
RTRW. Klasifikasi tingkat kesesuaian yang paling luas terdapat pada Areal Kebun
digunakan dalam analisis ini adalah sesuai Campuran seluas 13.300,56 ha atau 5.02%
dan tidak sesuai. Kondisi eksisting dari luas wilayah.
penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :

185
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-6110

Berdasarkan analisis kesesuaian antara Berdasarkan data pada Tabel diatas dapat
kondisi eksisting penggunaan lahan dan diketahui bahwa tingkat kesesuaian
rencana fungsi kawasan dari RTRW, dapat penggunaaan lahan eksisting Kabupaten
diketahui penggunaan lahan yang paling Belitung relatif sudah cukup mendekati
besar sesuai dengan arahan RTRW terdapat perencanaan fungsi kawasan yang telah
pada Kecamatan Membalong seluas ditetapkan, apabila dilihat dari tiap-tiap
79.756,01 Ha atau sebesar 42.33 %, kawasan masih ada yang belum sesuai
sedangkan Kecamatan Tanjung Pandan yang seperti, pada kawasan Areal Hutan Lindung
memiliki kesesuaian paling kecil yaitu dan Areal Perkebunan Besar. Hal ini antara
seluas 11.655,79 Ha atau sebesar 6.19%, lain disebabkan oleh mekanisme
untuk penggunaan lahan yang paling pengendalian maupun monitoring perubahan
besar tidak sesuai terdapat pada Kecamatan penggunaan lahan di Kabupaten Belitung
Membalong seluas 25.002,76 Ha atau belum efektif.
sebesar 49.28 % sedangkan
3.4 Analisis Kesesuaian Kegiatan
Kecamatan Tanjung Pandan yang memiliki
Tambang Timah Inkonvensional
ketidaksesuaian paling kecil yaitu seluas
Terhadap Arahan RTRW
3.910,59 Ha atau sebesar 7.71 %.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan Pada tahapan analisis ini digunakan dengan
rencana fungsi kawasan paling luas terdapat cara teknik overlay yaitu antara peta
pada Areal kebun campuran seluas13.300,56 penggunaan lahan tambang timah eksisting
Ha atau sebesar 5.02 % dari luas wilayah. dengan peta arahan RTRW tahun 2005-2014
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rincian sehingga bisa menghasilkan data peta
luas masing-masing penggunan lahan pada kesusuaian penggunaan lahan tambang
tabel di bawah ini : timah.
Penggunaan lahan tambang timah yang
Tabel 5. Kesesuaian Penggunaan Lahan semakin meningkat setiap tahunnya bisa
Eksisting dengan Arahan RTRW berdampak pada perubahan guna lahan yang
tidak sesuai dengan arahan RTRW. Untuk
mengurangi dampak kerusakan lingkungan
yang berdampak negatif
terhadap perubahan guna lahan, perlu
adanya pengaturan dan pelaksanan yang
tepat dalam mewujudkan arahan sesuai
ketentuan RTRW yang berlaku. Oleh karena
itu perlu disusun kriteria dan standarisasi
tentang jenis-jenis penggunaan lahan yang
sesuai dan tidak sesuai pada setiap fungsi
kawasan terhadap RTRW. Artinya dalam
lokasi yang sama, rencana fungsi kawasan
sebagaimana ditetapkan dalam RTRW
benar-benar sesuai atau tidak sesuai dengan
penggunaan lanah aktual di lapangan.
Dalam tahapan analisis ini dibagi menjadi 2
yaitu penggunaan lahan eksisting yang
berdampak terhadap rencana kawasan
petambangan timah sesuaiarahan RTRW dan
tambang timah eksisting yang berdampak
terhadap arahan RTRW.

186
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-
6110

Analisis yang pertama digunakan dengan Dari data diatas dapat diketahui penggunaan
cara melihat peta kondisi eksisting pertambangan eksisting yang masuk pada
penggunaan lahan kemudian di overlaykan peruntukan areal pertambangan sebesar
dengan peta rencana kegiatan pertambangan 1.670,93 Ha atau 21.37% sedangkan
dalam arahan RTRW sehingga bisa melihat peruntukan fungsi kawasan areal
penggunaan lahan eksisting yang berdampak pertambangan belum sesuai karena
terhadap rencana kawasan petambangan digunakan untuk penggunaan lahan lain
timah. Kondisi eksisting di kawasan seperti danau/situ/kolong, hutan belukar,
pertambangan timah yang tidak sesuai kebun campuran, perkebunan besar,
dengan arahan dalam RTRW, di dominasi perkebunan rakyat, permukiman, semak,
oleh semak, permukiman, fungsi lain, sungai, tanah rusak dan tegalan/ladang
menyebabkan luas lahan di area seluas 6.149,09 Ha atau sebesar 78.63 %
pertambangan timah mengalami penurunan. sehingga dalam mewujudkan pemanfaatan
Selain itu terdapat lahan tambang timah ruang yang sesuai dengan arahan RTRW
eksisting yang berada pada lahan peruntukan perlu adanya pengawasan yang tepat dalam
lain. Kondisi tersebut mengakibatkan pemanfaatan penggunaan lahan.
adanya penurunan luas areal penggunaan
Selanjutnya untuk analisis yang kedua
lahan arahan RTRW yang terbesar terdapat
digunakan dengan data peta penggunaan
pada peruntukan areal perkebunan besar
lahan tambang timah eksisting yang di
swasta dan peruntukan kebun campuran.
overlay terhadap peta arahan peruntukan
Dari hasil analisis penggunaan lahan yang
fungsi kawasan pertambangan dalam RTRW
sesuai seluas
sehingga bisa dilihat seberapa besar
6.570,84 Ha atau sebesar 84.03% sedangkan
penggunaan lahan tambang timah
yang tidak sesuai seluas 1.249,17 Ha atau
mempengaruhi arahan peruntukan fungsi
sebesar 15.97 %. Untuk lebih jelasnya dapat
kawasan pertambangan dalam RTRW.
dilihat pada tabel dibawah ini :
Penggunaan lahan tambang timah yang
sesuai dengan arahan RTRW sebesar
Tabel 6. Penggunaan Lahan Eksisting 2.065,21 Ha atau 9.12% sedangkan
Yang Berada Pada Peruntukan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
Lahan Pertambangan dalam arahan RTRW sebesar 20.583,42 Ha atau
RTRW
90.88%.
Dari analisis diatas terlihat bahwa perubahan
penggunaan lahan lain (Arael Transmigrasi,
Areal Bandar Udara, Areal Kebun
Campuran, Areal Latpur TNI AU, Areal
Perkebunan Besar Swasta, Areal Wisata,
Areal Wisata Lingkungan, Central Business
District, Hutan Konservasi, Hutan Lindung,
Hutan Lindung Pantai, Hutan Produksi,
Kawasan Industri Besar, Kawasan Industri
Kecil, Perikanan, Perkebunan Kemitraan
Swasta dan Rakyat, Permukiman, Pertanian
Tanaman Pangan, dan Sempadan Sungai)
yang menjadi pertambangan timah, jauh
lebih besar dari pada peruntukan tambang
timah yang menjadi fungsi lain.

187
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-6110

Gambar 1. Grafik Kesuaian Lahan Dari hasil analisis dapat diketahui


Pertambangan Timah peruntukan kawasan pertambangandalam
Berdasarkan RTRW arahan RTRW sebesar 7.284,88 Ha,
tetapi dalam kenyataannya tambang timah
eksisting sudah melebihi luasan yang
diperuntukan dalam arahan RTRW sebesar
22.648,62 Ha. Sehingga dalam hal ini
kegiatan tambang timah inkonvensional
menyebar luas yang terdapat dalam area
penggunaan lahan lain seperti arael
transmigrasi, areal bandar udara, areal kebun
campuran, areal latihan tempur TNI AU,
areal perkebunan besar swasta, areal wisata,
Dilihat dari data kesesuaian lahan diatas areal wisata lingkungan, central business
menunjukkan bahwa ada beberapa arahan district, hutan konservasi, hutan
fungsi kawasan RTRW yang dipengaruhi lindung, hutan lindung pantai, hutan
oleh pertambangan sehingga mengalami produksi, kawasan industri besar,
penurunan luas lahan dalam arahan fungsi kawasan industri kecil, perikanan,
kawasan. Penggunaan lahan untuk areal perkebunan kemitraan swasta dan rakyat,
Hutan Produksi sudah mengalami penurunan permukiman, pertanian tanaman pangan dan
dari 40.164,07 Ha menjadi 3.346,58 Ha, sempadan sungai. Penggunaan lahan yang
sebagai akibat kegiatan tambang timah. paling besar dalam arahan RTRW terdapat
Dengan kondisi tersebut, maka diperlukan pada areal perkebunan kemitraan swasta dan
arahan dan kebijakan yang dapat mengatasi rakyat sebesar 3.709,08 Ha atau seluas 16.38
penurunan fungsi kawasan, sebagai akibat % sedangkan yang paling kecil terdapat
dari pemanfaatan lahan tambang timah. Luas pada areal hutan konservasi 3,62 Ha 0.02 %.
peruntukan lahan yang berdampak oleh Dengan banyaknya kegiatan
kegiatan pertambangan dapat dilihat pada tambang timah inkonevensional yang
tabel dibawah ini : merusak kedalam arahan fungsi kawasan
lain, maka dapat mempengaruhi arahan
Tabel 7. Penggunaan LahanTambang peruntukan dalam RTRW sehingga perlu
Timah Eksisting Yang adanya tindakan dalam pelaksanaan untuk
Berdampak Terhadap Arahan mewujudkan fungsi peruntukan kawasan
RTRW yang sesuai dengan arahan RTRW. Dari
penelitian ini kegiatan tambang timah
inkonvensional merubah rata-rata 9.62 %
arahan peruntukan penggunaan lahan
yang telah ditetapkan dalam RTRW
Kabupaten Belitung. Maka dalam hal ini
perlu adanya sanksi terhadap pelanggaran,
ataupun tindakan insentif dan disinsentif
terhadap penyalahgunaan lahan. Untuk
melihat lebih jelas rincian tambang timah
inkonvensional yang tersebar di wilayah
kecamatan dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :

188
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-
6110

Tabel 8. Penggunaan LahanTambang dan teknologi yang digunakan (Direktorat


Timah Eksisting Yang Sumber Daya Mineral dan Pertambangan,
Berdampak Terhadap Arahan 2003). Kebanyakan kerusakan lahan yang
RTRW Per Kecamatan
terjadi disebabkan oleh perusahaan tambang
yang menyimpang dari ketentuan yang
berlaku dan adanya penambangan tanpa izin
(PETI) yang melakukan proses
penambangan secara liar dan tidak ramah
lingkungan (Kementerian Lingkungan
Hidup, 2002).
Semakin besar skala kegiatan pertambangan,
makin besar pula areal dampak yang
ditimbulkan. Perubahan lingkungan akibat
Dari tabel analisis diatas terlihat bahwa kegiatan pertambangan dapat bersifat
kegiatan tambang timah inkonvensional permanen, atau tidak dapat dikembalikan
yang paling besar mempengaruhi fungsi kepada keadaan semula (Dyahwanti, 2007).
fungsi kawasan arahan RTRW terdapat pada Kerusakan lahan dan
kecamatan Membalong seluas 7.991,76 Ha, hutan di Kabupaten Belitung selain
dimana peruntukan arahan yang paling disebabkan oleh pembukaan lahan
tinggi terdapat pada kawasan hutan produksi pertanian, perkebunan, dan perumahan
seluas 2.037,28 Ha, serta kawasan yang juga sebagian besar disebabkan oleh
paling rendah terdapat pada Hutan Lindung kegiatan penambangan timah. Kegiatan
Pantai seluas 3.46 Ha. Sedangkan kegiatan pertambangan timah, baik yang dilakukan
tambang timah inkonvensional yang kecil oleh perusahaan maupun oleh masyarakat
mempengaruhi fungsi kawasan arahan akan meninggalkan dampak lingkungan
RTRW terdapat pada kecamatan Tanjung berupa perubahan bentang alam dan
pandan seluas 1.703,22 Ha. Melihat kondisi terjadinya penurunan kualitas tanah dan air,
tersebut terlihat bahwa dimana kecamatan tadinya lahan hutan dan kebun sekarang
membalong merupakan yang paling luas berubah menjadi daratan yang sangat kritis
dibandingkan dengan dan kolong-kolong air. Munculnya lahan
kecamatan lain sehingga banyak masyarakat kritis di Kabupaten Belitung diakibatkan
yang membuka kegiatan tambang timah oleh berbagai faktor yang terkait dari
inkonvensional sedangkan kecamatan aktifitas manusia dalam mengeksploitasi
tanjung pandan yang paling rendah sumber daya alam tanpa mengindahkan
disebabkan karena fungsi kawasan tersebut pola pengelolaan lingkungan yang
diperutukan sebagi pusat kota sehingga berkesinambungan. Terjadinya lahan kritis
penggunaan lahan sangat terbatas untuk bermula dari aktivitas masyarakat di dalam
dikembangkan pada kegiatan tambang timah kegiatan penambangan timah tanpa disertai
inkonvensional. adanya peremajaan atau rehabilitasi lahan.
3.5 Analisis Perubahan Lahan
Kegiatan Tambang Timah Banyaknya kegiatan penambangan timah
Terhadap Lingkungan yang semakin meningkat menyebabkan
Kerusakan lahan akibat pertambangan dampak kerusakan lingkungan berdampak
pada kerusakan ekosistem. Sebab, obyek
dapat terjadi selama kegiatan
penambangan hampir mencakup ke segala
pertambangan maupun pasca pertambangan.
Dampak yang ditimbulkan aspek ekosistem alam. Objek penambangan
terutama di dalam ruang lingkup kerja
akan berbeda pada setiap jenis
wilayah hutan konservasi
pertambangan, tergantung pada metode

189
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-6110

yang menjadi sasaran pertambangan sebesar 12 mg/l dan mengalami peningkatan


masyarakat Belitung, membuat area hutan di pada tahun 2012 menjadi 33,25.
pulau Belitung semakin terancam
Hal yang sama terjadi pada peubah COD,
keberadaannya, terutama dalam hal
yang mengalami peningkatan sampai 52,7
penurunan kualiats aliran sungai yang
mg/L tahun 2012 dari sebelumnya 19 mg/L
semakin menghkawatirkan, Terjadinya
tahun 2010. dan total coliform 1300
sedimentasi yang menyebabkan MPN/100 ml (baku mutu 1000 MPN/100
pendangkalan dasar sungai dan kekeruhan
ml). Menurunnya kualitas air sungai
di Kabupaten Belitung sudah tidak berfungsi (peningkatan BOD5, peningkatan E.coli,
lagi sebagai sungai. Demikian juga sungai logam berat) disebabkan Aktivitas
yang hulunya mengalami pendangkalan
pembukaan lahan di bagian
akibat banyaknya aktivitas kegiatan hulu untuk
penambangan timah ilegal. Limbah dari kegiatan pertambangan timah yang semakin
pertambangan timah menjadi permasalahan tidak terkendali, kondisi ini semakin parah
serius di Kabupaten Belitung. karena sisa tanah tailing tambang timah
Beberapa penambang inkonvensional yang dibuang langsung ke perairan sungai
bahkan telah merusak area hutan, sehingga mangakibatkan peningkatan nilai
diantaranya hutan fungsi khusus, hutan logam berat yang sangat drastis.
lindung, hutan produksi, hutan konservasi
atau reklamasi bekas tambang timah. Secara umum timah meninggalkan beberapa
Langkah tersebut dilakukan dengan tujuan komposisi logam berat yang dapat dengan
membuka lahan pertambangan timah. Para mudah berpindah dari lokasi penambangan
penambang inkonvensional membuka lahan ke lingkungan sekitarnya baik di permukaan
pertambangan dengan cara merusak, tanah dan terserap hingga ke dalam muka air
membakar, kemudian membuka area hutan, tanah. Para peneliti dari Limnologi LIPI
guna kepentingan eksploitasi dengan menyimpulkan lewat studi pada 40 kolong
banyaknya kerusakan kawasan hutan (danau yang terbentuk dari bekas
sehingga berdampak terhadap pencemaran penambangan timah), mengatakan bahwa
aliran sungai. air dari kolongkolong tersebut
Berdasarkan data hasil analisis laboratorium terkontaminasi jenis logam berat antara
dan penentuan status mutu kualitas air lain ferum (Fe), timbal (Pb), arsen (As)
Sungai Cerucuk sesuai dengan Kepmen LH dan logam tanah jarang yang sudah melebihi
Nomor : 115 Tahun 2003 yang ambang batas normal yaitu lebih dari 4 ppm
menggunakan Metode STORET, Hasil yang tanpa pengolahan terlebih
pemantauan sungai-sungai di Kabupaten dahulu tidak direkomendasikan untuk
Belitung tahun 2012, kandungan total diminum karena dapat menyebabkan
dissolve solute (padatan terlarut total) sudah sejumlah penyakit seperti keracunan, kanker
melebihi baku mutu untuk air kelas II dan penyakit lainnya.
menurut PP 82 tahun 2001. Selain itu Kegiatan pertambangan yang mengandung
kandungan logam berat seperti besi (Fe) dan timah memiliki unsur mineral ikutan logam
stannium (Sn) melebihi baku mutu. Sungai- tanah jarang yang berupa zircon. Dalam
sungai di daerah memiliki nilai COD dan memperoleh mineral di atas, tidak bisa
BOD5 yang tinggi serta kandungan bakteri didapatkan dengan mudah, karena jumlah
E.coli yang tinggi. Hasil analisis sampel di mineral tersebut sangat terbatas. Terlebih
Sungai Cerucuk oleh BLHD Kabupaten lagi, mineral tersebut tidak terpisah sendiri,
Belitung tahun 2010-2012 menunjukkan tetapi tercampur dengan mineral lain. Unsur
nilai BOD5 dan COD terus meningkat. Pada – unsur yang mendominasi dalam senyawa
tahun 2010, nilai BOD5 logam/unsur tanah jarang

190
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-
6110

adalah lanthanum, cerium, dan neodymium. kondisi lingkungan daratan dan perairan
Sehingga mineral dengan penyusun unsur akan semakin rusak. Pada saat cadangan
ini, ekonomis untuk diekstraksi. Adanya timah habis, Kabupaten Belitung tidak lagi
unsur logam tanah jarang yang terdapat nyaman untuk ditinggali karena gersang,
didalam kandungan timah megakibatkan generasi muda tidak terdidik semakin besar
rusaknya tingkat kesuburan tanah karena dan tidak mampu memenuhi kualifikasi
terkontaminasi kandungan tanah jarang yang kebutuhan tenaga kerja sektor
mengakibatkan tanaman disekitar kawasan lainnya. Kondisi ini hanya akan
tambang tersebut menjadi mati dan sulit bagi menguntungkan para investor pertambangan
tanaman untuk tumbuh pada tanah timah dan pekerja tambang timah sesaat,
yang telah terkontaminasi sehingga mengingat timah bukanlah sumber daya
membutuhkan waktu yang cukup lama. alam yang dapat diperbarukan.
Aktivitas pembukaan lahan di bagian hulu Yang akan merasakan dampaknya adalah
untuk kegiatan pertambangan timah, masyarakat yang tidak bekerja pada sektor
mengingat sungai merupakan salah satu pertambangan timah tetapi merasakan tidak
sumber air penting bagi masyarakat tidak nyamannya kualitas lingkungan sekitarnya
dapat dikonsumsi dan mangalami krisis air baik untuk tempat tinggal atau
bersih. Kondisi ini akan semakin parah jika mencari penghidupan yang layak.
sisa tailing tambang timah juga masih Pengalihan fungsi lahan menyebabkan
langsung dibuang ke perairan sungai dan kelembapan tanah lahan pascatambang dan
lahan di hulu dibiarkan terbuka. Dengan kelembapan udara di sekitar lahan
adanya informasi bahwa budaya masyarakat pascatambang menjadi lebih rendah,
untuk menjaga kebersihan sungai sangat temperatur tanah lahan pascatambang dan
rendah dan tidak terkendalinya pembukaan temperatur udara di sekitar lahan
dan pemanfaatan lahan di bagian hulu pascatambang menjadi lebih tinggi.
menciptakan ketidakpastian yang tinggi,
Dampak kerusakan lingkungan yang
sehingga potensi resikonya semakin sulit
diakibatkan oleh hasil pertambangan timah
dikendalikan.
inkonvensional di Kabupaten Belitung yaitu
Situasi terburuk yang diperkirakan akan lubang hasil pertambangan, Sebagian besar
terjadi pada perairan sungai adalah semakin pertambangan mineral di Indonesia
buruknya kualitas air sungai dan dilakukan dengan cara terbuka. Ketika
menyebabkan krisis sumber air bersih bagi selesai beroperasi, para pelaku tambang
masyarakat di Kabupaten Belitung, jika meninggalkan lubang-lubang di bekas areal
tidak ada upaya mitigasi untuk menangani pertambangannya. Lubang-lubang itu
faktor pendorong di atas. Salah satu cara berpotensi menimbulkan dampak
yang dapat dilakukan adalah menyusun lingkungan jangka panjang, terutama
program yang terkait dengan penataan berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air.
ruang, penyehatan lingkungan,
Air lubang tambang mengandung berbagai
pertanian/perkebunan ramah lingkungan dan
logam berat yang dapat merembes ke sistem
penegakan hukum daerah sebagai
air tanah dan dapat mencemari air tanah
arahan mitigasi. Apabila proses
sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke
penambangan timah ilegal terus dalam air tanah seringkali tidak
berlangsung, sementara reklamasi berjalan terpantau akibat lemahnya sistem
lambat maka luas lahan kritis akan semakin
pemantauan perusahaan-perusahaan
meningkat, sehingga semakin
pertambangan tersebut. Di pulau Belitung
mempersempit lahan untuk usaha pertanian
banyak di jumpai lubang-lubang bekas
dan perkebunan. jika pertambangan timah galian tambang timah (kolong) yang berisi
ilegal tetap dibiarkan maka

191
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-6110

air bersifat asam dan sangat berbahaya. Gambar 2. Kerusakan Lingkungan Akibat
Air asam tambang mengandung logamlogam Tambang Timah
berat berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan dalam jangka panjang.
Ketika air asam tambang sudah terbentuk
maka akan sangat sulit untuk
menghentikannya karena sifat alamiah dari
reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai
contoh, pertambangan timbal pada era
kerajaan Romawi masih memproduksi air
asam tambang 2000 tahun setelahnya. Air
asam tambang baru terbentuk bertahuntahun
kemudian sehingga pihak pemerintah yang
tidak melakukan monitoring jangka panjang
bisa salah menganggap bahwa batuan
limbahnya tidak menimbulkan air asam
tambang. Air asam tambang berpotensi
mencemari air permukaan dan air tanah.
Sekali terkontaminasi terhadap air
akan sulit melakukan tindakan
penanganannya. Tailing dihasilkan dari Penggunaan lahan berhubungan erat dengan
operasi pertambangan dalam jumlah yang aktivitas manusia dan sumberdaya lahan.
sangat besar. Sekitar 97 persen dari bijih Peningkatan jumlah penduduk yang semakin
yang diolah oleh pengolahan bijih akan pesat mengakibatkan tingginya pemanfaatan
berakhir sebagai tailing. Tailing terhadap sumberdaya lahan.
mengandung logam-logam berat dalam Penggunaan lahan suatu kawasan
kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti mempengaruhi hidrologi kawasan tersebut
tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, dan merubah penggunaan lahan berarti
seng, dan arsen. Ketika masuk merubah tipe dan proporsi tutupan lahan
kedalam tubuh makhluk hidup yang selanjutnya mempengaruhi
logamlogam berat tersebut akan hidrologinya (Suryani, 2005). Aktivitas dan
terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan kepentingan manusia yang berbeda-beda
dapat menimbulkan efek yang merupakan hal mendasar terjadinya
membahayakan kesehatan. Akibat aktifitas perubahan suatu penggunaan lahan, dalam
liar ini, banyak program kehutanan dan hal ini perubahan penggunaan lahan yang
pertanian tidak berjalan, karena tidak terjadi akibat banyaknya kegiatan tambang
jelasnya alokasi atau penetapan wilayah timah inkonvensional yang berdampak
tambang inkonvensional. Aktivitas terhadap peruntukan fungsi kawasan RTRW
tambang inkonvensional juga sehingga akan menimbulkan
mengakibatkan pencemaran air permukaan kerusakan lingkungan. Sebagai contoh
dan perairan umum. adalah penggunaan lahan yang di
peruntukan untuk kawasan permukiman
kemudian menjadi kawasan tambang timah
inkonvensional maka dalam hal ini belum
mempertimbangkan dampak yang akan
terjadi dengan beralihnya fungsi kawasan
tersebut, sehingga mengakibatkan
penggunaan lahan menjadi kurang optimal
ditinjau dari sisi lingkungan yang akan

192
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-
6110

memberikan kontribusi dalam seluas 144.435,68 Ha atau sebesar


memperparah bencana kerusakan lahan 60.39 % sedangkan yang tidak
yang memberikan dampak yang negatif mengalami perubahan seluas
dalam pengendalian dan pemanfaatan 94.718,67116 Ha atau sebesar 39.61 %.
lahan peruntukan fungsi kawasan
RTRW.sehingga perlu adanya suatu
2. Dampak kegiatan tambang timah
tindakan dari pihak pemerintah atau semua
inkonvensional telah merubah
kalangan masyarakat dalam pengendalian,
peruntukan penggunaan lahan sebesar
pemanfaatan dan pemberian sanksi yang 9.62 % dari arahan fungsi kawasan
tegas dalam penyalahgunaan penggunaan Rencana Tata Ruang Kabupaten
lahan, sehingga dalam hal ini bisa Belitung (2005-2014).
mengurangi dampak kerusakan lingkungan
dan mengontrol dengan tepat dalam 3. Dampak kegiatan tambang timah
pengolahan kegiatan tambang timah inkonvensional terhadap lingkungan :
inkonvensional. - Kandungan air kolong bekas
Kondisi penggunaan lahan Kabupaten tambang timah yang
Belitung sudah dipengaruhi oleh lahan terkontaminasi jenis logam berat
tambang timah yang memiliki peningkatan antara lain ferum (Fe), timbal (Pb),
penggunaan lahan terhadap pemanfaatan dan arsen (As) sudah melebihi
lahan. Kondisi tersebut ambang batas normal yaitu lebih
mengakibatkan banyaknya pengalihan dari 4 ppm dapat menyebabkan
fungsi lahan terhadap penggunaan lahan sejumlah penyakit seperti
tambang timah. Hal tersebut mempangaruhi keracunan, kanker dan penyakit
kondisi lingkungan yang ada di Kabupaten lainnya.
Belitung. Adanya kerusakan lingkungan - Pencemaran aliran sungai yang
seperti pencemaran aliran menyebabkan kualitas air menjadi
sungai, kekeringan, dan dapat menyebabkan kotor dan mengalami
krisis sumber air bersih yang merugikan pendangkalan sehingga tidak
terhadap masyarakat di Kabupaten Belitung. bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat.
Dalam kondisi pemanfaatan lahan tersebut - Terdapat lahan kritis yang semakin
diperlukan suatu arahan penataan meningkat dengan adanya kegiatan
kawasan dan kebijakan-kebijakan tambang timah inkonvensional.
pemerintah yang dapat mengurangi dampak - Pengalihan fungsi lahan
kegiatan tambah timah terhadap penggunaan
menyebabkan kelembaban tanah
lahan. Selain itu, kerusakan yang
lahan pascatambang dan
mempengaruhi kondisi lingkungan dapat
kelembaban udara di sekitar lahan
berdampak terhadap kondisi sosial yang ada.
pascatambang menjadi lebih
rendah, temperatur tanah lahan
pascatambang dan temperatur
udara di sekitar lahan
IV. SIMPULAN
pascatambang menjadi lebih
Adapun simpulan dari kajian ini adalah tinggi.
sebagai berikut :
1. Dari hasil analisis guna lahan tahun
2004 dibandingkan dengan guna lahan
tahun 2011 yang mengalami perubahan

193
Bandung, Nopember 2015 Volume 2 Nomor 3 ISSN : 2355-6110

V. REFERENSI Manuputty, Fessly dan Siyahmaitanuf,


Anggih. (2011). Dampak
Arsyad, Sitanala (2010). Konservasi Tanah Pembangunan Pusat Perbelanjaan
dan Air. Edisi Kedua, IPB Press. Balubur Terhadap Kualitas
Bogor. Lingkungan Dan Kinerja
Azwardi, Ichwan (2003). Penambangan Jaringan Jalan : Universitas
Timah Alluvial. Penerbit Pasundan Bandung.
PT.Timah tbk. Jakarta. Mulia, Riski.M (2005). Kesehatan
Barlowe, R. (1986). Land Resource Lingkungan, Graha Ilmu,
Economics. The Economics of Yogyakarta.
Real Estate.Prentice-Hall Inc. Sitorus, S.R.P (2001). Pengembangan
New York. Sumberdaya Lahan
Chapin, F. Stuart and Edward J. Kaiser Berkelanjutan. Edisi Kedua. Lab.
(1997). Urban Land Use Perencanaan Pengembangan
Planning. University of Illinois Sumberdaya Lahan. Jurusan
Press. Cichago. Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Bogor.
Daryanto (2004). Masalah Pencemaran.
Penerbit Tarsito, Bandung. Soemarwoto, Otto (2000). Analisa
dampak lingkungan,
Dyahwanti, Inarni, N. (2007). Kajian Gadjahmada, Yogyakarta.
Dampak Lingkungan Kegiatan
Penambangan Pasir Pada Suratmo, F.G (2004). Analisis Mengenai
Daerah Sabuk Hijau Gunung Dampak Lingkungan. Penerbit
Sumbing Di Kabupaten Gajah Mada University Press,
Temanggung. Universitas Yogyakarta.
Diponegoro Semarang. Sugandhy, Aca (1999), Penataan Ruang
Gandasasmita, K. (2001). Analisis Dalam Pengelolaan Lingkungan
Penggunaan Lahan Sawah dan Hidup, Edisi Pertama.
Tegalan di Daerah Aliran PT.Gramedia Pustaka Utama,
Sungai Cimanuk Hulu Jawa Jakarta
Barat. Institut Pertanian Bogor. ________, Undang-Undang Nomor 11
Hamzah, Hasnawati. (2005). Dampak Tahun 1967 tentang
Kegiatan Pertambangan Pertambangan Umum.
Terhadap Pengembangan ________, Undang-Undang Nomor 41
Wilayah Kasus di Kota Bontang Tahun 1999 tentang Kehutanan.
dan Kabupaten Kutai Timur
Provinsi Kalimantan Timur : ________, Undang-Undang Nomor 26
Institut Pertanian Bogor. Tahun 2007 Tentang
Pemanfaatan Lahan.
Hardjowigeno, Sarwono (2007). Ilmu
Tanah (Edisi Ke-6), Akademika ________, Undang-Undang Nomor 4 Tahun
Pressindo, Jakarta 2009 tentang Mineral dan
Batubara.
Hartman, L.H (1987). Introductory to
Mining Engineering, John Wiley ________, Undang-Undang Nomor 32
and Sons. New York. Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 26
tentang Perlindungan dan
Latief, Sutowo. (2010). Dampak Limbah Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dan Bekas Tambang Timah
Terhadap Lingkungan Kasus ________, Keputusan Presiden Nomor 32
Di Kecamatan Belinyu Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kabupaten Bangka Provinsi Kawasan Lindung.
Bangka Belitung : Politeknik
Negeri Semarang. ________, Keputusan Presiden Nomor 57
Tahun 1989 mengenai Kriteria
Kawasan Budidaya.

194

Anda mungkin juga menyukai