Toxoplasmosis
Toxoplasmosis
PENDAHULUAN
Pada wanita hamil dengan infeksi T. gondii akut atau reaktivasi, parasit mungkin
ditularkan secara transplasma ke janin yang mengarah ke pengembangan toksoplasmosis
kongenital, yang dapat dimanifestasikan oleh komplikasi parah termasuk keguguran dan
kelahiran mati. Hasil dari invasi tergantung pada trimester kehamilan; jadi selama trimester
ketiga mungkin tidak menampilkan gejala yang mengkhawatirkan. Sayangnya, sepertinya
perkembangan normal anak yang terinfeksi T. gondii dapat menyebabkan gangguan sistem
saraf pusat dan retinochoroiditis di kemudian hari.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai berikut:
kucing 35-73 %,
babi 11-36 %,
kambing 11-61 %
anjing 75 %
ternak lain kurang dari 10 %1
2.3 Etiologi
Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung
dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan
kadang pada daging atau sayur mentah/kurang matang. Toxoplasma gondii adalah parasit
obligat intraseluler, ada tiga tipe, tachyzoite (bentuk proliferatif), kista (mengandung
bradyzoite) dan ookista (mengandung spozoite). Transmisi pada manusia terutama terjadi
bila memakan daging babi atau domba yang mentah yang mengandung kista. Bisa juga
2
dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu
dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ.5
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk tachyzoite, kista, dan Ookista:3,4
Tachyzoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel
mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut
dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis tachyzoit dalam jaringan akan membelah
secara lambat dan disebut bradizoit.
Gambar 2. Tachyzoit
3
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan
berukuran 10-100 um. Kista penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat
dalam otot rangka, otot jantung dan susunan syaraf pusat.
Gambar 3. Kista
Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista yang berukuran 10-12 um. Ookista
terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan bersamaan dengan feces kucing.
Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan siklus
seksual atau gametogenidan sporogoni yang menghasilkan ookista dan dikeluarkan
bersama feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam sekali
ekskresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleh pejamu
perantara seperti manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan
pejamu perantara akan dibentuk kelompok-kelompok tachyzoit yang membelah
secara aktif. Pada pejamu perantara tidak dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk
stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang mengandung kista maka
terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.
Gambar 4. Ookista
2.4 Patofisiologi
Penularan pada manusia dimulai dengan tertelannya tissue kista atau ookista diikuti
oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut.
4
Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites,organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat
peredaran darah atau limfatik. Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue kista begitu
mencapai jaringan perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan
berpredileksi untuk menetap pada otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina.
Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi
laten yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak.
Tissue kista menjadi ruptur dan melepaskan invasive trofozoit (takizoit). Takizoit ini akan
menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis.4
Toksoplasmosis bisa menjadi akut atau kronis. Infeksi akut dikaitkan dengan bentuk
proliferatif (tachyzoite), sedangkan infeksi kronis berhubungan dengan kista jaringan. Selama
proses akut, takizoit menginvasi semua sel dalam tubuh kecuali sel berinti host seperti sel
darah merah. Tachyzoite memasuki sel inang melalui penetrasi aktif ke dalam plasmalemma
induk atau oleh fagositosis. Parasit mematuhi mikronema dapat mengenali dan menargetkan
sel, menghasilkan enzim untuk parasitophorus rhoptries.
Replikasi in vitro dari takizoit intraseluler terjadi setiap 6-9 jam. Setelah
mengumpulkan 64–128 parasit di setiap sel parasit akan keluar untuk menginfeksi sel
tetangga. Dengan sistem kekebalan inang, bisa berubah menjadi subpopulasi tachyzoit
bradyzoite. Makrofag, sel NK, fibroblas, sel epitel dan sel-sel endotel diaktifkan oleh
T.gondii infeksi pada tubuh inang, sehingga dapat menghambat proliferasi. Respon imun non
spesifik tergantung pada kemampuan IL - 12 yang dihasilkan oleh makrofag dan sel dendritik
untuk menstimulasi sel NK menghasilkan IFN - γ. TNF- α juga meningkatkan kemampuan IL
- 12 untuk menginduksi sel NK untuk menghasilkan IFN - γ. IFN -γ menghambat replikasi
dari parasit karena menginduksi makrofag untuk melepaskan nitrat oksida (NO), yang
membunuh parasit. IFN -γ juga meningkat aktivitas indoleamine dioksigenase yang
menghancurkan triptofan yang merupakan zat yang diperlukan untuk pertumbuhan dari
parasit.5
5
2.5 Manifestasi Klinis
3) Toxoplasmosis kongenital
4) Okular Toksoplasmosis
6
Chorioretinitis toksoplasmik dapat terjadi karena infeksi yang didapat dari
pasenital dan postnatal. Infeksi terjadi pada 2/1000 kehamilan Amerika, dengan rata-
rata infeksi transplasenta ≤50% . Tujuh puluh persen bayi dengan infeksi kongenital
menunjukkan bekas luka pada korioretina. Gejala termasuk penglihatan kabur,
skotoma, fotofobi dan nyeri. Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan pembentukan
necrotizing retinitis fokal yang menyerupai kapas putih kekuningan, dengan batas
yang tidak jelas. Pada infeksi kongenital sering ditemukan lesi bilateral pada infeksi
yang didapat saat umumnya unilateral.
Sebagian besar wanita hamil dengan infeksi akut tidak mengalami gejala
spesifik. Beberapa memiliki gejala malaise, subfebris, limfadenopati. Frekuensi
transmisi vertikal ke janin meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan.
2.6 Diagnosis
Test Serologis
Tes terhadap IgM digunakan untuk menentukan apakah suatu pasien telah terkena
infeksi baru-baru ini atau di waktu yang lalu. Oleh karena ada kemungkinan dalam salah
menafsir hasil positif IgM dari hasil percobaan, pengujian untuk konfirmasi harus dilakukan.5
a. Toxoplasma Serological Profile (TSP)
TSP telah secara klinis sangat menolong dalam mendiagnosis toxoplasmik limfadenitis,
myocarditis, polyomiositis, chorioretinitis dan selama kehamilan. Karena pemeriksaan
TSP dengan hasil positif pada IgG dan IgM dapat membedakan antara
infeksi/peradangan kronis atau infeksi yang didapat dan lebih baik daripada pemeriksaan
serologi tunggal manapun.
b. Dye test
Antibodi IgG diukur terutama menggunakan sabin-fieldman dye test (DT). Pemeriksaan
ini merupakan tes netralisasi sensitif dan sangat spesifik, dimana organisme dilisiskan
kemudian dipresentasikan dengan komplemen dan IgG antibodi spesifik T. Gondii. IgG
biasanya timbul dalam 1-2 minggu infeksi, puncaknya dalam 1-2 bulan kemudian turun
dengan rata-rata penurunan bervariasi dan biasanya tetap ada selama hidup. Tingginya
titer tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit.
7
Dye test positif menyatakan bahwa pasien pernah terpapar oleh parasit, sebaliknya DT
yang negatif mempunyai arti penting dalam mengesampingkan kemungkinan terpapar
T.gondii. Pada sebagian kecil pasien antibodi IgG mungkin saja tidak terdeteksi dalam 2-
3 minggu setelah awal paparan terhadap parasit.
c. Test differential aglutination (AC/HS)
Test differential aglutination menggunakan dua preparat antigen yang dapat
menggambarkan antigen penentu yang ditemukan pada awal infeksi akut (antigen AC)
atau antigen pada tahap akhir infeksi (HS). Rasio titer menggunakan antigen AC
dibandingkan antigen HS dapat menginterpretasikan sebagai akut.
d. Avidity
Test avidity digunakan sebagai test konfirmasi diagnostik tambahan pada TSP untuk
pasien dengan IgM positif atau equivocal atau hasil tes AC/HS yang akut atau equivocal.
Hasil antibody avidity IgG rendah atau equivocal jangan diinterpretasikan sebagai
diagnostik infeksi yang didapat sekarang.
e. Antibody IgM
Antibodi IgM diukur dengan menggunakan metode double sandwich atau immune
capture IgM-ELISA. Metode ini menghindari kesalahan false positive.
Pada pasien dengan infeksi didapat saat ini, antibodi IgM T.gondii dideteksi pada awal
penyakit dan titer ini akan negatif dalam beberapa bulan. IgM yang tetap persisten tidak
menggambarkan relevansi klinis dan pada pasiennya harus dipertimbangkan infeksi
kronis.
f. Antibody IgA
Antibodi IgA mungkin dapat ditemukan pada infeksi akut dalam serum penderita dewasa
dan infan yang terinfeksi secara kongenital menggunakan ELISA atau metode ISAGA.
Antibodi IgA dapat tetap ada untuk beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun.
Berdasarakan hal ini, pemeriksaan antibodi ini mempunyai peranan yang sedikit untuk
menegakkan infeksi akut pada orang dewasa, hal ini kontras dibandingkan apabila ada
peningkatan sensitifitas dengan hasil pemeriksaan IgA yang melebihi IgM untuk
mendiagnosis toxoplasmosis kongenital.
g. Antibody IgE
Antibodi IgE dideteksi dengan menggunakan ELISA pada serum penderita dewasa
dengan infeksi akut, neonatus yang terinfeksi secara kongenital, anak-anak dengan
8
chorioretinitis toxoplasmosis kongenital. Durasi seropositif IgE kurang dibandingkan
antibodi IgM atau IgA.
2.7 Penatalaksanaan
9
pirimetamin atau sulfadiazine juga memberikan efektivitas yang tinggi. Ini obat-obatan
mampu menghilangkan bradyzoite dalam percobaan binatang. Dapat diberikan dengan
dosis 750 mg (5 mL) PO saat makan selama 21 hari. Dalam beberapa penelitian rejimen
ini memberikan hasil yang baik pada klinis dan gambaran radiologis dari 77% dalam 6
minggu pengobatan dan tingkat kekambuhan 5% dalam masa pemeliharaan. Terapi
pemeliharaan (profilaksis sekunder) dapat dimulai setelah terapi selesai pada fase akut
diberikan, yang menggunakan rejimen yang sama seperti pada akut fase tetapi dengan
setengah dosis. Profilaksis primer dapat dihentikan jika jumlah CD4 setelah penggunaan
antiretroviral (ARV) meningkat> 200/ mm3 diselesaikan selama sekitar 3 bulan, dengan
pemeriksaan jumlah virus negatif. 5
3) Toxoplasmosis kongenital
4) Okular Toksoplasmosis
10
retina, vitreous menjadi bekas luka yang jelas dan atrofi korioretina menjadi batas. Pilihan
obat lain adalah klindamisin 300 mg 3-4 kali / hari selama 3-4 minggu, kemudian 150 mg
empat kali / hari untuk 3-4 minggu ke depan. Spiramisin adalah obat yang paling umum
digunakan dan memiliki paling sedikit efek samping pilihan obat lain, dapat diberikan
dalam dosis 1 g 2 kali / hari.5
Spiramycin adalah obat pilihan untuk toksoplasmosis pada ibu hamil. Dosis 3
g / hari PO dalam dosis terbagi 24 kali / hari selama 3 minggu, berhenti selama 2 minggu
dan kemudian ulangi siklus 5 mingguan selama kehamilan. Jika PCR rejimen cairan
amnion positif harus diganti dengan pirimetamin 50 mg / hari dan sulfadiazin 3 g / hari
dalam 2-3 dosis terbagi selama 3 minggu diselingi dengan pemberian spiramisin 1 g 3
kali / hari selama 3 minggu atau dapat diberikan pirimetamin 25 mg / hari dan sulfadiazin
4 g / hari dalam dosis terbagi 2-4 kali / hari diberikan sampai melahirkan.5
2.8 Prognosis
11
BAB III
KESIMPULAN
Perawatan tidak diperlukan pada kasus tanpa gejala kecuali pada anak-anak <5 tahun.
Hanya pasien imunokompeten yang memiliki gejala yang diobati. Pirimetamin diberi dengan
dosis 100 mg, kemudian 25–50 mg / hari dikombinasikan dengan sulfadiazin 2-4 g / hari
pada dosis terbagi 4 kali / hari selama 2–3 minggu atau dapat juga dikombinasikan dengan
klindamisin 300 mg 4 kali / hari selama 6 minggu.
12
DAFTAR PUSTAKA
13