Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa


Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii (T. gondii) adalah parasit intraseluler yang
menginfeksi berbagai hewan berdarah panas termasuk kucing, anjing, dan manusia. Infeksi
oleh toksoplasmosis dapat terjadi karena menelan kista di jaringan daging yang kurang
matang atau mentah atau tidak sengaja menelan oosista dari lingkungan. Ookista dapat
menular selama kurang lebih dua tahun, dan menyebabkan kontaminasi secara luas dan
menjadi sumber infeksi bagi manusia dan hospes perantara lainnya.

Di Amerika Serikat diperkirakan bahwa 22,5% penduduk berusia ≥ 12 tahun telah


terinfeksi toksoplasma. Di berbagai tempat di dunia telah menunjukkan bahwa sampai 95%
dari beberapa populasi telah terinfeksi toksoplasma. Infeksi sering tertinggi di wilayah dunia
yang beriklim panas, lembab, dan dataran rendah. Pada orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang sehat sering tidak terdiagnosis, karena toksoplasmosis tidak ada tanda-tanda penyakit
atau gejala terlalu ringan untuk terlihat. Namun, kista jaringan dorman yang membungkus T.
gondii bradyzoites bertahan dalam organisme inang seumur hidup dan dapat pecah memicu
penyakit yang parah, terutama pada individu immunocompromise.

Pada wanita hamil dengan infeksi T. gondii akut atau reaktivasi, parasit mungkin
ditularkan secara transplasma ke janin yang mengarah ke pengembangan toksoplasmosis
kongenital, yang dapat dimanifestasikan oleh komplikasi parah termasuk keguguran dan
kelahiran mati. Hasil dari invasi tergantung pada trimester kehamilan; jadi selama trimester
ketiga mungkin tidak menampilkan gejala yang mengkhawatirkan. Sayangnya, sepertinya
perkembangan normal anak yang terinfeksi T. gondii dapat menyebabkan gangguan sistem
saraf pusat dan retinochoroiditis di kemudian hari.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa


Toxoplasma gondii.2

2.2 Epidemiologi

Prevalensi zat anti T. gondii berbeda di berbagai daerah geografik, seperti


pada ketinggian yang berbeda, di daerah rendah, prevalensi zat anti lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah yang tinggi. Prevalensi zat anti ini juga lebih tinggi di daerah tropik. Pada
umumnya prevalensi zat anti T. gondii yang positif meningkat sesuai dengan umur, tidak ada
perbedaan antara pria dan wanita. Anjing sebagai sumber infeksi mendapatkan infeksi dari
makan tinja kucing atau bergulingan pada tanah yang mengandung tinja kucing, yang
merupakan instrumen penyebaran secara mekanis dari infeksi T. gondii. Lalat dan kecoa
secara praktis juga penting dalam penyebarannya.1

Di Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai berikut:
 kucing 35-73 %,
 babi 11-36 %,
 kambing 11-61 %
 anjing 75 %
ternak lain kurang dari 10 %1

2.3 Etiologi

Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung
dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan
kadang pada daging atau sayur mentah/kurang matang. Toxoplasma gondii adalah parasit
obligat intraseluler, ada tiga tipe, tachyzoite (bentuk proliferatif), kista (mengandung
bradyzoite) dan ookista (mengandung spozoite). Transmisi pada manusia terutama terjadi
bila memakan daging babi atau domba yang mentah yang mengandung kista. Bisa juga

2
dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu
dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ.5

Gambar 1. Siklus Hidup Toksoplasmosis

Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk tachyzoite, kista, dan Ookista:3,4
 Tachyzoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel
mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut
dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis tachyzoit dalam jaringan akan membelah
secara lambat dan disebut bradizoit.

Gambar 2. Tachyzoit

3
 Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan
berukuran 10-100 um. Kista penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat
dalam otot rangka, otot jantung dan susunan syaraf pusat.

Gambar 3. Kista

 Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista yang berukuran 10-12 um. Ookista
terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan bersamaan dengan feces kucing.
Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan siklus
seksual atau gametogenidan sporogoni yang menghasilkan ookista dan dikeluarkan
bersama feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam sekali
ekskresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleh pejamu
perantara seperti manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan
pejamu perantara akan dibentuk kelompok-kelompok tachyzoit yang membelah
secara aktif. Pada pejamu perantara tidak dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk
stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang mengandung kista maka
terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.

Gambar 4. Ookista

2.4 Patofisiologi

Penularan pada manusia dimulai dengan tertelannya tissue kista atau ookista diikuti
oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut.

4
Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites,organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat
peredaran darah atau limfatik. Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue kista begitu
mencapai jaringan perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan
berpredileksi untuk menetap pada otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina.
Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi
laten yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak.
Tissue kista menjadi ruptur dan melepaskan invasive trofozoit (takizoit). Takizoit ini akan
menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis.4

Toksoplasmosis bisa menjadi akut atau kronis. Infeksi akut dikaitkan dengan bentuk
proliferatif (tachyzoite), sedangkan infeksi kronis berhubungan dengan kista jaringan. Selama
proses akut, takizoit menginvasi semua sel dalam tubuh kecuali sel berinti host seperti sel
darah merah. Tachyzoite memasuki sel inang melalui penetrasi aktif ke dalam plasmalemma
induk atau oleh fagositosis. Parasit mematuhi mikronema dapat mengenali dan menargetkan
sel, menghasilkan enzim untuk parasitophorus rhoptries.

Replikasi in vitro dari takizoit intraseluler terjadi setiap 6-9 jam. Setelah
mengumpulkan 64–128 parasit di setiap sel parasit akan keluar untuk menginfeksi sel
tetangga. Dengan sistem kekebalan inang, bisa berubah menjadi subpopulasi tachyzoit
bradyzoite. Makrofag, sel NK, fibroblas, sel epitel dan sel-sel endotel diaktifkan oleh
T.gondii infeksi pada tubuh inang, sehingga dapat menghambat proliferasi. Respon imun non
spesifik tergantung pada kemampuan IL - 12 yang dihasilkan oleh makrofag dan sel dendritik
untuk menstimulasi sel NK menghasilkan IFN - γ. TNF- α juga meningkatkan kemampuan IL
- 12 untuk menginduksi sel NK untuk menghasilkan IFN - γ. IFN -γ menghambat replikasi
dari parasit karena menginduksi makrofag untuk melepaskan nitrat oksida (NO), yang
membunuh parasit. IFN -γ juga meningkat aktivitas indoleamine dioksigenase yang
menghancurkan triptofan yang merupakan zat yang diperlukan untuk pertumbuhan dari
parasit.5

5
2.5 Manifestasi Klinis

Untuk tujuan klinis, toksoplasmosis dibagi menjadi lima kategori, yaitu:5

1) Toksoplasmosis pada pasien imunokompeten

Hanya 10-20% toksoplasmosis pada anak-anak dan orang dewasa yang


memiliki gejala. Pada pasien yang imunokompeten dengan toksoplasmosis sering
tanpa gejala atau hanya gejala ringan dan memberikan non-spesifik seperti demam,
pembesaran kelenjar getah bening, mialgia, leher kaku, nyeri menelan atau sakit
perut.

2) Toksoplasmosis pada Pasien Immunocompromised

Pada host immunocompromised seperti pasien dengan AIDS, keganasan


hematologi, pasien transplantasi sumsum tulang, transplantasi organ padat (termasuk
jantung, hati, hati, ginjal), toksoplasmosis dapat menyebabkan ensefalitis,
meningoensefalitis, miokarditis, dan pneumonitis. Ensefalitis toksoplasma (TE)
adalah manifestasi yang paling sering pada pasien immunocompromised. Dalam 58-
89% kasus terjadi pada manifestasi klinis sub-akut dalam bentuk neurologis fokal
kelainan, dalam 15-25% kasus dengan manifestasi klinis yang lebih parah dari kejang
dan pendarahan otak. Manifestasi klinis lainnya seperti kehilangan kesadaran,
meningismus, tanda serebelum, gangguan neuropsikiatrik, demensia, agitasi. Pada
pasien HIV risiko infeksi SSP terkait dengan tingkat CD4, risiko lebih tinggi pada
mereka yang hanya memiliki jumlah CD4 + <200. Toksoplasmosis pada pasien AIDS
juga dapat menyerang paru-paru, mata, dan organ lain. Toksoplasmosis paru
(pneumonitis) terjadi terutama pada pasien dengan manifestesi klinis AIDS lanjutan
termasuk demam, dyspnea, dan batuk.

3) Toxoplasmosis kongenital

Trias klasik toksoplasmosis kongenital adalah korioretinitis, hidrosefalus, dan


kalsifikasi intrakranial. Keterlibatan sistem neurologis dan okular sering muncul
kemudian jika tidak ditemukan pada saat kelahiran. Kejang, keterbelakangan mental,
dan kekakuan adalah gejala sisa umum.

4) Okular Toksoplasmosis

6
Chorioretinitis toksoplasmik dapat terjadi karena infeksi yang didapat dari
pasenital dan postnatal. Infeksi terjadi pada 2/1000 kehamilan Amerika, dengan rata-
rata infeksi transplasenta ≤50% . Tujuh puluh persen bayi dengan infeksi kongenital
menunjukkan bekas luka pada korioretina. Gejala termasuk penglihatan kabur,
skotoma, fotofobi dan nyeri. Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan pembentukan
necrotizing retinitis fokal yang menyerupai kapas putih kekuningan, dengan batas
yang tidak jelas. Pada infeksi kongenital sering ditemukan lesi bilateral pada infeksi
yang didapat saat umumnya unilateral.

5) Toksoplasmosis pada Kehamilan

Sebagian besar wanita hamil dengan infeksi akut tidak mengalami gejala
spesifik. Beberapa memiliki gejala malaise, subfebris, limfadenopati. Frekuensi
transmisi vertikal ke janin meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan.

2.6 Diagnosis

Test Serologis
Tes terhadap IgM digunakan untuk menentukan apakah suatu pasien telah terkena
infeksi baru-baru ini atau di waktu yang lalu. Oleh karena ada kemungkinan dalam salah
menafsir hasil positif IgM dari hasil percobaan, pengujian untuk konfirmasi harus dilakukan.5
a. Toxoplasma Serological Profile (TSP)
TSP telah secara klinis sangat menolong dalam mendiagnosis toxoplasmik limfadenitis,
myocarditis, polyomiositis, chorioretinitis dan selama kehamilan. Karena pemeriksaan
TSP dengan hasil positif pada IgG dan IgM dapat membedakan antara
infeksi/peradangan kronis atau infeksi yang didapat dan lebih baik daripada pemeriksaan
serologi tunggal manapun.
b. Dye test
Antibodi IgG diukur terutama menggunakan sabin-fieldman dye test (DT). Pemeriksaan
ini merupakan tes netralisasi sensitif dan sangat spesifik, dimana organisme dilisiskan
kemudian dipresentasikan dengan komplemen dan IgG antibodi spesifik T. Gondii. IgG
biasanya timbul dalam 1-2 minggu infeksi, puncaknya dalam 1-2 bulan kemudian turun
dengan rata-rata penurunan bervariasi dan biasanya tetap ada selama hidup. Tingginya
titer tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit.

7
Dye test positif menyatakan bahwa pasien pernah terpapar oleh parasit, sebaliknya DT
yang negatif mempunyai arti penting dalam mengesampingkan kemungkinan terpapar
T.gondii. Pada sebagian kecil pasien antibodi IgG mungkin saja tidak terdeteksi dalam 2-
3 minggu setelah awal paparan terhadap parasit.
c. Test differential aglutination (AC/HS)
Test differential aglutination menggunakan dua preparat antigen yang dapat
menggambarkan antigen penentu yang ditemukan pada awal infeksi akut (antigen AC)
atau antigen pada tahap akhir infeksi (HS). Rasio titer menggunakan antigen AC
dibandingkan antigen HS dapat menginterpretasikan sebagai akut.
d. Avidity
Test avidity digunakan sebagai test konfirmasi diagnostik tambahan pada TSP untuk
pasien dengan IgM positif atau equivocal atau hasil tes AC/HS yang akut atau equivocal.
Hasil antibody avidity IgG rendah atau equivocal jangan diinterpretasikan sebagai
diagnostik infeksi yang didapat sekarang.
e. Antibody IgM
Antibodi IgM diukur dengan menggunakan metode double sandwich atau immune
capture IgM-ELISA. Metode ini menghindari kesalahan false positive.
Pada pasien dengan infeksi didapat saat ini, antibodi IgM T.gondii dideteksi pada awal
penyakit dan titer ini akan negatif dalam beberapa bulan. IgM yang tetap persisten tidak
menggambarkan relevansi klinis dan pada pasiennya harus dipertimbangkan infeksi
kronis.
f. Antibody IgA
Antibodi IgA mungkin dapat ditemukan pada infeksi akut dalam serum penderita dewasa
dan infan yang terinfeksi secara kongenital menggunakan ELISA atau metode ISAGA.
Antibodi IgA dapat tetap ada untuk beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun.
Berdasarakan hal ini, pemeriksaan antibodi ini mempunyai peranan yang sedikit untuk
menegakkan infeksi akut pada orang dewasa, hal ini kontras dibandingkan apabila ada
peningkatan sensitifitas dengan hasil pemeriksaan IgA yang melebihi IgM untuk
mendiagnosis toxoplasmosis kongenital.

g. Antibody IgE
Antibodi IgE dideteksi dengan menggunakan ELISA pada serum penderita dewasa
dengan infeksi akut, neonatus yang terinfeksi secara kongenital, anak-anak dengan

8
chorioretinitis toxoplasmosis kongenital. Durasi seropositif IgE kurang dibandingkan
antibodi IgM atau IgA.

2.7 Penatalaksanaan

1) Toksoplasmosis pada pasien imunokompeten


Perawatan tidak diperlukan pada kasus tanpa gejala kecuali pada anak-anak <5
tahun. Hanya pasien imunokompeten yang memiliki gejala yang diobati. Pirimetamin
diberi dengan dosis 100 mg, kemudian 25–50 mg / hari dikombinasikan dengan
sulfadiazin 2-4 g / hari pada dosis terbagi 4 kali / hari selama 2–3 minggu atau dapat juga
dikombinasikan dengan klindamisin 300 mg 4 kali / hari selama 6 minggu. Sulfadiazin
dan klindamisin dapat diganti dengan azitromisin 500 mg / hari atau 750 mg atovaquone
2 kali / hari. Alternatif lain yang bisa diberikan adalah Trimethoprim (TMP) 10 mg / kg /
hari, sulfamethoxazole (SMX) 50 mg / kg / hari selama 4 minggu.5

2) Toksoplasmosis pada Pasien Immunocompromised

Terapi toksoplasmosis pada pasien HIV – AIDS dibagi menjadi 2 perawatan


akut dan terapi pemeliharaan. Terapi akut diberikan setidaknya selama 3 minggu dan
dapat diberikan selama 6 minggu jika respons lengkap tidak terjadi, terapi pemeliharaan
diperlukan berikutnya untuk mencegah kambuh. Profilaksis primer dianjurkan pada
HIVseropositif AIDS di mana jumlah CD4 +<100 / mm3 atau pasien dengan CD4 <200 /
mm3 disertai dengan infeksi oportunistik dan keganasan. Rejimen yang digunakan dapat
diberikan TMP - SMX (trimethoprim - sulfamethoxazole). Dosis TMP - SMX adalah satu
tablet kekuatan ganda (DS) (160 mg trimetoprim, 800 mg sulfametoksazol) 2 kali / hari
(14 tablet DS / minggu). Pada infeksi akut dapat diberikan kombinasi dari pirimetamin
dan sulfadiazin. Rejimen ini adalah rejimen standar untuk pengobatan TE. Dosis awal
pirimetamin 200 mg / hari berikutnya 50-75 mg / hari plus sulfadiazine 4–8 g / hari
selama 6 minggu kemudian disebut terapi supresif seumur hidup atau untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dalam beberapa penelitian yang disebutkan
kombinasi pirimetamin - klindamisin dan trimethoprim - sulfamethoxazole sama
efektifnya dengan penggunaan kombinasi pyrimethamine - sulfadiazine. Klindamisin
dapat diberikan dengan dosis 600 mg PO / IV, 4 kali / hari selama 3–6 minggu. Dosis
untuk supresif terapi 300–450 mg PO setiap 6-8 jam. Kombinasi atovakon dengan

9
pirimetamin atau sulfadiazine juga memberikan efektivitas yang tinggi. Ini obat-obatan
mampu menghilangkan bradyzoite dalam percobaan binatang. Dapat diberikan dengan
dosis 750 mg (5 mL) PO saat makan selama 21 hari. Dalam beberapa penelitian rejimen
ini memberikan hasil yang baik pada klinis dan gambaran radiologis dari 77% dalam 6
minggu pengobatan dan tingkat kekambuhan 5% dalam masa pemeliharaan. Terapi
pemeliharaan (profilaksis sekunder) dapat dimulai setelah terapi selesai pada fase akut
diberikan, yang menggunakan rejimen yang sama seperti pada akut fase tetapi dengan
setengah dosis. Profilaksis primer dapat dihentikan jika jumlah CD4 setelah penggunaan
antiretroviral (ARV) meningkat> 200/ mm3 diselesaikan selama sekitar 3 bulan, dengan
pemeriksaan jumlah virus negatif. 5

3) Toxoplasmosis kongenital

Pada bayi baru lahir dengan toksoplasmosis, dapat diberikan kombinasi


pyrimethamine 1 mg / kg per hari untuk 2 bulan diikuti oleh 1 mg / kg setiap 2 hari
selama 10 bulan, sulfadiazine 50 mg / kg berat badan per hari, serta asam folat 5–10 mg 3
kali seminggu untuk mencegah efek samping dari pyrimethamine. Selain pemberian obat
juga diperlukan tindak lanjut yang teratur. Hitung darah lengkap 1–2 kali per minggu
untuk setiap hari dosis pirimetamin dan 1-2 kali per bulan untuk dosis pirimetamin
dilakukan setiap 2 hari untuk memantau efek samping dari obat tersebut. Juga diperlukan
pemeriksaan pediatrik lengkap, termasuk pemeriksaan ophthalmologic setiap 3 bulan
sampai usia 18 bulan dan kemudian setahun sekali, begitu juga pemeriksaan neurologis
setiap 3-6 bulan sampai umur 1 tahun.5

4) Okular Toksoplasmosis

Perawatan tergantung pada beberapa faktor seperti lokasi lesi, tingkat


peradangan, ancaman kebutaan dan status kekebalan pasien. Jika itu Infeksi tidak pada
disk optik dan makula dan hanya disertai peradangan ringan, pengobatannya tidak
diperlukan. Pirimetamin paling efektif untuk ini infeksi, diberikan dosis pemuatan 25 mg
3 kali / hari diikuti oleh 25 mg / hari. Obat ini harus dikombinasikan dengan sulfadiazine
dengan dosis pemuatan lebih lanjut 2 g 1 g 4 waktu / hari. Terapi dilakukan selama 6-12
minggu. Pengobatan respon ditunjukkan oleh hilangnya bercak putih kekuningan pada

10
retina, vitreous menjadi bekas luka yang jelas dan atrofi korioretina menjadi batas. Pilihan
obat lain adalah klindamisin 300 mg 3-4 kali / hari selama 3-4 minggu, kemudian 150 mg
empat kali / hari untuk 3-4 minggu ke depan. Spiramisin adalah obat yang paling umum
digunakan dan memiliki paling sedikit efek samping pilihan obat lain, dapat diberikan
dalam dosis 1 g 2 kali / hari.5

5) Toksoplasmosis pada Kehamilan

Spiramycin adalah obat pilihan untuk toksoplasmosis pada ibu hamil. Dosis 3
g / hari PO dalam dosis terbagi 24 kali / hari selama 3 minggu, berhenti selama 2 minggu
dan kemudian ulangi siklus 5 mingguan selama kehamilan. Jika PCR rejimen cairan
amnion positif harus diganti dengan pirimetamin 50 mg / hari dan sulfadiazin 3 g / hari
dalam 2-3 dosis terbagi selama 3 minggu diselingi dengan pemberian spiramisin 1 g 3
kali / hari selama 3 minggu atau dapat diberikan pirimetamin 25 mg / hari dan sulfadiazin
4 g / hari dalam dosis terbagi 2-4 kali / hari diberikan sampai melahirkan.5

2.8 Prognosis

Pada pasien reaktivasi immunocompromised toxoplasmosis kronis sering


terjadi. Terapi supresif dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dapat mengurangi risiko
infeksi berulang. Bayi dengan toxoplasmosis okular memiliki prognosis yang baik dan dalam
empat tahun ke depan memiliki perkembangan yang sama seperti bayi yang tidak terinfeksi.
Pasien yang tidak kompeten memiliki prognosis yang baik, limfadenopati dan gejala lainnya
hilang dalam beberapa minggu setelah infeksi.5

11
BAB III

KESIMPULAN

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa


Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii (T. gondii) adalah parasit intraseluler yang
menginfeksi berbagai hewan berdarah panas termasuk kucing, anjing, dan manusia.
Prevalensi zat anti T. gondii berbeda di berbagai daerah geografik, seperti pada ketinggian
yang berbeda, di daerah rendah, prevalensi zat anti lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
yang tinggi. Prevalensi zat anti ini juga lebih tinggi di daerah tropik. Pada umumnya
prevalensi zat anti T. gondii yang positif meningkat sesuai dengan umur, tidak ada perbedaan
antara pria dan wanita.

Perawatan tidak diperlukan pada kasus tanpa gejala kecuali pada anak-anak <5 tahun.
Hanya pasien imunokompeten yang memiliki gejala yang diobati. Pirimetamin diberi dengan
dosis 100 mg, kemudian 25–50 mg / hari dikombinasikan dengan sulfadiazin 2-4 g / hari
pada dosis terbagi 4 kali / hari selama 2–3 minggu atau dapat juga dikombinasikan dengan
klindamisin 300 mg 4 kali / hari selama 6 minggu.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Chahaya I. Epidemiologi “Toxoplasma gondii”. Bagian Kesehatan Lingkungan


Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas Sumatera Utara.

2. Grzybowski,M., Justyna,M., Gatkowska.,Dziadek,B., Dzitko,K.,Henryka,K,. (2015).


Human toxoplasmosis: a comparative evaluation of the diagnostic potential of
recombinant Toxoplasma gondii ROP5 and ROP18 antigens. Department of
Immunoparasitology, Faculty of Biology and Environmental Protection, University of
Ło´dz, Ło´dz, Poland.
http://europepmc.org/abstract/MED/26242602
3. Jayawardena S, Singh S, Burzyantseva O, Clarke H. Cerebral Toxoplasmosis in Adult
Patients with HIV Infection. Hospital Physician. 2008:17-24.

4. Sudewi AAR, Sugianto P, Ritarwan K. Infeksi pada sistem saraf. Airlangga


University Press: Surabaya; 2011.h.91-102.

5. Yuliawati,I., Nasronudin. (2015). PATHOGENESIS, DIAGNOSTIC AND


MANAGEMENT OF TOXOPLASMOSIS. Indonesian journals of tropical and
infectious disease.
https://e-journal.unair.ac.id/IJTID/article/view/2008

13

Anda mungkin juga menyukai