Anda di halaman 1dari 6

3.

IMUNISASI POLIO
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat
menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus polio myelitis yang sangat
menular. Penularannya bia lewat percikan ludah atau air liur penderita polio yang
masuk ke mulut orang sehat.
Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau
usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga
bisa menyebabkan kelumpuhan otot tangan dan kaki. Bila mengenai otot
pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa meninggal.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya
akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun
tak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan,
tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak.
Nah, imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
a. Jumlah Pemberian
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentunkan, mengingat adanya
imunisasi polio masal. Namun jumlah yang berlebihan ini akan
berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam imunisasi jumlah
pemberian 0,5 ml subkutan.
b. Usia Pemberian
Saaat lahir (0 bulan) dan berikutnya di usia 2,4,6 bulan. Dilanjutkan pada
usia 18 bulan dan 5 tahun kecuali saat lahir pemberian vaksin polio selalu
dibarengi dengan vaksin DTP.
c. Cara Pemberian
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine atau IPV) atau
lewat mulut (Oral Polimyelitis Vaccine atau OPV).di tanah air yang
digunakan adalah OPV.
d. Efek Samping
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare
ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
e. Tingkat Kekebalan
Dapat mencekal hingga 90%
f. Indikasi Kontra :
Tak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit aktif atau
demam tinggi (diatas 380ᴼC), muntah atau diare, penyakit kanker atau
keganasan HIV/AIDS, sedang menjali pengobatan steroid dan
pengobatan radiasi umum, serta anak dengan mekanisme kekebalan
tertanggu.
4. IMUNISASI DTP
Dengan pemberian imuniasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan
pertusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul sesusai
diimunisasi.
a. Usia & Jumlah Pemberian
Sebanyak 5 kali; 3 kali diusia bayi (2,4,6 bulan), 1 kali diusia 18 bulan,
dan 1 kali diusia 5 tahun. Selanjutnya disusia 12 tahun diberikan imunisasi
TT.
b. Efek Samping
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun
panas. Jika demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa
sikecil ke dokter. Namun jika demam tak muncul bukan berarti imunisasinya
gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal untuk anak yang
memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP ttap aman. Kejang demam
tak membahayakan, karena sikecil mengalami kejang hanya ketika demam
dan tak akan mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orang
tua tetap khawatir, sikecil dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak
menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan,
hanya sekedar sumeng.
c. Indikasi Kontra
Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu
penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau
habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka
hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang
menyebabkan panas.

Penyakit DTP Yang Berbahaya


1). Difentri
Penyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium Diphthereiae ini,
gejalanya mirip radang tenggorokan, yaitu batuk, suara serak, dan
tenggorokan sakit. Namun, Difentri tak disertai panas sebagaimana yang
terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difentri adalah kesulitan
bernapas (leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga wajah dan
tubuh membiru, serta adanya lapisan putih pada lidah dan bibir.
Bakteri penyebab difentri ditularkan saat batuk, bersin, atau kala
berbicara. Masa inkubasinya 1-6 hari. Penderita harus mendapatkan
perawatan di rumah sakit dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3 minggu, dan
baru boleh pulang setelah penyakitnya benar-benar hilang 100 %. Soalnya,
difentri bisa kambuh lagi kalau belum betul-betul sembuh.
2). Titanus
Disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani, penyakit ini berisiko
menyebabkan kematian. Infeksi tetanus bisa terjadi karena luka, sekecil
apapun luka itu. Tetanus rawan mneyerang bayi baru lahir, biasanya karena
tindakan atau perawatan yang tidak steril.
Gejala-gejala yang tampak antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan
kaku di leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke
otot perut, lengan atas dan paha. Pengobatan dilakukan dengan pembersihan
antibiotik untuk mematikan kuman, anti kejang untuk merilekskan otot-otot,
dan antitetanus untuk menetralisir toksinnya.
3). Pertusis
Disebut juga kinghoest, batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran
batuknya memang berlangsung lama, bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini
mudah sekali menular melalui udara yang mengandung bakteri Bordetella
Pertussis. Masa inkubasinya 6-20 hari.
Gejala awalnya seperti flu biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek,
yang berlangsung selama 1-2 minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai
nyata dan kuat, batuk panjang secara terus menerus yang berbeda dengan
batuk biasa. Tak jarang, karena kuatnya batuk ini, anak bisa sampai
menungging-nungging, muntah-muntah, mata merah, berair, dan napasnya
susah. Gejalanya sangat berat. Bahkan beberapa penderita bisa mengalami
pendarahan. Setelah 2-4 minggu berlalu, batuk mulai berkurang, dan kondisi
anak mulai pulih. Penderita akan diberi obat antibiotik untuk mematikan
kuman, dan obat untuk mengurangi atau menghentikan batuknya. Istirahat
yang cukup, banyak minum dan konsumsi makanan bergizi akan membantu
mempercepat kesembuhan.

5. IMUNISASI CAMPAK
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemeberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak
mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali
terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak setelah
itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)
penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah
muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair, si
kecilpun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut
muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga
mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik,
berkisar 38-40,5ᴼC. Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang
merupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak
terlalu kecil. Awalnya hanya muncul di beberapa bagian tubuh. Namun bila daya
tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya dibeberapa bagian tubuh saja
dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan
sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut
hiperpigmentasi. Pada kahirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh
dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak
sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat
yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi.
Pengobatannya bersifat simpotomasis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang
muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan oabat yang efektif mengatasi virus
campak.
Jika tak ditangani baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi
komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain
bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.
Komplikai yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru (broncho pneumonia)
dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering
menimbulkan kematian pada anak.
a. Usia dan Jumlah Pemberian
Sebanyak 2 kali; 1 kali diusia 9 bulan, 1 kali diusia 6 tahun. Dianjurkan,
pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah
menurun diusia 9 bulan, penyakit campak, umumnya menyerang anak usia
balita. Jika sampai 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps
rubela).
b. Efek Samping
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan
diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.
Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.

PENYIMPANAN VAKSIN
Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia telah terbukti efektif antara
lain dengan terbasminnya penyakit cacar, dimana Indonesia dinyatakan bebas
cacar sejak tahun 1974. Dalam penyelenggaraan program imunisasi dibutuhkan
dukungan vaksin, alat suntik dan rantai dingin (Cold Chain) agar kualitas
vaksinasi sesuai dengan standar guna memberikan imunitas yang optimal bagi
sasaran imunisasi.
Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen
kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berguna
untuk merangsang timbulnya kekebalan tubuh seseorang. Bila vaksin diberikan
kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit tertentu.
Sebagai produk biologis vaksin memiliki karakteristik tertentu dan
memerlukan penanganan yang khusus sejak diproduksi di pabrik, hingga dipakai
di unit pelayanan. Suhu yang baik untuk semua jenis vaksin adalah +2 ᴼC sampai
dengan +8 ᴼC.
Penyimpangan dari ketentuan yang ada dapat mengakibatkan kerusakan
vaksin sehingga menurunkan atau menghilangkan potensinya bahkan bila
diberikan kepada sasaran dapat menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI) yang tidak diinginkan. Kerusakan vaksin dapat mengakibatkan kerugian
sumber daya yang tidak sedikit, baik dalam bentuk biaya vaksin, maupun biaya-
biaya lain yang terpaksa dikeluarkan guna menanggapi masalah KIPI atau
kejadian luar biasa.
Selama ini masih banyak petugas kesehatan yang beranggapan bahwa bila
ada pendingin maka vaksin makin baik. Pendapat itu perlu diluruskan! Semua
vaksin akan rusak bila terpapar panas atau terkena sinar matahari langsung. Tetapi
beberapa vaksin juga tidak tahan terhadap pembekuan, bahkan dapat rusak secara
permanen dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan bila vaksin terpapar
panas.
Berdasarkan sensitivitas terhadap suhu, penggolongan vaksin adalah sebagai
berikut :
a. Vaksin sensitive beku (Freeze Sensitive – FS), adalah golongan vaksin yang
akan russak terhadap suhu dingin dibawah 0 ᴼC (beku) yaitu : Hepatitis B,
DPT, DPT-HB, DT, TT
b. Vaksin sensitive panas (Heat Sensitive HS), adalah golongan vaksin yang
akan rusak terhadap paparan yang berlebih yaitu; BCG, Polio, Campak.
Pemantauan suhu vaksin sangat penting dalam menetapkan secara cepat
apakah vaksin masih layak digunakan atau tidak. Untuk membantu petugas
dalam memantau suhu penyimpanan dan pengiriman vaksin ini, ada berbagai
alat dengan indikator yang sangat peka seperti Vaccine Vial Monitor (VVM),
Freeze Watch atau Freezeag serta Time Temperatur Monitor ( TTM).
Dengan menggunakan alat pantau ini, dalam berbagai studi diketahui
bahwa telah terjadi berbagai kasus paparan terhadap suhu beku pada vaksin
yang peka terhadap pembekuan seperti Hepatitis B, DPT dan TT. Dengan
adanya temuan ini maka telah dilakukan penyesuaian pengelolaan vaksin
untuk mencegah pembekuan vaksin.
Kerusakan vaksin terhadap suhu. Suhu tempat penyimpanan yang tidak
tepat akan menimbulkan kerusakan vaksin. Hal ini dapat dilihat dari
keterangan di bawah ini :
1. Vaksin Sensitif Beku
a. Suhu terlalu dingin
Pada vaksin Hepatitis B, DPT HB di suhu -0,5 ᴼC s/d -10 ᴼC dapat
bertahan selama maksimal 1,5-2 jam.
b. Suhu terlalu panas
Sedangkan vaksin DPT, DPT HB, DT pada suhu beberapa ᴼC diatas
suhu udara luar (ambient temperature <34 ᴼC) dapat bertahan 14
sedangkan Hepatitis B dan TT dapat bertahan 30 hari.
2. Vaksin Sensitif Panas
Sementara polio beberapa ᴼC diatas suhu udara luar (ambient
temperature <34 ᴼC) dapat bertahan selama 2 hari sedangkan Campak
dan BCG beberapa ᴼC diatas suhu udara luar dapat bertahan 7 hari.
Terlihat bahwa rusaknya vaksin sensitive beku akibat terpapar suhu
terlalu dingin, jauh lebih cepat dari pada rusaknya vaksin sensitif panas
akibat terpapar suhu terlalu panas. Oleh karena itu tidak mengherankan
bila lebih banyak vaksin yang rusak akibat terpapar suhu terlalu dingin
dibandingkan terpapar suhu terlalu panas.

Anda mungkin juga menyukai