Kimfis Fix
Kimfis Fix
1. Data tekanan uap parsial berikut didapatkan dari campuran ideal dua senyawa volatile.
Liquid A dan B pada suhu 298 K.
Data 1 2 3 4 5 6
PA (kPa) 0.0 7.3 28.4 66.4 73.1 81.0
PB (kPa) 16.1 14.7 10.5 2.9 1.6 0
P (kPa) 16.1 22 38.9 69.3 74.7 81.0
XA 0 0.0909 0.3513 0.8197 0.9029 1
XB 1 0.9091 0.6487 0.1803 0.0971 0
YA 0 0.3318 0.7301 0.9582 0.9786 1
YB 1 0.6682 0.2699 0.0418 0.0214 0
Jika dilihat pada data (1) ditunjukkan bahwa Tekanan komponen A sebesar 0.0 kPa. Hal
ini menunjuukan bahwa tidak terdapat komponen A dalam fasa cair dalam komponen A.
Jika terdapat dua komponen maka terdapat tekanan parsial masing-masing karena senyawa
tersebut volatile. Oleh karena itu hanya terdapat komponen B saja sehingga tekanan total
system merupakan tekanan murni komponen B sehingga fraksi mol pada data 1 merupakan
fraksi mol komponen murni dari senyawa B.
(b). Menentukan XA
XA : 0.0
Dalam hal ini fraksi mol komponen A sebesar 0 dikarenakan tidak terdapat
komponen A dalam campuran. Karena fraksi mol merupakan perbandingan antara
mol komponen tertentu dengan mol total dari setiap komponen.
(c). Menentukan XB
XB : 1
Dalam hal ini fraksi mol komponen B sebesar 1 karena hanya komponen B yang
terdapat dalam campuran dan tidak ada komponen A dalam campuran. Berapa
banyak mol komponen B dalam campuran maka fraksi mol B tetap 1 karena tidak
ada jumlah mol A dalam campuran. Hal ini dikarenakan fraksi mol merupakan
perbandingan jumlah mol komponen tertentu per jumlah mol total komponen dalam
campuran
(d). Menentukan YA dan YB
YA : 0
YB : 1
Fraksi mol uap untuk komponen A sebesar 0 dan fraksi mol uap komponen B
sebesar 1 hal ini dikarenakan dalam proses penguapan yang menguap hanya
komponen B karena tidak ada komponen A dalam fasa uap sehingga tekanan uap
dan komposisi uap hanya terdiri dari komponen B.
Jika dilihat pada data (2) ditunjukkan bahwa tekanan komponen A sebesar 7.3 kPa dan
tekanan
Parsial komponen B sebesar 14.7 kpa. Secara fraksi mol dapat menunjukkan bahwa
komponen B dalam fasa cair lebih banyak dari komponen A akan dan dalam fraksi mol
dalam fasa uap dapat menunjukkan bahwa komponen B dalam fasa uap lebih banyak dari
pada komponen A dalam fasa uap.
Cara 1 :
P total : PA + PB
P total : 7.3 kPa + 14.7 kPa
P total : 22 kPa
Cara 2 :
Dimana XA + XB = 1
XA = 1 – XB
XB = 1 - XA
Proses perhitungan :
Cara 1 :
P total : PA + PB
P total : XA . P°A + XB . P°B
P total : XA . P°A + (1 – XA) . P°B
P total : XA . P°A + ( P°B – P°B . XA)
22 kPa : XA . 81 kPa + ( 16.1 kpa – 16.1 kPa . XA)
22 kPa – 16.1 kPa = 81 kPa . XA – 16.1 kPa . X A
5.9 kPa : 64.9 kPa . XA
5.9 𝑘𝑃𝑎
: XA
64.9 𝑘𝑃𝑎
0.0909 : XA
XB : 1 – 0.0909 = 0.9091
Cara 2 :
P total : PA + PB
P total : XA . P°A + XB . P°B
P total : (1 – XB) . P°A + (XB) . P°B
P total : ( P°A – P°A . XB) + (XB) . P°B
22 kPa : ( 81 kpa – 81 kPa . XB) + (XB) . 16.1 kPa
22 kPa – 81 kPa = - 81 kPa . XB + 16.1 kPa . X B
-59 kPa : -64.9 kPa . XB
59 𝑘𝑃𝑎
64.9 𝑘𝑃𝑎
: XB
0.9091 : XB
XA : 1 – 0.9091 = 0.0909
Persamaan hukum raoult tidak dapat digunakan dalam proses perhitungan cara 3
dan cara 4 dikarenakan hukum raoult digunakan untuk komponen fasa cair sebagai
pelarut yang memiliki tekanan uap dilarutkan fasa solid didalamnya sehingga
menentukan penurunan tekanan uap dari komponen fasa cair. Oleh karena itu tidak
dapat digunakan untuk membuat grafik hukum.
Cara 1 :
PA : YA . P total
7.3 kPa : YA . 22 kPa
7.3 𝑘𝑃𝑎
∶ YA
22 𝑘𝑃𝑎
0.3318 : YA
YB : 1 – YA : 1-0.3318 : 0.6682
Cara 2 :
PB : YB . P total
14.7 kPa : YB . 22 kPa
14.7 𝑘𝑃𝑎
∶ YB
22 𝑘𝑃𝑎
0.6682 : YB
YA : 1 – YB : 1-0.6682 : 0.3318
Jika dilihat pada data (2) ditunjukkan bahwa tekanan parsial komponen B sebesar 10.5 kPa
dan tekanan uap komponen total sebesar 38.9 kpa. Tidak diketahui tekanan uap parsial
komponen A akan tetapi dapat diketahui bahwa terdapat komponen A didalam campuran
tersebut dikarenakan tekanan uap total 38.9 kPa sedangkan tekanan uap parsial komponen
B hanya 10.5 kPa. Untuk menghasilkan penjumlahan tekanan uap total sebesar 38.9 kPa
maka dapat diketahui bahwa terdapat komponen uap A dalam campuran. Secara fraksi mol
dapat menunjukkan bahwa komponen A dalam fasa cair lebih banyak dari komponen B
dan dalam fraksi mol dalam fasa uap dapat menunjukkan bahwa komponen A dalam fasa
uap lebih banyak dari pada komponen B dalam fasa uap.
(a). Menentukan PA
Cara 1 :
P total : PA + PB
38.9 kPa : PA + 10.5 kPa
PA : 38.9 kPa – 10.5 kPa
PA : 28.4 kPa
Cara 2 :
Dimana XA + XB = 1
XA = 1 – XB
XB = 1 - XA
Proses perhitungan :
Cara 1 :
P total : PA + PB
P total : XA . P°A + XB . P°B
P total : XA . P°A + (1 – XA) . P°B
P total : XA . P°A + ( P°B – P°B . XA)
38.8 kPa : XA . 81 kPa + ( 16.1 kpa – 16.1 kPa . XA)
38.9 kPa – 16.1 kPa = 81 kPa . XA – 16.1 kPa . X A
22.8 kPa : 64.9 kPa . XA
22.8 𝑘𝑃𝑎
: XA
64.9 𝑘𝑃𝑎
0.3513 : XA
XB : 1 – 0.3513 = 0.6487
Cara 2 :
P total : PA + PB
P total : XA . P°A + XB . P°B
P total : (1 – XB) . P°A + (XB) . P°B
P total : ( P°A – P°A . XB) + (XB) . P°B
38.9 kPa : ( 81 kpa – 81 kPa . XB) + (XB) . 16.1 kPa
38.9 kPa – 81 kPa = - 81 kPa . XB + 16.1 kPa . X B
-42.1 kPa : -64.9 kPa . XB
−42.1 𝑘𝑃𝑎
: XB
−64.9 𝑘𝑃𝑎
0.6487 : XB
XA : 1 – 0.6487 = 0.3513
Persamaan hukum raoult tidak dapat digunakan dalam proses perhitungan cara 3
dan cara 4 dikarenakan hukum raoult digunakan untuk komponen fasa cair sebagai
pelarut yang memiliki tekanan uap dilarutkan fasa solid didalamnya sehingga
menentukan penurunan tekanan uap dari komponen fasa cair. Oleh karena itu tidak
dapat digunakan untuk membuat grafik hukum.
Cara 1 :
PA : YA . P total
28.4 kPa : YA . 38.9 kPa
28.4 𝑘𝑃𝑎
∶ YA
38.9 𝑘𝑃𝑎
0.7301 : YA
YB : 1 – YA : 1-0.7301 : 0.2699
Cara 2 :
PB : YB . P total
10.5 kPa : YB . 38.9 kPa
10.5 𝑘𝑃𝑎
38.9 𝑘𝑃𝑎
∶ YB
0.2699 : YB
YA : 1 – YB : 1-0.2699 : 0.7301
Jika dilihat pada data (4) ditunjukkan bahwa tekanan parsial komponen A sebesar 66.4 kPa
dan tekanan Parsial komponen B sebesar 2.9 kpa. Secara fraksi mol dapat menunjukkan
bahwa komponen A dalam fasa cair lebih banyak dari komponen B akan dan dalam fraksi
mol dalam fasa uap dapat menunjukkan bahwa komponen A dalam fasa uap lebih banyak
dari pada komponen B dalam fasa uap.
Cara 1 :
P total : PA + PB
P total : 66.4 kPa + 2.9 kPa
P total : 69.3 kPa
Cara 2 :
Dimana XA + XB = 1
XA = 1 – XB
XB = 1 - XA
Proses perhitungan :
Cara 1 :
P total : PA + PB
P total : XA . P°A + XB . P°B
P total : XA . P°A + (1 – XA) . P°B
P total : XA . P°A + ( P°B – P°B . XA)
69.3 kPa : XA . 81 kPa + ( 16.1 kpa – 16.1 kPa . XA)
69.3 kPa – 16.1 kPa = 81 kPa . XA – 16.1 kPa . X A
53.2 kPa : 64.9 kPa . XA
53.2 𝑘𝑃𝑎
: XA
64.9 𝑘𝑃𝑎
0.8197 : XA
XB : 1 – 0.8197 = 0.1803
Cara 2 :
P total : PA + PB
P total : XA . P°A + XB . P°B
P total : (1 – XB) . P°A + (XB) . P°B
P total : ( P°A – P°A . XB) + (XB) . P°B
69.3 kPa : ( 81 kpa – 81 kPa . XB) + (XB) . 16.1 kPa
69.3 kPa – 81 kPa = - 81 kPa . XB + 16.1 kPa . X B
-11.7 kPa : -64.9 kPa . XB
−11.7 𝑘𝑃𝑎
: XB
−64.9 𝑘𝑃𝑎
0.1803 : XB
XA : 1 – 0.1803 = 0.8197
Persamaan hukum raoult tidak dapat digunakan dalam proses perhitungan cara 3
dan cara 4 dikarenakan hukum raoult digunakan untuk komponen fasa cair sebagai
pelarut yang memiliki tekanan uap dilarutkan fasa solid didalamnya sehingga
menentukan penurunan tekanan uap dari komponen fasa cair. Oleh karena itu tidak
dapat digunakan untuk membuat grafik hukum.
Cara 1 :
PA : YA . P total
66.4 kPa : YA . 69.3 kPa
66.4 𝑘𝑃𝑎
∶ YA
69.3 𝑘𝑃𝑎
0.9582 : YA
YB : 1 – YA : 1-0.9582 : 0.0418
Cara 2 :
PB : YB . P total
2.9 kPa : YB . 69.3 kPa
2.9 𝑘𝑃𝑎
∶ YB
69.3 𝑘𝑃𝑎
0.0418 : YB
YA : 1 – YB : 1-0.0418 : 0.0952
Jika dilihat pada data (5) ditunjukkan bahwa tekanan parsial komponen A sebesar 73.1 kPa
dan tekanan Parsial komponen B sebesar 1.6 kpa. Secara fraksi mol dapat menunjukkan
bahwa komponen A dalam fasa cair lebih banyak dari komponen B akan dan dalam fraksi
mol dalam fasa uap dapat menunjukkan bahwa komponen A dalam fasa uap lebih banyak
dari pada komponen B dalam fasa uap.
Cara 1 :
P total : PA + PB
P total : 73.1 kPa + 1.6 kPa
P total : 74.7 kPa
Cara 2 :
Dimana XA + XB = 1
XA = 1 – XB
XB = 1 - XA
Proses perhitungan :
Cara 1 :
P total : PA + PB
P total : XA . P°A + XB . P°B
P total : XA . P°A + (1 – XA) . P°B
P total : XA . P°A + ( P°B – P°B . XA)
74.7 kPa : XA . 81 kPa + ( 16.1 kpa – 16.1 kPa . XA)
74.7 kPa – 16.1 kPa = 81 kPa . XA – 16.1 kPa . X A
58.6 kPa : 64.9 kPa . XA
58.6 𝑘𝑃𝑎
: XA
64.9 𝑘𝑃𝑎
0.9029 : XA
XB : 1 – 0.9029 = 0.0971
Cara 2 :
P total : PA + PB
P total : XA . P°A + XB . P°B
P total : (1 – XB) . P°A + (XB) . P°B
P total : ( P°A – P°A . XB) + (XB) . P°B
74.7 kPa : ( 81 kpa – 81 kPa . XB) + (XB) . 16.1 kPa
74.7 kPa – 81 kPa = - 81 kPa . XB + 16.1 kPa . X B
-6.3 kPa : -64.9 kPa . XB
−6.3 𝑘𝑃𝑎
: XB
−64.9 𝑘𝑃𝑎
0.0971 : XB
XA : 1 – 0.0971 = 0.9029
Persamaan hukum raoult tidak dapat digunakan dalam proses perhitungan cara 3
dan cara 4 dikarenakan hukum raoult digunakan untuk komponen fasa cair sebagai
pelarut yang memiliki tekanan uap dilarutkan fasa solid didalamnya sehingga
menentukan penurunan tekanan uap dari komponen fasa cair. Oleh karena itu tidak
dapat digunakan untuk membuat grafik hukum.
Cara 1 :
PA : YA . P total
73.1 kPa : YA . 74.7 kPa
73.1 𝑘𝑃𝑎
∶ YA
74.7 𝑘𝑃𝑎
0.9786 : YA
YB : 1 – YA : 1-0.9786 : 0.0214
Cara 2 :
PB : YB . P total
1.6 kPa : YB . 74.7 kPa
1.6 𝑘𝑃𝑎
∶ YB
74.7 𝑘𝑃𝑎
0.0214 : YB
YA : 1 – YB : 1-0.0214 : 0.9786
Jika dilihat pada data (5) ditunjukkan bahwa Tekanan komponen B sebesar 0.0 kPa. Hal
ini menunjuukan bahwa tidak terdapat komponen B dalam fasa cair dalam komponen A.
Jika terdapat dua komponen maka terdapat tekanan parsial masing-masing karena senyawa
tersebut volatile. Oleh karena itu hanya terdapat komponen A saja sehingga tekanan total
system merupakan tekanan murni komponen A sehingga fraksi mol pada data 1 merupakan
fraksi mol komponen murni dari senyawa B.
XA : 1
Dalam hal ini fraksi mol komponen B sebesar 0 dikarenakan tidak terdapat
komponen A dalam campuran. Karena fraksi mol merupakan perbandingan antara
mol komponen tertentu dengan mol total dari setiap komponen.
(c). Menentukan XA
XB : 0.0
Dalam hal ini fraksi mol komponen A sebesar 1 karena hanya komponen A yang
terdapat dalam campuran dan tidak ada komponen B dalam campuran. Berapa
banyak mol komponen A dalam campuran maka fraksi mol A tetap 1 karena tidak
ada jumlah mol B dalam campuran. Hal ini dikarenakan fraksi mol merupakan
perbandingan jumlah mol komponen tertentu per jumlah mol total komponen dalam
campuran
(d). Menentukan YA dan YB
YA : 1
YB : 0
Fraksi mol uap untuk komponen B sebesar 0 dan fraksi mol uap komponen A
sebesar 1 hal ini dikarenakan dalam proses penguapan yang menguap hanya
komponen A karena tidak ada komponen B dalam fasa uap sehingga tekanan uap
dan komposisi uap hanya terdiri dari komponen A.
Hasil Grafik hubungan fraksi mol uap dan cair komponen A dan tekanan uap total
90
80
60
50
40
30
20
10
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
0.2657
Data Untuk Grafik hubungan komponen B dan fraksi mol komponen b dengan
tekanan uap total
Gambar Grafik hubungan fraksi mol komponen B dengan tekanana uap total
90
80
70
Tekanan Uap Total (kPa)
60
50
40
30
20
10
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛
Kc = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 (pangkat koefisien masing-masing)
[ 𝑁𝐻3 ]2
Kc =
[ 𝑁2 ]1 [ 𝐻2 ]3
𝑚𝑜𝑙 2
[ 0.016 ]
𝑑𝑚3
Kc = 𝑚𝑜𝑙 1 𝑚𝑜𝑙 3
[ 0.03 ] [ 0.037 ]
𝑑𝑚3 𝑑𝑚3
1
Kc = 168.4665 𝑚𝑜𝑙2
𝑑𝑚6
(b) Tentukan Kc untuk Reaksi 2/3 NH3 (g) ↔ 1/3 N2 (g) + H2 (g)
[ 𝑁𝐻3 ]2
Kc1 =
[ 𝑁2 ]1 [ 𝐻2 ]3
[ 𝑁2 ]1/3 [ 𝐻2 ]1
Kc2 =
[ 𝑁𝐻3 ]2/3
1
Kc2 = [ 𝑁𝐻3 ]2/3
[ 𝑁2 ]1/3 [ 𝐻2 ]1
1 1
Kc2 = ( [ 𝑁𝐻3 ]2
)∗3
[ 𝑁2 ]1 [ 𝐻2 ]3
1
Kc2 = ( )1/3
𝐾𝑐1
1 1
Kc2 = ( ) 1/3
168.4665 𝑚𝑜𝑙2
𝑑𝑚6
Kc2 = 0.1811 dm2/mol2/3
3. Data yang diketahui :
• Titik leleh tetrafluoride Uranium : 1100 ℃ (fasa kesetimbangan solid dan liquid
tetrafluoride) dengan fraksi mol tetrafluoride Uranium tetrafluoride sebesar 1 dan
zirconium tetrafluoride (X ZrF4)
• Titil Leleh Zirconium Tetrafluoride (X ZrF4) : 970 ℃ (fasa kesetimbangan solid dan
liquid zirconium) dengan fraksi mol (X ZrF4) sebesar 1
• Titik leleh minimum campuran kedua solid pada suhu 650 dengan komposisi
sebagai berikut :
Komposisi solid dan liquid X (X ZrF4): 0.55
Kompoisis solid dan liquid Uranium tetrafluoride : 0.45
• Komposisi X(ZrF4) = 0.3 dan X uranium tetrafluoride = 0.7 fasa liquid berada dalam
kesetimbangan dengan komposisi X(ZrF4) = 0.1 dan X Uranium Tetrafluoride= 0.9
fasa solid pada suhu 875
• Komposisi liquid X(ZrF4) 0.57 dan X Uranium Tetrafluoride= 0.43 serta komposisi
solid ( X ZrF4) = 0.95 dan X Uranium tetrafluoride = 0.05 pada suhu 850
1200
1000
Temperature (C)
800
600
400
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Jika dilihat pada grafik titik eutektik untuk kedua komponen berada pada suhu 650
derajat celcius dengan komposisi fraksi mol X (ZrF4) sebesar 0.55. Jika pada suhu
900 pada fraksi mol X (ZrF4) sebesar 0.4 didinginkan dari suhu 900 derajat celcius
menjadi suhu 500 derajat celcius. Perubahan fasa yang terjadi adalah liquid
menjadi solid. Pada suhu 900 derajat celcius, campuran berbentuk liquid
sedangkan pada suhu 500 campuran berbentuk solid.
Jika dilihat dari grafik ketika komposisi X ZrF4 liquid sebesar 0.4 pada suhu 875
derajat celcius mengalami keadaan setimbang atau equilibrium dengan fasa liquid
dengan komposisi fraksi mol liquid sebesar 0.54.
1200
1000
Temperature (C)
800
600
400
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Pembahasannya sama akan tetapi yang beda Cuma sudut pandangnya saja tetapi
perubahan fasa selalu sama dan perubahan fraksi mol juga selalu sama serta rasio solid
dalam liquid nya pasti juga sama