Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, dengan
ini kami haturkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah KEPERAWATAN KOMUNITAS,
yang diberi judul “SKRINING KESEHATAN PADA KELOMPOK KHUSUS”.Adapun makalah ini
telah kami usahakan semaksimal mungkin, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan
makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Kami mengharapkan semoga dari makalah ini kita semua dapat mengambil manfaatnya
sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari Anda
kami tunggu untuk perbaikan makalah ini.

Pontianak, 18 Januari 2019

Penyusun
(Kelompok 5)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
D. Manfaat ........................................................................................................................... 2
BAB II .......................................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................... 3
A. Pengertian ....................................................................................................................... 3
B. Tujuan skrining ................................................................................................................ 3
C. Manfaat skrining ............................................................................................................. 4
D. Sasaran ............................................................................................................................ 4
1. Ibu hamil ...................................................................................................................... 4
2. Bayi baru lahir ............................................................................................................. 6
3. Usia lanjut.................................................................................................................... 8
4. Skrining Hipotiroid....................................................................................................... 9
E. Bentuk Bentuk Screening .............................................................................................. 10
1. Penyaringan Massal (Mass Screening) ...................................................................... 10
2. Penyaringan Multiple ................................................................................................ 10
3. Penyaringan yang Ditargetkan .................................................................................. 10
4. Penyaringan Oportunistik ......................................................................................... 11
F. Pelaksanaan .................................................................................................................. 11
BAB III ....................................................................................................................................... 12
KESIMPULAN ............................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam beberapa dekade, angka penderita kanker leher rahim di negara-negara
maju mengalami penurunan yang tajam. Di Amerika serikat, dalam 50 tahun terakhir
insiden kanker leher rahim turun sekitar 70%. Hal tersebut dimungkinkan karena
adanya program deteksi dini dan tata laksana yang baik. Sebaliknya, di negara-negara
berkembang, angka penderita penyakit ini tidak mengalami penurunan, bahkan justru
meningkat akibat populasi yang meningkat (Eaker et al, 2001 ).
Banyak alasan yang menyebabkan masih tingginya angka penderita. Diantara
alasan tersebut adalah belum adanya sistem pelayanan yang terorganisasi baik mulai
deteksi dini sampai penangan kanker leher rahim stadium lanjut. Selain itu
terbatasnya sarana dan prasarana termasuk termasuk tenaga ahli yang kompeten
menangani penyakit ini secara merata menjadi tantangan tersendiri. ( Eaker et al,
2001 ).
Screening atau uji tapis adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan
penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala atau tidak tampak dalam suatu
masyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan
secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betul
sehat mereka yang kemungkinan besar menderita. ( Noor, 2008 ).
Screening test merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif murah yang
diterapkan pada sekelompok populasi ( yang relatif sehat ) dan bertujuan untuk
mendeteksi mereka yang mempunyai kemungkinan cukup tinggi menderita penyakit
yang sedang diamati sehingga kepada mereka dapat dilakukan diagnosis lengkap dan
selanjutnya bagi mereka yang menderita penyakit tersebut dapat diberikan
pengobatan secara dini. (Noor,2008)
Strategi paling efektif dalam menanggulangi kanker payudara adalah
pencegahan sekunder, yaitu upaya deteksi dini dan pengobatan segera. Penemuan
mammografi adalah terobosan terbesar dalam sejarah penangan kanker payudara.
Pemeriksaan mammografi dapat menemukan kanker payudara sebelum timbul
keluhan atau disebut dengan stadium praklinis. Oleh karena itu screening test
merupakan cara yang paling tepat dalam usaha pencegahan penyakit yang berbahaya
yang terkadang tanpa menunjukan gejala.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan screening ?
2. Apa sajakah tujuan screening
3. Apa sajakah manfaat screening ?
4. Siapa sajakah sasaran screening kesehatan pada kelompok khusus ?
5. Apa sajakah bentuk-bentuk screening ?
6. Bagaimana pelaksanaan screening ?

1
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui skrining kesehatan kelompok khusus
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian skrining
b. Mengetahui tujuan skrining
c. Mengetahui manfaat skrining
d. Mengetahui sasaran kesehatan pada kelompok khusus krining
e. Mengetahui bentuk-bentuk skrining
f. Mengetahui pelaksanaan skrining

D. Manfaat
Makalah ini hendaknya bermanfaat guna menambah pengetahuan mengenai screenig
kesehatan kelompok khusus sehingga dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian

Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau


sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan
mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes skrining merupakan salah
satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk mengetahui prevalensi suatu
penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada
sekelompok individu atau masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis
dan serius yang memerlukan penanganan segera. Namun demikian, masih harus
dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif (Chandra,
2009).
Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan suatu tindakan untuk
menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya secara tepat untuk
tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan tersebut dilaporkan dalam bentuk
deskriptif (Yang dan Embretson, 2007). Skrining bukanlah diagnosis sehingga hasil
yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada hasil pemeriksaan tes skrining
tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis dilakukan kemudian secara terpisah,
jika hasil dari skrining tersebut menunjukkan hasil yang positif (Noor, 2008).
Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat
proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah “penyakit” untuk menyebut
setiap peristiwa dalam proses penyakit, termasuk perkembangannya atau setiap
komplikasinya. Pada umumnya, skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat
terpenuhi, yakni penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan
kesakitan, terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk
mendeteksi individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi,
dan terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit atau
akibat-akibat penyakit (Morton, 2008).

B. Tujuan skrining
Skrining mempunyai tujuan diantaranya (Rajab, 2009):
1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin
sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat
penyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini.
5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti.

3
C. Manfaat skrining
Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang
dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain itu melalui
tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan situasi
penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan penyakit yang akan timbul.
Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala
ditemukan sedangkan pengobatan lebih efektif ketika penyakit tersebut sudah
terdeteksi keberadaannya (Chandra, 2009).

D. Sasaran
Sasaran utama Uji tapis atau Skrining adalah Penderita penyakit kronis dan Kelompok
khusus:
Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat perkembangan dn
pertumbuhannya, seperti :
1. Ibu hamil
Prenatal screening test atau tes skrining saat hamil adalah seperangkat prosedur
yang dilakukan selama kehamilan untuk menentukan apakah bayi cenderung memiliki
kelainan atau cacat lahir tertentu. Sebagian besar tes ini tidak invasif. Tes-tes ini
biasanya dilakukan selama trimester pertama dan kedua, tapi beberapa juga dilakukan
pada trimester ketiga.
Tes skrining saat hamil hanya bisa memberi tahu risiko atau kemungkinan adanya
kondisi tertentu pada janin. Bila hasil tes skrining positif, maka diperlukan lagi tes
diagnosis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Berikut beberapa skrining tes
yang menjadi prosedur rutin untuk ibu hamil.
a) Tes skrining saat hamil trimester 1
Tes skrining trimester pertama bisa dimulai sejak kehamilan 10 minggu, yang
merupakan kombinasi antara ultrasonografi (USG) janin dan tes darah ibu.
 USG
Tes ini dilakukan untuk menentukan ukuran dan posisi bayi. Selain itu juga
membantu menentukan adanya risiko janin mengalami cacat lahir, dengan
mengamati struktur tulang dan organ bayi.
USG nuchal translucency (NT) adalah pengukuran peningkatan atau ketebalan cairan
di bagian belakang leher janin pada usia kehamilan 11-14 minggu dengan USG. Bila
ada cairan lebih banyak dari biasanya, berarti ada risiko Down syndrome pada bayi
yang lebih tinggi.
 Tes darah
Selama trimester pertama, dilakukan dua jenis tes serum darah ibu, yaitu
Pregnancy-associated plasma protein (PAPP-A) dan hormon hCG (Human chorionic
gonadotropin). Ini merupakan protein dan hormon yang diproduksi oleh plasenta
pada awal kehamilan. Jika hasilnya tidak normal, berarti ada peningkatan risiko
kelainan kromosom.
Tes darah juga dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit menular pada bayi, atau
disebut dengan tes TORCH. Tes ini merupakan akronim dari lima jenis infeksi menular

4
yaitu toksoplasmosis, penyakit lain (termasuk HIV, sifilis, dan campak), rubella
(campak Jerman), sitomegalovirus, dan herpes simplex.
Selain itu, tes darah juga akan digunakan untuk menentukan golongan darah dan Rh
(rhesus) Anda, yang menentukan hubungan Rh Anda dengan janin yang sedang
tumbuh.
 Chorionic villus sampling
Chorionic villus sampling adalah tes skrining invasif yang dilakukan dengan
mengambil potongan kecil dari plasenta. Tes ini biasanya dilakukan antara minggu ke
10 dan 12 kehamilan.
Tes ini biasanya merupakan tes lanjutan dari USG NT dan tes darah yang tidak normal.
Tes ini dilakukan untuk lebih memastikan adanya kelainan genetik pada janin seperti
Down syndrome.
b) Tes skrining saat hamil trimester 2
 Tes darah
Tes darah saat hamil trimester kedua mencakup beberapa tes darah yang disebut
multiple markers. Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya risiko cacat lahir atau
kelainan genetik pada bayi. Tes ini sebaiknya dilakukan pada minggu ke 16 sampai 18
kehamilan.Tes darah tersebut meliputi:
 Kadar alpha-fetoprotein (AFP). Ini adalah protein yang biasanya diproduksi
oleh hati janin dan terdapat dalam cairan yang mengelilingi janin (cairan
amnion atau ketuban), dan menyilang plasenta ke dalam darah ibu. Tingkat
AFP yang tidak normal mungkin meningkatkan risiko seperti spina bifida,
sindrom Down atau kelainan kromosom lainnya, cacat di perut janin, dan
kembar.
 Kadar hormon yang diproduksi plasenta, antara lain hCG, estriol, dan inhibun.

 Tes gula darah


Tes gula darah digunakan untuk mendiagnosis diabetes gestasional. Ini merupakan
kondisi yang bisa berkembang selama kehamilan. Kondisi ini dapat meningkatkan
kelahiran secara caesar karena bayi dari ibu dengan diabetes gestasional biasanya
memiliki ukuran yang lebih besar.Tes ini juga bisa dilakukan setelah hamil jika wanita
memiliki kadar gula darah tinggi selama kehamilan. Atau jika Anda memiliki kadar gula
darah rendah setelah melahirkan.Ini merupakan serangkaian tes yang dilakukan
setelah Anda minum cairan manis yang mengandung gula. Jika Anda positif memiliki
diabetes gestasional, Anda memiliki risiko diabetes yang lebih tinggi dalam 10 tahun
berikutnya, dan Anda harus mendapatkan tes lagi setelah kehamilan.
 Amniocentesis
Selama amniosentesis, cairan ketuban dikeluarkan dari rahim untuk diuji. Ini berisi
sel janin dengan susunan genetik yang sama seperti bayi, serta berbagai bahan kimia
yang diproduksi oleh tubuh bayi. Ada beberapa jenis amniosentesis.Tes amniosentesis
genetik untuk kelainan genetik, misalnya spina bifida. Tes ini biasanya dilakukan
setelah minggu ke 15 kehamilan. Tes ini dianjurkan jika:
- Skrining tes saat hamil menunjukkan hasil yang tidak normal.
- Memiliki kelainan kromosom selama kehamilan sebelumnya.
5
- Ibu hamil berusia 35 tahun atau lebih.
- Memiliki riwayat jeluarga dengan kelainan genetik tertentu.

c) Tes skrining saat hamil trimester 3


Skrining Strepococcus Group B, Strepococcus Group B (GBS) adalah kelompok
bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius pada ibu hamil dan bayi yang baru
lahir. GBS pada wanita sehat sering ditemukan di daerah mulut, tenggorokan, saluran
pencernaan, dan vagina.
GBS di vagina umumnya tidak berbahaya bagi wanita terlepas dari sedang hamil
atau tidaknya. Namun, bisa sangat berbahaya bagi bayi yang baru lahir yang belum
memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat. GBS dapat menyebabkan infeksi serius
pada bayi yang terinfeksi saat lahir. Tes ini dilakukan dengan mengusap vagina dan
rektum ibu hamil pada usia kehamilan ke 35 sampai 37 minggu.Jika hasil skrining GBS
positif, Anda akan diberikan antibiotik saat dalam proses persalinan untuk mengurangi
risiko bayi terkena infeksi GBS.

2. Bayi baru lahir


Skrining pendengaran bayi baru lahir di beberapa rumah sakit sudah termasuk skrining
yang rutin, mengingat :
a) Gangguan pendengaran pada bayi dan anak sulit diketahui sejak awal.
1) Adanya periode kritis perkembangan pendengaran dan berbicara, yang dimulai dalam
6 bulan pertama Kehidupan dan terus berlanjut sampai usia 2 tahun.Bayi yang
mempunyai gangguan pendengaran bawaan atau didapat yang segera diintervensi
sebelum usia 6 bulan, pada usia 3 tahun akan mempunyai kemampuan berbahasa
normal dibandingkan bayi yang baru diintervensi setelah berusia 6 bulan.
2) Ada faktor risiko yang diidentifikasi kemungkinan mengakibatkan gangguan
pendengaran pada bayi baru lahir yaitu :

 Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran


Kelainan bawaan bentuk telinga dan kelainan tulang tengkorak-muka
Infeksi janin ketika dalam kandungan (infeksi toksoplasmosis,
rubella,sitomegalovirus, herpes)
 Sindrom tertentu seperti sindrom Down
 Berat lahir < 1500 gram
 Nilai Apgar yang rendah
 Perawatan di NICU
 Penggunaan obat2 tertentu yang bersifat toksik terhadap saraf pendengaran
Kenyataannya adalah bahwa 50% bayi dengan gangguan pendengaran tidak
mempunyai faktor risiko tersebut diatas, sehingga bila hanya menggunakan kriteria
faktor risiko tersebut maka banyak bayi yang mempunyai gangguan pendengaran
tidak terdiagnosis.3 Sehingga skrining pendengaran direkomendasikan untuk semua
bayi baru lahir.

6
Skrining pendengaran bayi baru lahir hanya menunjukkan ada/tidaknya
respons terhadap rangsangan dengan intensitas tertentu dan tidak mengukur
beratnya gangguan pendengaran ataupun membedakan jenis tuli (tuli konduktif atau
tuli saraf).2 Alat yang direkomendasikan untuk skrining pendengaran bayi adalah
otoacoustic emissions (OAE) atau automated auditory brainstem response (AABR)5
OAE dilakukan pada bayi baru lahir berusia 2 hari (di RSCM: usia 0-28 hari) Bila hasil
OAE pass dan bayi tanpa faktor risiko, dilakukan pemeriksaan AABR atau click 35db
pada usia 1-3 bulan;
- Bila hasilnya pass, tidak perlu tindak lanjut
- Bila hasilnya refer, dilakukan pemeriksaan lanjutan (ABR click dan tone B 500 Hz
atau ASSR, timpanometri high frequency), dan bila terdapat neuropati auditorik,
dilakukan habilitasi usia 6 bulan.
- Bila hasil OAE pass dan bayi mempunyai faktor risiko, atau bila hasil OAE refer ( di
RSCM juga dilakukan pemeriksaan AABR 35 db):
Pada usia 3 bulan, dilakukan pemeriksaan otoskopi, timpanometri, OAE, AABR.
- Bila hasilnya Pass, dilakukan pemantauan perkembangan bicara dan audiologi tiap
3-6 bulan sampai usia 3 tahun (sampai anak bisa bicara)
- Bila hasilnya refer, dilakukan pemeriksaan lanjutan (ABR click dan tone B 500 Hz
atau ASSR, timpanometri high frequency), dan bila terdapat tuli saraf, dilakukan
habilitasi usia 6 bulan.
b) Skrining penglihatan untuk bayi prematur
Retinopathy of prematurity (ROP) sering terjadi pada bayi prematur dan
merupakan salah satu penyebab kebutaan bayi dan anak di dunia, termasuk di
Indonesia. Dengan kemajuan teknologi di bidang perawatan bayi prematur,
memungkinkan bayi prematur dengan berat lahir rendah dan usia kehamilan yang
sangat muda dapat bertahan hidup, namun seiring dengan meningkatnya angka
kehidupan bayi prematur tersebut, menyebabkan kejadian ROP juga meningkat.
Untuk itu perlu dilakukan skrining pada bayi prematur untuk mendeteksi dini ROP,
sehingga dapat dilakukan terapi yang sesuai untuk mencegah terjadinya kebutaan.
Skrining ROP dilakukan pada:
 Bayi baru lahir dengan berat ≤ 1500 gram atau masa kehamilan ≤ 34 minggu
 Bayi risiko tinggi seperti mendapat fraksi oksigen (Fi O2) tinggi, transfusi berulang,
kelainan Jantung bawaan, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, infeksi/sepsis,
gangguan napas, asfiksia,perdarahan di otak (IVH), berat lahir ≤ 1500 gram, masa
gestasi ≤ 34 minggu.
Waktu pemeriksaan:
- Masa gestasi > 30 minggu: 2-4 minggu setelah lahir
- Masa gestasi ≤ 30 minggu: 4 minggu setelah lahir.
- Tidak dapat memfiksasi dan mengikuti objek pada usia 3 bulan.
- Riwayat katarak bawaan, retinoblastoma, penyakit metabolik dalam keluarga,
juling

7
3. Usia lanjut
Skrinning pada lanjut usia Tes skrining lain untuk manula yang sering direkomendasikan oleh
dokter adalah:
a) Pemeriksaan pendengaran dan pengelihatan
b) Skrining kanker kulit
c) Pemeriksaan jantung
d) Tes fungsi tiroid
e) Pemeriksaan status mental
f) Skrining penyakit pembuluh darah perifer
Banyak dari tes ini direkomendasikan untuk dilakukan secara berkala. Namun, seiring
bertambahnya usia, manfaat mendeteksi kondisi tertentu dapat berkurang dan skrining lebih
lanjut mungkin tidak perlu dilakukan. Terkadang potensi risiko pemeriksaan tertentu mungkin
lebih besar daripada manfaat yang diajukannya. Oleh karena itu, ada kalanya keputusan yang
tepat bagi individu adalah tidak melakukan pengujian lebih lanjut untuk kondisi tertentu.
Dokter dapat menyusun jadwal skrining kesehatan pribadi. Hal ini biasanya didasarkan pada
riwayat kesehatan masing-masing individu dan pengambilan keputusan bersama antara
pasien dan dokter.
Langkah-langkah keselamatan untuk lanjut usia Langkah-langkah berikut akan
menjelaskan tentang rumah yang aman yang direkomendasikan untuk pasien lanjut usia dan
anggota keluarga mereka. Rekomendasi keamanan rumah sederhana untuk manula meliputi:
Tongkat, walkers, kursi roda, dan skuter untuk mobilitas dan kemandirian manula yang aman
Kursi untuk mandi jika kaki tidak kuat menopang tubuh Lantai karpet bukan lantai keras (dan
hindari menempatkan karpet dipermukaanlicin)untukmengurangi cedera jika jatuh
Alat bantu dengar, kacamata, dan pencahayaan yang baik untuk membantu masalah
pendengaran dan pengelihatan Kotak obat untuk menyimpan pengobatan yang dibutuhkan
manula Bantuan dari pemberi perawatan atau anggota keluarga jika aktivitas kehidupan
sehari-hari (ADL) menjadi sulit. Waktu tidur dan bangun yang teratur untuk meningkatkan
kualitas tidur dan efisiensi waktu siang hari. Sistem peringatan medis dan nomor darurat
telepon yang tersedia diprogram ke dalam ponsel. Kegiatan sosial reguler untuk
mengoptimalkan interaksi sosial. Hati-hati mengemudi dan mengenali kapan sebaiknya untuk
tidak lagi mengemudi. Petunjuk perawatan kesehatan, target hidup, dan kepercayaan untuk
membuat garis besar keputusan. Perencanaan keuangan yang terdokumentasi dengan baik
untuk menghindari kerancuan di masa depan. Perencanaan dan persiapan yang memadai
(alergi, masalah medis, riwayat operasi, obat-obatan dan informasi lainnya) jika terjadi kondisi
darurat. Aktivitas dasar kehidupan sehari-hari (ADL/ activity daily living) menunjukkan
kemampuan dasar untuk merawat kebutuhan pribadi. Ada 6 ADL meliputi:
- Ambulasi (berjalan)
- Transfer (bangun atau berganti posisi)
- Berpakaian (memakai pakaian)
- Makan
- Toileting (menggunakan kamar mandi)
- Kebersihan (mencuci dan menyikat gigi)

8
Kebanyakan orang mampu melakukan fungsinya secara independen. Beberapa
atau semua tugas ini mungkin sulit dilakukan bagi manula saat usia semakin
bertambah, baik sebagai bagian dari keseluruhan penurunan kondisi atau karena
penyakit yang mendasarinya. Penting untuk mengenali kapan ADL menjadi
memberatkan dan kapan harus memanggil bantuan dari anggota keluarga atau
asisten untuk membantu ADL.Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan
pengawasan dan bimbingan serta asuhan keperawatan. Diantaranya ialah :
- Penderita penyakit menular, seperti TBC, lepra, AIDS, penyakit kelamin lainnya.
- Penderita dengan penyakit tak menular, seperti : penyakit diabetes melitus,
jantung kororner, cacat fisik, gangguan mental dan lain sebagainya.
- Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya :
- Wanita tuna susila
- Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
- Kelompok – kelompok pekerja tertentu dan lain – lain.
- Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah :
- Panti wredha

4. Skrining Hipotiroid
Skrining ini bertujuan untuk mendeteksi dini adanya hipotiroid
kongenital/bawaan. Hipotiroid kongenital yang tidak diobati sejak dini dapat
mengakibatkan retardasi mental berat. Angka kejadian hipotiroid kongenital
(bawaan) bervariasi antar Negara, umumnya sebesar 1:3000 – 4000 kelahiran hidup.
Mengingat gejala hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir biasanya tidak jelas, dan
hipotiroid kongenital dapat memengaruhi masa depan anak dengan menyebabkan
retardasi mental berat kecuali jika mendapat terapi secara dini maka mutlak sangat
diperlukan (rutin) skrining hipotiroid pada bayi baru lahir untuk menemukan kasus
hipotiroid secara dini.
Program hipotiroid ini memungkinkan skrining bayi mendapatkan terapi
secara dini dan diharapkan memiliki tumbuh kembang yang lebih optimal.10 Skrining
ini dilakukan saat bayi berusia 48-72 jam, sedikit darah diteteskan di atas kertas saring
khusus, setelah bercak darah mengering dilakukan pemeriksaan kadar hormon TSH.
Skrining bayi baru lahir yang lain, belum rutin dilakukan di Indonesia, skrining
dilakukan berdasarkan riwayat keluarga, gejala klinis yang timbul seperti skrining bayi
baru lahir terhadap phenylketonuria (PKU) (insidens 1:10.000), Hiperplasia adrenal
kongenital (insidens 1:10.000), dan penyakit metabolik lainnya seperti Maple Syrup
Urine disease (insidens 1:200.000), Methylmalonic academia (insidens 1:48.000).
Usia sekolah merupakan 30% dari populasi penduduk di Indonesia. Populasi ini
berkisar dari usia 6 sampai dengan 21 tahun dan sebagian besar (70%) berada di
bangku sekolah. Sehingga oleh karena jumlah yang besar dan mudah dijangkau serta
terorganisasi, maka anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis.
Masalah kesehatan yang dialami anak sekolah sangat kompleks dan bervariasi. Pada
anak SD biasanya berkaitan dengan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sedangkan
untuk sekolah SLTP dan SLTA umumnya berkaitan dengan perilaku berisiko. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sebagian anak SD mengalami masalah kesehatan

9
berupa Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY),
Anemia Defisiensi Zat Gizi, Obesitas, Kecacingan, penyakit periodontal dan kelainan
refraksi.
Program skrining kesehatan anak usia sekolah diutamakan sebagai upaya
peningkatan kesehatan (promotif) dan upaya pencegahan penyakit (preventif). Salah
satu upaya preventif tersebut adalah upaya penjaringan/skrining yang dilakukan
terhadap anak yang baru masuk sekolah dasar (siswa kelas I). Kegiatan skrining
bertujuan untuk mengetahui secara dini masalah kesehatan anak sekolah sehingga
dapat diambil tindakan lebih lanjut untuk mencegah memburuknya penyakit,
mengumpulkan data dan informasi masalah kesehatan anak sekolah untuk dijadikan
bahan untuk penyusunan perecanaan, pemantauan dan evaluasi program UKS.
Skrining kesehatan anak sekolah merupakan salah satu Standar Pelayanan
Minimal (SPM) program Usaha Kesehatan Sekolah) yang harus dilaksanakan
Kabupaten/Kota. Jadi setiap Puskesmas harus melaksanakannya. UPT Puskesmas
Nusa Penida I sebagai salah satu institusi kesehatan di bawah Dinas Kesehatan
Kabupaten Klungkung melaksanakan kegiatan Skrining kesehatan anak sekolah
tersebut selama periode bulan Juli dan Agustus. Kegiatan ini menyasar
Taman Kanak-kanak (TK) dan siswa kelas I Sekolah Dasar di wilayah kerja
Puskesmas Nusa Penida. Untuk TK dilaksanakan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
dengan tes KPSP, pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan tajam penglihatan.
Adapun skrining yang dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum meliputi
hygiene perorangan, indikasi kelainan gizi dengan melihat rambut warna kusam atau
mudah dicabut, bibir kering, pecah-pecah, sudut mulut luka dan kulit pucat/keriput,
pengukuran tekanan darah, nadi dan deteksi kelainan jantung. Skrining juga meliputi
penilaian status gizi melaui pengukuran antropometri berat badan dan tinggi badan
untuk menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT), Tanda-tanda fisik kekurangan vitamin
A, pemeriksaan gigi dan mulut, pemeriksaan tajam penglihatan (visus), pemeriksaan
telinga, deteksi dini penyimpangan mental dan emosional, serta pemeriksaan
kebugaran jasmani.
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua bulan yaitu dari bulan Juli dan Agustus.
Apabila dari skrining ditemukan masalah kesehatan maka segera dirujuk ke Puskesmas
atau ke Rumah Sakit untuk mencegah penyakit menjadi lebih buruk.Pusat-pusat
rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)Penitipan balita

E. Bentuk Bentuk Screening


1. Penyaringan Massal (Mass Screening)
Penyaringan yang melibatkan populasi secara keseluruhan. Contoh: screening
prakanker leher rahim dengan metode IVA pada 22.000 wanita
2. Penyaringan Multiple
Penyaringan yang dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik uji penyaringan
pada saat yang sama.Contoh: skrining pada penyakit aids
3. Penyaringan yang Ditargetkan
Penyaringan yg dilakukan pada kelompok – kelompok yang terkena paparan yang
spesifik.Contoh : Screening pada pekerja pabrik yang terpapar dengan bahan Timbal.
10
4. Penyaringan Oportunistik
Penyaringan yang dilakukan hanya terbatas pada penderita – penderita yang
berkonsultasi kepada praktisi kesehatan Contoh: screening pada klien yang
berkonsultasi kepada seorang dokter.
F. Pelaksanaan
Proses Uji tapis terdiri dari dua tahap :
1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai
resiko tinggi menderita penyakit dan bila hasil test negative maka dianggap orang
tersebut tidak menderita penyakit.
2. Bila hasil positif maka dilakukan pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa pemeriksaan laborat atau
radiologist misalnya :
a) Pemeriksan gula darah
b) Pemeriksaan radiology untuk uji tapis TBC
Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan :
- Dengan cepat dapat memilah sasaran utk periksan lebih lanjut
- Tidak mahal
- Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan
- Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa

11
BAB III
KESIMPULAN
Screening dapat didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana dan
cepat untuk mengidentifikasikan dan memisahkan orang yang tampaknya sehat,
tetapi kemungkinan beresiko terkena penyakit, dari mereka yang mungkin tidak
terkena penyakit tersebut. Screening dilakukan untuk mengidentifikasi mereka yang
diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim untuk menjalani
pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang lebih pasti.
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau
sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan
mengidap atau tidak mengidap penyakit.
Tujuan skrining adalah menemukan orang terkena penyakit sedini mungkin,
mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat, membiasakan masyarakat untuk
memeriksakan diri sedini mungkin, dan mendapatkan keterangan epodemiologis yang
berguna bagi klinis dan peneliti. Sedangkan manfaat skrining adalah biaya yang
dikeluarkan relatif murah, mendeteksi kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala
menyajikan sedangkan pengobatan lebih efektif daripada untuk nanti deteksi.
Proses skrining dilakukan dengan mengacu pada kriteria sensitivitas dan spesifisitas.
Kriteria evaluasi dalam skrining terdiri dari validitas, reliabilitas dan yield.

12
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto dan Anggraeni, 2003.Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Bustan. 2000. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Eaker, E. D., Jaros L, Viekant R. A., Lantz P., Remington P. L., 2001. “A Controlled Community
Intervention to Increase Breast and Cervical Cancer Screening: Women’s Health
Alliance Intervention Study.” Journal Public Health Management Practice.
Morton, Richard, Richard Hebel, dan Robert J. McCarter. 2008. Panduan Studi Epidemiologi
dan Biostatistika. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Yang dan Embretson. 2007. Construct Validity and Cognitive Diagnostic Assessment: Theory
and Applications. New York: Cambridge University Press.

13

Anda mungkin juga menyukai