Anda di halaman 1dari 21

BIOMARKER PROTEIN KANKER PARU-PARU YANG TERKINI DAN

PROSPEKTIF

Abstrak: Kanker paru-paru adalah tumor paru-paru yang berbahaya dengan

bermacam-macam jenis histologi yang terlahir dari jenis sel yang berbeda, seperti

epitel bronkial, bronkiolus, alveoli, atau kelenjar lendir bronkial. Alur medis dan

keberhasilan perawatan kanker paru-paru tergandung pada jenis histologi dari tumor

tersebut. Oleh karena itu, identifikasi yang akurat dari jenis histologi kanker dan

protein penanda yang tepat sangat penting untuk terapi yang memadai. Karena

adanya perbedaan yang besar dalam unsur molekul biologi dari jenis histologinya,

tidak mungkin mendeteksi kanker paru-paru tanpa pengetahuan tentang bentuk dan

asal sel yang berbahaya, yang melepaskan protein penanda tertentu kedalam aliran

darah. Sampai saat ini, berbagai panel yang berbeda dari unsur biomarkers telah

digunakan untuk screening. Sayangnya, komposisi biomarker serum yang seragam

dari unsur tersebut yang mampu membedakan jenis kanker paru-paru belum

ditemukan. Analisa histologi dari pemeriksaan tumor dan imunohistokimia adalah

metode yang paling sering digunakan untuk membangun diagnosa yang tepat. Dalam

artikel ini, kami akan membahas perkembangan terbaru dari strategi berbasis aptamer

untuk menemukan biomarker kanker. Aptamer seperti antibodi artifisial dapat

berfungsi sebagai elemen pengenalan molekul untuk deteksi tertutup dan pencarian

penanda gejala tumor terbaru. Disini akan kami jelaskan bagaimana oligonukleotida

sintetik yang kecil dan tunggal dapat digunakan sebagai penemuan biomarker kanker

dan dimanfaatkan untuk diagnosa yang akurat dan terapi yang memiliki target. Selain

itu, kami juga akan menjelaskan tentang biomarker kanker paru-paru terbaru dan

biomarker kanker paru yang paling sering digunakan dalam perawatan in clinic.
Biomarker tersebut memiliki kemampuan untuk membedakan antara jenis histologi

kanker paru-paru dan mendefinisikan laju metastatis.

Kata kunci: kanker paru-paru, biomarker, aptamer, diagnosa, terapi bertarget.

1. Pendahuluan

Kanker paru-paru adalah kanker yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dan

merupakan penyebab utama kematian karena kanker, dengan perkiraan 1,8 juta kasus

baru dan 1,6 juta kematian pada tahun 2012 [1-4]. Tingkat kelangsungan hidup

pasien yang menderita kanker paru-paru dalam lima tahun adalah sekitar 13-15 %

[5]. Diagnosa kanker paru-paru pada stadium lanjut merupakan faktor penentu angka

kematian karena metastasis dari paru-paru ke sistem saraf pusat telah diamati dalam

54% kasus [6,7]. Oleh karena itu, deteksi dini kanker paru-paru diperlukan untuk

mengurangi tingkat kematian yang tinggi. Pemahaman tentang mekanisme biologis

dari perkembangan tumor serta ekspresi biomarker yang khas untuk kanker paru-paru

dan spesifik untuk semua jenis histologis dapat digunakan dalam diagnosa,

pengobatan, dan pengembangan obat yang akurat.

2. Histologi Jenis Kanker Paru-Paru

Kanker paru-paru adalah tumor paru-paru ganas yang dapat berasal dari epitel

bronkial, bronkiolus, alveoli, dan kelenjar lendir bronkial yang ditandai dengan

kemunculan gejala yang sama pasca perawatan, metastatis, dan berbagai jenis

histologis. Pada 2015, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan klasifikasi

baru dari tumor paru-paru. Dua tipe utama kanker paru-paru adalah Small-Cell Lung

Carcinoma (SCLC) dan Non-Small-Cell Lung Carcinoma (NSCLC) (Gambar 1).

Sekitar 80% dari kasus kanker paru-paru adalah NSCLC, yang memiliki beragam
fitur molekuler-biologis dan bentuk klinis dari kanker [8,9]: adenocarcinoma,

karsinoma adenosquamous, karsinoma sel squamous, karsinoma sel besar, dan

karsinoma sel neuroendokrin besar.

Diantara subtipe NSCLC lainnya, adenokarsinoma muncul dari sel kelenjar

mukosa bronkus dan sekarang merupakan subtipe histologis yang dominan diantara

jenis kanker paru-paru lainnya [Gambar 2]. Kanker paru-paru squamous muncul dari

sel epitel bronkial yang dimodifikasi dan ditandai oleh salah satu fitur diferensiasi

spesifik berikut: keratinisasi, pembentukan mutiara keratin, atau adanya jembatan

antar sel. Karsinoma adenosquamous adalah tipe kanker yang mengandung 2 tipe sel:

sel squamous (tipis, sel-sel datar yang melapisi organ tertentu) dan sel yang mirip

kelenjar [9]. Karsinoma neuroendokrin sel besar adalah tumor epitel ganas, yang

terdiri dari sel poligon besar yang tidak menunjukkan bukti diferensiasi histologis

yang jelas. Termasuk kasus karsinoma neuroendokrin sel besar, karsinoma basaloid,

karsinoma seperti lymphoepithelioma, dan karsinoma sel jernih. Tumor muncul dari

sel neuroendokrin pada lapisan saluran pernapasan atau sel otot polos dindingnya.

Karsinoma sel besar adalah kelompok heterogen dari neoplasma ganas yang tidak

berdiferensiasi yang tidak memiliki fitur sitologi dan arsitektur karsinoma sel kecil

dan diferensiasi kelenjar atau squamosa. Karsinoma sel besar dikategorikan sebagai

subtipe dari NSCLC yang berasal dari sel epitel paru-paru.

Telah diketahui bahwa kombinasi unik dari faktor-faktor eksogen dan endogen

mempengaruhi kejadian dan perkembangan kanker paru-paru pada setiap individu.

Oleh karena itu, kanker paru-paru, seperti penyakit onkologis lainnya, bersifat

heterogen. Dengan demikian, di samping berbagai jenis histologis, penyakit ini juga

memiliki banyak subtipe molekuler dan patologis yang ditandai dengan perubahan
genetik dan epigenetik seluler yang heterogen dan kombinasi yang berbeda dari

biomarker protein. Namun, saat ini, data tentang penanda protein dari subtipe

molekuler tipe histologis kanker paru-paru sangat terbatas, tetapi sejumlah besar

studi genetik yang mencerminkan kemungkinan mutasi tertentu pada gen telah

dilakukan. Khususnya, mutasi EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) pada

adenokarsinoma paru-paru telah dipelajari dengan baik. Ditemukan pada pasien

dengan adenokarsinoma paru-paru, kemungkinan mutasi EGFR meningkat secara

linier dari usia 3,7% (18-30 tahun) ke 18,5% (81-100 tahun), dan pada wanita bukan

perokok, kemungkinan mutasi lebih tinggi daripada pria [12,13]. Pada pria bukan

perokok, kemungkinan mutasi EGFR adalah lebih tinggi daripada yang merokok

[12].

Identifikasi tipe histologis kanker paru-paru yang benar dan tipe molekulnya

diperlukan karena strategi perawatan yang berbeda. Sel tumor dari setiap tipe

histologis melepaskan biomarker protein tertentu ke dalam aliran darah dan oleh

karena itu memainkan peran penting dalam kanker oogenesis. Penggunaan plasma

darah untuk menentukan asal dan sifat sel-sel ganas untuk diagnosa memerlukan

pengetahuan tentang ekspresi biomarker protein, spesifisitas, sensitivitas, dan

pelepasannya oleh berbagai jenis sel kanker paru-paru.

3. Metode yang Saat Ini Digunakan untuk Mendiagnosis Kanker Paru-Paru

Saat ini, kanker paru-paru sebagian besar terdeteksi pada tahap akhir karena

gejala seperti batuk, batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada. Sayangnya, tahap awal

penyakit ini sering terdeteksi hanya secara tidak sengaja. Radiografi dada dan

tomografi komputer adalah metode yang paling umum digunakan untuk diagnosis

kanker paru-paru. Namun, karena mereka hanya dapat mengidentifikasi perubahan


yang terlihat dan tidak dapat diubah di dalam paru-paru, perlu adanya metode

tambahan untuk diagnosis dini. Untuk mengatasi tantangan ini, penting untuk

menemukan biomarker baru, yang sangat sensitif, dan spesifik [15].

4. Sirkulasi Biomarker Karsinogenesis

Signifikansi diagnostik biomarker protein ditentukan oleh sensitivitas dan

spesifisitasnya. Sensitivitas biomarker ditentukan oleh persentase hasil analisis

positif sejati dalam kelompok pasien onkologis, sedangkan spesifisitas biomarker

ditentukan oleh persentase hasil analisis negatif sejati dalam kelompok orang sehat

dan pasien dengan penyakit jinak. Sayangnya, saat ini, 100% biomarker yang sensitif

dan spesifik belum ditemukan. Selain itu, beberapa biomarker khusus kanker juga

ditemukan dalam plasma orang-orang yang sehat.

Untuk deteksi non-invasif dari biomarker kanker paru-paru, bahan biologis yang

biasanya digunakan adalah jaringan tumor, darah, kondensat nafas yang

dihembuskan, dahak, dan urin. Kondensat nafas yang dihembuskan adalah cairan

yang diterima dari saluran pernapasan yang terdiri dari sitokin, protein, dan DNA

[17]. Telah ditetapkan bahwa kandungan kondensat dari pasien kanker paru-paru

berbeda dari kondensat orang yang sehat, namun demikian, biomarker protein yang

spesifik belum terdeteksi. Sama halnya, dalam dahak, salah satu sumber biomarker

kanker paru-paru non-invasif yang paling menarik, penanda spesifik juga belum

terdeteksi [18].

Dengan demikian, darah tetap menjadi sumber perspektif untuk penemuan

biomarker karena puing seluler menembus ke dalam aliran darah dari tumor. Sebagai

hasilnya, darah dapat digunakan sebagai biopsi cairan invasif minimal. Darah adalah
matriks kompleks yang mengandung sirkulasi lipid, protein, RNAs, miRNAs, DNAs,

serta kanker, imun, stromal, sel endotel [19].

Biomarker terkait tumor adalah molekul biologis yang dapat dideteksi dan

berfungsi sebagai indikator dari proses patogen atau respon

farmakologis/farmakodinamik terhadap pengobatan [20]. Onkomarker yang berbeda

dapat digunakan untuk membedakan proses normal dan patogen. Biomarker yang

ideal berasal dari sel-sel neoplastik, dalam jaringan yang sehat dan jinak, dan dapat

diidentifikasi oleh metode sederhana dalam bahan biologis yang tersedia (cairan

biologis). Itu harus sensitif, spesifik, dan hemat biaya.

Biomarker tumor dibagi menjadi beberapa jenis: genetik (mutasi, perubahan

jumlah salinan, ekspresi RNA matriks), epigenetik (perubahan profil metilasi DNA),

proteomik (perubahan level dan profil ekspresi protein), metabolis (perubahan level

dan spektrum metabolit dengan berat molekul rendah), sirkulasi DNA dan RNA

dalam plasma darah, microRNAs eksosom (miRNAs), profil sintesis dan level dari

miRNAs, biomarker protein, sirkulasi sel tumor (CTCs), dan sel-sel endotel, stromal,

serta sel-sel imun [17,18,20-26]

. Secara keseluruhan, protein adalah biomarker yang paling cocok untuk

mengdiagnosa kanker paru-paru karena keterlibatan mereka dalam proses seluler.

Sebuah panel biomarker (khususnya, CYFRA 21-1 (cytokeratin) ), EPCAM

(adhesi molekul sel epitel), ProGRP (peptida pelepas pro-gastrin), CEACAM

(antigen karsinoembrionik), dan lain-lain digunakan untuk menyaring berbagai

keganasan termasuk kanker paru-paru. Namun, dalam prakteknya, sistem ini sering

gagal dalam memberikan sensitivitas dan informasi nilai yang cukup untuk

penyaringan yang optimal. Contohnya, untuk diagnosa kanker paru-paru, sensitivitas


dan spesifisitas CEACAM masing-masing adalah 69% dan 68%, sedangkan untuk

CYFRA 21-1 masing-masing adalah 43% dan 89% [27]. Sensitivitas diagnosa

proGRP plasma dalam membedakan SCLC diperkirakan sekitar 84% dan

spesifisitasnya 95% [28]. Sebagai perbandingan, CT memiliki sensitivitas sekitar

94% dengan spesifisitas yang rendah dan tingkat false-positif yang tinggi dalam

mendeteksi kanker paru-paru [29].

Berbagai pendekatan digunakan untuk penemuan biomarker; khususnya, analisis

spektrometri massa yang umumnya digunakan untuk memprofil (mendata) protein

dari tumor dan metode populer lainnya, yang akan dibahas, yaitu pengayaan berbasis

afinitas menggunakan aptamers dan molekul lainnya.

5. Pencarian Biomarker Kanker Paru-Paru Berbasis Proteomik

Metode spektrometri massa memungkinkan identifikasi dan analisis ribuan protein

dalam sistem biologis [30]. Spektrometri massa dapat memberikan informasi

berharga seperti perbedaan antara profil protein jaringan paru-paru normal dan

tumor. Dengan demikian, Kang dan rekan penulis menetapkan bahwa biomarker

kanker paru-paru utama adalah B-Chain of human HP(Haptoglobin) [31], peneliti

lain juga mengklasifikasikan SAA (Serum Amyloid A) [4], APOA1 (Apolipoprotein

A-1) [32], ANXA (Anexin), VIM (Vimentin), NM (Non-Muscle Myosin), CALM

(Calmodulin), CFL (Cofilin), TMS (Thymosin), dan EGFR (Epidermal Growth

Factor Receptor) sebagai biomarker kanker paru-paru [30] (Table 1).

[Gambar]

Spektrometri massa membantu memilah-milah perbedaan antara profil protein

adenokarsinoma dan kanker paru-paru skuamosa. Namun, meskipun banyak


biomarker terkait tumor telah diketahui, sensitivitas studi proteomik tidaklah cukup –

hanya 79% terkait stadim pertama dan kedua kanker paru [49]. Sensitivitas yang

rendah kemungkinan besar terkait dengan hilangnya sejumlah protein salinan rendah

yang ada dalam jaringan dan darah dalam jumlah yang sedikit.

6. Biomarker Protein yang digunakan dalam diagnosa kanker paru-paru

Diagnosa awal dari kanker paru-paru dapat didasarkan pada deteksi dari protein

penanda dan autoantibodi yang khusus untuk setiap jenis kanker (50). Secara khusus,

penelitian dilaksanakan di Amerika dimana 1613 penderita menggunakan CDT awal

mengungkap adanya kanker paru-paru stadium I. Hasil test darah mendeteksi gejala

awal kanker paru-paru pada penderita asimptomatik dengan spesifikasi yang lebih

tinggi dari hasil test berupa gambar (50). Level yang sama dari spesifikasi dan

sensitifitas dari diagnosa kanker paru-paru menggunakan autoantibodi didapatkan

dalam penelitian yang dilakukan oleh Caroline J. Chapman (51). Sehingga, tingkat

sensitifitas dan spesifikasi menjadikan panel dari autoantibody sebuah tambahan

yang penting terhadap metode standart untuk diagnosa awal dari kanker paru-paru.

Terlepas dari perkembangan besar yang dibuat dalam penemuan biomarkers

kanker, belum ditemukan data yang menjelaskan tentang biomarker yang memiliki

tingkatan sensitivitas dan spesifikasi yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh

beberapa alasan:

1. Ketidakefektifan dari teknik yang digunakan untuk penelitian biomarkers. 2.

Keberanekaragam jenis genetik dari tumor. 3. reproduksibilitas yang buruk dari hasil

test lab. 4. Rancangan penelitian yang buruk. 5. Konsentrasi yang rendah dari analisa

biomarker. 6. Jumlah jaringan yang tidak cukup untuk screening.


Akan tetapi, terapi kanker paru-paru telah berkembang berhubungan dengan

pendekatan target perawatan. Bagaimanapun, ditemukan bahwa terapi yang efektif

untuk setiap jenis histologi dari kanker paru-paru memerlukan pengetahuan yang

cukup tentang molekular target yang khusus. Ini menghasilkan kepentingan dari

kedua diagnosa dari kanker paru-paru dan identifikasi lebih jauh pada jenis histologi.

Pada saat ini, beberapa biomarkers digunakan untuk deteksi kanker paru-paru.

Bagaimanapun, variasi dari protein yang bisa berfungsi sebagai penanda tumor belum

bisa dibuktikan (Tabel 2).

Beberapa biomarkers yang sering digunakan secara medis seperti CEACAM, CYFRA

21-1 dan ProGRP memiliki konsentrasi yang rendah dalam serum, dan oleh karena

itu setiap biomarkers tidak dapat digunakan untuk diagnosa awal kanker paru-paru.

(52,53). Dengan demikian, mereka dapat digunakan sebagai paduan. Secara khusus,

kombinasi dari CEACAM dan CYFRA 21-1 dapat digunakan untuk deteksi

adenocarcinoma (54). Perbedaan signifikan secara statistik antara penderita kanker

paru-paru dan orang yang sehat ditemukan dengan menggunakan panel CEACAM,

CA125, CYFRA 21-1 dan NY-ESO (cancer-testis antigen) (45). Penulis lain

menggunakan NSE (neuron specific enolase), CEACAM, dan CYFRA 21-1 untuk

perbedaan subjenis histologi dari kanker paru-paru (29).

Penggunaan serum penanda, seperti LDH (lactate dehydrogenase), CRP (C-reactive

protein), CEACAM, NSA dan CYFRA 21-1, telah meningkatkan akurasi diagnosa

kanker sampai 94,8% (42). William L. Bigbee dan rekannya menyarankan sebuah

panel biomarkers – PRL(prolactin), TTR (transthyretin), THBS1 (thrombospondin 1),

SELE (selectin E), MIF (macrophage migration inhibitory factor) PLAT

(plasminogen activator, tissue type), EGFR, ERBB2 (erb-b2 receptor tyrosine kinase
2), CYFRA 21-1 dan serum APBA (2- dehydropantoate 2-reductase) untuk diagnosa

awal kanker dengan sesitifitas 77,1% dan spesifikasi 76,2% (80). Kombinasi dari

CEACAM, RBP(retinol-binding protein/ protein pengikat retinol), SERPIN (serpin

peptidase inhibitors), dan SART(U4/U6.U5 tri-snRNP-associated protein 1) dan juga

digunakan untuk mendeteksi kanker paru-paru dan mengklasifikasi penderita dalam

set validasi independen (sensitifitas – 77,8%; spesifikasi – 75,4% (81).

Sebuah kilasan tentang publikasi terbaru pada diagnosa awal kanker menunjukkan

bahwa kombinasi sebuah variasi biomarkers tumor dapat lebih berguna daripada

menggunakannya secara terpisah (82). Akan tetapi, belum ada komposisi untuk

mendeteksi kanker paru-paru pada tingkat awal atau sebelum memasuki tahap

bahaya.

7. Metode Pengayaan Afinitas Berbasis Aptamer Untuk Penemuan biomarker

kanker Paru-Paru

Dalam beberapa tahun terakhir, sebuah teknik khusus penemuan biomarkers

menggunakan aptamer, seperti AptaBID telah dikembangkan (64). Aptamer adalah

DNA atau RNA kecil tunggal (30-100 nt) oligonucleotides yang membentuk struktur

tiga dimensi yang mampu untuk mengikat target tertentu. Ikatan khusus dari aptamer

disesuaikan dengan struktur dimensi, distribusi jarak, fosfat dan ketidaksesuaian

dasar, kemampuan dari interaksi elektrostatik dan van der waals dan membentuk

ikatan hidrogen (84). Aptamer sangat selektif dan mampu dengan cepat membedakan

perbedaan kecil diantara ribuan protein dan oleh karena itu, dapat digunakan dalam

variasi aplikasi luas termasuk penggambaran molekular, pengiriman obat, terapi,

diagnosa dan penemuan biomarkers.


Terlepas dari kualitas menjanjikan yang dimiliki aptamer untuk tujuan diagnosa and

terapi, pengaplikasian yang luas masih terbatas dikarenakan masalah dan ancaman

teknologi yang kini mewabah (85,86). SELEX konvensional (Systematic Evolution of

Ligands by Exponential Enrichment/Evolusi Sistematis Ligan dari Pengayaan

Eksponensial) pemilihan dan macam-macam modifikasi memakan waktu dan

tenanga, dan belum ditemukan prosedur generasi aptamer yang otomatis dan bersifat

universal (85). Tantangan utama adalah bagaimana menghasilkan generasi aptamer

yang efisien untuk aplikasi vivo (hidup) dengan afinitas yang besar dalam sel dan

lapisan, yang stabil dalam aliran darah dalam waktu lama, dan yang memiliki

selektifitas yang tinggi serta reaktivitas silang yang rendah. Permasalahan ini, dapat

diatasi dengan membatasi pilihan dalam kondisi in vivo (dalam hidup) dan

meningkatkan perbedaan kimiawi dari oligonucleutides dengan tambahan dari dasar

yang diubah dan modifikasi kimiawi yang memunculkan kegunaan baru pada

aptamer. Modifikasi kimiawi nucleutide dapat mencegah degradasi aptamer dan

pengeluaran dari aliran darah meelalui filtrasi renal, meningkatkan sirkulasi waktu,

meningkatkan ikatan aptamer dan meningkatkan penggunaannya untuk terapi

dandiagnosa (85-87). Proses pemilihan terkini menjadi semakin efisien dikarenakan

pemisahan bio teknologi dan tingkat produksi teknologi pemeriksaan yang tinggi.

Seringkali, aptamers yang dihasilkan memiliki sifat yang berlawanan dengan protein

murni atau protein rekombinan serta tidak menunjukkan ikatan yang baik secara in

vivo dan terkadang memiliki reaktivitas silang (86,87). Aplikasi aptamer untuk

diagnosa dan terapi menjadi efektif ketika dipilih melawan target yang kompleks (

sel, virus, baktri, dll), tetapi identifikasi dari ikatan pasangan yang tepat terkadang

rumit dan memerlukan biaya. Biomarkers spesifik terisolasi oleh hubungan

pemurnian afinitas yang dimediasi oleh aptamer menggunakan pemisahan magnet


dari keseluruhan sel (gambar 3a) atau cell lysate (gambar 3b). Protein murni

diidentifikasi menggunakan analisis spektrometri masa (gambar 3).

Modifikasi dari pendekatan AptaBID sudah diaplikasikan untuk deteksi berbasis

aptamer untuk beberapa protein biomarkers kanker paru-paru seperti, CTSD

(cathepsin D)(61) VIM (vimentin), DEF (defensin) (62,88), ANXA2 (annexin A2),

ANXA5(annexin A5), H2B (H2B histone family member M), dan CLU (clusterin)

(62), LMN (lamin), dan TUB (tubulin), ACT (actin) (88).

CTSD di implikasikan dalam tumorigenesis dan diekpresikan secara berlebihan

dalam lapisan kanker paru-paru dan plasma darah (89). ANX (annexin) dianggap

sebagai target dari terapi kanker payudara, kanker pankreas, dan laryngenal

carcinoma sendiri atau secara bersinergis (90). Ubiquitylated H2B dalam sel kanker

memainkan peran yang penting dalam keselamatan manusia (91). VIM, bagian

penting ditengah dari struktur kumpulan protein termasuk dalam permulaan kanker,

perkembangan, tumorigenesis, formasi metastatis dan transisi dari epitel ke

mesenchymal (92-94). Ekspresinya meningkat dalam adenocarcinoma normal yang

dapat dibedakan dengan baik dan dalam sel carcinoma raksasa (92,95). LMN dari

lamnina nuklir dapat memodulasi proliferasi, diferensiasi sel serta transisi dan

migrasi epitel-mesensimal (96,97). LMN berfungsi sebagai penanda keberlangsungan

hidup patien yang sehat ataupun tidak sehat tergantung pada subtipe tumor yang

diidapnya (98,99). Hiperexpresi TUB dan modifikasi pasca translational

berhubungan dengan kualitas prognosis yang buruk dan penolakan terhadap

kemoterapi dari beberapa jenis kanker (100). Aktivasi DEF melalui EFGR dan jalur

signal downstream mempengaruhi migrasi dan proliferasi sel serta dapat dikaitkan

dengan invasi kanker.


Beberapa protein yang diekspresikan oleh sel-sel tumor sirkular (CTC)

mengawali perkembangan paru-paru, dan oleh karena itu aptamer untuk penanda ini

dapat digunakan untuk mengisolasi CTC dari darah (62). Beberapa dari target kanker

ini ditemukan dalam plasma darah penderita dengan NSCLC dan SCLC dan bisa

dideteksi dengan sensor electrochemical berbasis aptamer (103). Sel kanker paru-

paru menunjukkan biomarkers yang samadan olehkarena itu, sesuai dengan aptamer

dapat digunakan untuk pengkarakterisasi struktur histologi dari adenocarcinoma

paru-paru. DNA aptamer yang terpilih menunjukkan ikatan terhadap bermacam-

macam struktur tumor, seperti serat elastis, sel tumor, pembuluh darah, dan elastin,

yang memiliki peranan penting dalam pembentukan dan pertumbuhan sel kanker

(88).

Teknologi proteomic berbasis aptamer lain yang memungkinkan perbandingan

profil proteome dalam skala yang besar, dalam volume contoh biologi yang kecil

dengan batas rendah untuk dideteksi, jarak luas dan dinamis, dan tingkat

reproduktifitas yang tinggi telah disarankan oleh Larry Gold dan Somalogic (104).

Pendekatan ini memungkinkan penemuan biomarkers menggunakan Slow Off-rate

Modified Aptamers (SOMAmers) untuk pengayaan hubungan (104). SOMAmers

melibatkan protein dan meningkatkan jarak epitopes yang tersedia untuk pengikatan

dikarenakan lebihnya permukaan hidrofobik dibandingkan dengan aptamer

konvensional (82).

Teknologi multiplex proteomic, teknologi SOMAscan menunjukkan

kemungkinan percobaan level sensitivitas proteomic dari wujud tanda protein dalam

NSCLC menggunakan lapisan yang berdekatan dan jauh dari pembedahan (82). 36

protein dengan peralatan terbesar perubahan lipatan dalam bentuk protein contoh
lapisan antara tumor dan non-tumor telah disarankan seperti protein biomarkers dari

NSCLC dan diklasifikasikan dalam proses biologi yang berkaitan dengan tanda

penting dari cancerogenesis: angiogenesis, pertumbuhan dan metabolisme,

pembakaran dan apoptosis dan penyebaran dan metastasis (82).

8. Diagnosa kanker paru-paru menggunakan aptamer

Protein yang berhubungan dengan kanker dapat dideteksi dengan menggunakan

bermacam sensor, kebanyakan dari mereka bergantung pada reaksi antibodi-antigen

dalam sistem yang menyerupai sandwich yang membutuhkan dua tipe antibodi yang

berbeda untuk identifikasi target. Tantangan utama dalam pengembangan sensor

diagnosa yang dapat diandalkan didasarkan pada antibodi dikarenakan

ketidakstabilan dari hubungan yang bergantung pada produksi dan jumlah. Aptamer

sintetik mengatasi batasan ini dengan sifatnya dalam kondisi yang sama hanya

bergantung pada urutan nucleotide (105,106). Keuntungan lain dari menggunakan

aptamer dari antibodi konvensional adalah kemungkinan untuk memodifikasi

aptamer secara kimiawi dengan berbagai label yang berbeda, kelompok aktif dan

nano partikel yang sangat penting untuk rancangan biosensor (105). Beberapa

aptamer merubah konformasinya setelah terikat pada target molekul. Target molekul

tersebut yang mendukung perkembangan aptasensor dan sensor pendingin fluoresen

tidak dapat dicapai oleh antibodi (107). Sehingga, aptamer dapat digunakan secara

luas untuk perkembangan variasi peralatan diagnosa (optical,

colormetric,fluorescence,electrochemical, microfluidic, PET (positron-emission

tomography), CT (computed tomography), NMR (nuclear magnetic resonance), MRI

(magnetic resonance imaging), atau ultrasound imaging.) (105-107)


Lebih dari 20 jenis aptamer yang dipilih oleh kelompok penelitian diseluruh

dunia mendemostrasikan tingkat sensitifitas yang tinggi untuk diagnosa kanker paru-

paru dalam beberapa sistem sensor seperti potensial unik untuk terapi yang

ditargetkan (tabel3, gambar 4).

Aptamer yang dipiih untuk lapisan adenocarcinoma pascaoperatif telah

digunakan untuk mendeteksi sirkulasi sel tumor dalam darah (62) karakterisasi

struktur histologi adenocarcinoma paru paru (88), dan mendeteksi biomarker plasma

darah (103).

Aptamer untuk kanker paru-paru dikembangkan bukan hanya untuk diagnosa,

tapi juga untuk perawatan. Aptamer itu sendiri mendemonstrasikan kegiatan

antitumor didalam sel; S13, S50 menahan proliferasi (111), LC 183 menekan

perkembangan sel kanker (113), dan R50 menyebabkan apostosis (112). Aptamer

mentargetkan ligand secara efektif; anti mucin-1 aptamer cocok untuk membawa

doxorubicin (114) dan plasmid DNA (115) kepada sel kanker dalam kebanyakan

adenocarcinomas. Aptamer GL21.T digunakan sebagai pembawa pengiriman yang

dipilih dari a miRNA kepada sel A549, diproses oleh campurtangan mesin RNA, dan

meredam gen target let-7, sehingga menekan fungsi let-7g. Konjugasi ini mengurangi

pertumbuhan sel kanker in vivo dalam model xenograft paru-paru adenocarcinoma

(116). Aptamer terhadap NCL(nucleolin) telah digunakan untuk pengiriman siRNA

chimera yang ditargetkan untuk terapi kanker paru-paru (118) dan penggambaran

PET in vivo dalam model adenocarcinoma paru xenograf (119).

Beberapa aptamer yang melawan sel SCLC memiliki afinitas dan spesifikasi

yang tinggi dalam berbagai macam format percobaan jenis sel dan jaringan tubuh

pasien. Konsugasi aptamers ini dengan nanopartikel magnetik dan fluoresen secara
efektif mengekstraksi sell SCLC dari media sel campuran untuk isolasi, pengayaan,

dan deteksi sensitif (108). Aptamer lain pada sel SCLC SBC3 dengan selektifitas

tinggi dapat digunakan dalam analisis mkroskopi fluoresen dan sitometri alur.

Sayangnya, target protein yang pasti belum dapat ditentukan.

9. Biomarker Histologis dari Berbagai Jenis Kanker Paru-Paru

Selain banyak biomarker yang saat ini digunakan untuk deteksi kanker paru-paru

klinis, protein lain dari penanda tumor baru dan peran masing-masing juga diselidiki

(Table 2). Contohnya, CEA (Carcino Embryonic Antigen) adalah glikoprotein 180-

kDa serta antigen karsinoembrionik dari perkembangan embrio pada janin, selain itu,

juga merupakan biomarker karena tingkat konsentrasinya meningkat dalam darah

pasien dengan semua jenis kanker paru-paru (figures 5) [48, 79]. CEA terlibat dalam

adhesi sel dan proses modulasi [57]. Hasilnya, tumor dengan ekspresi CEA yang

tinggi memiliki potensi metastatis yang tinggi, yang diakibatkan oleh adhesi sel-sel

tumor dan pembuluh karena CEA terlibat di dalam interaksi sel-sel yang homogen

(sama) dan heterogen [72]. Tingkat CEA yang tinggi di dalam serum juga

dikorelasikan dengan metastatis otak [122,123]. Tingkat konsentrasi serum CEA

akan sangat berguna untuk menilai informasi prognostik tentang bahaya kemunculan

gejala yang sama dan kematian akibat kanker paru-paru [76,124]. Terpenting,

tingkatan CEA tidak berkorelasi dengan tahapan dari penyakit tersebut [72].

9.1) Kanker Paru-Paru Sel Kecil

SCLC muncul dari sistem APUD sel neuroendokrin (serapan prekursor amina dan

sistem dekarboksilasi) [67] dan dua fitur biologis utama sel ini — produksi dari L-

DOPA-dekarboksilasi (L-3,4-dihydroxyphenylalanine-dekarboxylase) dan NSE

(figure 5a). Decarboxylase L-DOPA adalah pengkodean gen untuk enzim yang
mengkatalisasi biosintesis dari dopamin pada manusia [125]. NSE adalah isoenzim

spesifik neuron glikolitik enolase dengan dua polipeptida 39-kDa yang hampir

identik diproduksi di neuron sentral dan perifer serta tumor ganas yang berasal dari

neuroektodermal; NSE hanya spesifik untuk SCLC [42]. Hormon

adrenocorticotropic, serotonin, hormon antidiuretik, calcitonin, hormon pertumbuhan,

hormon stimulasi melanosit, dan estrogen juga diproduksi di dalam SCLC.

Biomarker terkenal lainnya dari SCLC adalah ProGRP (pro-gastrin-releasing

peptide). Tingkat ProGRP yang tinggi ditemukan di dalam darah pasien dengan

SCLC dan kanker tiroid meduler (>200 pgmL-1). Plasma darah orang sehat dan

pasien dengan penyakit ringan memiliki konsentrasi ProGRP masing-masing 35

pgmL-1 dan 45-10(3) pgmL-1. ProGRP memiliki organ khusus dan tidak terkorelasi

dengan tahapan kanker paru-paru. ProGRP lebih spesifik dari pada NSE; akan tetapi,

penggunaan biomarker ini untuk penelitian yang lebih jauh begitu rumit karena

identifikasinya yang tidak stabil dan sulit. Sensitivitas dan spesifisitas ProGRP

masing-masing adalah 80% dan 90%, sedangkan NSE menunjukkan tingkat

sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah — 64% dan 43%. Namun, 27% pasien

dengan SCLC pernah mengalami peningkatan NSE dan tingkat yang normal untuk

ProGRP. Menurut data tersebut, deteksi simultan dari ProGRP dan NSE seharusnya

meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosa SCLC (figure 5a).

9.2) Kanker Paru-Paru Skuamosa

Kanker paru-paru skuamosa muncul dari modifikasi sel epitel bronkial. Salah satu

dari karakteristik kanker ini adalah tingginya tingkat subunit sitokeratin CK-19 yang

terfragmentasi — CYFRA 21-1 (figure 5b). CK-19 adalah komponen protein dari

serat antara sel epitel [126]. Level CYFRA 21-1 ditingkatkan selama proses
pengganasan sel epitel normal. CYFRA 21-1 diekspresikan dengan sangat baik dalam

serum pasien dengan bentuk metastasis kanker paru-paru skuamosa. Di lain sisi,

kosentrasi dari CYFRA 21-1 tidak khas untuk SCLC [48,60,127].

Protein spesifik lainnya untuk kanker paru-paru skuamosa adalah SCCA (Squamous

Cell Carcinoma Antigen), sebuah protein 48-kDa yang ditemukan dalam peningkatan

level kanker paru-paru skuamosa [58,127,128]. SCCA adalah sebuah penghambat

dari protease serin seperti manusia CELA (chymotrypsin), CAPN1 (calpain 1), dan

CTSL (cathepsin L) [129]. Protein tersebut juga dapat menghambat apoptosis sel

tumor dan merangsang invasi dan metastatis [130].

9.3) Adenokarsinoma

Adenokarsinoma muncul dari sel kelenjar mukosa bronkial dan ekspresi dari

beberapa tanda protein (Gambar 5c). Diagnosa adenokarsinoma sering didasarkan

pada identifikasi dari mutasi penanda molekul, khususnya EGFR, ERCC (protein

perbaikan eksisi DNA), RRM 1 (ribonucleoside-diphosphate reductase), KRAS

(KRAS proto-oncogene), TS (thymidylate synthetase), dan EML4-Alk (anaplastic

lymphoma kinase receptor tyrosine kinase) [78]. Belakangan ini, protein PSF3 (DNA

replikasi GINS kompleks) menjadi populer sebagai biomarker adenokarsinoma

[75,77,131]. PSF3 adalah bagian dari GINS heterotetramerik kompleks (“go-ichi-ni-

san” kompleks, yang diambil dari huruf awalan pada angka dalam bahasa Jepang 5-1-

2-3) terdiri dari SLD5 (Systemic RNA Interference Defctive Protein 5), PSF1 (GINS

complex subunit 1), PSF2 (GINS complex subunit 2), dan PSF3 (GINS complex

subunit 3). Kompleks ini terkait dengan protein, yang pada gilirannya mengatur

inisiasi dan perkembangan replikasi DNA [132]. Sampai saat ini, ekspresi berlebih

dari PSF3 dalam adenokarsinoma telah ditunjukkan dengan jelas, yang menuntun kita
untuk menyimpulkan bahwa levelnya harus lebih tinggi dalam plasma darah. Namun,

data pada level PSF3 dalam darah belum ada dilaporkan. Selain biomarker ini,

beberapa protein baru yang berhubungan dengan adenokarsinoma paru-paru telah

diketahui menggunakan aptamer, seperti LMN (lamin) dan VIM (vimentin), DEF

(neutrophil defensin) dan TUB (tubulin), ACT (cytoplasmic actin), CTSD (cathepsin

D), CLU (clusterin), NCL (nucleolin), dan MUC1 (mucin-1). Berdasarkan data yang

ada, identifikasi protein akan meningkatkan diagnosa dari adenokarsinoma.

9.4) Karsinoma Sel Besar

Karsinoma sel besar adalah tumor epitel ganas yang terdiri dari sel-sel poligonal

besar yang tidak menunjukkan adanya bukti nyata perbedaan histologis. Karsinoma

sel besar ditandai oleh kelompok-kelompok kecil, tersebar besar, tidak

berdiferensiasi, polimorphic, dan sering bersel dua atau lebih. Data spesifik

biomarker dari tipe histologis kanker paru-paru ini belum ditemukan.

9.5) Karsinoma Adenoskuamosa

Karsinoma adenoskuamosa ditandai dengan adanya fitur-fitur karsinoma sel

skuamosa dan adenokarsinoma secara bersamaan. Oleh karena itu, dia memiliki

biomarker protein dari kedua histotipe — MUC (mucin) [58].

9.6) Karsinoma Neuroendokrin Sel Besar

Karsinoma neuroendokrin sel besar (LCNEC) sangatlah langka. Ada kesulitan-

kesulitan terkait diagnosa dan pengobatannya. LCNEC menunjukkan ekspresi

berlebih dari TOP SST (topoisomerasis somatostatin precursor), dan ERCC1

(perbaikan eksisi 1, subunit endonuclease non-catalytic) [133].

9.7) Biomarker Protein pada Tipe Utama Histologic Kanker Paru-Paru


Meskipun jangka waktu dimana biomarker protein yang digunakan secara klinis ini

telah dipelajari, data menunjukkan bahwa level biomarker tersebut pada darah pasien

dengan tipe histologis kanker paru yang berbeda sangat bervariasi. Tabel 4

menyajikan tingkat perbandingan biomarker kanker paru-paru yang paling lazim

ditemukan dalam plasma darah pasien dengan NSCLC, SCLC, dan orang yang sehat.

Dua tipe utama biomarker protein histologis dari NSCLC, kanker paru-paru

adenokarsinoma dan skuamosa dan tingkatan mereka masing-masing dalam plasma

darah telah dibandingkan dengan kelompok kontrol sehat dan dirangkum dalam tabel

5.

Dengan demikian, analisis dari biomarker klinis telah menunjukkan bahwa kegunaan

dari keenam biomarker protein yang paling spesifik tersebut dapat membantu

meningkatkan diagnosa dini kanker paru-paru dan memungkinkan untuk

membedakan antar tipe-tipe histologis kanker paru-paru. Dirangkum di tabel 6.

1. CEA merupakan biomarker spesifik untuk semua tipe kanker paru-paru;

2. NSE merupakan biomarker NSCLC, dan penanda dari metastasis;

3. CYFRA 21-1 merupakan biomarker umum digunakan untuk pemindaian kanker

paru-paru dan biomarker kanker paru-paru skuamosa dalam bentuk metastasis;

4. SCCA adalah biomarker kanker paru-paru skuamosa;

5. PSF3 adalah biomarker adenokarsinoma;

6. ProGRP adalah biomarker SCLC;

7. SCCA dan mucin adalah biomarker karsinoma adenoskuamosa;

8. SST adalah biomarker dari karsinoma neuroendokrin sel besar.


10. Kesimpulan

Keragaman fenotipik yang besar dari tiap tipe histologis kanker paru-paru dan tidak

adanya biomarker yang memiliki spesifik dan sensitif yang tinggi mempersulit

diagnosa kanker paru-paru. Panel dari berbagai biomarker baru-baru ini telah

diterapkan dan menjadi sangat populer karena teknik ini dapat meningkatkan deteksi

awal kanker paru. Dalam ulasan ini, kami menyarankan penggunaan dari panel yang

terdiri dari delapan biomarker tumor yang terkait — CEA, CYFRA 21-1, ProGRP,

CEA, PSF3, MUC, SCCA, dan SST — yang dapat memudahkan kita membedakan

antara tiap-tiap kanker paru-paru histologis dan untuk menentukan nilai metastatis.

Selain metode penemuan biomarker konvensional, deteksi menggunakan aptamer

seperti LMN dan VIM, DEF dan TUB dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker

paru-paru secara akurat.

Anda mungkin juga menyukai