GONORHEA
IV. KEGIATAN
No. Tahap Kegiatan pengajar Kegiatan sasaran
1. Pembukaan a. Salam dan Perkenalan a. Menjawab salam
(5 menit) b. Menjelaskan tujuan umum dan khusus b. Mendengarkan
pengajaran c. Menjawab
c. Apersepsi (menggali pengetahuan
sasaran) tentang gonorhea
2. Penyaji a. Menjelaskan pengertian gonorhea a. Mendengarkan
(30 menit) penjelasan dan mencatat
b. Menjelaskan etiologi gonorhea b. Mendengarkan
penjelasan dan mencatat
c. Mendengarkan
c. Menjelaskan manifestasi klinis gonorhea
penjelasan dan mencatat
d. Mendengarkan
d. Menjelaskan patofisiologi gonorhea
penjelasan dan mencatat
e. Menjelaskan pathways gonorhea e. Mendengarkan
penjelasan dan mencatat
f. Menjelaskan pemeriksaan penunjang f. Mendengarkan
gonorhea penjelasan dan mencatat
g. Menjelaskan penatalaksanaan g. Mendengarkan
gonorhea penjelasan dan mencatat
h. Menjelaskan teori asuhan h. Mendengarkan
keperawatan gonorhea penjelasan dan mencatat
V. MEDIA
LCD (Proyektor), laptop, White Board, Spidol, Mikrofon
VI. METODE
Ceramah, tanya jawab, diskusi
: Penyaji
VIII. MATERI (TERLAMPIR)
IX. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Semua undangan hadir dalam kegiatan
b. Penyelenggaraan pengajaran dilakukan oleh penyaji selama 1x50 menit
c. Materi tentang gonorhea sudah siap disajikan dalam waktu 1x50 menit
d. Tempat, media dan alat bantu pengajaran sudah siap digunakan selama
1x50 menit.
2. Evaluasi Proses
a. Mahasiswa antusias terhadap materi yang disampaikan oleh penyaji
b. Mahasiswa tidak meninggalkan tempat selama pembelajaran
berlangsung
c. Mahasiswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran
3. Evaluasi Akhir
Mahasiswa tingkat 3 semester 6 dapat :
a. Menjelaskan pengertian gonorhea
b. Menjelaskan etiologi gonorhea
c. Menjelaskan manifestasi klinis gonorhea
d. Menjelaskan pemeriksaan penunjang gonorhea
e. Menjelaskan penatalaksanaan gonorhea
MATERI
A. Definisi
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-
genital, oro-genital, ano-genital. Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam
uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva. (Brunner dan
Suddarth,2001)
Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum,
tenggorokan, dan konjungtiva. Gonore dapat menyebar melalui aliran darah
ke bagian tubuh lain terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa
menjalar ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul
sehingga menyebabkan nyeri pinggul dan gangguan reproduksi.
Tidak semua orang yang terpajan gonore akan terjangkit penyakit, dan
resiko penularan dari laki – laki kepada perempuan lebih tinggi daripada
penularan perempuan kepada laki – laki, terutama karena lebih luasnya
selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam lama, divagina.
Setelah terinolkulasi, infeksi dapat menyebar ke prostat, vas deferent,
vesicular semminalis, epididimis, dan testis pada laki-laki dan ke uretra,
kelenjar skene, kelenjar bartolin, endometrium, tube falopi, dan rongga
peritoneum menyebabkan PID pada perempuan.
PID adalah menyebab utama infertilitas pada perempuan. Infeksi
gonokokus dapat menyebar melalui aliran darah, menimbulkan bakteremia
gonokokus. Bakteremia dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan tetapi
apabila dibandingkan lebih sering terjadi pada perempuan. Perempuan
beresiko tinggi mengalami penyebaran infeksi pada saat haid. Penularan
perinatal kepada bayi saat lahir, melalui os servik yang terinfeksi, dapat
menyebabkan konjungtivitis dan akhirnya kebutaan pada bayi apabila tidak
diketahui dan diobati.
B. Etiologi
Penyebab pasti penyakit gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhea /
Gonokok yang bersifat patogen yang di temukan oleh Neisser dari Polandia
pada tahun1879 dan baru diumumkan apada tahun 1882. Kuman tersebut
termasuk dalam grup Neisseria dan dikenal ada 4 spesies, yaitu N.
gonorrhoeae dan N. meningitidis yang bersifat patogen serta N. cattarrhalis
dan N. pharyngis sicca yang bersifat komensal. Keempat spesies ini sukar
dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran
lebar 0,8 u dan panjang 1,6 u bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung
dengan pewarna gram bersifat gramnegatif , terlihat di luar dan di dalam
leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering ,
tidak tahan suhu di atas 39°C dan tidak tahan zat disinfektan. Secara
marfalogi gonogok terdiri atas 4 tipe ,yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili
yang yang bersifat virulen dan bersifat nonvirulen pili akan melekat pada
mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.
Kuman Neisseria gonorrhea paling mudah menginfeksi daerah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang atau imatur,
misalnya pada vagina wanita yang belum pubertas.
Galur N. gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) merupakan galur
gonokokus yang mampu menghasilkan enzim penisilinase atau beta-
laktamase yang dapat merusak penisilin menjadi senyawa inaktif, sehingga
sukar diobati dengan penisilin dan derivatnya, walaupun gejala dengan
peninggian dosis
Bakteri ini melekat dan menghancurkan membrane sel epitel yang
melapisi selaput lender, terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks
dan uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus, dan rectum dapat dijumpai
pada kedua jenis kelamin. Untuk dapat menular, harus terjadi kontak
langsung mukosa ke mukosa.
D. Patofisiologi
Bakteri secara langsung menginfeksi uretra, endoserviks, saluran anus,
konjungtiva dan farings. Infeksi dapat meluas dan melibatkan prostate, vas
deferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis pada pria dan kelenjar
skene, bartholini, endometrium, tuba fallopi dan ovarium pada wanita.
Setelah melekat, gonokokus berpenetrasi ke dalam sel epitel dan melalui
jaringan sub epitel di mana gonokokus ini terpajan ke system imun (serum,
komplemen, immunoglobulin A(IgA), dan lain-lain), dan difagositosis oleh
neutrofil. Virulensi bergantung pada apakah gonokokus mudah melekat dan
berpenetrasi ke dalam sel penjamu, begitu pula resistensi terhadap serum,
fagositosis, dan pemusnahan intraseluler oleh polimorfonukleosit. Faktor
yang mendukung virulensi ini adalah pili, protein, membrane bagian luar,
lipopolisakarida, dan protease IgA.
Meskipun telah banyak peningkatan dalam pengetahuan tentang
patogenesis dari mikroorganisme, mekanisme molekular yang tepat tentang
invasi gonokokkus ke dalam sel host tetap belum diketahui. Ada beberapa
faktor virulen yang terlibat dalam mekanisme perlekatan, inflamasi dan invasi
mukosa. Pili memainkan peranan penting dalam patogenesis gonore. Pili
meningkatkan adhesi ke sel host, yang mungkin merupakan alasan mengapa
gonokokkus yang tidak memiliki pili kurang mampu menginfeksi manusia.
Antibodi antipili memblok adhesi epithelial dan meningkatkan kemampuan
dari sel fagosit. Juga diketahui bahwa ekspresi reseptor transferin mempunyai
peranan penting dan ekspresi full-length lipo-oligosaccharide (LOS)
tampaknya perlu untuk infeksi maksimal.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah epitel kolumnar dari
uretra dan endoserviks, kelenjar dan duktus parauretra pada pria dan wanita,
kelenjar Bartolini, konjungtiva mata dan rectum. Infeksi primer yang terjadi
pada wanita yang belum pubertas terjadi di daerah epitel skuamosa dari
vagina.
E. Pathways
Neisseria Gonorhoe
Inflamasi
Gonorhoe Kurangnya
Gonorhea
pengetahuan
Kemerahanpelindung
dan teraba Bakteremia sekunder
panas
Gangguan Eliminasi Resiko Iritasi uretra
Hipotalamus
Kerusakan integritas kulit
Penularan
Nyeri
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sediaan Langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan
diplokokus gram negatif, intraseluler dan ekstraseluler, leukosit PMN.
Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah setelah fosa navikularis,
sedangkan pada wanita diambil dari serviks, uretra, muara kelenjar
bartholin dan rektum. Asupan posistif apabila ditemukan diplokokus
gram negative intrasel. Sayangnya, metode pewarnaan ini kurang handal
untuk didiagnosis gonore pada perempuan, pasien asimtomatik dan
infeksi direktum atau faring
2. Kultur (Biakan)
Untuk memastikan diagnosis harus dilakukan pembiakan dari semua
kemungkinan tempat infeksi. Kuman memerlukan waktu 48 jam – 96 jam
untuk tumbuh dalam biakan, dan berdasarkan anamnesis dan gejala, atau
riwayat pajanan, terapi antibiotic biasanya sudah dimulai sebelum hasil
diperoleh, pembiakan (kultur) menggunakan media yaitu :
a. Media transport, misalnya media stuart dan media transgrow
(merupakan gabungan media transpor dan pertumbuhan yang selektif
dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan N.meningitidis).
b. Media pertumbuhan, misalnya agar Mc Leod’s chocolate, media
thayer martin (selektif untuk mengisolasi gonokok), agar thayer
martin yang dimodifikasi.
3. Tes Thomson
Dengan menampung urine pagi dalam dua gelas tes ini digunakan
untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.
4. Tes amplifikasi asam nukleat
Pengujian molkul unuk mendeteksi materi genetik (DNA) bakteri
gonorrhea pada cairan tubuh berpotensi terinfeksi seperti pada serviks
atau uretra. Sampel yang dikumpulkan dari tenggorokan tidak selalu
memberikan hasil test yang akurat. Pemeriksaan gonorhea dengan
metode ini juga seing digunakan untuk pemeriksaaan klamidia, dan
penyakit kelamin lain yang mempuyai gejala mirip dengan gonorrhea.
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Karena meningkatnya insiden yang cukup mengkhawatirkan dari N
gonorrhoeae yang resisten terhadap antibiotika, termasuk N gonorrhoeae
penghasil penisilinase ( PPNG ) , N gonorrhoeae yang resisten tetrasiklin
( TRNG ), dan strain dengan resisten yang berperantara kromosom
terrhadap berbagai antibiotika, maka terapi awal dengan sefriakson harus
sangat dipertimbangkan untuk pengobatan infeksi N gonorrhoeae
disemua lokasi anatomis. Uji kepekaan rutin dan uji penilaian
kesembuhan harus diperoleh bila digunakan regimen yang tidak
mengandung seftriaksone.
a. Infeksi uretra, endoserviks, faring, atau rectum tanpa komplikasi
pada orang dewasa
1) Seftriaksone, 25 mg secara intramuscular, sebagai dosis tunggal
2) Bila ada kemungkinan disertai infeksi klamidia, berikan juga
doksisiklin, 100 mg secara oral 2x sehari selama 7 hari,
tetrasiklin 500 mg secara oral 4x sehari selama 7 hari,
eritromisin basa / strearat 500 mg secara oral 4x sehari selama 7
hari, eritromisin etilsuksinat 800 mg secara oral 4x sehari
selama 7 hari / ezitromisin 1 g secara oral sekali.
b. Gonore pada pasien yang alergi penisilin.
Pada pasien yang tidak dapat menerima seftriakson berikan
spektinomisin, 2 gram secara intramuscular. Alternative lain adalah
siprofloksasin, 500 mg secara oral sebagai dosis tunggal; ofloksasin,
400 mg secara oral sekali; atau sefiksim, 400 mg secara oral sekali.
Hanya kalau infeksi terbukti dari strain non-PPNG dapat digunakan
penisilin misalnya amoksisilin, 3 gram secara oral dengan probenesit
1 gram. Semua regimen ini harus diikuti dengan doksisiklin, 100 mg
2x sehari selama 7 hari, atau tetraksiklin, 500 mg secara oral setiap 6
jam selama 7 hari, untuk mengobati infeksi klamidia yang menyertai.
Spektinomisin tidak boleh digunakan untuk mengobati infeksi
faring. Kalau infeksi faring tidak dapat diterapi dengan seftriakson,
harus diberikan siprofloksasin, 500 mg sebagai dosis tunggal.
c. Kontak seksual sebelum 30 hari sebelumnya harus diperiksa dan
diterapi dengan tepat sesuai dengan protocol terdahulu.
d. Gonore pada kehamilan.
Berikan seftriakson, 250 mg secara intramuscular sekali. Bila
terdapat alergi penisilin yang membahayakan jiwa, berikan
spektinomisin, 2 gram secara intramuscular. Eritromisin, 500mg 4x
sehari selama 7 hari, harus ditambahkan pada semua regimen untuk
berjaga-jaga terhadap kemungkinan infeksi klamidia.
e. Infeksi gonokokus diseminata.
Biasanya diperlukan perawatan rumah sakit. Salah satu dari
regimen antibiotika berikut sudah memadai.
1) Seftriakson 1 g secara intramuscular atau secara intravena 1x
sehari.
2) Sefotaxim 1g secara intravena setiap 8 jam.
3) Seftizoksim 1 g secara intravena setiap 8 jam.
4) Pasien yang alergi terhadap obat β laktam harus diterapi dengan
spektinomisin, 2 g secara intramuscular setiap 12 jam.
5) Hanya bila organism penyebab infeksi itu terbukti peka terhap
penisilin, terapi dapat diganti ampisilin, 1 g setiap 6 jam.
6) Pasien harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya infeksi
klamidia dan juga diterapi secara empiris dengan doksisiklin
atau tetrasiklin.
7) Pasien yang taat dapat dipulangkan 24-48 jam setelah gejala
membaik untuk menyelesaikan seluruh terapi antibiotika selama
7-10 hari dengan sefiksin, 400 mg secara oral, 2x sehari, atau
amoksilin, 500 mg dengan asam klavolanak 3x sehari, atau pada
orang dewasa yang tidak hamil, dengan siprofloksasim, 500 mg
2x sehari.
f. Kegagalan terapi.
Infeksi yang terjadi setelah terapi dengan seftriakson biasanya
adalah akibat reinfeksi dan bukannya kegagalan regimen terapi .
pasien dengan gejala yang berlanjut setelah terapi yang tepat, harus
menjalani pembiakan N Gonorrhoeae dengan uji kepekaanterhadap
semua isolate. Jiak hasil biakan negative, diagnosis uretritis
nongonokokus harus dipertimbangkan dan diberikan terapi dengan
doksisiklin.
2. Nonmedikamentosa
a. Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan tentang:
1) Bahaya penyakit menular seksual (PMS) dan komplikasinya
2) Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan pasangan seks
tetapnya hindari seksual sebelum sembuh, dan memakai
kondom jika tak dapat dihindarkan
4) Cara-cara menghindara infeksi PMS dimasa datang
b. Pengobatan pada pasangan seksual tetapnya
g) Sistem Muskuluskeletal
Biasanya pada pasien laki – laki tidak mengalami kesulitan
bergerak, sedangkan pada pasien wanita yang sudah
mengalami komplikasi akan mengalami kesulitan dalam
bergerak dan juga saat duduk karena terjadinya komplikasi
pembengkakan pada kelenjar bartholini dan juga labio
mayoranya.
2. Diagnosa
a. Gangguan rasa nyaman nyeri saat BAK berhubungan dengan adanya
reaksi inflamasi pada uretra
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya reaksi penyakit
( reaksi inflamasi )
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan
d. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan inflamasi pada
prostat
e. Cemas berhubungan dengan proses penyakit
f. Resiko harga diri rendah berhubungan dengan proses penyakitnya.
3. Intervensi
a. Diagnosa I
Gangguan rasa nyaman nyeri saat BAK berhubungan dengan adanya
reaksi inflamasi pada uretra ditandai dengan klien mengeluh sakit dan
keluat nanah pada saat berkemih.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam waktu ... x 24
jam, klien akan merasa nyaman saat berkemih.
Kriteria Hasil :
Klien tampak rileks saat berkemih
Klien secara verbal mengatakan tidak sakit / tidak nyeri
Klien akan menggunakan pencegahan non analgetik untuk
mengurangi rasa nyerinya.
Skala nyeri klien 2 – 3 / 0
Tanda – tanda vital klien dalam batas normal
Klien tampak tenang
Rencana Tindakan :
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ : agar klien dan keluarga lebih kooperatif ketika dilakukan
tindakan
2) Jelaskan pada klien penyebab rasa nyeri
R/ : klien mengerti dari penyebab rasa nyeri dan mengurangi rasa
cemas
3) Observasi tanda-tanda nyeri non verbal, seperti ekspresi wajah
gelisah, menangis
R/ : Mengetahui tingkat rasa nyeri yang dirasakan pasien
4) Observasi skala nyeri
R/ : Mengetahui skala nyeri yang dirasakan oleh pasien
5) Observasi tanda-tanda vital
R/ : Mengetahui perkembangan dari penyakit
6) Ajarkan klien tehnik relaksasi dan dekstraksi untuk mengurangi
nyeri
R/ : Dengan tehnik relaksasi dan dekstraksi dapat mengurangi rasa
nyeri
7) Anjurkan klien untuk napas panjang
R/ : Untuk mengurangi rasa nyeri
8) Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
R/ : klien akan merasa nyaman dan tenang
9) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi analgesik
R/ : Melaksanakan fungsi independen dan analgesik dapat
mengurangi rasa nyeri
b. Diagnosa II
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya reaksi penyakit
(reaksi inflamasi)
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan dalam waktu 1 x 24
jam suhu tubuh klien dalam batas normal
Kriteria Hasil :
- Suhu tubuh klien normal
- Klien tampak nyaman
- Secara verbal klien mengatakan nyaman
- Tanda vital klien normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan klien tidak pusing
Rencana Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan klien
R/ : memudahkan perawat dalam melakukan tindakan keperwatan
2) Jelaskan pada klien dan keluarga klien untuk mengompres klien
pada daerah arteri besar misalnya pada aksila dan leher
R/ : dengan melakukan kompres pada daerah arteri besar bisa
membantu menyeimbangkan termoregulasi tubuh, agar suhu tubuh
klien normal
3) Jelaskan pada klien agar mengompres menggunakan air hangat ,
tidak boleh menggunakan air dingin
R/ : menggompres menggunakan air hangat akan mempercepat
proses evaporasi tubuh untuk menurunkan suhu tubuh hingga batas
normal, namun jika menggunakan air dingin akan beresiko
terjadinya hipotermi.
4) Observasi suhu tubuh klien setiap 2 jam sekali
R/ : dengan memonitor secar rutin tentang suhu tubuh klien bisa
memantau perubahan – perubahan yang terjadi sehingga bisa
segera dilakukan tindakan keperawatan.
5) Observasi nadi, tekanan darah dan respirasi rate klien
R/ : jika tubuh mengalami peningkatan maka nadi klien juga bisa
mengalami peningkatan, sehingga bisa memperburuk kondisi klien
jika tidak dilakukan observasi.
6) Tingkatkan inktake cairan dan nutrisi klien
R/ : peningkatan cairan bisa membantu menstabilkan termoregulasi
panas klien
7) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat antipiretik
R/ : obat antipiretik akan membantu menurunkan suhu tubuh klien
sesuai batas normal.
c. Diagnosa III
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan yang
ditandai dengan adanya abses dan kemerahan.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan dalam waktu 3 x 24
jam gangguan integritas kulit klien akan teratasi.
Kriteria Hasil :
- Abses tidak ada
- Kemerahan tidak ada
- Mempertahankan integritas kulit
- Tidak terjadi infeksi dan komplikasi
Rencana Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga klien
R/ : mempermudah perawat melakukan tindakan keperawatan
2) Jelaskan pada klien agar tetap menjaga kekeringan dan kebersihan di
daerah luka
R/ : mengurangi dan mencegah terjadinya iritasi yang meluas pada
area kulit lain yang bisa memperparah kondisi klien
3) Observasi kondisi kerusakan jaringan kulit klien, catat adanya
pembengkakan dan kemerahan.
R/ : daerah ini cenderung terkena radang dan infeksi dan memantau
kondisi kerusakan integritas kulit klien
4) Bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah dengan kelembaban
tinggi
R/ : kulit yang bersih dan kering tidak akan cenderung mengalami
kerusakan
5) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat antibiotik
R/ : obat antibiotik akan mempercepat proses penyembuhan dengan
membunuh bakteri penyebabnya.
4. Implementasi
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana
tindakan, meliputi beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan, dan pengumpulan data. (Lismidar,
1990)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah
disusun dengan melihat situasi dan kondisi pasien.
5. Evaluasi
a. Klien tampak rileks saat berkemih
b. Klien secara verbal mengatakan tidak sakit / tidak nyeri
c. Klien akan menggunakan pencegahan non analgetik untuk mengurangi
rasa nyerinya.
d. Skala nyeri klien 2 – 3 / 0
e. Tanda – tanda vital klien dalam batas normal
f. Klien tampak tenang dan nyaman.
g. Suhu tubuh klien normal
h. Secara verbal klien mengatakan nyaman
i. Tanda vital klien normal
j. Tidak ada perubahan warna kulit dan klien tidak pusing
k. Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
l. Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
m. Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol dan mempengaruhi
hasil
DAFTAR PUSTAKA