Anda di halaman 1dari 16

Persalinan lama

1. Pengertian

Persalinan lama disebut juga “distosia” di definisikan sebagai


persalinan yang abnormal/sulit. Sebab – sebabnya dapat dibagi 3 golongan :

a Kelainan tenaga (kelainan his) adalah his yang tidak normal dalam kekuatan
atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat
pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami
hambatan atau kemacetan.
b Kelainan janin adalah persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan
karena kelaian dalam letak atau dalam bentuk janin
c Kelainan jalan lahir adalh kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.

2. Jenis – jenis kelainan his

a. Inerssia uteri

Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih
kuat dan lebih dahulu dari pada bagian – bagian lain, peranan fundus tetap
menonjol. Kelainan terletak dalam hal kontraksi uterus lebih aman, singkat,
dan jarang dari pada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan
rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umunya tidak
berbahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali perssalinan berlangsung
terlalu lama, dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin tidak
baik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypnotonic uterine
contraction.
Diagnosa inersia uteri paling sulit ditegakan pada masa laten.
Kontraksi uterus yang disertai dengan rasa nyeri, tidak cukup menjadi
dasar utama diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai.

b. His terlampau kuat

His terlampau kuad disebut juga hypertonic uterine contraction,


walaupun pada golongan cooedinated hypertonic uterine contraction bukan
merupakan penyebab distosia, namun hal ini dibicarakan juga disini dalam
sebeba kelainan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan
persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat.

Partus yang sudah selesai kuarang dari 3 jam dinamakan partus


presipitatus yang ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot diluar his
juga biasa. Kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus
bagi ibu ialah terjadinya perlukaan pada jalan lahir, khususnya vagina dan
perineum. Bayi bisa mengalamin perdarahan dalam tengkorak karena
bagian mengalami tekanan kuaat dalam waktu singkat.

c. Incoordinate uterine action

Disini sifat his berubah. Tonus oto uterus meningkat, juga diluar his,
dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada
sinkronisasi kontraksi bagian – bagianya. Tidak adanya koordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien
dalam mengedakan pembukaan.

Di sampin itu tonus oto uterus yang menarik menyebabkan rasa nyeri
yang lebih kerah dan lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada
janin. His jenis ini juga disebut sebagai incoordinated hypertonic uterine
contraction. kadang – kadang pada persalinan lama dengan ketuban pecah,
kelainan his ini menyebabka spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi
penyempitan kavum uteri pada tempat itu.

3. Etiologi

Kelainan his terutama pada primigravida, khususnya primigravida tua.


Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri.
faktor herediter mungkin memehang peranan dalam kelainan his. sampai
seberapa jauh faktor emosi (ketakutan dan lain – lain) mempengaruhi kelainan
his, khususnya inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin atau pada
disproporsi sefalopelvik. peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan
ganda ataupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri yang
murni, akhirnya gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional,
misalnya uteus bikornis uniklois, dapat pula mengakibatkan kelainan his. akan
tetapi pada bagian besar kasus kurang lebih separuhnya, penyebab inersia
uteri tidak diketahui.

4. Penanganan

Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun keadaan ibu


yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap
empat jam, bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada
gejala preeklamsia. Denyut jantung janin di cata setiap setengah jam dalam
kala I dan lebih sering dalam kala II.

Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian


sepenuhnya. karena ada persalinan lam selalu ada kemungkinan untuk
melakukan tindakan pembedahan dengan narcosis, hendaknya iu jangan diberi
makan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Sbaiknya diberikan infuse
larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonic secara intravena berganti – ganti
untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg yang dapat
diulangi pada permulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin. pemeriksaan
dalam perlu dilakukan, tetapi harus selalu disadari bahwa setiap pemeriksaan
dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam
tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang seksama tentang
keadaan.

Selain penilaian keadaan umur perlu ditetapkan apakah persalnan


benar – benar sudah mulai atau masih dalam tingkat fase labour, apakah ada
inersia uteri atau incoordinate uterine action dan apakah tidak ada disproporsi
sefalopelvik biarpun ringan. untuk menetapkan hal yang terakhir ini, jika
perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik atau magnetic resonance imaging
9mri). Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit – sedikitnya 3 cm, dapat
diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah mulai.

Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban


sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk
menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubungan
dengang bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah
dapat diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesaria dalam waktu
singkat atau penilaian dapa dibiarkan berlangsung terus.

a. Inersia uteri

Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan harus diperiksa keadaan serviks,


presentasi serta posisi janin, turuna kepala janin dalam pangul, dan keadaan
panggul. kemudian harus disusun rencana menghadapi persalnan yang lamban
ini. Apabila ada disproporsio sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil
keputusan untuk melakukan seksioa sesarea.

Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil
sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki dan kandung
kemis serta rectum dikosonkan. Apabila kepala ata bokong janin sudah masuk
kedalam panggul, penderita disuruh berjalan – jalan. tindakan sederhana
kadang – kadang menyebabkan his menjadi kuat dan selanjutnya persalinan
berjalan lancar

b. His terlalu kuat

Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena


biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. kalau seorang
ibu pernah mengalami partus presipitatus, kemungkinan kejadian ini akan
berulan pada persalinanaberikutnya. oleh karena itu sebaiknya ibu tersebut
dirawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan
baik.

c. Incoordinate uterine action

Kelainan ini hanya dapat diobati secara simptomatis karena belum ada
obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian – bagian
uterus. usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan
mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukakn ialah mengurangi
tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. hal ini dapat dilakukan
dengan pemberian analgetika, seperti morfin dan petidin. akan tetapi
persalinan tidak boleh berlangsung beralut-larut apalagi kalau ketuban sudah
pecah. dalam hal ini pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan seksio
sesarea.

Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali


kalau lingkaran ini terdapat dibawah kepala janin sehingga dapat diraba
melalui kanalis servikalis. jikalau diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I
dapat dibuat, persalinan harus diselesaik dengan seksio sesarea.

5. Kelainan kala satu


a. Fase laten memanjang

Friedma mengembangkan konsep tiga tahapa fungsional untuk


menjelaskan tujuan- tujuan fisilogis persalinan. walaupun pada tahap
persiapan hanya sedikit pembukaan serviks, cukup banyak perubahan yang
berlangsung di komponen jaringan ikat servik. Tahap persalinan ini mungkin
peka terhadap sedasi dan anastesi regionan. Tahap pembukaan/dilatasi saat
pembukaan berlangsun paling cepat tidak dipengaruhi oleh sedasi atau
anastesia regional.

Tahap panggul berawal dari fasi deselerasi pembukaan serviks,


mekanisme klasik persalinan yang melibatkan gerakan – gerakan pokok
janin pada presentasi kepala, masuknya janin kepanggul, fleksi , penururnan,
rotasi internal (putaran paksi dalam), ektensi, dan rotasi eksterna (putaran
paksi luar) terutama berlangsung selama tahap panggul, namun dalam
praktik sebenarnya awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.
Awitan persalinan didefiniskan sebagai ketika ibu mulai merasakan
kontraksi yang teratur. selama fase orientasi kontraksi uterus berlangsung
bersama perlunakan dan pendataran serviks.

Fase laten berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jama
pada nulipara dan 14 jam pada ibu multipara. kedua patokan ini adalah
persentil ke-95. dalam laporan sebelumnya mengenai durasi fase laten pada
nulipara rata – ratany adala 8,6 jam dan rentangnya dari 1 sampai 44 jam,
dengan demikian lama fase laten sebesar 20 jam pada ibu nulipara dan 14
jam pada ibu multipara mencerminkan nilai maksimu secara statistic.

Faktor – faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain


adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang
buruk, dan persalinan palsu.
b. Fase aktif memanjang

kemajuan persalinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus


karena kurva – kurva memperlibatkan perubahan cepat dalam
kecuraman pembukaan serviks antara 3 – 4 cm dalam hal ini, fase aktif
persalinan, dari segi kecepatan pembukaan serviks tertingi, secara
konsistensi berawal saat serviks mengalami pembukaan 3 sampai 4
cm. kembali ke friedman, rata – rata durasi persalina fase aktif
nulipara adalah 4,9 jam, deviasi standar 3,4 jam cukup lebar. dengan
fase aktif dilaporkan memiliki maksimun statistic sebesar 11,7 jam
dengan durasi yang cukup bervariasi. dengan demikian apabila
kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada
nulipara adalh 1,2 cm/jam maka kecepatan normal minimum 1,5
cm/jam

Secara spesifik ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan


pembukaan 3-4 cm dapat diharpkan mencapai pembukaan 8 sampai 10
cm dalam 3 sampai 4 jam. pengamatan ini mungkin bermanfaat,
sebagai contoh apabila pembukaan serviks mencapai 4 cm. Penurunan
dimulai pada tahap akhir dilatasi aktif dimulai pada sekitar 7 sampai 8
cm pada nulipara dan paling cepat setelah 8 cm.

Keterkaitan atau faktor lain yang berperan dalam persalinan


yang berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anestesia
regional dan maposisi janin, misalnya oksiput posterior persisten. pada
persalinan yang berkepanjang dan macet, frieadman menganjurkan
pemeriksaan felopelvik untuk mendiagnosis disproporsio sefalopelvik.
Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan adalah
penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk
persalinan yang macet tanpa disproporsio sefalopelvik.
c. Penurunan kepala janin pada perslainan aktif

Persalinan diameter biparietal janin sampai setinggi spina iskiadika


panggul ibu disebut engagement. friedma dan sactleben melaporkan
keterkaitan yang bermakna antara station (penuruna) yang tinggi saat awitan
persalinan dengan distosia pada tahap selanjutnya. mereka melaporkan
terjadinya partu lam dan partus macet pada ibu dengan station kepala janin
diatas + 1 cm dan bahwa semakin tinggi station saat persalinan dimulai pada
nulipara, semakin lama persalinan berlangsung.

6. Kelainan kala II

a. Kala II memanjang

Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir
dengan keluarnya janin. median durasinya adalah 50 menit untuk nilipara
dan 20 menit untuk multipara. tetapi angka ini juga sangat bervariasi. pada
ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar dua
atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup
untuk mengeluarkan janin, sebaiknya pada seorang ibu dengan panggul
sempit atau janin besar atau kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional
atau sedasi yang berat, maka kala II dapat sangat memangjang.

Sebelum pengeluaran janin spontan, memangnjang sekitar 25 menit


oleh anestesia regional. seperti disebutkan tahap panggul atau penurunan
janin pada persalinan umumnya berlangsung setelah pembukaan lengkap.
selain itu, kala II melibatkan banyak gerakan pokok yang penting agar janin
dapat melewati jalan lahir. Selama ini terdapat aturan – aturan yang
membatasi durasi kala II persalinan pada nulipara dibatasi 2 jam dan
diperpanjang sampai 3 jam apabila digunakan analgesia regional. untuk
multipara 1 jam adalah batasnya diperpanjang menjadi 2 jam pada
penggunaan analgesia regional.

Setealah pembukaan lengkap, sebagian besar ibu tidak dapat menahan


keinginan untuk mengejan atau mendorong setiap kali uterus berkontraksi,
biasanya mereka menarik napas dalam menutup glotisnya, dan melakukan
kontraksi otot abdomen secara berulang dengan kuat untuk menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdomen sepanjang sepanjang kontraksi.
kombinasi gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus dan oto abdomen
akan mendorong janin kebawah. menutut ibu untuk mengejan yang kuat atau
membiarkan mereka mengikuti keinginan mereka sendiri untuk mengejan
dilaporkan tidak memberi manfaat.

b. Penyebab kurang adekuatnya gaya eksplusif

Kekuatan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot abdomen dapat


terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara spontan
melalu vagina, sedasi berat atau anestesia regional – epidural lumbal, kaudal
dan intratekal kemungkinan besar mengurangi dorongan reflex untuk
mengejan dan pada saar yang sama mungkin mengurangi kemampuan pasien
mengontraksikan otot – otot abdomen pada beberapa kasus. keinginan alami
untuk mengejan dikalahkan oleh menghebatnya nyeri yang timbul akitbat
mengejan.

7. Dampak persalinan lama pada ibu janin

a. Infeksi intrapartum

Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya
pada partu lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. bakteri di dalam
cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidu serta pembuluh
korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia
pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi
serius lainya. pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama
apabila dicurigai terjadi persalinan lama.

b. Ruptura Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius


selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada
mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala
janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap dan tidak
terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian
dapat menyebabkan rupture. pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin
retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah Krista transversal atau
oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilicus.
apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam
segera.

c. Cincin retraksi patologis

Walauun sangat jarang dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus
pada persalinan yang berkepanjangan . Tipe yang paling sering adalah cincin
retraksi patologis Bandl yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang
berlebihan.

Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai


penegangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi
semacam ini cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu indentasi abdomen dan
menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus. konstriksi
uterus lokal jarang dijumpai saat ini karena terhambatnya persalinan secara
berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. kontriksi lokal ini kadang – kadang
masaih terjadi sebagai konstriksi jam pasir uterus setelah lahirnya kembar
pertama. Pada keadaan ini, konstriksi tersebut kadang – kadang dapat
dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara
normal, tetapi kadang – kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera
menghasilkan prognosis yang lebih baik kembar kedua

d. Pembentukan fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul,


tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir
yang terletak diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan
yang berlebihan. karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan
jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula
vesikovaginal, vesikoserviral. umumnya nekrosis akibat penekatan ini pada
persalinan kala dua yang berkepanjangan. dahulu saat tindakan operasi di
tanda selama mungking, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang
terjadi kecuali di Negara – Negara yang belum berkembang.

e. Cedera otot - otot dasar panggul

Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot –
otot dasar panggul atau persarafan atau fasia penghubunganya merupakan
konsekuensi yang tidak terlekan pada persalinan pervaginam, terutama
apabila persalinan sulit. saat kelahiran bayi dasar panggul mendapat tekanan
langsung dari kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya mengejan
ibu. Gaya - gaya yang ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul
sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomik otot, saraf dan jaringan
ikat.

8. Efek pada janin

Partus lama itu sendiri dapat merugikan, apabila panggul sempit dan
juga terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus risiko janin dan ibu
akan muncul, infeksi intrapartum bukan saja merupakan penylit yang serius
pada ibu, tetapi juga merupakan penyebab penting kematian janin dan
neonates. Hal ini disebabkan bakteri di dalam cairan amnion menembus
selaput amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion, sehingga
terjadi bakterimia pada ibu dan janin. pneumonia janin akibat aspirasi cairan
amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainya.

a. Kaputr suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput


suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat
berukuram cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostic yang serius.
Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum
cakap.

Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara


premature dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forceps. biasanya kaput
suksedaneum bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam
beberapah hari.

b. Molase kepala janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng – lempeng tulang tengkorak


Saling bertumpang tinsih satu sama lain di sutura – suture besar, suatu proses
yang disebut molase. Biasanya batas median tulang parietal yang berkontrak
dengan promontorium bertumbang tindih dengan tulang disebelahnya hal
yang sama terjadi pada tulang – tulang frontal.

Namun, tulang oksipital terdorong ke bawah tulang parietal,


perubahan – perubahan ini sering terjadi mencolok, molase dapat
menyebabkan robekan tentorium laserasi pembuluh dara janin dan perdarahan
intracranial pada janin.
Tanda – tanda khas penekanan dapat terbentuk di kulit kepala, pada
bagian kepala yang melewati promontorium. Dari lokasi tanda – tanda
tersebut, kita sering dapat memastikan gerakan yang dialami kepala sewaktu
melewati pintu atas panggul. walaupun jarang tanda – tanda ini biasanya
lenyap dalam beberapa hari.

Fraktur tengkorak kadang – kadang dijumpai, biasanya setelah


dilakukan upaya paksa pada persalinan. fraktur ini juga dapat terjadi pada
persalin spontan atau bahkan seksio sesarea. fraktur mungkin tampak sebagai
alur dangkal atau cekungan berbentuk sendok tepat di posterior sutura
koronaria.

Alur dangkal relative sering dijumpai, tetapi karena hanya mengenai


lempeng tulang eksternal, fraktur ini tidak berbahaya, namaun yang berbentuk
sendok, apabila tidak diperbaiki secara bedah dapat menyebabkan kematian
neonates karena fraktus ini meluas mengenai seluruh ketebalan tengkorak dan
membentuk tonjolan – tonjola permukaan dalam yang melukai otak. pada
kasus ini bagian tengkorak yang cekung sebaiknya fielevasi atau dihilangkan.

sumber : Prawirohardjo Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan.Jakarta:KDT

Hal : 563 – 580


Persalinan macet

fase deselerasi memanjang

 Primipara 3 jam

 Multipara 1 jam

Etiologi

 Disproporsi sefalopelvik

 Malpresemtasi

 Kelebihan sedasi

 Anestesia

 Respon terhadap pitocin menentikan hasil sebanyak 50% ibu akan melahirkan
jika tidak ditangani.

Dilatasi terhambat sekunder

Dilatasi terhambat pada fase aktif, selama > 2 jam (dengan pemeriksa yang sama)

Etiologi

 Konduksi anesthesia

 Kelebihan sedasi

 Disproporsi sefalopelvik akan menghambat permulaan fase aktif dengan


presentasi sebesar 50%

 Pertimbangkan malposisi sebagai penyebab dilatasi terhambat setelah dilatasi


mencapai 6 cm
Penanganan

 Pelvimetri klinis

 Hindari penggunaan epidural

 Augmentasi pitocin

 Perubahan posisi

 Kaji kontraksi dengan IUPC

Penurunan terhambat

Tidak terjadi penurunan selama > 1 jam (dengan pemeriksa yang sama) jangan
terkecoh dengan kaput dan moulase

Etiologi

 Disproporsi sefalopelvik

 Malposisi

Penanganan

 Augmentasi pitocin

 Seksio sesaria

Penurunan gagal

Tidak terjadi penurunan pada fase deselerasi kala dua

Penanganan

seksio sesarea
Montevideo units (MVU)

 Memerlukan pemasangan IUPC

 Mengukur kekuatan kontraksi per mmHg x 10 mm menggunakan IUPC


selamaperiode 10 menit

 Lebih dari 200 MVU/10menit dianggap adekuat

 Harus >200 MVU selama 2 jam tanpa perubahan serviks untuk dianggap
sebagai persalinan macet.

Sumber : Dulton, Lauren.2011. Rujukan Cepat Kebidanan.Jakarta:EGC

Hal : 334 – 335

Anda mungkin juga menyukai