POSTPARTUM DEPRESSION
OLEH :
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Periode awal setelah melahirkan bagi seorang wanita pada umumnya menjadi
peristiwa yang paling membahagiakan apalagi bila anak yang dilahirkan sesuai dengan
harapan. Tidak sedikit wanita mengalami hal yang sama dan cenderung mengalami
peristiwa yang berat, penuh tantangan dan kecemasan.1 Wanita yang tidak berhasil
menyesuaikan terhadap adanya perubahan diri terhadap, baik perubahan biologis, fisiologis,
maupun psikologis termasuk perubahan peran, maka akan cenderung mengalami masalah
emosional pasca persalinan. Permasalahan psikologis yang sering sekali terjadi pada ibu
postpartum meliputi postpartum/maternity blues, depresi postpartum sampai gangguan
psikosis yang bersifat delusional dan atau halusinasif. Beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa depresi postpartum dapat mempengaruhi kehidupan sosial ibu, kemampuan
Profesional, dan hubungan ibu-anak yang dapat bersifat negatif.2
Postpartum depression (PPD) adalah gangguan mood yang mempengaruhi 10 hingga 15%
para ibu. Di Amerika Serikat prevalensi PPD berkisar dari 7 hingga 20%, tetapi kebanyakan
penelitian menunjukkan tingkat antara 10 hingga 15% .2,3 Risiko seumur hidup adalah 10
hingga 25%, risiko pada duabulan postpartum adalah 5,7%, dan pada enam bulan
postpartum adalah 5,6% . Faktor risiko terbesar untuk PPD adalah riwayat depresi mayor
postpartum sebelum atau selama kehamilan. Faktor risiko penting lainnya termasuk gejala
depresi antenatal, kurangnya dukungan sosial, adanya peristiwa kehidupan atau pemicu stres
selama kehamilan, status sosial ekonomi rendah, dan komplikasi dari persalinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perempuan resiko tertinggi adalah mereka dengan sejarah pribadi depresi, episode
sebelumnya depresi pasca melahirkan, atau depresi selama kehamilan. Selain memiliki
riwayat depresi, kehidupan yang penuh stress akhir-akhir ini, stres sehari-hari seperti
perawatan anak, kurangnya dukungan sosial (terutama dari pasangan), kehamilan yang tidak
diinginkan, dan status asuransi telah divalidasi sebagai faktor risiko.4,8,10
Penyebab pasti depresi postpartum masih belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan hasil penelitian diperkirakan ada beberapa faktor penyebab
Depresi pascasalin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 3,11
1. Faktor biologis.
3. Faktor Lingkungan
1. Faktor Hormon
Kadar hormon estrogen dan progesteron menurun drastis
saat persalinan. Perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron pada
saat kehamilan memicu peningkatan ikatan pada reseptor dopamin
dan penurunan kadar hormon saat persalinan menyebabkan terjadinya suatu
supersensitivitas reseptor dopamin yang mencetuskan terjadinya depresi
postpartum.12
Penelitian sebelumnya menyatakan aktifitas dopamine mungkin
berkurang pada pasien depresi.13 Hormon ovarium ditemukan memberi
perubahan pada aktifitas dopamine, primernya pada nigrostriatal dan jalur
mesolimbik. Thompson dkk telah melakukkan penelitian yang serial
menyatakan estrogen menghambat uptake dopamine pada area ini, sehingga
mekanisma pasti masih ditelusuri. Ada bukti menyatakan perubahan
aktifitas dopamine oleh estrogen akibat berubahnya protein G pada reseptor
D2 dopamin.14
Norepinefrin juga dipercaya berperanan sebagai faktor utama
patofisiologi depresi.Penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan antara
regulasi reseptor B-andrenergic postsinaps dengan respons antidepresan,
yang mana menunjukkan efektivitas antidepresan dengan efek
norandrenergik. Selain itu, terjadi peningkatan densitas reseptor a2-
andrenergik dilaporkan pada pasien depresi dan cubaan bunuh diri.
Peningkatan regulasi ini juga mungkin disebabkan kekurangan relative
norepinefrin di sinaps.13
Banyak dari penelitian gangguan mood, secara umumnya
difokuskan ke system serotonergik, yang mana system ini mengalami efek
pada korteks prefrontal, system limbic, aktifitas pituitary, dan perilaku seks.
Sistem serotonergik telah diketahui sensitive terhadap estrogen dan
progestron.Bethea dkk melakukkan penelitian lanjut terhadap primate
bukan manusia atas hormone ovarian dengan system serotonergik, dengan
hasil terjadi pada system serotonergik, akibat efek perubahan dari hormone
ovarium dalam susunan saraf pusat.14
Kadar prolaktin yang rendah dan berkurangnya respon prolaktin
terhadap test D-fenfl uramine ditemukan pada pasien depresi. Ini mungkin
hubungannya dengan depressi post partum yang mana kadar prolkatin
rendah pada saat kelahiran.13 Abou Salah dkk menyatakan ibu postpartum
yang mengalami depresi menunjukkan penurunan kadar prolaktin plasma
yang signifikan dibanding ibu yang tidak mengalami depresi. Dan pada ibu-
ibu yang melakukkan Inisiasi menyusu Dini mendapatkan skor mood yang
lebih baik dan kadar prolaktin lebih tinggi.13
Korteks
profrontal
Sistem Sistem
Estrogen/Pro Serotonin
serotonergik Limbik
g
Dopamin Aktifitas
Norepinefrin Pituatari
Menghambat uptake
dopamine (mengubah Perilaku
Merubah protein G pada seksual
receptor dopamine)
resptor D2 Dopamin
DEPRESI
POSTPARTUM
F.53 Gangguan Mental dan Perilaku yang Berhubungan dengan Masa Nifas
YTK
Postpartum blues atau sering disebut juga sebagai maternity blues yaitu kesedihan
pasca persalinan yang berlangsung saat masa nifas, dimana para wanita yang
mengalami hal ini kadang tidak menyadari bahwa yang sedang dialaminya
tekanan jiwa yang sangat berat karena bisa menetap sampai setahun dan bisa juga
Dapat
Dapat berlangsung
berlangsung pada
3 – 10 hari setelah pada minggu ke 4
Onset minggu ke 4
melahirkan pertama pasca
pertama pasca
persalinan
persalinan
2. Konseling
Ibu akan diajak melihat bahwa merawat anak bukanlah kesulitan yang luar
biasa. Pelan-pelan diajak melihat fokus masalah, apa yang dihadapi dalam
merawat anak dan adakah masalah yang sekiranya bias diselesaikan.
3. Modifikasi Lingkungan
FARMAKOLOGIS
Pengobatan ini diindikasikan untuk gejala depresi sedang sampai berat atau
ketika seorang wanita tidak merespon pengobatan non-farmakologis. Obat juga
dapat digunakan dalam hubungannya dengan terapi non-farmakologis.(1)
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) adalah agen lini pertama dan
efektif pada wanita dengan depresi pasca-melahirkan. Gunakan dosis antidepresan
standar, misalnya, fluoxetine (Prozac) 10-60 mg/hari, sertraline (Zoloft) 50-200
mg/hari, paroxetine (Paxil) 20-60 mg/hari, citalopram (Celexa) 20-60 mg/hari , atau
escitalopram (Lexapro) 10-20 mg/hari. Efek samping obat kategori ini termasuk
insomnia, mual, penurunan nafsu makan, sakit kepala, dan disfungsi seksual.(1)
Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs), seperti venlafaxine
(Effexor) 75- 300 mg/hari atau duloxetine (Cymbalta) 40-60 mg/hari, juga sangat
efektif untuk depresi dan kecemasan.(1)
Antidepresan trisiklik (misalnya, Nortriptilin 50-150 mg/hari) mungkin
berguna bagi wanita dengan gangguan tidur, walaupun beberapa studi
menunjukkan bahwa perempuan lebih merespon obat kategori SSRI.Efek samping
dari antidepresan trisiklik termasuk mengantuk, berat badan bertambah, mulut
kering, sembelit, dan disfungsi seksual.Biasanya, gejala mulai berkurang dalam 2-
4 minggu. Dan penyembuhan total dapat berlangsung beberapa bulan. Pada
sebagian responden, meningkatkan dosis dapat membantu.(1)
Obat anxiolytic seperti lorazepam dan clonazepam mungkin berguna
sebagai pengobatan adjunctive pada pasien dengan kecemasan dan gangguan
tidur.Data awal menunjukkan bahwa estrogen, sendiri atau kombinasi dengan
antidepresan, mungkin bermanfaat, namun tetap antidepresan menjadi lini pertama
pengobatan.(1)
Jika ini adalah episode pertama dari depresi, pengobatan selama 6-12 bulan
dianjurkan.Untuk wanita dengan depresi mayor berulang, diindikasikan perawatan
pengobatan jangka panjang dengan antidepresan.Kegagalan untuk mengobati atau
pengobatan yang tidak adekuat dapat mengakibatkan memburuknya hubungan
antara ibu dan bayi atau pasangan. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko
morbiditas pada ibu dan bayi, serta kompromi sosial dan pengembangan pendidikan
sang bayi. Semakin cepat pengobatan maka semakin baik prognosisnya. Rawat Inap
mungkin diperlukan untuk depresi pascamelahirkan yang parah.(1,2,3,4,5,6,7,)
2.9 Prognosis Postpartum Depression