Anda di halaman 1dari 13

REFARAT

POSTPARTUM DEPRESSION

OLEH :

1. NOVITA SARI (1708320048)


2. GUNAWAN SADEWO (1708320090)
3. SHAFIRA ROZAANDITA (1708320043)

Pembimbing :

dr. HANIP FAHRI, M. Ked. K.J, Sp. KJ

ILMU KEDOKTERAN JIWA

RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Periode awal setelah melahirkan bagi seorang wanita pada umumnya menjadi
peristiwa yang paling membahagiakan apalagi bila anak yang dilahirkan sesuai dengan
harapan. Tidak sedikit wanita mengalami hal yang sama dan cenderung mengalami
peristiwa yang berat, penuh tantangan dan kecemasan.1 Wanita yang tidak berhasil
menyesuaikan terhadap adanya perubahan diri terhadap, baik perubahan biologis, fisiologis,
maupun psikologis termasuk perubahan peran, maka akan cenderung mengalami masalah
emosional pasca persalinan. Permasalahan psikologis yang sering sekali terjadi pada ibu
postpartum meliputi postpartum/maternity blues, depresi postpartum sampai gangguan
psikosis yang bersifat delusional dan atau halusinasif. Beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa depresi postpartum dapat mempengaruhi kehidupan sosial ibu, kemampuan
Profesional, dan hubungan ibu-anak yang dapat bersifat negatif.2

Depresi postpartum merupakan gangguan mood setelah melahirkan yang merefleksikan


disregulasi psikologikal yang merupakan tanda dari gejala-gejala depresi major. Mood yang
tertekan, hilangnya ketertarikan atau senang dalam beraktivitas, gangguan nafsu makan,
gangguan tidur, agitasi fisik atau pelambatan psikomotor, lemah, merasa tidak berguna,
susah konsentrasi, keinginan untuk bunuh diri merupakan gejala-gejala yang dapat dijumpai
pada ibu dengan depresi postpartum.

Postpartum depression (PPD) adalah gangguan mood yang mempengaruhi 10 hingga 15%
para ibu. Di Amerika Serikat prevalensi PPD berkisar dari 7 hingga 20%, tetapi kebanyakan
penelitian menunjukkan tingkat antara 10 hingga 15% .2,3 Risiko seumur hidup adalah 10
hingga 25%, risiko pada duabulan postpartum adalah 5,7%, dan pada enam bulan
postpartum adalah 5,6% . Faktor risiko terbesar untuk PPD adalah riwayat depresi mayor
postpartum sebelum atau selama kehamilan. Faktor risiko penting lainnya termasuk gejala
depresi antenatal, kurangnya dukungan sosial, adanya peristiwa kehidupan atau pemicu stres
selama kehamilan, status sosial ekonomi rendah, dan komplikasi dari persalinan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Definisi Postpartum Depression

Postpartum depression (Depresi postpartum) merupakan istilah yang digunakan


pada pasien yang mengalami berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan,
khususnya pada gangguan depresi spesifik yang terjadi pada 10%-15% wanita pada tahun
pertama setelah melahirkan.8 Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, edisi keempat (DSM-IV), sebuah depresi dipertimbangkan sebagai postpartum
jika dimulai selama empat minggu setelah kelahiran.9

2.2 Epidemiologi Postpartum Depression


Depresi postpartum terjadi dalam 10-15% wanita pada populasi umum. Depresi
postpartum paling sering terjadi dalam 4 bulan pertama setelah melahirkan, tetapi dapat
terjadi kapan pun pada tahun pertama. Depresi postpartum tidak berbeda dari depresi yang
dapat terjadi setiap saat lainnya dalam kehidupan wanita. Masa pasca-melahirkan adalah
waktu yang paling rentan bagi wanita untuk mengembangkan penyakit kejiwaan. Wanita
yang menderita 1 episode depresi mayor setelah melahirkan memiliki risiko kekambuhan
sekitar 25%.4,8,10

Perempuan resiko tertinggi adalah mereka dengan sejarah pribadi depresi, episode
sebelumnya depresi pasca melahirkan, atau depresi selama kehamilan. Selain memiliki
riwayat depresi, kehidupan yang penuh stress akhir-akhir ini, stres sehari-hari seperti
perawatan anak, kurangnya dukungan sosial (terutama dari pasangan), kehamilan yang tidak
diinginkan, dan status asuransi telah divalidasi sebagai faktor risiko.4,8,10

2.3 Etiologi Postpartum Depression

Penyebab pasti depresi postpartum masih belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan hasil penelitian diperkirakan ada beberapa faktor penyebab
Depresi pascasalin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 3,11

1. Faktor biologis.

Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat


kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon
tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat sehingga menimbulkan perubahan
mood secara drastis.

2. Faktor karakteristik ibu, yang meliputi :

 Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang


tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara
20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal
bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang
bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan
dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang
ibu.
 Faktor pengalaman. Depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan
pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan
segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama
sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres.
 Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi
menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan
sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau
melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai
ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka.
 Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya
persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses
persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan
pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis
yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan
menghadapi depresi pascasalin.
 Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada
saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena
kehamilannya sedikit banyak berkurang.

3. Faktor Lingkungan

1) kehilangan orang yang dicintai; 2) rasa bermusuhan, kemarahan,


kekecewaan yang ditujukan pada suatu objek atau pada diri sendiri; 3)
sumber koping tidak adekuat; 4) individu dengan kepribadian dependen,
obsesif-kompulsif, dan histeris; 5) adanya masalah atau kesulitan hidup; 6)
belajar perilaku dari lingkungan yang tidak berdaya dan bergantung; 7)
pengalaman negatif masa lalu.

Beberapa faktor lain mungkin menjadi penyebab terjadinya depresi post


partum, seperti riwayat depresi sebelumnya, dan riwayat keluarga yang
mengalami gangguan mood, semua dikenal sebagai prediktor depresi mayor
pada wanita.

2.4 Patogenesis Postpartum Depression

1. Faktor Hormon
Kadar hormon estrogen dan progesteron menurun drastis
saat persalinan. Perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron pada
saat kehamilan memicu peningkatan ikatan pada reseptor dopamin
dan penurunan kadar hormon saat persalinan menyebabkan terjadinya suatu
supersensitivitas reseptor dopamin yang mencetuskan terjadinya depresi
postpartum.12
Penelitian sebelumnya menyatakan aktifitas dopamine mungkin
berkurang pada pasien depresi.13 Hormon ovarium ditemukan memberi
perubahan pada aktifitas dopamine, primernya pada nigrostriatal dan jalur
mesolimbik. Thompson dkk telah melakukkan penelitian yang serial
menyatakan estrogen menghambat uptake dopamine pada area ini, sehingga
mekanisma pasti masih ditelusuri. Ada bukti menyatakan perubahan
aktifitas dopamine oleh estrogen akibat berubahnya protein G pada reseptor
D2 dopamin.14
Norepinefrin juga dipercaya berperanan sebagai faktor utama
patofisiologi depresi.Penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan antara
regulasi reseptor B-andrenergic postsinaps dengan respons antidepresan,
yang mana menunjukkan efektivitas antidepresan dengan efek
norandrenergik. Selain itu, terjadi peningkatan densitas reseptor a2-
andrenergik dilaporkan pada pasien depresi dan cubaan bunuh diri.
Peningkatan regulasi ini juga mungkin disebabkan kekurangan relative
norepinefrin di sinaps.13
Banyak dari penelitian gangguan mood, secara umumnya
difokuskan ke system serotonergik, yang mana system ini mengalami efek
pada korteks prefrontal, system limbic, aktifitas pituitary, dan perilaku seks.
Sistem serotonergik telah diketahui sensitive terhadap estrogen dan
progestron.Bethea dkk melakukkan penelitian lanjut terhadap primate
bukan manusia atas hormone ovarian dengan system serotonergik, dengan
hasil terjadi pada system serotonergik, akibat efek perubahan dari hormone
ovarium dalam susunan saraf pusat.14
Kadar prolaktin yang rendah dan berkurangnya respon prolaktin
terhadap test D-fenfl uramine ditemukan pada pasien depresi. Ini mungkin
hubungannya dengan depressi post partum yang mana kadar prolkatin
rendah pada saat kelahiran.13 Abou Salah dkk menyatakan ibu postpartum
yang mengalami depresi menunjukkan penurunan kadar prolaktin plasma
yang signifikan dibanding ibu yang tidak mengalami depresi. Dan pada ibu-
ibu yang melakukkan Inisiasi menyusu Dini mendapatkan skor mood yang
lebih baik dan kadar prolaktin lebih tinggi.13
Korteks
profrontal

Sistem Sistem
Estrogen/Pro Serotonin
serotonergik Limbik
g

Dopamin Aktifitas
Norepinefrin Pituatari
Menghambat uptake
dopamine (mengubah Perilaku
Merubah protein G pada seksual
receptor dopamine)
resptor D2 Dopamin

DEPRESI
POSTPARTUM

2.5 Manifestasi Klinis Postpartum Depression


Gejala depresi postpartum yang dialami 60 % wanita hampir sama dengan gejala
depresi pada umumnya seperti kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan
tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu
dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan
diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak
mau berhubungan dengan orang lain. Tetapi dibandingkan dengan gangguan
depresi yang umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik
antara lain :
a. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi – mimpi
yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat
mengakibatkan insomnia.
b. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang
mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang
terjadi dalam hidup manusia.
c. Phobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang
tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa
hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering
merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang
menjalani bedah Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–macam.
Keadaan ini dimulai dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa
yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah Caesar akan
melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini
bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum
(Duffet-Smith, 1995).
d. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul
karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi
sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.
e. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali
penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih
kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu
perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai
seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan
bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan
sensitivitas ibu (Santrock, 2002).

2.6 Diagnosa Postpartum Depression

Diagnosa berdasarkan PPDGJ III:

F.53 Gangguan Mental dan Perilaku yang Berhubungan dengan Masa Nifas
YTK

 Klasifikasi ini hanya digunakan untuk gangguang jiwa yang berhubungan


dengan masa nifas ( tidak lebih dari 6 minggu setelah persalinan ), yang
tidak memenuhi kriteria di tempat lain

F53.0 Gangguan Mental dan Perilaku Ringan yang Berhubungan dengan


Masa Nifas YTK

 Termasuk : Postpartum Depression YTT


Sedangkan diagnosa menurut DSM-IV:

Gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam Gangguan Mood dan onset gejala


adalah dalam 4 minggu pascapersalinan.

2.7 Diagnosa Banding Postpartum Depression

Ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues,


postpartum depression dan postpartum psychosis.

Postpartum blues atau sering disebut juga sebagai maternity blues yaitu kesedihan

pasca persalinan yang bersifat sementara. Postpartum depression yaitu depresi

pasca persalinan yang berlangsung saat masa nifas, dimana para wanita yang

mengalami hal ini kadang tidak menyadari bahwa yang sedang dialaminya

merupakan penyakit. Postpartum psychosis, dalam kondisi seperti ini terjadi

tekanan jiwa yang sangat berat karena bisa menetap sampai setahun dan bisa juga

selalu kambuh gangguan kejiwaannya setiap pasca melahirkan.

Baby Blues Postpartum Postpartum


Karakteristik
Syndrome Depression Psikosis

50-80% dari 1 dari 500 dari


10-15% dari wanita
Insidens wanita yang wanita yang
yang melahirkan
melahirkan melahirkan

Dapat
Dapat berlangsung
berlangsung pada
3 – 10 hari setelah pada minggu ke 4
Onset minggu ke 4
melahirkan pertama pasca
pertama pasca
persalinan
persalinan

Hari sampai Dapat lebih atau


Durasi Bervariasi
minggu kurang dari 3 bulan
Letargi, sangat
sedih, lebih sensitif, Bicara kasar,
putus asa, hilang waham, agitasi,
Sedih, mudah
harapan, cemas, bingung, takut,
Simptom tersinggung, mood
khawatir berlebihan, insomnia, depresi
labil
rasa takut tanpa berat, ingin bunuh
sebab, gangguan diri/bayi
pola tidur

2.8 Penatalaksanaan Postpartum Depression

Tingkat keparahan penyakit akan menentukan terapi yang tepat. Strategi


pengobatan yang sering digunakan yaitu pengobatan non-farmakologis dan
pengobatan farmakologis.(1,2,3,4,5,6,7)
NON FARMAKOLOGIS
Pengobatan ini berguna untuk wanita dengan gejala depresi ringan sampai
sedang. Pengobatan non farmakologis ini seperti :

1. Psikoterapi individu atau kelompok

Psikoterapi antara lain talking therapy, terapi interpersonal dan kognitif/


perilaku dan terapi psikodinamik. Talking therapy membantu pasien
mengenali masalah dan menyelesaikannya melalui give anta take verbal
dengan terapis. Pada terapi kognitif/perilaku, pasien belajar
mengidentifikasi dan mengubah persepsi menyimpang tentang dirinya
serta menyesuaikan perilaku untuk mengatasi lingkungan sekitar dengan
lebih baik.

2. Konseling
Ibu akan diajak melihat bahwa merawat anak bukanlah kesulitan yang luar
biasa. Pelan-pelan diajak melihat fokus masalah, apa yang dihadapi dalam
merawat anak dan adakah masalah yang sekiranya bias diselesaikan.

3. Modifikasi Lingkungan

Lingkungan keluarga penting dalam penyembuhan. Suami harus


pengertian. Serta keluarga harus mendukung ibu serta membantu dalam
merawat anak.

FARMAKOLOGIS
Pengobatan ini diindikasikan untuk gejala depresi sedang sampai berat atau
ketika seorang wanita tidak merespon pengobatan non-farmakologis. Obat juga
dapat digunakan dalam hubungannya dengan terapi non-farmakologis.(1)
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) adalah agen lini pertama dan
efektif pada wanita dengan depresi pasca-melahirkan. Gunakan dosis antidepresan
standar, misalnya, fluoxetine (Prozac) 10-60 mg/hari, sertraline (Zoloft) 50-200
mg/hari, paroxetine (Paxil) 20-60 mg/hari, citalopram (Celexa) 20-60 mg/hari , atau
escitalopram (Lexapro) 10-20 mg/hari. Efek samping obat kategori ini termasuk
insomnia, mual, penurunan nafsu makan, sakit kepala, dan disfungsi seksual.(1)
Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs), seperti venlafaxine
(Effexor) 75- 300 mg/hari atau duloxetine (Cymbalta) 40-60 mg/hari, juga sangat
efektif untuk depresi dan kecemasan.(1)
Antidepresan trisiklik (misalnya, Nortriptilin 50-150 mg/hari) mungkin
berguna bagi wanita dengan gangguan tidur, walaupun beberapa studi
menunjukkan bahwa perempuan lebih merespon obat kategori SSRI.Efek samping
dari antidepresan trisiklik termasuk mengantuk, berat badan bertambah, mulut
kering, sembelit, dan disfungsi seksual.Biasanya, gejala mulai berkurang dalam 2-
4 minggu. Dan penyembuhan total dapat berlangsung beberapa bulan. Pada
sebagian responden, meningkatkan dosis dapat membantu.(1)
Obat anxiolytic seperti lorazepam dan clonazepam mungkin berguna
sebagai pengobatan adjunctive pada pasien dengan kecemasan dan gangguan
tidur.Data awal menunjukkan bahwa estrogen, sendiri atau kombinasi dengan
antidepresan, mungkin bermanfaat, namun tetap antidepresan menjadi lini pertama
pengobatan.(1)
Jika ini adalah episode pertama dari depresi, pengobatan selama 6-12 bulan
dianjurkan.Untuk wanita dengan depresi mayor berulang, diindikasikan perawatan
pengobatan jangka panjang dengan antidepresan.Kegagalan untuk mengobati atau
pengobatan yang tidak adekuat dapat mengakibatkan memburuknya hubungan
antara ibu dan bayi atau pasangan. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko
morbiditas pada ibu dan bayi, serta kompromi sosial dan pengembangan pendidikan
sang bayi. Semakin cepat pengobatan maka semakin baik prognosisnya. Rawat Inap
mungkin diperlukan untuk depresi pascamelahirkan yang parah.(1,2,3,4,5,6,7,)
2.9 Prognosis Postpartum Depression

Hampir pada semua kasus depresi postpartum prognosisnya adalah baik,


kebanyakan sembuh dalam waktu 3 bulan, 70% dalam waktu 6 bulan dan 30%
kemungkinan rekurensi pada kehamilan yang berikutnya. Identifikasi dan
intervensi secara dini prognosenya pada wanita yang mengalami depresi
postpartum adalah baik. Beberapa kasus yang pernah dilaporkan tertangani
dengan baik jika efek depresi post partum ini diketahui sejak awal. Pencegahan
yang paling utama adalah informasi tentang faktor resiko terjadinya depresi
postpartum di masyarakat sebagai nilai penting untuk mencegah terjadinya depresi
ini. Skrining awal terjadinya depresi postpartum ini dapat diketahui saat ibu
membawa bayinya pada tempat pelayanan kesehatan untuk dilakukan imunisasi
sehingga pencegahan terjadinya depresi postpartum dan depresi secara umum
dapat dihindari
BAB III
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai