Anda di halaman 1dari 51

PENYAKIT TROPIS DAN ENDEMIS YANG

DISEBABKAN OLEH BAKTERI (2)

DAMAR PRAMUSINTA
TUBERKULOSIS
➲ Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis dengan gejala yang sangat
bervariasi.
➲ Tuberkulosis umumnya menyerang paru-
paru namun bisa juga menyerang bagian
tubuh lainnya.
➲ Infeksi kebanyakan asimtomatis dan laten,
namun 1 dari 10 infeksi laten tersebut ber-
progresi menjadi penyakit aktif yang jika
tidak diobati membunuh > 50% orang yang
terinfeksi.
Etiologi

➲ Bakteri Mycobacterium tuberculosis, kuman


berbentuk batang kecil, tidak bergerak, ber-
sifat aerob, Bakteri Tahan Asam.
➲ Bisa dilihat melalui mikroskop setelah diberi
pewarnaan Ziehl Neelsen.
➲ Kuman ini tahan terhadap desinfektan yang
lemah dan dapat bertahan hidup pada kon-
disi yang kering selama beberapa minggu.
➲ Spesies lain yang juga bisa menyebabkan
tuberkulosis adalah M. bovis, M. africanum,
M. canetti dan M. microti.
➲ Mycobacterium tuberculosis
Epidemiologi

➲ 1/3 populasi dunia telah terinfeksi kuman M.


tuberculosis.
➲ Meski demikian infeksi kebanyakan tidak
menyebabkan penyakit tuberkulosis, 90-
95% tetap asimtomatis.
➲ Tahun 2010 terdapat 8,8 juta kasus TB
dengan 1,45 juta kematian dan kebanyakan
terjadi di negara berkembang.
➲ Wilayah Asia Tenggara memiliki beban TB
yang tertinggi, 1 dari 3 kasus di dunia ber-
asal dari daerah ini.
➲ Indonesia menduduki peringkat ke-3 setelah
India dan China
➲ Insidensi di Indonesia (semua
kasus/100.000 populasi/tahun) adalah 245
➲ Angka kematian (semua kasus/100.000
pop/tahun) adalah 65
➲ Angka kejadian tertinggi pada kelompok
usia 15-64 tahun
Patogenesis

➲ Infeksi TB dimulai saat kuman M.tuberculo-


sis mencapai alveoli paru.
➲ Dalam alveoli kuman ini menyerang dan
memperbanyak diri di dalam endosom ma-
krofag alveoli.
➲ Lokasi infeksi pertama pada paru disebut
“Ghon Focus”, umumnya berlokasi di bagi-
an atas lobus paru bawah atau bagian
bawah dari lobus paru atas.
➲ Selanjutnya limfosit T dan B serta fibroblast
akan menyerang kuman dalam makrofag
tersebut sehingga terbentuk granuloma.
➲ Kuman dalam granuloma akan tertahan dan
masuk dalam keadaan laten, namun dalam
granuloma bisa terjadi nekrosis sel terutama
pada pusat tuberkel.
➲ Proses selanjutnya adalah kerusakan
jaringan dan nekrosis yang dibarengi
dengan penyembuhan dan pembentukan
jaringan ikat.
➲ Jaringan yang terinfeksi akan diganti
dengan jaringan ikat dan lubang-lubang
yang berisi material nekrotik.
➲ Pada masa aktif beberapa lubang yang ber-
isi jaringan nekrotik ini akan masuk ke
dalam bronkus dan dikeluarkan melalui
batuk.
➲ Sputum yang berisi jaringan nekrotik ini
mengandung kuman hidup sehingga bisa
menyebarkan infeksi.
➲ Ghon focus – tuberkel
Manifestasi Klinis

➲ Gejala utama TB paru adalah batuk lebih


dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum,
malaise, gejala flu, demam derajat rendah,
nyeri dada dan batuk darah.
➲ Pasien TB paru menampakkan tahapan ge-
jala:
1) Tahap asimomatis
2) Gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi
dan regresi
3) Eksaserbasi yang memburuk
4) Gejala berulang dan menjadi kronik
➲ Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
tanda-tanda:
● Tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah dll)
● Tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan medi-
astinum
● Sekret di saluran napas dan bronkus
● Suara nafas amforik karena adanya kavitas (lu-
bang) yang berhubungan langsung dengan
bronkus
Diagnosis

➲ Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik


➲ LED meningkat, ada limfositosis
➲ Foto toraks PA dan lateral: gambaran ada-
nya kavitas tunggal atau ganda, bayangan
lesi di lapangan atas paru atau segmen
apikal lobus bawah, bayangan berbercak
(nodular) maupun berawan, kalsifikasi,
milier.
➲ Sputum BTA (basil tahan asam) merupakan
diagnosis pasti.
➲ Klasifikasi diagnostik TB:
1) TB Paru : BTA (+) atau biakan (+) maupun BTA (-)
dan biakan (-) namun kelainan rontgen (+) dan
gejala klinis mendukung
2) TB paru tersangka: BTA (-) atau belum ada pe-
meriksaan BTA namun rontgent (+) dan gejala
klinis mendukung
3) Bekas TB (tidak sakit): Ada riwayat TB pada pasi-
en di masa lalu. Gambaran rontgen bisa normal
atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan
BTA (-)
Penatalaksanaan


Obat Anti TB (OAT)
● Fase awal:untuk memusnahkan populasi kuman
yang membelah dengan cepat
● Fase lanjutan: untuk kegiatan sterilisasi kuman
pada jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik
pada pengobatan konvensional.
● OAT yang biasa digunakan Isoniazid (INH), Ri-
fampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S)
dan Etambutol (E)
● Dosis INH: 5mg/kg; R=10mg/kg; P=15-30mg/kg;
S= 15mg/kg; E= 15-30mg/kg
➲ Pengawasan minum obat dengan strategi
DOT (Directly Observed Therapy) agar
pasien minum obat secara teratur selama 6
bulan.
Prognosis

➲ Menurut WHO kematian akibat TB adalah


4% dari seluruh kasus TB
➲ Resiko kejadian dan kematian semakin
tinggi pada pasien dengan keadaan imu-
nosupresi seperti pada kasus HIV/AIDS
PES
➲ Disebut juga penyakit sampar (sinonim:
black death, plaque).
➲ Adalah suatu penyakit infeksi bakterial pada
binatang dan manusia yang disebabkan
oleh Yersinia pestis.
➲ Di Indonesia merupakan penyakit yang
masih dalam pemantauan dan termasuk sa-
lah satu penyakit menular dalam Undang-
Undang Wabah yang harus dilaporkan ke-
pada Dinas Kesehatan setempat dalam
waktu 24 jam sejak diketahui.
Etiologi
➲ Bakteri Yersinia pestis yang ditemukan oleh
Yersin dan Kitasato pada tahun 1884 ben-
tuknya kokobasil, gram negatif.
➲ Spesies lainnya yaitu Y. pseudotuberculosis
dan Y. enterocolitica menimbulkan penyakit
pada binatang terutama mamalia dan bu-
rung, sedang Y. pestis pada rodent.
➲ Dalam dinding sel bakteri terdapat gugus
polisakarida yang merupakan endotoksin
dan dapat menimbulkan gejala panas, dis-
seminated intravascular coagulation dan
mengaktivasi sistem komplemen.
Epidemiologi

➲ Terdapat fokus-fokus alam yang jauh dari


pemukiman penduduk di beberapa bagian
benua seperti Amerika Serikat bagian barat,
Amerika Selatan, Afrika Selatan, Cina
daratan sampai di sekitar laut Kaspia dan
beberapa tempat di Asia Tenggara.
➲ Adanya penularan dari hewan reservoir ke
manusia dapat terjadi bila orang memasuki
daerah-daerah fokus alami atau sebaliknya
karena ada hewan reservoir yang mema-
suki pemukiman penduduk.
➲ Penyakit ini ditularkan oleh tikus/pengerat
(Rodent borne zoonosis) dengan perantara
pinjal (kutu) tikus (rat flea), terutama untuk
daerah tropis. Perantaranya adalah dari
jenis Xenopsilla cheopis (oriental rat flea)
dan Ceratophyllus fasciatus untuk daerah i-
klim sedang.

➲ Xenopsilla
cheopis (ori-
ental rat flea)
➲ Jenis tikus di pulau Jawa yang hidupnya di
pemukiman penduduk (domestik) dan ber-
fungsi sebagai reservoir adalah Rattus-rat-
tus.
➲ Di kabupaten Boyolali di mana terjadi wa-
bah terakhir pada tahun 1970, juga R.exu-
lans, R.tiomaticus dan Suncus marinus ber-
peran sebagai reservoir ke 2.
➲ Kutu tikus selain X.cheopis juga Stivalius
cognatus dan Neopsylla sondaica.
➲ Penularan dengan kontak langsung melalui
sentuhan dengan jaringan atau pus dari
korban, atau dapat melalui inhalasi.
Patogenesis
➲ Y. pestis masuk tubuh manusia melalui
gigitan pinjal, yang kemudian mengikuti alir-
an getah bening dan selanjutnya menyebar
melalui sirkulasi darah.
➲ Sel-sel mononuklear tidak dapat membunuh
kuman tersebut dan bahkan mampu
berkembang biak membentuk dinding-dind-
ing sel yang merupakan endotoksin.
➲ Di kelenjar getah bening regional timbul
reaksi inflamasi dan supurasi, dikelilingi
daerah yang mengalami edema hemoragik
(bubo)
➲ Bubo: edema hemoragik pada
kelenjar getah bening
➲ Dalam perkembangan selanjutnya terjadi
proses nekrosis.
➲ Penyebaran hematogen dapat memberi ge-
jala yang jelas pada paru berupa pneumo-
nia sekunder. Hal ini menyebabkan penu-
laran aerogen.
➲ Pada kulit tempat gigitan pinjal dapat timbul
papula, pustula, karbunkel atau tak menun-
jukkan reaksi jaringan setempat sama
sekali.
➲ Penyebaran di daerah kulit dapat menim-
bulkan petekie, vaskulitis dan perdarahan
yang disebabkan oleh trombositopenia.
➲ Ulserasi akibat gigitan pinjal/kutu pembawa
bakteri Y. pestis
Manifestasi Klinis
➲ Waktu inkubasi 2-8 hari, untuk yang tipe
pneumonik antara 2-4 hari.
➲ Gejala prodromal ditemukan pada semen-
tara kasus yang ditandai dengan adanya ke-
luhan anoreksia, rasa dingin, palpitasi, nyeri
di daerah inguinal. Kadang diikuti peru-
bahan mental berupa depresi sampai deliri-
um.
➲ Berdasarkan aspek klinis, pes dapat dibe-
dakan atas beberapa tipe: bubonik, sep-
tikemik, pneumonik, meningeal dan ku-
taneal.
1) Tipe bubonik
● Kasus terbanyak yaitu ¾ penderita pes
● Di tandai adanya bubo, limfadenitis yang tampak besar
dengan diameter 2-5cm disertai edema dan eritema
disekitarnya.
● Febris merupakan gejala awal dan suhu dapat men-
capai lebih dari 41o C disertai takikardia, gejala-ge-
jala neurologis seperti konvulsi sampai koma, gejala
gastrointestinal berupa vomitus, konstipasi ataupun
diare.
● Bakteri Y. pestis dapat membentuk endotoksin yang
menimbulkan keadaan toksemia yang bila berat
dapat mengakibatkan koagulasi intra vaskular (DIC)
dengan ditemukan gejala-gejala perdarahan di sa-
luran napas, saluran makan, saluran kencing serta
rongga-rongga badan.
2) Tipe Septikemik
● Pada tipe ini tidak terdapat adanya pembesaran
kelenjar limfe dan gejala yang timbul akibat sep-
tikemia biasanya terjadi dalam waktu yang
singkat berupa pucat, lemah, delirium atau
stupor sampai koma.
● Penderita dapat meninggal dunia pada hari per-
tama sampai ketiga setelah timbulnya gejala
febris.
● Kenaikan suhu badan hanya ringan
3) Tipe pneumonik
● Diawali dengan gejala-gejala kelemahan badan,
sakit kepala, vomitus, febris dan frustasi.
● Batuk, sesak napas disertai sputum yang produktif
dan cair.
● Gangguan kesadaran dapat timbul sejak awal dan
penderita dapat meninggal dunia pada hari ke-4
dan 5
4) Tipe meningeal
● Komplikasi tipe bubonik yang terjadi pada hari ke 7
sampai ke 9.
● Gejala seperti meningitis: sakit kepala, neck stiff-
ness dan tanda Kernig positif.
● Dapat berlanjut dengan konvulsi dan koma.
5) Tipe Kutaneal
● Papula, pustula, karbunkel juga adanya purpura
yang dapat meluas menjadi nekrotik.
● Keadaan ini dapat berlanjut menjadi gangren ter-
utama di daerah tungkai dan menimbulkan
warna kehitam-hitaman (black death).

➲ Akral Ga-
ngren: ne-
krosis pada
jari tangan
akibat
penyakit pes.
Diagnosis
➲ Febris dan limfadenitis merupakan tanda
utama pes walaupun tidak patognomik.
➲ Kemudahan diagnosis penyakit ini di-
dasarkan pada sifat penularannya yang ter-
kumpul di suatu tempat.
➲ Adanya bubo juga mirip dengan limfadenitis
yang disebabkan oleh kuman lain seperti si-
filis, streptokokus atau stafilokokus.
➲ Diagnosis ditegakkan dengan biakan kuman
dari aspirat nodus limfe, darah atau kadang
dari tinja.
➲ Secara serologis diukur titer antibodi akut
dan konvalesensi 2 - 4 minggu kemudian,
walaupun tetap harus dipikirkan kemungk-
inan adanya reaksi silang dengan Salmon-
ella, Brucella dan Escherichia coli. Titer an-
tibodi yang kurang dari 1:160 dianggap
tidak bermakna.
➲ Leukosit darah tepi antara 10.000-20.000
per mm3 dan pada kasus-kasus yang berat
bisa terjadi DIC.
Penatalaksanaan

➲ Perawatan
● Isolasi ketat terutama tipe pneumonik
● Pasien dengan tipe bubonik yang telah mengalami
drainase harus dijaga agar pus yang kering
tidak berhamburan karena banyak mengandung
kuman
● Kebutuhan cairan dan kalori dapat diberikan se-
cara parenteral apabila tidak dapat diberikan
secara oral
➲ Pengobatan
● Antibiotik tergantung gambaran klinis penderita
● Untuk tipe septikemik dan pneumonik: streptomisin
30 mg/kgBB/hari IM dalam dosis terbagi 2-4 kali
sehari. Maksimum 5-7 hari
● Tetrasiklin merupakan pilihan kedua dengan dosis
15 mg/kgBB sampai 1 gr peroral, diikuti dalam
24 jam pertama dengan 40-50mg/kgBB/hari
terbagi dalam 4 kali pemberian sampai hari ke
10-14
● Kloramfenikol dan Trimetroprim-sulfametoksazol
juga dapat diberikan dengan hasil baik.
Prognosis

➲ Dengan dipakainya antibiotik, prognosis te-


lah banyak berubah. Semula tipe bubonik
angka kematiannya mencapai 50-90%
sedang tipe pneumonik, septikemik dan
meningeal hampir seluruhnya berakhir
dengan kematian.
➲ Besar kecilnya presentase kematian tergan-
tung pada kecepatan mendapat pertolongan
atau pengobatan.
KUSTA

➲ Penyakit infeksi kronis yang disebabkan


oleh Mycobacterium leprae (M. leprae)
➲ = Leprosy (bhs Inggris), atau disebut juga
Hansen's disease (Morbus Hansen=MH)
➲ Merupakan penyakit granulomatosa utama
yang menyerang saraf tepi dan mukosa sa-
luran napas bagian atas.
➲ Kelainan kulit merupakan tanda eksternal
utama penyakit ini
Etiologi

➲ M. leprae merupakan basil tahan asam


(BTA), bersifat obligat intraseluler, berben-
tuk batang, aerob dan diselubungi oleh
membran sel yang mengandung lilin
➲ Spesies lain yang bisa menyebabkan kusta
adalah M. lepromatosis.
➲ Kuman ini tidak bisa dibiakkan di laboratori-
um sehingga sulit untuk diidentifikasi,
namun bisa dibiakkan di media hidup
(binatang)
➲ M. leprae dalam pewarnaan Ziehl Neelsen
Epidemiologi

➲ Cara penularan menurut para ahli melalui


saluran pernapasan (inhalasi) dan kulit
(kontak langsung yang lama dan erat).
➲ Timbulnya penyakit kusta tidak mudah ter-
gantung pada beberapa faktor: sumber
penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh,
sosial ekonomi dan iklim.
➲ Insiden tinggi pada daerah tropis dan sub-
tropis yang panas dan lembab.
➲ Di Indonesia sebesar 1/10.000 penduduk
➲ Kusta dapat menyerang semua umur.
Patogenesis

➲ Setelah M. leprae masuk ke dalam tubuh,


perkembangan penyakit tergantung pada
kerentanan seseorang.
➲ Respon tubuh setelah masa tunas dilam-
paui tergantung pada derajat sistem imun
seluler seseorang. Kalau sistem imun tinggi
berkembang ke arah tuberkuloid dan bila
rendah berkembang ke arah lepromatosa.
➲ M. leprae berpredileksi di daerah-daerah
akral yang relatif dingin dengan vaskular-
isasi yang sedikit
➲ Derajat penyakit tidak selalu berbanding
dengan derajat infeksi karena respon imun
pada tiap pasien berbeda.
➲ Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat
reaksi seluler daripada intensitas infeksi.
Oleh karena itu penyakit kusta dapat dise-
but sebagai penyakit imunologik.
Manifestasi Klinis

➲ Klasifikasi berdasarkan WHO membagi


penyakit kusta menjadi 2 tipe yaitu tipe
Pause Basiler (PB) dan tipe Multi Basiler
(MB).
➲ Kelainan kulit berupa makula, nodul,
jaringan parut, kulit yang keriput, penebalan
kulit, dan kehilangan rambut tubuh (alopesia
dan madarosis)
➲ Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit
Tipe PB Tipe MB
● Lesi kulit: ● Lesi kulit:
 jumlah 1-5 lesi  > 5 lesi
 hipopigmentasi/erit  Distribusi lebih simet-
ema ris
 Distribusi tidak si-
 Hilangnya sensasi
metris ● Kerusakan saraf:
 Hilangnya sensasi  Banyak cabang saraf
jelas

● Kerusakan Saraf:
 Hanya satu cabang
saraf
Diagnosis

➲ Menurut WHO (1995) diagnosis kusta


ditegakkan bila terdapat satu dari tanda
kardinal berikut:
1) Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensi-
bilitas.
Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hi-
popigmentasi tetapi kadang-kadang lesi ke-
merahan atau berwarna tembaga. Lesi bervari-
asi tetapi pada umumnya berupa makula, papul
atau nodul.
Kehilangan sensibilitas pada kulit merupakan
gambaran khas.
2) BTA positif
pada beberapa kasus ditemukan BTA dari kerokan
jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap se-
bagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap
3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau
penyakit lain.
Penatalaksanaan

➲ Tujuan pemberantasan kusta adalah


menyembuhkan pasien kusta dan mence-
gah cacat serta memutus mata rantai penu-
laran dari pasien kusta
➲ Rejimen pengobatan MDT (Multi Drug
Therapy) sesuai rekomendasi WHO:
● Tipe PB:
(1)Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petu-
gas
(2)DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
● Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bu-
lan dan setelah minum 6 dosis dinyatakan
RFT (Release From Treatment) meski secara
klinis lesinya masih aktif, istilah ini sudah
diganti oleh WHO menjadi Completion of
Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam
pengawasan.
● Tipe MB
(1)Klofazimin 300mg/bulan diminum di depan petu-
gas dilanjutkan dengan klofazimin 50mg/hari
diminum di rumah
(2)Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan
petugas.
(3)DDS 100 mg/hari diminum di rumah
● Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu
maksimal 36 bulan. Sesudah selesai minum
24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara
klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan
bakteri positif. Menurut WHO (1998) pe-
ngobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang
diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien
langsung dinyatakan RFT.
➲ End of slide

Anda mungkin juga menyukai