Dita Ekoo

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

Bioindikator Air

Kebutuhan air yang sangat krusial untuk kehidupan mahluk hidup, membuat kualitas
dari perairan sungai tersebut harus dijaga dan dilakukan kontrol untuk mengatahuinya.
Secara umum kontrol kualitas fisik dan kimia air lebih sering dilakukan. Hal itu dikarenakan
begitu praktis, mudah dan cepat akan tetapi hanya mampu menginterprestasikan kondisi
perairan di saat pengukuran saja. Sebenarnya kontrol air secara biologis mutlak harus
dilakukan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu mampu merekam kondisi perairan di
masa lalu. Hal itu dibuktikan dengan adanya perubahan pola hidup, morfologi, histologi dan
aspek lain dari mahluk bioindikator.

Ellenberg (1991) membedakan indikator biologik ekosistem sungai menjadi dua


kelompok yaitu:

1. Indikator yang sangat baik, terdiri atas tumbuhan yang hidup dalam air, perifiton,
jamur dan bakteri.
2. Indikator yang baik, terdiri atas alga hijau (Chlorophyceae), fitoplankton dan
zoobenthos.

Penggunaan Organisme Air sebagai Indikator Biologik


A. Plankton sebagai indikator biologik

Plankton terdiri dari seluruh organisme perairan yang bergerak pasif atau yang daya
geraknya tidak cukup untuk memungkinkan organisme tersebut bergerak melawan gerakan
arus massa air (Barnes dan Mann 1982). Plankton terdiri dari tumbuhan, hewan, jamur dan
bakteri yang berukuran kecil.

Berdasarkan fungsinya dalam ekosistem plankton dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
fitoplankton (produsen), zooplankton (konsumen) dan saproplankton (pengurai) (Ismail
dan Mohamad 1992). Palmer (1959) dalam Shubert (1984) menyatakan bahwa komunitas
alga dapat digunakan sebagai indikator air bersih atau tercemar. Palmer (1969)
mempublikasikan bahwa suatu nilai gabungan organisme seperti Euglena, Oscillatoria,
Chlamydomonas, Scenedesmus, Chlorella, Stigeoclonium, Nitzschia dan Navicula
merupakan kelompok organisme yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu
perairan telah tercemar. Kelompok organisme lain seperti Lemanea, Stigeoclonium dan
jenis-jenis tertentu Micrasterias, Staurastrum, Pinnularia, Meridion dan Surirella dapat
menunjukkan bahwa suatu sampel berasal dari badan air yang bersih
B. Bentos sebagai indikator biologik
Bentos meliputi organisme, khususnya hewan yang hidup atau aktif di dasar perairan.
Organisme yang bersifat bentonik dapat berupa cacing Oligochaeta, Nematoda, dan
Turbellaria, Mollusca (Gastropoda dan Bivalvia), Crustacea, dan larva Insecta. Hellawell
(1978) dalam James dan Evison (1979) menyarankan penggunaan makroinvertebrata atau
makrozoobentos air sebagai indikator biologik kualitas air.

Bioindikator Tanah
Tanah adalah benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat,
cair dan gas serta mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik (Arsyad, 2000). Menurut
The Soil Science Society of Amerika, yang dimaksud dengan Kualitas Tanah (soil quality)
adalah kapasitas dari suatu jenis tanah yang spesifik untuk berfungsi di alam atau dalam
batas ekosisten terkelola, untuk mendukung produktivitas biologi, memelihara kualitas
lingkungan dan mendorong kesehatan hewan dan tumbuhan (Herrick, 2000). Ciri-ciri tanah
yang sehat adalah : (1) populasi organismenya beragam dan aktif (2) memiliki dalam
jumlah tinggi residu yang relatip segar sebagai sumber makanan organisme.dan (3)
memiliki dalam jumlah tinggi bahan organik yang terhumifikasi untuk mengikat air dan
muatan negatip untuk pertukaran kation (Magdoff, 2001). Bioindikator tanah adalah sifat-
sifat atau proses biologis dalam komponen tanah dari suatu ekosistem yang
menggambarkan beberapa kondisi ekosistem sebagai suatu sebab tertentu. (Elliott, 1997).

Menurut Doran dan Zeiss (2000) ada 5 kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu
indikator termasuk bioindikator untuk dapat menilai kualitas tanah dan kesehatan tanah
yaitu :
(1) Sensitivitas terhadap variasi dalam pengelolaan.

Organisme tanah memenuhi kriteria ini karena mereka memiliki repon yang sensitip
terhadap gangguan antropogenik

(2) Berkorelasi baik dengan fungsi tanah yang menguntungkan.


Kelimpahan dan keragaman organisme tanah sering berkorelasi baik dengan banyak
fungsi tanah, walaupun dibutuhkan kehati-hatian untuk memilih organisme mana atau
parameter komunitas yang mana untuk digunakan sebagai suatu ulkuran untuk fungsi
tanah.
(3) Dapat digunakan dalam menguraikan proses-proses ekosistem.
Indikator seharusnya dapat menguraikan mengapa tanah dapat atau tidak dapat
berfungsi seperti yang diinginkan. Organisme tanah dapat berperan langsung dalam
banyak proses ekosistem termasuk konversi hara ke bentuk yang tersedia untuk
tanaman.
(4) Dapat dipahami dan berguna untuk pengelola lahan.
Pengukuran kelimpahan dan keragaman dari nematoda, tungau (mite) dan bakteri
menyediakan banyak informasi terhadap fungsi tanah dan prosesnya tetapi juga
dibutuhkan pelatihan yang cukup untuk pengelola lahan.
(5) Mudah diukur dan tidak mahal.
Umumnya kuantifikasi organisme tanah tidak terlalu mahal dan tidak membutuhkan
banyak peralatan yang khusus.

Bioindikator Udara

Pencemaran udara merupakan masuknya makhluk hidup, zat, energi, atau


komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga terjadi
penurunan kualitas udara sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi
kurang atau tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Ratna, 2012).

Sejak tahun 1866 lumut kerak digunakan sebagai indikator kualitas udara
(Samsuddin et. al 2012). Program pemantauan kualitas udara menggunakan lumut
kerak telah dilakukan diberbagai belahan dunia seperti Amerika Serikat, Belanda
dan Swiss secara permanen. Lumut digunakan sebagai bioindikator kualitas udara
yang sangat baik karena: (1) tersebar dalam wilayah geografis yang luas (kecuali
zona laut); (2) tersedia sepanjang tahun; (3) morfologinya seragam dari waktu
kewaktu; (4) tidak memiliki stomata dan katikula sehingga mudah menyerap gas

dan zat terlarut di udara melalui permukaannya (Loopi et. al, 2002; Kuldeep dan
Prodiyut, 2015). Lumut kerak dapat digunakan sebagai bioindikator dalam dua
metode yaitu (1) pemetaan semua jenis spesies pada suatu area; dan (2)
pengambilan sampel spesies yang sama pada area yang terkontaminasi polutan
dan tidak terkontaminasi kemudian mengukur perubahan morfologi pada thalus
dan mengevaluasi parameter fisiologinya dan atau mengevaluasi bioakumulasi
polutan (Conti & Ceccheti, 2001). Selanjutnya, Noer dalam Pratiwi (2006)
menjelaskan parameter-paramter yang digunakan dalam penelitian lumut kerak
untuk mengukur pencemaran udara adalah keanekaan, pertumbuhan, kesuburan,
frekuensi, dan prosentase penutupan

Arsyad, S. (2000) Konservasi tanah dan air. IPB Press.


Herrick, J. E. (2000) Soil Quality: an indicator of sustainable land management ?.
Applied Soil Ecology. (15) 75-83. www. Elsevier.com/ locate/apsoil.
Magdoff, F. (2002) Concept, componen and strategies of soil health in agroecosystems.
Journal of Nematology 33 (4); 169-172.

Doran, J. W and M. R. Zeiss (2000) Soil health and sustainability: managing the biotic
component of soil quality. Aplied Soil Ecology (15). 3-11. www.
Elsevier.com/locate/apsoil.
Ellenberg,1991. Biologcal Monitoring Signal From The Environment .Fried Vieweg and
John Verlago Sellcsharft Brounchweig.Germany
Barnes, R. S. K., Hughes, R. N. 1982. An Introduction to Marine Ecology. Australia:
Whitefriars Pressh
Shubert, E. L. 1984. Algae Ecologigal Indicators. Academic Press Inc, London.
Palmer, T. 1985. Understanding enzyme. Ellishorwood Publisher.
James A dan Evison L. 1979. Biological Indications of Water Quality. John Wiley & Sons
Chichester, New York
Loopi, S., Ivanov D, B. R. (2002). Biodiversity of Epiphytic Lichens and Air
Pollution in the Town Siena (Central Italy). Environmental Pollution,
16(16), 123–128.

Pratiwi, M. E., 2006. Kajian lichen sebagai bioindikator kualitas udara studi kasus: kawasan
industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan. Skripsi. IPB, Bogor

Conti, M. E., Caccheti,G,. 2001. Biological Monitoring: lichens as biondicator of air pollution
assesment. Review. Environmental Pollution Vol. 144 pp: 471-49
Samsuddin 2012. Bioindicators: Using Organisms to Measure Environmental Impacts. Nature
Education Knowledge Project, 2(2):8
Ratna Rima Melati. (2012). Kamus Biologi. Surakarta : PT Aksara Sinergi Media.

Anda mungkin juga menyukai