Anda di halaman 1dari 20

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Trauma toraks mengambil 10% kasus trauma dan dapat berhubungan dengan
luka pada organ-organ yang lain. Luka orthopedic dan kepala merupakan hal
yang biasa dan utama pada kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Luka
dapat secara luas dibagi atas 2, yaitu yang disebabkan karena trauma tumpul atau
karena trauma tembus. Di negara berkembang justru yang lebih sering disebabkan
oleh luka tumpul yang sering terjadi sebagai kecelakaan lalu lintas dan di lokasi
konstruksi. Pada kebanyakan kasus, pasien tidak ditangani dengan baik. Bantuan
medis jarang tersedia. Bahkan jika memang tersedia, itupun tidak lebih dari
sekedar pertolong pertama pada kecelakaan. Satu masalah lagi adalah tempat
dimana pasien pertama kali dirujuk tidak diperlengkapi dengan kemampuan untuk
mengatasi perdarahan hebat dan kegagalan napas. Pasien trauma toraks dapat
menyebabkan penurunan kesadaran yang mana disebabkan oleh terganggunya
fungsi pernapasan dan selanjutnya juga dapat disebabkan oleh disfungsi cardiac.1

Tujuan dari pengelolaan kasus trauma toraks adalah untuk merestorasi fungsi
jantung paru kembali normal, mengontrol perdarahan, dan mencegah terjadinya
sepsis. Pernyataan ini terdengar sederhana tetapi membutuhkan beberapa langkah
yang harus dilakukan. Sayangnya, beberapa kasus kematian disebabkan oleh
tersumbatnya jalan napas (airway), gangguan fisiologis yang dapat disebabkan
oleh hematothoraks, pneumotoraks, dengan atau tanpa flail chest. Sekitar 15%
pasien membutuhkan intervensi tindakan berupa operasi. Pengetahuan akan hal-
hal yang dibutuhkan untuk mendukung ventilasi pasien mampu memperlambat
waktu yang diperlukan untuk mengantar pasien ke pusat rujukan yang dituju. Pipa
trakeostomi dan ambu bag dapat menyelamatkan banyak pasien.1
2

1.2 Rumusan Masalah

Laporan kasus ini membahas definisi, etiologi, epidemiologi, anatomi,


patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi dari
Trauma Thoraks.

1.3 Tujuan Penulisan


a. Memahami definisi, etiologi, epidemiologi, anatomi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, teknik pembedahan, dan
trauma thoraks
b. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
c. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Pofesi
Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
3

2.1. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Dinding dada
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding
dada adalah tulang costa, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang
clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah
otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan
torakalis interna.2

Anatomi Dinding Thoraks Dasar Thoraks

Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus.


Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta
esofagus.2

Isi Rongga Thoraks

1. Rongga Thoraks
Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru :
Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;
a. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru –paru.
4

b. . Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.


Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk
kantong tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam
kantong terisi sedikit cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut.2,3
2. Rongga Mediastinum
Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :
a. . Mediastinum superior batasnya :
Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan jugular notch.
Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke Vth4
Lateral : Pleura mediastinalis
Anterior : Manubrium sterni.
Posterior : Corpus Vth1 - 4
b. Mediastinum inferior terdiri dari :
Mediastinum anterior batasnya :
- Anterior : Sternum ( tulang dada )
- Posterior : Pericardium ( selaput jantung )
- Lateral : Pleura mediastinalis
- Superior : Plane of sternal angle
- Inferior : Diafragma.

Mediastinum media batasnya :


- Anterior : Pericardium
- Posterior : Pericardium
- Lateral : Pleura mediastinalis
- Superior : Plane of sternal angle
- Inferior : Diafragma

Mediastinum posterior batasnya :


- Anterior : Pericardium
- Posterior : Corpus VTh 5 – 12
- Lateral : Pleura mediastinalis
- Superior : Plane of sternal angle
5

- Inferior : Diafragma.

2.2. Fisiologi

Proses inspirasi jika tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan
paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru
diakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat
2 faktor, yaitu faktor thoracal dan abdominal. Faktor thoracal (gerakan otot-otot
pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar rongga dada ke arah transversal
dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi diafragma) akan
memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat membesarnya rongga dada
dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga
mengembang dan volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun menurun.
Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke
alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke kapiler sementara CO2 akan
berdifusi dari kapiler ke alveolus.3

Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari
tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan
mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada
kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan
intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO 2 akan keluar dari
peru-paru ke atmosfer. 3

2.3. Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis
tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar dan
terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat
yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab
6

trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3, berdasarkan tingkat
energinya yaitu: trauma tusuk atau tembak dengan energi rendah, berenergi
sedang dengan kecepatan kurang dari 1500 kaki per detik (seperti pistol) dan
trauma toraks oleh karena proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan
kecepatan melebihi 3000 kaki per detik. Penyebab trauma toraks yang lain oleh
karena adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru bisa menimbulkan pecah
atau pneumotoraks (seperti pada scuba). 1

2.4. Epidemiologi

Trauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan


kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data yang akurat mengenai trauma toraks di
Indonesia belum pernah diteliti.
Di Bagian Bedah FKUI/RSUPNCM pada tahun 1981 didapatkan 20% dari
pasien trauma mengenai trauma toraks. Di Amerika didapatkan 180.000 kematian
pertahun karena trauma. 25% diantaranya karena trauma toraks langsung.
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya
trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma.
Pneumotoraks, hematotoraks, kontusio paru dan flail chest dapat meningkatkan
kematian : 38%,42%,56% dan 69%.2

2.5. Gangguan Anatomi dan Fisiologi Akibat Trauma Thoraks

Akibat trauma daripada toraks, ada tiga komponen biomekanika yang dapat
menerangkan terjadinya luka yaitu kompresi, peregangan dan stres. Kompresi
terjadi ketika jaringan kulit yang terbentuk tertekan, peregangan terjadi ketika
jaringan kulit terpisah dan stres merupakan tempat benturan pada jaringan kulit
yang bergerak berhubungan dengan jaringan kulit yang tidak bergerak. Kerusakan
anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat tergantung besar
kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi yang ringan
berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan
7

anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple dengan komplikasi,
pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma yang lebih berat
menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung
(ATLS, 2004; Kukuh, 2002).
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat
tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa
gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik/alat
pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan
faal jantung dan pembuluh darah (ATLS, 2004; Kukuh, 2002; David.A, 2005).

2.6. MEKANISME TRAUMA

Akselerasi
 Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma.
Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi);
sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung
pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut).
 Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high
velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan
peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.

Deselerasi
 Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya
terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma.
Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang
mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak
dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding thoraks/rongga
tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
8

Torsio dan rotasi


 Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya
deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan
pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium.
Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin
atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-nya.

Blast injury
 Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung
dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
 Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

Faktor lain yang mempengaruhi


Sifat jaringan tubuh
 Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi
sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti
adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding
bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm
akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda
pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.

Lokasi
 Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita
kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah
pre-kordial.

Arah trauma
 Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan
dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
9

 Perlu diingat adanya efek “ricochet” atau pantulan dari penyebab trauma pada
tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru
dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru
sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.

2.7. Gangguan yang Dapat Terjadi Pada Trauma Thoraks


2.7.1. Open Pneumothoraks
Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka menyebabkan
open pneumotoraks. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama
dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari
diameter trakea maka udara akan cendereung mengalir melalui defek karena
mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea.
Akibatnya ventilasi yang terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia.4

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala sebagai berikut :


- Tampak jejas pada lapang thoraks
- Adanya sucking chest wounds
- Pernafasan yang cepat, dangkal dan berat
- Penurunan ekspansi paru pada thoraks yang terganggu
- Auskultasi : Suara paru menurun atau bahkan menghilang
- Perkusi : Hipersonor

Langkah awal adalah menutup luka dengan kassa steril yang diplester
hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi
efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa menutup akan menutup luka,
mencegah kebocoran udara dari dalam. Setelah itu maka sesegera mungkin
dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh isi
luka akan menyebabkan tension pneumotoraks kecuali jika selang dada sudah
terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap
atau Petrolatum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat
dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.4,5
10

2.7.2. Flail Chest


Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai
kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena
fraktur iga multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis
fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan
gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru
dibawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan
menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan flail chest
yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).
Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal
dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan
menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini
terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang
tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail chest mungkin tidak terlihat pada
awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernapasan
menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi.
Palpasi gerakan pernapasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur
tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena
akan terlihat fraktur iga yang multiple, akan tetapi terpisahnya sendi
costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya
hipoksia akibat kegagalan pernapasan, juga membantu dalam diagnosis Flail
Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat,
oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok
maka pemberian cairan kristaloid intravena harus lebih hati-hati untuk
mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru
pada Flail Chest, maka akan sangat sensitive terhadap kekurangan ataupun
kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan
agar pemberian cairan benar – benar optimal. Terapi definitive ditujukan untuk
mengembangkan paru – paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta
pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua
penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia
merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi
perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang
11

terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penelitian hati – hati
dari frekuensi pernapasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja
pernapasan akan memberikan suatu indikasi timing/waktu untuk melakukan
intubasi dan ventilasi.

2.7.3. Hematothoraks
Penyebab utama dari hematothoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh
trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga
dapat menyebabkan terjadinya hematoraks. Biasanya perdarahan berhenti
spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. 11
Hematothoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks,
sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut
akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan
dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma
traumatik.4,5
Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya
indikasi operasi pada penderita hematothoraks, status fisiologi dan volume
darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan
bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1500 ml,
atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam,
atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah harus
dipertimbangkan.5
2.7.4. Hematothoraks Masif
Terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemitoraks dapat menyebabkan
gangguan usaha bernapas akibat penekanan paru – paru dan menghambat ventilasi
yang adekuat. Perdarahan yang banyak dan cepat akan lebih mempercepat
timbulnya hipotensi dan syok dan akan dibahas lebih lanjut pada bagian sirkulasi.5
Hematothoraks massif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat > 1500 cc di
dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak
pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat
12

disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher


dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat
ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumotoraks. Jarang terjadi
efek mekanik dari darah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong
mediastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis
hematothoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara napas
menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi
awal hematothoraks massif adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infuse
cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemberian darah
dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat
dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan
dengan pemberian infuse, sebuah selang dada (chest tube) no.38 French dipasang
setinggi putting susu, anterior dari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga
pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hematothoraks massif
pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar
1500 cc, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi
segera.4,5
Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar <1500 cc, tetapi
perdarahan tetap berlangsung. Ini juga membutuhkan torakotomi. Keputusan
torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus – menerus sebanyak
200cc/jam dalam waktu 2 – 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih
diutamakan. Transfuse darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi.
Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal.5

2.7.5. Tamponade Jantung


Tamponade jantung disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma
tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung,
pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia
terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah
yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan
mengganggu pengisian jantung. 6
13

Diagnosisnya adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan
vena, penurunan tekanan arteri, dan suara jantung yang menjauh. Penilaian suara
jantung menjauh sulit dinilai jika ruang UGD dalam keadaan berisik, distensi vena
leher tidak ditemukan jika keadaan penderita hipovolemi dan hipotensi sering
disebabkan oleh hipovolemia. Pulsus paradoksus yaitu keadaaan fisiologis dimana
terjadi penurunan tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan
tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda lain dari tamponade
jantung. Tanda Kusssmaul (peningkatan vena pada saat inspirasi biasa) adalah
kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya
tamponade jantung. Pemeriksaan USG dengan Echocardiography merupakan
metode invasif yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak
penelitian yang melaporkan angka negatif yang tinggi yaitu sekitar 50%. 5
Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan
syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada
tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh
diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode
sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan
perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada
penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi, merupakan
indikasi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid.
Tindakan alternatif lain, adalah dengan melakukan operasi jendela perikard atau
torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan
lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan.4,5
Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung pemberian cairan
infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan cardic output untuk
sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui
subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated-needle atau insersi
teknik Seldinger merupakan cara yang paling baik, tetapi dalam keadaan yang
lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring
EKG dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase gelombang T,
ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia. 5

2.7.6. Tension Pneumothoraks


14

Tensionpneumotoraksadalahbertambahnyaudaradalamruang pleura secara


progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk
masuk kedalam rongga pleura tetapi tidakdapat keluar atau tertahan di dalam
rongga pleura. Hal inidapatterjadisecaraspontanpada orang tanpakondisiparu-
parukronis ("primer") danjugapadamerekadenganpenyakitparu-paru ("sekunder"),
danbanyakpneumothoracesterjadisetelah trauma fisikke dada, cederaledakan , atau
sebagai komplikasi dari perawatan medis. Ventilasi tekanan positif dapat
memperburuk efek“one-way-valve”. Peningkatan progresif tekanan dalam rongga
pleura mendorong mediastinum kehemithorax berlawanan, dan menghalangi
aliranbalik vena kejantung. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan peredaran
darahdan dapat menyebabkan traumatic arrest.4
Tanda-tanda klasik dari tension pneumotoraks terdiri dari penyimpangan
atau deviasi dari trakea menjauhi bagian atau sisi paru yang mengalami tension,
dada mengalami hiperekspansi, peningkatan nada perkusi dan situasi
hiperekspansi yang pergerakan sedikit pada saat respirasi. Tekanan vena sentral
bias anya meningkat, namun status hipovolemik akan normal atau rendah.
Penatalaksanaan pada kasus tension pneumotoraks tergantung pada
beberapa faktor, dan mungkin berbeda dari penatalaksanaan awal hingga
dekompresi jarum atau pemasukan dari selang dada. Penanganan kasus ini
ditentukan dari derajat keparahan dari gejala dan indikasi dari gangguan akut,
adanya gambaran penyakit paru yang mendasari, ukuran tension pneumotoraks
yang terlihat pada foto toraks, dan pada kasus tertentu perlu diperhatikan dari
karakteristik individu yang terlibat.

2.8. Diagnosa
 Anamnesa dan pemeriksaan fisik

Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari


trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari
kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
 Pemeriksaan foto toraks
15

Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat
terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
 CT Scan

Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul toraks,


seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal
hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan
ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas
dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi

 Ekhokardiografi

Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnose


adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada
esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta
katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh
seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
 Elektrokardiografi

Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat


trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma . Adanya abnormalitas
gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat
menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu
seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai
keadaan seperti kontusi jantung.
 Angiografi

Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya


cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
16

2.9. Penatalaksanaan Trauma Thorax


Prinsip
 Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara
umum (primary survey - secondary survey)
 Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif
(berturutan)
 Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil),
adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope.
Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari
ruang emergency.
 Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama
untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan
penyelamatan nyawa.
 Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan
atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
 Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
 Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing,
circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks
Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center
memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.

PRIMARY SURVEY
Airway
Assessment :
 perhatikan patensi airway
 dengar suara napas
 perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
17

 inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
 re-posisi kepala, pasang collar-neck
 lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)

Breathing
Assesment
 Periksa frekwensi napas
 Perhatikan gerakan respirasi
 Palpasi toraks
 Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
 Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
 Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks,
open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest

Circulation
Assesment
 Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
 Periksa tekanan darah
 Pemeriksaan pulse oxymetri
 Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
 Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
 Torakotomi emergency bila diperlukan
 Operasi Eksplorasi vaskular emergency

2.10. PENATALAKSANAAN

Needle Thoracostomy
18

Penatalaksanaan pada kasus tension pneumotoraks tergantung pada


beberapa faktor, dan mungkin berbeda dari penatalaksanaan awal hingga
dekompresi jarum atau pemasukan dari selang dada. Penanganan kasus ini
ditentukan dari derajat keparahan dari gejala dan indikasi dari gangguan akut,
adanya gambaran penyakit paru yang mendasari, ukuran tension pneumotoraks
yang terlihat pada foto toraks, dan pada kasus tertentu perlu diperhatikan dari
karakteristik individu yang terlibat.
Pada kasus tension pneumotoraks, tidak ada pengobatan non-invasif yang
dapat dilakukan untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa ini.
Pneumotoraks adalah kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan
penanganan segera. Jika diagnosis tension pneumotoraks sudah dicurigai, jangan
menunda penanganan meskipun diagnosis belum ditegakkan.
Pada kasus tension pneumotoraks, langsung hubungkan pernafasan pasien
dengan 100% oksigen. Lakukan dekompresi jarum tanpa ragu. Hal-hal tersebut
seharusnya sudah dilakukan sebelum pasien mencapai rumah sakit untuk
pengobatan lebih lanjut. Setelah melakukan dekompresi jarum, mulailah persiapan
untuk melakukan torakostomi tube. Kemudian lakukan penilaian ulang pada
pasien, perhatikan ABCs (Airway, breathing, cirvulation) pasien. Lakukan
penilaian ulang foto toraks untuk menilai ekspansi paru, posisi dari torakostomi
dan untuk memperbaiki adanya deviasi mediastinum. Selanjutnya, pemeriksaan
analisis gas darah dapat dilakukan.
19

Skemagambardariseseorangdengantabung dada di rongga dada kiri.Hal


initerhubungkesegel air.4,5

2.11. Komplikasi

Misdiagnosis adalah komplikasi yang paling umum terjadi dari


dekompresi jarum. Jika pneumotoraks tetapi bukan tipe terjadi yang terjadi,
dekompresi jarum akan mengubah pneumotoraks menjadi tension pneumotoraks.
Jika tidak terdapat pneumotoraks, pasien akan mengalami kondisi pneumotoraks
setelah dekompresi jarum dilakukan. Sebagai tambahan jarum akan melukai
jaringan paru, yang mungkin pada kasus langka dapat menyebabkan cedera paru
atau hematothoraks. Jika jarum yang ditempatkan terlalu dekat ke arah tulang
sternum, dekompresi jarum dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi
dari pembuluh darah intercosta.

Penempatan torakostomi tube dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan


saraf intercostae dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan parenkim paru,
terutama jika menggunakan trokar untuk penempatannya.4,5
20

DAFTAR PUSTAKA
1. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of
Thoracic and Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

3. Silvia A.P, Lorraine M.W, 2005. Konsep – konsep Klinis Proses Penyakit,
Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007


5. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support. Ikatan
Ahli Bedah Indonesia. 1997
6. Kleinman PK, Schlesinger AE. Mechanical factors associated with
posterior rib fractures: laboratory and case studies. Pediatr Radiol 1997.

Anda mungkin juga menyukai