Anda di halaman 1dari 23

TUGA

Dibuat Untuk Memenuhi Take Home Exam


Mata Kuliah Hukum Rekam Medik dan Informed Consent Semester 2

Pengampu:

dr.Hadi Sulistyanto, SpPD, MH.Kes, Finasim

Oleh:
RETNO PUSPITASARI, STr.Keb
NIM: 15.C2.0069

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2017
PEMANFAATAN PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG PELAYANAN KESEHATAN

Latar belakang

Sesuai Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah, mulai 1 Januari 2014 daerah propinsi dapat memungut jenis
pajak baru yakni pajak rokok. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi adanya
kebijakan pajak rokok, yaitu : pertama perlunya penerapan pajak yang lebih
adil kepada seluruh daerah, agar seluruh daerah mempunyai sumber dana yang
memadai untuk mengendalikan dan mengatasi dampak negatif rokok, karena
sebelumnya daerah yang mendapatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
(yang sebagian dananya dapat digunakan untuk mengendalikan/mengatasi
dampak negatif rokok) hanya daerah penghasil rokok dan penghasil tembakau,
kedua perlunya peningkatan local taxing power guna meningkatkan
kemampuan daerah dalam menyediakan pelayanan publik, khususnya
pelayanan kesehatan, ketiga perlunya penerapan piggyback taxes, atau
tambahan atas objek pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat terhadap
konsumsi barang yg perlu dikendalikan, sesuai dengan best practice yg berlaku
di negara lain, dan keempat perlunya pengendalian dampak negatif rokok,
karena terkait dengan meningkatnya tingkat prevalensi perokok di Indonesia
(jumlah penduduk perokok terhadap jumlah penduduk nasional), meningkatnya
dampak negatif konsumsi rokok bagi masyarakat, dan masih rendahnya
komponen pajak dalam harga rokok di Indonesia dibandingkan dengan negara-
negara lain khususnya negara ASEAN.
Berdasar ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, pajak rokok dapat
dipungut setelah Daerah menerbitkan Perda mengenai Pajak Rokok. Namun
hingga akhir tahun 2013 masih ada 5 propinsi yang belum menetapkan Perda
Pajak Rokok, yaitu Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Sumatera Barat, Propinsi
Riau, Propinsi DKI Jakarta, dan Propinsi Maluku. Dalam rangka persiapan
pelaksanaan pemungutan pajak rokok, Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan bersama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan telah melakukan sosialisasi kebijakan pajak rokok
kepada pejabat Dispenda provinsi, pengusaha/pengelola pabrik rokok dan
importir rokok, dan pejabat dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.

Rumusan masalah

1. Apa tujuan utama dari pengenaan pajak rokok?

2. Bagaimana Kebijakan pajak rokok menurut UU Pajak Daerah dan Retribusi


daerah?

3. Bagaimana potensi pemanfaatan dana pajak rokok untuk bidang pelayanan


kesehatan ?
TINJAUAN PUSTAKA

Regulasi pajak rokok ibarat dua mata pisau yang menjebak dalam situasi
dilematis. Satu sisi pemerintah diuntungkan dengan adanya penerimaan Negara
dari Cukai dan PPN. Akan tetapi disisi lain pemerintah juga menanggung
dampak negatif merokok yang meningkatkan anggaran kesehatan. Faktanya
pendapatan negara dari cukai rokok, ternyata tak sebanding dengan nilai
kerugian yang ditimbulkan karena merokok. Dalam rangka meningkatkan
kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi khususnya
yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, pemerintah menetapkan
berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU
No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru
disahkan oleh DPR pada 18 Agustus 2009. Diharapkan dapat lebih mendorong
peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, kebijakan
pajak daerah dan retribusi daerah untuk kemudian dilaksanakan berdasarkan
prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan
akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.

Secara efektif pemberlakuan Pajak Rokok ini diterapkan pada tahun 2014.
Dasar Pengenaan Pajak Rokok adalah cukai rokok dan besarnya tarif ditetapkan
sebesar 10 persen dari cukai rokok. Pajak Rokok masuk dalam kategori pajak
provinsi yang menjadi penyempurna kebijakan dan peraturan pajak daerah
dalam bentuk perluasaan objek pajak daerah. Artinya, Pajak Rokok ini
nantinya akan menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Terdapat alokasi
(earmark tax) paling sedikit 50 persen dari hasil penarikan Pajak Rokok,
dipakai untuk mendanai fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat dan
penegakan hukum. Di bidang kesehatan keputusan ini diambil sebagai langkah
pengimbangan antara konsumsi rokok dengan kesehatan masyarakat. dan di
bidang penegakan hukum terkait permasalahan rokok illegal.
Tingginya kesadaran bahaya rokok di negara maju juga memacu perusahaan
rokok mengalihkan pasar ke Indonesia. Anak-anak dan generasi muda menjadi
target potensial mereka sebagai kunci kelanggengan bisnis. Anak-anak dan
generasi muda dapat diubah menjadi perokok pemula, menggantikan perokok
lama yang berhenti merokok atau meninggal karena penyakit akibat rokok.

Kementerian Kesehatan terus mengimbau pemerintah daerah untuk


mengalokasikan pendapatan daerah yang didapat dari pajak rokok pada
kegiatan kesehatan. Hal ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan
bahaya merokok hingga mereka pun enggan merokok atau mulai berhenti
merokok. Seperti diketahui, Pasal 31 UU Nomor 28 tahun 2009 tentang
Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah mengamanatkan penggunaan dana
pajak rokok daerah sebanyak 50 persen. Dana dari pajak rokok akan
dialokasikan untuk bidang kesehatan dan berlaku per awal 2014.Saat ini,
Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian
Dalam Negeri sudah menyusun Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok dalam
Bidang Kesehatan. Hal ini berguna untuk memudahkan pemerintah daerah
membuat rencana kerja kesehatan di setiap daerahnya. Terkait rilisnya buku
panduan untuk menekan angka perokok, sejuah ini sudah 127 kabupaten kota
di 32 provinsi di seluruh Indonesia yang sudah memiliki peraturan terkait
Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Menkes pun terus mengimbau kepada jajaran
pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kebupaten dan kota yang
belum, untuk segera melahirkan peraturan tentang KTR.
PEMBAHASAN

A. Tujuan utama dari pengenaan pajak rokok

Salah satu jenis pajak yang baru bagi propinsi adalah pajak
rokok.Pengaturan pajak rokok dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentangPajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dalam pasal 1, 2, 26-31, 94,
dan 181. Tujuan Pajak Rokok sebagai sumber utama untuk pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan suatu negara. Secara umum tujuan adanya
pajak adalah sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke Kas
Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Memperoleh
dana yang digunakan untuk pembangunan, pertahanan negara, kesejahteraan
dan pelayanan umum masyarakat serta biaya rutin administrasi negara. Selain
untuk tujuan umum, pajak dapat pula digunakan oleh pemerintah sebagai alat
mencapai untuk tujuan-tujuan tertentu (regulerend), seperti membatasi dan
mengurangi konsumsi barang yang berdampak negatif secara sosial salah
satunya bahaya rokok.

Tujuan utama penerapan pajak rokok adalah untuk melindungi masyarakat


terhadap bahaya rokok. Penerapan pajak rokok sebesar 10 persen dari nilai
cukai juga dimaksudkan untuk memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah
daerah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Seperti diketahui bahwa rokok,
membawa dampak kesehatan yang tidak baik bagi perokok itu sendiri maupun
orang lain. Pemerintah daerah berkewajiban untuk menjaga kesehatan
masyarakat. Selain itu pemda juga harus melakukan pengawasan terhadap
rokok di daerah masing-masing termasuk rokok ilegal. Dengan pajak rokok
maka kewajiban pemerintah untuk mengoptimalkan kesehatan masyarakat bisa
menjadi lebih baik.
B. Kebijakan pajak rokok menurut UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Profil pajak rokok mempunyai definisi : Pungutan atas cukai rokok yang
dipungut oleh Pemerintah. Objek pajak rokok adalah konsumsi rokok meliputi
rokok sigaret, cerutu, dan rokok daun, kecuali rokok yang tidak dikenai cukai
berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Subjek pajak
rokok adalah konsumen rokok, dan wajib pajaknya adalah pengusaha pabrik
rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok
Pengusaha Barang Kena Cukai. Tarif pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok,
dan dasar pengenaannya cukai yang ditetapkan Pemerintah terhadap rokok.
Pajak rokok dipungut Kantor Pelayanan Bea dan Cukai bersamaan dengan
pemungutan cukai rokok. Hasil pemungutan (penerimaan) pajak rokok
ditampung sementara dalam rekening kas negara, untuk selanjutnya disetor ke
Rekening Kas Umum Daerah provinsi sesuai proporsi jumlah penduduk masing-
masing provinsi. Penyetoran ke provinsi dilaksanakan secara triwulanan, yakni
pada bulan pertama triwulan berikutnya. Khusus untuk penyetoran triwulan IV
hanya mencakup penerimaan pajak rokok bulan Oktober dan Desember,
sedangkan penerimaan bulan Desember akan disetor ke provinsi setelah
ditetapkannya hasil audit Laporan Arus Kas Pemerintah oleh BPK. Ketentuan
mengenai pemungutan dan penyetoran pajak rokok telah diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara
Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok.

Pengaturan Pajak Rokok menurut UU PDRD No 28 Tahun 2009 sebagai berikut :

Objek pajak

Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 26 bahwa:

(1) Objek pajak rokok adalah konsumsi rokok.

(2) Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sigaret, cerutu, dan
rokok daun.
(3) Dikecualikan dari objek Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-
undangan di bidang cukai.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 27 bahwa:

(1) Subjek pajak rokok adalah konsumen rokok.

(2) Wajib pajak rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importer
rokokyang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
Cukai.

(3) Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut
cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.

(4) pajak rokok yang dipungut oleh instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disetor ke rekening kas umum daerah secara proporsional
berdasarkan jumlah penduduk.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan dan penyetoran
Pajak Rokok diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

Dasar pengenaan pajak

Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 28 bahwa:

Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah
terhadap rokok.

Tarif pajak

Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 29 bahwa:

Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.
Besaran pajak terutang Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 30
bahwa:
Besaran pokok pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tariff pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dengan dasar pengenaan
pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28.

Earmarking Tax

Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 31 bahwa:

Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota,


dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan
kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.

C. Kegiatan Penggunaan Dana Pajak Rokok Untuk Kegiatan Upaya Kesehatan


Masyarakat (UKM)

Adapun yang dimaksud dengan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dalam


Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini
adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat
serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. UKM
mencakup upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan
dan pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular,
kesehatan jiwa, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar,
perbaikan gizi masyarakat, pengamanan obat dan perbekalan kesehatan,
pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan makanan), pengamanan
makanan, pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan
berbahaya, serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Hal ini
menyesuaikan Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional. Berikut adalah daftar kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan
penggunaan dana pajak rokok untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat.
Kegiatan ini dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan prioritas kebijakan
kesehatan di masing-masing daerah.
1. Kegiatan Penggunaan Dana Pajak rokok untuk Pengendalian Konsumsi Rokok
dan Produk Tembakau Lainnya

Kondisi perokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Data


Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi merokok Indonesia sebesar
36,1% setara dengan 61 jutaorang. Data tersebut diperkuat oleh Global
Adults Tobacco Survey (GATS) 2011 yang menunjukkan prevalensi merokok
di Indonesia sebesar 36,1%, dimana 67,4% laki laki diIndonesia merokok.
Konsekuensi daripada itu, perlahan dan pasti penduduk Indonesia terancam
oleh berbagai penyakit berbahaya akibat merokok yang cenderung terus
meningkat dari tahun ke tahun. Seluruh kegiatan dalam Panduan Umum
Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini merupakan
“paket menu komprehensif” yang bersifat optional, berdasarkan kebutuhan
penanganan permasalahan kesehatan masing-masing daerah.

Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi

Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka penyediaan data


dasar (database) dan analisis situasi permasalahan konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya serta dampak konsumsinya, termasuk sisha dan
ecigarette di masing-masing daerah, antara lain:

1) Pengumpulan data mengenai beban konsumsi rokok dan/atau produk


tembakau lainnya di masing-masing daerah jika diperlukan.

2) Rekapitulasi dan penyimpulan data konsumsi rokok dan/atau produk


tembakau lainnya, beserta penyakit akibat/berkaitan dengan rokok
yang telah tersedia bagi masing-masing daerah bersumber dari data
yang telah tersedia, seperti data Riskesdas, Susenas, SKRT, SDKI, dan
lain-lain.
3) Rekapitulasi data penyakit berkaitan dengan dampak konsumsi rokok
dan/atau produk tembakau lainnya di tingkat Puskesmas dan RS masing-
masing daerah.

4) Pembuatan Sistem Informasi Manajemen Data konsumsi rokok dan/atau


produk tembakau lainnya, beserta penyakit akibat/berkaitan dengan rokok
yang disertai dengan faktor risikonya di masing-masing daerah.

5) Pembuatan buletin/newsletter/factsheet secara berkala terkait trend


konsumsi rokok dan/atau produk tembakau lainnya, trend penyakit
akibat/berkaitan dengan rokok dan/atau produk tembakau lainnya,
beserta dampaknya di masing-masing daerah, baik dampak kesehatan,
ekonomi, sosial maupun dampak psikologis dari konsumsi rokok.

6) Analisis situasi dan perencanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian


konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya melalui penggunaan dana
pajak rokok untuk bidang kesehatan, dengan melibatkan forum kota sehat
dan/atau forum kesehatan di masingmasing daerah.

7) Sosialisasi hasil analisis situasi ke pemangku kepentingan, lembaga


pemerintahan, lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, dan media massa.

Kapasitas SDM

Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka kapasitas SDM


kegiatan pencegahan dan pengendalian permasalahan konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya, serta dampak konsumsi rokok termasuk sisha
dan e-cigarette di masing-masing daerah, antara lain:
1) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building siswa, mahasiswa,
sukarelawan, tenaga kepemudaan, petugas penyuluh, tenaga kesehatan
dan tenaga nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan pengendalian
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, terutama berkenaan bahaya
merokok, bahaya asap rokok dan cara berhenti merokok.

2) Pelatihan dan perbekalan pengetahuan yang berkesinambungan mengenai


bahaya rokok dan produk tembakau lainnya, sampai dengan cara berhenti
merokok.

3) Pelaksanaan pelatihan/TOT/Capacity Building petugas penyuluh, tenaga


kesehatan dan tenaga nonkesehatan mengenai materi komunikasi sosial
dalam upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk
tembakau lainnya.

4) Pelatihan komunikasi sosial dan pembekalan cara penyusunan strategi


menciptakan perubahan perilaku merokok, mengonsumsi sisha atau pun e-
cigarette sesuai dengan situasi dan analisis permasalahan konsumsi rokok
dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah.

5) Pelatihan teknologi sosial media kepada petugas penyuluh, tenaga


kesehatan dan tenaga nonkesehatan mengenai upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produktembakau lainnya.

Bina Suasana

Berikut ini pilihan kegiatan dalam rangka bina suasana upaya


pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette di masing-masing daerah, antara
lain:

1) Gerakan memasyarakatkan bahaya merokok dan produk tembakau lainnya


dan/atau bahaya bahaya asap rokok.

2) Menyelenggarakan sosialisasi/lokakarya/orientasi/sarasehan/semiloka
dengan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha/swasta, media massa,
organisasi profesi kesehatan dan institusi pendidikan di masing-masing
daerah dalam rangka upaya gerakan dan mobilisasi sosial pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya.

3) Pelaksanaan pers briefing dan jumpa pers secara berkesinambungan agar


kelompok media massa mengetahui permasalahan dan perkembangan
terkini mengenai masalah konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya
beserta dampaknya, sehingga terbentuk opini positif yang mendukung
upaya pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya,
termasuk sisha dan e-cigarette.

4) Menyebarluaskan pesan-pesan pencegahan dan pengendalian konsumsi dan


dampak konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan
ecigarette, di masing-masing daerah melalui:

a. Produksi dan penayangan variety show di televise nasional dan lokal.

b. Produksi dan penayangan iklan layanan masyarakat di televisi, koran dan


majalah nasional dan lokal.

c. Penulisan dan penerbitan advertorial dan artikel secara reguler di koran


dan majalah nasional dan lokal.

d. Pengembangan media seni, seperti musik, tarian, teater dan lainnya


dalam upaya penyebarluasan pesan pencegahan dan pengendalian
konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-
cigarette.

e. Pembuatan iklan layanan masyarakat mengenai pengendalian konsumsi


rokok dan penyakit akibat/berkaitan dengan rokok di media tingkat
provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota masing-masing daerah.
5) Menyebarluaskan pesan-pesan pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok
dan dampak konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha
dan e-cigarette.

6) Pemasangan media promosi kesehatan lainnya secara tematik dan serentak


di RS, Puskesmas, Pustu, Poskesdes, Polindes, Posyandu, Posbindu, serta di
seluruh kantor pemerintahan/instansi dan mading/billboard/screen alun-
alun masing-masing daerah mengenai pengurangan konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan
e cigarette.

7) Penyuluhan/KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) secara rutin mengenai


bahaya merokok dan/atau bahaya asap rokok sampai dengan cara berhenti
merokok pada tingkat rumah tangga, sekolah, kantor dan institusi lainnya
sampai dengan ke pertemuan tingkat masyarakat di masing-masing daerah.

8) Optimalisasi kegiatan PKRS (Promosi Kesehatan di Rumah Sakit) berkaitan


dengan upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk
tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette.

Advokasi

Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka advokasi upaya pencegahan
dan penanggulangan konsumsi rokok termasuk sisha dan e-cigarette di masing-
masing daerah,antara lain:

1. Pemetaan kebijakan yang mendukung upaya pencegahan dan


penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-
masing daerah, baik kebijakan yang sudah ada maupun yang belum ada.

2. Sosialisasi hasil pemetaan kebijakan yang mendukung upaya pencegahan dan


penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya dengan
melibatkan forum kota sehat dan/atau forum kesehatan di masing-masing
daerah.
3. Pembuatan dan/atau penegakkan regulasi terkait upaya pencegahan dan
penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-
masing daerah, antara lain:

1) Kegiatan fasilitasi pertemuan dan pembentukan regulasi daerah mengenai


pembuatan dan/atau penegakkan aturan pembatasan konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya di masing-masing daerah, antara lain:

a. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau


penegakkan aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

b. Pembentukan regulasi daerah mengenai pelarangan seluruh mini


dan/atau super market di masing-masing daerah untuk mencantumkan
tulisan “Disini Jual Rokok” tanpa memajang rokok yang dijual di
tokonya.

c. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau


penegakkan aturan pelarangan pembelian rokok oleh anak usia
dibawah 18 tahun, termasuk larangan pembelian rokok secara
satuan/eceran.

d. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau


penegakkan aturan pembatasan pemasangan iklan produk rokok dan
produk tembakau lainnya di berbagai media masing-masing daerah.

e. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau


penegakkan aturan pembatasan peredaran rokok, sisha, ecigarette,
dan produk tembakau lainnya di masing-masing daerah.

f. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembuatan dan/atau


penegakkan aturan pembatasan pemberian dan penerimaan beasiswa,
sponsorship dan upaya pemasaran rokok dan produk tembakau lainnya
di daerah masing-masing.
g. Pembentukan regulasi daerah mengenai pembatasan jumlah dan/atau
pengaturan mini market berkonsep kafe, terutama untuk kalangan
muda.

4. Melaksanakan pelatihan advokasi kebijakan yang mendukung upaya


pencegahan dan penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya di masing-masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette.

5. Melaksanakan kegiatan advokasi ke pemangku kepentingan, lembaga


pemerintahan, lembaga pendidikan, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, dan media massa terkait upaya pencegahan dan
penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-
masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette.

6. Melaksanakan advokasi kepada pemilik/dewan redaksiagar bersedia


menayangkan pesan-pesan terkait upayapencegahan dan penanggulangan
konsumsi rokok danproduk tembakau lainnya di masing-masing
daerah,termasuk sisha dan e-cigarette dengan harga“bersahabat” dan
pada waktu/halaman utama.

7. Menyelenggarakan lokakarya media tentang gerakanupaya pencegahan dan


penanggulangan konsumsirokok dan produk tembakau lainnya di masing-
masingdaerah, termasuk sisha dan e-cigarette untukmenyebarluaskan
bahaya konsumsinya di daerah masing-masing.

8. Sosialisasi regulasi/peraturan yang terbentuk terkait upaya pencegahan dan


penanggulangan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya di masing-
masing daerah, termasuk sisha dan e-cigarette.

Pemberdayaan Masyarakat

Berikut ini adalah pilihan kegiatan dalam rangka pemberdayaan yang dapat
dilakukan untuk upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette di masing-masing
daerah.
Kegiatan pemberdayaan ini dapat diterapkan, baik untuk pemberdayaan
perorangan, kelompok maupun pemberdayaan masyarakat secara umum:

1) Upaya Pemberdayaan Perorangan (perorangan, kader,tokoh masyarakat,


tokoh adat dan tokoh agama, tokohmuda, tokoh politik, tokoh swasta dan
tokoh populerdi masing-masing daerah) dalam hal upayapencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok, baik dirumah tangga, sekolah, tempat
bekerja maupun dilingkungan secara umum.

2) Upaya pemberdayaan kelompok (kelompok ataukelembagaan yang ada di


masayarakat, seperti: RT/RW, kelurahan, kelompok adat, organisasi
swasta, organisasi wanita, organisasi pemuda dan organisasi profesi) dalam
hal upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok, baik di rumah
tangga, sekolah, tempat bekerja maupun di lingkungan secara umum.

3) Upaya pemberdayaan masyarakat dalam hal upaya pencegahan dan


pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, baik di rumah
tangga, sekolah, tempat bekerja maupun di lingkungan secara umum.

4) Optimalisasi kegiatan berbasis Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan


Pemberdayaan KaderKesehatan berkaitan dengan upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk
sisha dan e-cigarette.

5) Optimalisasi kegiatan berbasis Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan pos


kesehatan di PondokPasantren (Pokestren) berkaitan dengan upaya
pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau
lainnya, termasuk sisha dan ecigarette.

6) Optimalisasi kegiatan kepemudaan, seperti: pramuka, PMR, karang taruna,


pencerah nusantara dan sejenisnya dalam bidang kesehatan sebagai bentuk
pemberdayaan partisipasi generasi muda dalam upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha
dan ecigarette.
7) Pembiayaan kegiatan yang menunjang operasional Posyandu, Posbindu, PKK,
UKS, Poskestren dan organisasi sejenisnya dalam upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sisha
dan e-cigarette.

8) Kegiatan pendampingan upaya pemberdayaan kelompok oleh kader-kader


kesehatan di masingmasing daerah.

Kemitraan

Berikut ini adalah kegiatan yang dapat dilakukan dengan mengikutsertakan


keterlibatan partisipasi masyarakat dalam program kemitraan di masing-
masing daerah dalam pemanfaatan dana pajak rokok, antara lain:

1) Diskusi pemecahan masalah kesehatan antara Dinas Kesehatan Prov/Kab/Ko


di masing-masing daerah dengan Forum Kota Sehat di masing-masing
daerah. Apabila belum ada forumnya maka perlu dibentuk sebuah Forum
Peduli Kesehatan di masing-masing daerah. Dinas Kesehatan bersama
dengan Forum tersebut mengumumkan/sosialisasi peluangpemecahan
masalah pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan produk
tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette, berbasis kemitraan
melalui partisipasi masyarakat dalam penggunaan dana pajak rokok.

2) Pengusulan proposal kegiatan oleh lembaga (calon mitra) ke Dinas


Kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok dan
produk tembakau lainnya, termasuk sisha dan e-cigarette. Yang dapat
bertindak sebagai lembaga calon mitra, antara lain: kelompok-kelompok
peduli kesehatan atau organisasi-organisasi kemasyarakatan, media massa
dan swasta/dunia usaha untuk berperan aktif dalam upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat melalui penggunaan dana pajak rokok.
3) Seleksi proposal dan pengumuman program/proposal terpilih oleh Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/ Kota dan anggota Forum Kota Sehat atau
Forum Peduli Kesehatan yang dibentuk di masing-masing daerah.

4) Penandatangan Perjanjian Kerja Sama (MoU) antara Dinas Kesehatan


Provinsi/Kabupaten/Kota dengan lembaga pelaksana program (mitra)
terpilih.

5) Evaluasi program kemitraan di masing-masing daerah.

2. Kegiatan Operasional Penggunan Dana Pajak Rokok Untuk Kegiatan Upaya


Kesehatan Perorangan (UKP),`Adapun yang dimaksud dengan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) dalam Panduan Umum Penggunaan Dana
Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini adalah setiap kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat, swasta dan atau pemerintah, untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. UKP mencakup upaya-
upaya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan,
pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan yang
ditujukan terhadap perorangan. Dalam UKP juga termasuk pengobatan
tradisonal dan alternatif yang secara ilmiah telah terbukti keamanan dan
khasiatnya, serta pelayanan kebugaran fisik dan kosmetika. Hal ini
menyesuaikan dengan amanat Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional. Akan tetapi, dana pajak rokok untuk
bidang kesehatan tidak diperuntukan untuk membiayai pelayan kesehatan
bersifat kosmetika, seperti orthopedi dan bedah kosmetik lainnya.

Penggunaan dana pajak rokok untuk bidang kesehatan diharapkan


lebih mengutamakan kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) oleh
karena alokasi pendanaan kegiatan promosi kesehatan, prevensi kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat masih sangat minim. Sedangkan kegiatan
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) sudah memiliki alokasi pendanaan yang
banyak, terutama dari Dana Alokasi Khusus (DAK) kesehatan dan dana
APBN melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Hal ini dilakukan sebagai upaya mendukung percepatan pembangunan
kesehatan dan upaya menekan biaya kesehatan dalam jangka panjang.
Dalam hal penggunaan dana pajak rokok untuk kegiatan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP), kegiatan yang dapat dilakukan dengan dana pajak
rokok, antara lain: untuk upaya peningkatan sarana dan prasarana
kesehatan, baik di fasilitas kesehatan pelayanan primer maupun pelayanan
lanjutan, dan upaya peningkatan kualitas SDM Upaya Kesehatan
Perorangan. Berikut adalah daftar kegiatan yang dapat dilaksanakan
dengan penggunaan dana pajak rokok untuk kegiatan upaya kesehatan
perorangan. Kegiatan ini dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas kebijakan kesehatan di masing-masing daerah.
PENUTUP

KESIMPULAN

“Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian


kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk
mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat
yang berwenang”.

Pokok Pelayanan kesehatan masyarakat yang dimaksud , antara lain:

a. pembagunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit


pelayanan kesehatan,

b. penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area),

c. kegiatan memasyarakatkan bahaya merokok, dan

d. iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok.

Alternatif Penggunaan Pajak Rokok untuk Kegiatan Kesehatan Masyarakat


yang terkait Promosi dan Prevensi Kesehatan PP No. 109/2012 ttg Pengamanan
Bahan yg Mengandung Zat Adiktif Berupa Rokok Tembakau Bagi Kesehatan
antara lain mengatur:

1. Tanggungjawab Pemda (dan Pemerintah) mengatur, menyelenggarakan,


membina dan mengawasi pengamanan bahan yg mengandung Zat Adiktif
berupa Rokok Tembakau bagi Kesehatan.

2. Penyelenggaraan Pengamanan bahan yg mengandung Zat Adiktif meliputi:

• Produksi dan impor : pengujian nekotin & tar, kemasan, peringatan


kesehatan.

• Peredaran : pengendalian iklan produk tembakau, termasuk pemasangan


iklan reklame, dan penyelenggaraan iklan layanan masyarakat mengenai
bahaya mengkonsumsi produk tembakau,
• Perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil : pencegahan,
pemulihan kesehatan fisik dan mental serta pemulihan sosial.

• Kawasan Tanpa Rokok : fasilitas pelayanan kesehatan, tempat khusus utk


merokok di tempat kerja dan tempat umum dan tempat lain yg
ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah Ahsan MSE.Peneliti Lembaga Demografi FEUI.Pajak Rokok

Astri, Wilis Windar. 2010. Pajak Rokok

Analisis scenario Pengenaan Pajak Rokok, Muhammad Yusmal Nikho, FE UI,


2010

Siahaan, SE., M.T, Marihot Pahala. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Edisi Revisi Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Internet

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI.


2013.http://www.djpk.depkeu.go.id/berita-headline/368-sosialisasi-
kebijakan-pajak-rokok

http://lifestyle.okezone.com/read/2014/06/02/482/992980/alokasi-pajak-
rokok-menkes-minta-perbanyak-kegiatan-kesehatan

http://gitacintanyawilis.blogspot.com/2010/07/pajak-rokok.html

Peraturan Perundang-Undangan

UU No 28 Tahun 2009 Pasal 28 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Anda mungkin juga menyukai