Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI


RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE
PROVINSI SUMATRA UTARA
TAHUN 2018

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Oleh :

Yoan Pratama Supriadi


17360375

Pembimbing :

dr. Raymond Ginting, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KANDUNGAN RUMAH


SAKIT UMUM KABANJAHE KAB.KARO FAKULTAS
KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang yang senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan referat, dengan judul “Hiperemesis Gravidarum” Sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti kegiatan di Kepaniteraan Klinik Senior SMF Kandungan RSUD Kabanjahe.
Pada kesempatan ini penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada dokter
pembimbing yaitu dr. Raymond Ginting, Sp.OG atas bimbingan dan arahannya selama
mengikuti di Kepaniteraan Klinik Senior SMF Kandungan RSUD Kabanjahe serta dalam
penyusunan referat ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam referat ini, baik dari segi isi
maupun penyajiannya untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam rangka menyempurnakan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat semua, amin.

Kabanjahe, Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I ................................................................................................................................ 1

Pendahuluan .................................................................................................................... 1

BAB II .............................................................................................................................. 3

Tinjauan Pustaka ............................................................................................................ 3

2.1 Definisi ....................................................................................................................... 3

2.2 Klasifikasi .................................................................................................................. 3

2.3 Angka Kejadian ........................................................................................................ 4

2.4 Etiopatogenesis .......................................................................................................... 4

2.5 Diagnosis .................................................................................................................... 6

2.6 Gejala Klinik ............................................................................................................. 6

2.7 Risiko.......................................................................................................................... 7

2.8 Tatalaksana ............................................................................................................... 7

2.9 Komplikasi ................................................................................................................. 9

2.10 Pencegahan .............................................................................................................. 10

2.11 Diagnosis Banding................................................................................................... 10

2.12 Prognosis .................................................................................................................. 12

BAB III............................................................................................................................. 13

Kesimpulan ...................................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Mual dan muntah, pening, perut kembung, dan badan terasa lemah dapat
terjadi hampir pada 50% kasus ibu hamil, dan terbanyak pada usia kehamilan 6-12
minggu dan dapat dijumpai sampai usia sekitar 16 minggu. Keluhan mual muntah
sering terjadi pada waktu pagi sehingga dikenal juga dengan “morning sickness”.
Juga terdapat keluhan ptialisme, hipersalivasi yaitu banyak meludah. Epulis
gravidarum, infeksi gingivitis dapat menyebabkan perdarahan gusi. 1,2

Mual dan muntah tampaknya disebabkan oleh kombinasi hormon estrogen


dan progesteron, walaupun hal ini tidak diketahui dengan pasti dan hormon human
chorionic gonadotropin juga berperan dalam menimbulkan mual dan muntah.
Gastroesophageal reflux terjadi kurag lebih 80% dalam kehamilan, dan dapat
disebabkan oleh kombinasi menurunnya tekanan sfingter esofageal bagian bawah,
meningkatnya tekanan intragastrik, menurunnya kompetensi sfingter pilori dan
kegagalan mengeluarkan asam lambung. Konstipasi disebabkan oleh efek hormon
progesteron yang dapat menyebabkan relaksasi otot polos dan peningkatan waktu
transit dari lambung dan usus dapat meningkatkan absrobsi cairan. 1

Kelainan gastrointestinal tersebut bisa timbul pada saat kehamilan atau oleh
kelainan yang sebelumnya sudah ada dan akan bertambah berat sewaktu hamil.
Memahami adanya keluhan atau kondisi tersebut sangat bermanfaat untuk dapat
memberikan perawatan sebaik-baiknya. Perubahan-perubahan fisiologik atau
patologik umunya tidak berbahaya dan dapat ditangani dengan mudah melalui
penjelasan pada pasien serta pemberian obat-obat relatif ringan. 1

Keluhan peptic ulcer (ulkus peptikum) mungkin bisa berkurang selama


kehamilan karena pengeluaran asam lambung berkurang, proses pengosongan
lambung berkurang, karena adanya daya proteksi prostaglandin menurun. 1

Selama kehamilan keluhan hemoroid bisa terjadi karena adanya tekanan


pembuluh vena yang meninggi dan gejala konstipasi ang bertambah. Keluhan lain
yang juga dapat bertambah dalam kehamilan adalah kolelitiasis, pankreatitis,

1
kolestasis kehamilan, inflammatory bowel disease, dan acute fatty liver (AFL) yang
ditandai liver function test meningkat (SGOT>SGPT), PT>PTT, bilirubin sedikit
meninggi, AT III menurun banyak, amonia sedikit meninggi, dan hiperglikemia.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hiperemesis gravidarum didefinisikan secara beragam sebagai muntah yang


cukup parah untuk menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, alkalosis akibat
keluarnya asam hidroklorida, dan hipokalemia.2 Hiperemesis gravidarum terjadi
pada awal kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang-
kadang begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan
sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum dan menganggu pekerjaan sehari-
hari, berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti
gejala penyakit apendisitis, pielititis, dan sebagainya. 1
Mual dan muntah mempengaruhi hingga >50 % kehamilan. Kebanyakan
perempuan mampu mempertahankan kebutuhan cairan dan nutrisi dengan diet, dan
simptom akan teratasi hingga akhir trimester pertama. Penyebab penyakit ini masih
belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan erat hubungannya dengan
endokrin, biokimiawi, dan psikologis. 1

2.2 Klasifikasi
Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu:
 Tingkat I
Muntah yang terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan
dan minuman, berat-badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama
keluar makanan, lendir dan cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah.
Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik
menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin
sedikit tetapi masih normal.1
 Tingkat II
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan,
haus hebat, subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100 - 140 kali per menit,
tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor,

3
kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.
1

 Tingkat III
Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi
adalah gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau
berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung,
bilirubin, dan proteinuria dalam urin. 1

2.3 Angka kejadian


Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering kita jumpai pada
kehamilan muda dan dikeluhkan oleh 50-70% wanita hamil dalam 16 minggu
pertama. Kurang lebih 66% wanita hamil rimester pertama mengalami mual dan
44% mengalami muntah.3
Insiden bervariasi seusai populasi,dan tampaknya terdapat predileksi etnis
atau familial. Dalam studi-studi berbasis populasi dari California dan Nova Scotia,
angka rawawt-inap untuk hiperemesis adalah 0,5 – 0,8%. Rawat inap lebih jarang
pada wanita dengan obesitas. Pada wanita yang dirawat inap karena hiperemesis
gravidarum pada kehamilan sebelumnya, hampir 20% memerlukan rawat inap pada
kehamilan selanjutnya.2

2.4 Etiopatogenesis
Etiologi dan patogenesis emesis dan hiperemesis gravidarum berkaitan erat
dengan etiologi dan pathogenesis mual dan muntah pada kehamilan. Penyebab pasti
mual dan muntah yang dirasakan ibu hamil belum diketahui, tetapi terdapat
beberapa teori yang mengajukan keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan
psikologis. Faktor biologis yang paling berperan adalah perubahan kadar hormon
selama kehamilan. Menurut teori terbaru, peningkatan kadar Human Chorionic
Gonadotropin (hCG) akan menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen,
yang dapat merangsang mual dan muntah.
Perempuan dengan kehamilan ganda atau molahidatidosa yang diketahui
memiliki kadar hCG lebih tinggi daripada perempuan hamil lain mengalami
keluhan mual dan muntah yang lebih berat. Progesteron juga diduga menyebabkan

4
mual dan muntah dengan cara menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi
otot-otot polos lambung. Penurunan kadar thyrotropin-stimulating hormone (TSH)
pada awal kehamilan juga berhubungan dengan hiperemesis gravidarum meskipun
mekanismenya belum jelas. Hiperemesis gravidarum merefleksikan perubahan
hormonal yang lebih drastis dibandingkan kehamilan biasa. 2
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh
beberapa sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola
hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa
dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang
peranan karena pada kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin
dibentuk berlebihan. Ditemukan peninggian yang bermakna dari kadar serum
korionik gonadotropin total maupun β-subunit bebasnya pada ibu dengan
hiperemesis dibandingkan dengan yang hamil normal.2
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik
akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan
ini merupakan faktor organik. 2
3. Alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut
sebagai salah satu faktor organik. 2
4. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut akan kehamilan dan persalinan,
takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental
yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap
keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.2
5. Faktor endokrin lainnya: hipertiroid, diabetes, dan lain-lain. Gejala mual-
muntah dapat juga disebabkan oleh gangguan traktus digestivus seperti pada
penderita diabetes melitus (gastroparesis diabeticorum). Hal ini disebabkan
oleh gangguan motilitas usus pada penderita. 2
6. Helicobacter pilory juga merupakan faktor risiko terhadap hiperemis
gravidarum.6
7. Peningkatan daya penciuman dan daya perasa pada penderita hiperemis
gravidarum.7

5
2.5 Diagnosis

 Amenore yang disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu.


 Fungsi vital : nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah menurun
pada keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma).
 Fisik : dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada
vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensi lunak,
pada pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru (livide).
 Pemeriksaan USG : untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan juga
untuk mengetahui kemungkinan adanya kehamilan kembar ataupun
kehamilan molahidatidosa.
 Laboratorium : kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, shift to the left,
benda keton, dan proteinuria.
 Pada keluhan hiperemesis yang berat dan berulang perlu dipikirkan untuk
konsultasi psikologi. 1,2

2.6 Gejala Klinik

Gejala hiperemesis gravidarum yang khas meliputi:

 Muntah hebat
 Haus, mulut kering
 Dehidrasi
 Foetor ex ore (mulut berbau)
 Berat badan turun
 Keadaan umum menurun
 Suhu bertambah
 Ikterus
 Gangguan serebral (kesadaran menurun, delirium)
 Laboratorium: hipokalemia, asidosis. Dalam urine ditemukan protein,
aseton, urobilinogen, pertambahan porfirin, dan silinder positif. 3

6
Gejala penyakit biasanya dimulai setelah kehamilan memasuki minggu 5 –
6 minggu dan berangsur-angsur membaik sendiri sekitar minggu ke 12. 3

Pada bentuk ringan, pasien hanya mual atau muntah pada pagi hari saja,
sementara pada siang hari pasien sudah membaik. Oleh karena sebab itu,
penyakit ini disebut juga morning sickness. Keadaan ini tidak mempengaruhi
keadaan umum penderita.3

2.7 Risiko

 Maternal
Akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia,
palsi nervus ke-6, nistagmus, ataksia, dan kejang. Jika hal ini tidak segera
ditangani, akan terjadi psikosis Korsakoff (amnesia, menurunnya
kemampuan untuk beraktivitas), ataupun kematian. Oleh karena itu, untuk
hiperemesis tingkat III perlu dipertimbangkan terminasi kehamilan.
 Fetal
Penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR). 2

2.8 Tatalaksana

 Untuk keluhan hiperemesis yang berat, pasien dianjurkan untuk dirawat di


rumah sakit dan membatasi pengunjung.
 Stop makanan per oral 24 — 48 jam.
 Infus glukosa 10% atau 5% : RL = 2 : 1, 40 tetes per menit. 1
 Obat
o Vitamin B1, B2, dan B6 masing-masing 50 – 100 mg/hari/infus
o Vitamin B12 200 µg/hari/infus, vitamin c 200 mg/hari/infus
o Fenobarbital 30 mg I.M 2-3 kali per hari atau klorpromazin 25 – 50
mg/hari I.M. atau kalau diperlukan diazepam 5 mg 2 – 3
kali/hari/I.M
o Antiemetik: prometazin (avopreg) 2 – 3 kali/hari/oral atau
proklorperazin (stemetil) 3 x 3 mg/hari/oral atau mediameter B6 3 x
1/hari/oral

7
o Antasida: asidrin 3 x 1 tablet/hari/oral atau milanta 3 x 1
tablet/hari/oral atau magnam 3 x 1 tablet/hari/oral
 Diet sebaiknya meminta advis ahli gizi
• Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan
hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan
bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang
mengandung zat gizi, kecuali vitamin C sehingga hanya diberikan
selama beberapa hari. 1
• Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang.
Secara berangsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi
tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini
rendah dalam semua zat gizi, kecuali vitamin A dan D. 1
• Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis
ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan
bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi, kecuali
kalsium. 1
 Rehidrasi dan suplemen vitamin
Pilihan cairan adalah normal salin (NaCl 0,9 %). Cairan dekstrose
tidak boleh diberikan karena tidak mengandung sodium yang cukup untuk
mengoreksi hiponatremia. Suplemen potasium boleh diberikan secara
intravena sebagai tambahan. Suplemen tiamin diberikan secara oral 50 atau
150 mg atau 100 mg dilarutkan ke dalam 100 cc NaCl. Urin output juga
harus dimonitor dan perlu dilakukan pemeriksaan dipstick untuk
mengetahui terjadinya ketonuria. 1

8
 Antiemesis
Tidak dijumpai adanya teratogenitas dengan menggunakan dopamine
antagonis (metoklopramid, domperidon) fenotiazin (klorpromazin,
proklorperazin), antikolinergik (disiklomin) atau antihistamin H1-reseptor
antagonis (prometazin, siklizin). Namun, bila masih tetap tidak memberikan
respons, dapat juga digunakan kombinasi kortikosteroid dengan reseptor
antagonis 5-Hidrokstriptamin (5-HT3) (ondansetron, sisaprid). 1

2.9 Komplikasi
Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang minum yang
berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien dapat
mengalami syok. Dehidrasi yang berkepanjangan juga menghambat tumbuh
kembang janin. Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik harus dicari apakah
terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti peningkatan frekuensi nadi (>100
kali per menit), penurunan tekanan darah, kondisi subfebris, dan penurunan
kesadaran.1
Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat dicari tanda-tanda
dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, serta penurunan berat badan. Selain
dehidrasi, akibat lain muntah yang persisten adalah gangguan keseimbangan
elektrolit seperti penurunan kadar natrium, klor dan kalium, sehingga terjadi
keadaan alkalosis metabolik hipokloremik disertai hiponatremia dan hipokalemia.
Hiperemesis gravidarum yang berat juga dapat membuat pasien tidak dapat makan
atau minum sama sekali, sehingga cadangan karbohidrat dalam tubuh ibu akan
habis terpakai untuk pemenuhan kebutuhan energi jaringan. Akibatnya, lemak akan
dioksidasi. Namun, lemak tidak dapat dioksidasi dengan sempurna dan terjadi
penumpukan asam aseton-asetik, asam hidroksibutirik, dan aseton, sehingga
menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau aseton (buah-buahan) pada
napas. Pada pemeriksaan laboratorium pasien dengan hiperemesis gravidarum
dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan
hipokalemia, badan keton dalam darah dan proteinuria. 4
Robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung dapat terjadi bila
muntah terlalu sering. Pada umumnya robekan yang terjadi kecil dan ringan, dan

9
perdarahan yang muncul dapat berhenti sendiri. Tindakan operatif atau transfusi
darah biasanya tidak diperlukan. Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum
dan kenaikan berat badan dalam kehamilan yang kurang (<7 kg) memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kecil
untuk masa kehamilan, prematur, dan nilai APGAR lima menit kurang dari tujuh.4

2.10 Pencegahan

Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan


dengan jalan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan dan persalinan
sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan
kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda
dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-
hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi
jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering
atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak
sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman disajikan dalam keadaan panas atau
sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan
kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan
makanan yang banyak mengandung gula.5

2.11 Diagnosis Banding


Keluhan muntah yang berat dan persisten tidak selalu menandakan
hiperemesis gravidarum. Penyebab-penyebab lain seperti penyakit gastrointestinal,
pielonefritis dan penyakit metabolik perlu dieksklusi. Satu indikator sederhana
yang berguna adalah awitan mual dan muntah pada hiperemesis gravidarum
biasanya dimulai dalam delapan minggu setelah hari pertama haid terakhir. Karena
itu, awitan pada trimester kedua atau ketiga menurunkan kemungkinan hiperemesis
gravidarum. Demam, nyeri perut atau sakit kepala juga bukan merupakan gejala
khas hiperemesis gravidarum. Pemeriksaan ultrasonografi perlu dilakukan untuk
mendeteksi kehamilan ganda atau mola hidatidosa.4
Diagnosis banding hiperemesis gravidarum antara lain ulkus peptikum,
kolestasis obstetrik, perlemakan hati akut, apendisitis akut, diare akut,

10
hipertiroidisme dan infeksi Helicobacter pylori. Ulkus peptikum pada ibu hamil
biasanya adalah penyakit ulkus peptikum kronik yang mengalami eksaserbasi
sehingga dalam anamnesis dapat ditemukan riwayat sebelumnya. Gejala khas ulkus
peptikum adalah nyeri epigastrium yang berkurang dengan makanan atau antacid
dan memberat dengan alkohol, kopi atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).
Nyeri tekan epigastrium, hematemesis dan melena dapat ditemukan pada ulkus
peptikum. 4
Pada kolestasis dapat ditemukan pruritus pada seluruh tubuh tanpa adanya
ruam. ikterus, warna urin gelap dan tinja berwarna pucat disertai peningkatan kadar
enzim hati dan bilirubin. Pada perlemakan hati akut ditemukan gejala kegagalan
fungsi hati seperti hipoglikemia, gangguan pembekuan darah, dan perubahan
kesadaran sekunder akibat ensefalopati hepatik. 4
Keracunan parasetamol dan hepatitis virus akut juga dapat menyebabkan
gambaran klinis gagal hati. Pasien dengan apendisitis akut biasanya mengalami
demam dan nyeri perut kanan bawah. Nyeri dapat berupa nyeri tekan maupun nyeri
lepas dan lokasi nyeri dapat berpindah ke atas sesuai usia kehamilan karena uterus
yang semakin membesar. Apendisitis akut pada kehamilan memiliki tanda-tanda
yang khas, yaitu tanda Bryan (timbul nyeri bila uterus digeser ke kanan) dan tanda
Alder (apabila pasien berbaring miring ke kiri, letak nyeri tidak berubah). Meskipun
jarang, penyakit Graves juga dapat menyebabkan hiperemesis. Oleh karena itu,
perlu dicari apakah terdapat peningkatan FT4 atau penurunan TSH. Kadar FT4 dan
TSH pada pasien hiperemesis gravidarum dapat sama dengan pasien penyakit
Graves, tetapi pasien hiperemesis tidak memiliki antibodi tiroid atau temuan klinis
penyakit Graves, seperti proptosis dan pembesaran kelenjar tiroid. Jika kadar FT4
meningkat tanpa didapatkan bukti penyakit Graves, pemeriksaan tersebut perlu
diulang pada usia gestasi yang lebih lanjut, yaitu sekitar 20 minggu usia gestasi,
saat kadar FT4 dapat menjadi normal pada pasien tanpa hipertiroidisme. Pemberian
propiltiourasil pada pasien hipertiroidisme dapat meredakan gejala-gejala
hipertiroidisme, tetapi tidak meredakan mual dan muntah. Sebuah studi lain yang
menarik menemukan adanya hubungan antara infeksi kronik Helicobacter pylori
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum. 7

11
2.12 Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada
tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin. Literatur
lain menyebutkan, prognosis hiperemesi gravidarum umumnya baik, namun dapat
menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis yang tidak dikoreksi
dengan tepat dan cepat.5

12
BAB III

PENUTUP

Diagnosis dan penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan yang


tepat dapat mencegah komplikasi hiperemesis gravidarum yang membahayakan ibu
dan janin. Ketepatan diagnosis sangat penting, karena terdapat sejumlah kondisi
lain yang dapat menyebabkan mual dan muntah dalam kehamilan. Tata laksana
komprehensif dimulai dari istirahat, modifikasi diet dan menjaga asupan cairan.
Jika terjadi komplikasi hiperemesis gravidarum, penata-laksanaan utama adalah
pemberian rehidrasi dan perbaikan elektrolit.
Terapi farmakologi dapat diberikan jika dibutuhkan, seperti piridoksin,
doxylamine, prometazin, dan meto-klopramin dengan memperhatikan
kontraindikasi dan efek sampingnya. Beberapa terapi alternatif sudah mulai diteliti
untuk penatalaksanaan hiperemesis gravidarum, seperti ekstrak jahe dan akupuntur,
dengan hasil yang bervariasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1 Wibowo B, Soejono A. Hiperemesis gravidarum dalam ilmu kebidanan. Edisi


ketiga cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo;
2005.h.275-280.
2 Hartanto H. Penyakit saluran cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric
Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC; 2005.h.1424-1425
3 Obstetri patologi. (1975). Bandung: Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Padjadjaran.
4 Gunawan K, Manengkei PSK, Ocviyanti D. Diagnosis dan tatalaksana
hiperemesis gravidarum. Vol.61. Jakarta: J Indon Med Assoc; 2011.h.459-65
5 Moeloek FA. Hiperemesis gravidarum. Dalam : Standar Pelayanan Medik:
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia;2006.h.21-22
6 Li, L., Li, L., Zhou, X., Xiao, S., Gu, H. and Zhang, G. (2015). Helicobacter
pyloriInfection Is Associated with an Increased Risk of Hyperemesis
Gravidarum: A Meta-Analysis. Gastroenterology Research and Practice, 2015,
pp.1-13.
7 Mehmet Yasar, Mustafa Sagit, Semih Zeki Uludag, Ibrahim Ozcan. (2016).
Does odor and taste identification change during hyperemesis gravidarum?.
National Center for Biotechnology Information, 2016, pp.1-13

14

Anda mungkin juga menyukai