Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS PARU

oleh
Rhevy Asril Hudaiva
NIM 162310101070

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM SRUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
TUBERKULOSIS PARU

Disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal dengan


Dosen Pembimbing Ns. Baskoro Setioputro, S.Kep., M.Kep

oleh
Rhevy Asril Hudaiva
NIM 162310101070

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM SRUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal dengan Judul

“TUBERKULOSIS PARU”

yang disusun oleh :

Kelompok : 10

Kelas/Angkatan : B-2016

Telah disetujui untuk diseminarkan dan dikumpulkan pada :

Hari/Tanggal : 30 Oktober 2018

Makalah ini dikerjakan dan disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil
jiplakan atau reproduksi ulang makalah yang telah ada.

Penyusun

Rhevy Asril Hudaiva

NIM 162310101070

Mengetahui

Penanggung jawab mata kuliah DosenPembimbing

Ns. Jon Hafan Sutawardana,M.kep.,Sp.KMB Ns. Baskoro, S.Kep., M.Kep


NIP. 198401022015041002 NIP. 198305052008121004

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
dengan judul “TB PARU”. Laporan Pendahuluan ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal pada Fakultas Keperawatan
Universitas Jember

Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan


berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini diantarnya:

1 Ns. Jon Hafan Sutawardana, M.kep.,Sp.KMB selaku penanggung jawab


mata kuliah Keperawatan Medikal
2 Ns. Baskoro Setioputro, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing utama dalam
penulisan Laporan Pendahuluan mata kuliah Keperawatan Medikal
3 Ucapan terimakasih penulis kepada teman-teman yang telah mendukung,

Penulis juga menerima kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis dan pembacanya

Jember, 29 September 2018

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. ii

Laporan Pengesahan......................................................................................... iii

Kata Pengantar ................................................................................................ iv

Daftar Isi .......................................................................................................... v

BAB 1. KONSEP PENYAKIT ..................................................................... 1

1.1 Anatomi Fisiologi ..................................................................... 1


1.2 Definisi ....................................................................................... 2
1.3 Epidemiologi ............................................................................. 2
1.4 Etiologi ...................................................................................... 3
1.5 Klasifikasi ................................................................................. 4
1.6 Patofisiologi .............................................................................. 7
1.7 Manifestasi Klinik ..................................................................... 8
1.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 9
1.9 Penatalaksanaan Medis .............................................................. 11
1.10 Pathway............................................................................... 14

BAB 2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN ........................................... 15

2.1 Assessment / Pengkajian ........................................................... 15


2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................. 18
2.3 Intervensi Keperawatan ............................................................ 19

BAB 3. PENUTUP.......................................................................................... 23

3.1 Kesimpulan ................................................................................. 23


3.2 Saran ........................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24

v
BAB 1.KONSEP PENYAKIT

1.1 Anatomi dan Fisiologi Paru


Paru-paru terletak pada rongga dada dekat dengan letak organ
jantung dan dilindungi oleh tulang rusuk. Pada rongga dada inilah tepatnya
di bagian kanan dan kiri, paru-paru manusia terletak dengan diselimutu
oleh selaput ganda pleura. Paru-paru terdiri dari beberapa bagian, antara
lain trakea, bronkus primer, bronkiolus, dan alveoli yang merupakan unit
fungsional dari paru-paru yang berfungsi sebagai tempat pertukaran udara
yaitu oksigen dan karbondioksida dalam sistem respirasi.
Pada paru-paru, sebagian besar terdiri atas gelembung-gelembung
(alveoli) yang terdiri atas sel-sel epitel dan endotel (Waspirin,2007). Paru-
paru di bagian kiri memiliki dua buah lobus, sedangkan di bagian kana
memiliki tiga lobus. Struktur anatomi paru-paru ditunjukkan pada gambar
1.1.

Gambar 1.1 Struktur Anatomi Paru-Paru (Ganong,2010)

Paru-paru bekerja secara otonom, artinya tidak ada yang mempengaruhi


aktivitasnya. Kemampuan otonom yang dimiliki paru adalah sekitar 14-16
kali pernapasan per menit. Satu kali pernapasan sama dengan satu kali
inspirasi dan satu kali ekspirasi (Ganong,2010)

1
1.2 Definisi

Tuberkulosis atau TB paru adalah penyakit infeksius, yang


terutama menyerang parenkim paru dan dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Suzanne, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh
manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di
Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru (TB Paru). Bakteri ini termasuk
golongan bakteri batang tahan asam dan bersifat aerobic (Price & Wilson,
2012). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan
melalui droplet pada saat penderita batuk. Selain dapat ditularkan lewat
batuk, penyakit ini juga ditularkan lewat dahak. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain.
Karakteristik dari Mycobacterium Tubercolosis yaitu mudah mati pada air
mendidih (5’ pada suhu 800C, 20’ pada suhu 60C), mudah mati oleh sinar
matahari, tahan hidup berbulan-bulan pada suhu yang lembab, bertahun-
tahun dalam kulkas (dormant), dan hidup sebagai parasit intraseluler
(sitoplasma makrofag) dalam jaringan karena banyak mengandung lipid.

1.3 Epidemiologi
TB adalah penyebab kematian kesembilan di dunia dan penyebab
utama dari satu agen infeksius, berada di atas HIV / AIDS. Pada tahun
2016, diperkirakan ada sekitar 1,3 juta kematian di antara orang HIV-
negatif (turun dari 1,7 juta pada tahun 2000) dan tambahan 374.000
kematian di antara orang HIV-positif. Diperkirakan 10,4 juta orang jatuh
sakit dengan TB pada tahun 2016: 90% adalah orang dewasa, 65% adalah
laki-laki, 10% adalah orang yang hidup dengan HIV (74% di Afrika) dan
56% berada di lima negara: India, Indonesia, China, Filipina dan
Pakistan.(WHO, 2017)

2
Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi
HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan
sebagai epidemik terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan
perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai
2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi
HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah
dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi
jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000-400.000.
Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.

1.4 Etiologi

Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah terinfeksinya


paru oleh mycobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk
batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat aerob. Sifat ini yang
menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit
tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari lipid yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles,
kemudian dihirup oleh manusia melalui udara dan menginfeksi (Depkes RI,
2006). Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah
:
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Menurut Depkes, 2006, menjelaskan mengenai cara penularan TB, yaitu :
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

3
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.

1.5 Klasifikasi
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah untuk
menentukan paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar,
menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif, dan analisis kohort hasil
pengobatan. Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru dan tipe
pasien digolongkan menjadi :
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB


Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif

4
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi,
dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang,
TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

5
4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah dating (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus pindahan (transfer in)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lainnya
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan ma
2-10 minggu setelah terpapar bakteri.

Interaksi antara M. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa


awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon
tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing
6
caseosa). Hal ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul
akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi
aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi
selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang
terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas
akan menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

1.6 Patofisiologi

Menurut Somantri (2007) infeksi diawali karena seseorang


menghirup basil M.tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas
menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan M.tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain
dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan
aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan
area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh
memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan
makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara
limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya
eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
7
Interaksi antara M. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada
masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang
dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah
bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi
kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul
akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali
menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang
ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-
paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan
basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan
respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.

1.7 Manifestasi Klinis

Menurut Werdhani (2011) gejala penyakit TB paru dapat dibagi


menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ

8
yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus
baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Adapun manifestasi klinis pada TB paru menurut Werdhani (2011)
adalah sebagai berikut:
1. Gejala sistemik/umum
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

1.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah

9
apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah),
tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah
hilus menyerupai tumor paru.
a. Foto thorax
Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan TB yang
lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto
thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.
b. Bronchografi
Pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
2. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
b. P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.
c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi (Depkes RI, 2007).
3. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberculosis pada
penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang
bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas

10
memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:
a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
b. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
c. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
4. Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang
mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi
sesuai standar internasional dan telah mendapatkan pemantapan mutu
(Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini
bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang
benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat
dicegah.
5. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan
imunoglobulin terutama IgG dan IgA. Jumlah limfosit masih di bawah
normal sedangkan LED mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju
endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
6. Tes Tuberkulin (Mountoux)
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis,
vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya. Reaksi positif (area
indurasi 10mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra
dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi
tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.

1.9 Penatalaksanaan Medis

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah


kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
11
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Penatalaksanaan TB meliputi
penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi
DOTS. Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi).
2. Menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOTS) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO). Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) adalah nama untuk suatu strategi yang
dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan
menyembuhkan pasien TB (Mansjoer, Arief (ed.) dkk,2007). Strategi ini
terdiri dari lima komponen, yaitu:
a. Dukungan para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga program ini
menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia.
b. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui
pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara
pasif.
c. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya
baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi
pasien minum seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien
betul minum obatnya dan diharapkan sembuh pada akhir masa
pengobatannya.
d. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari
sistem survailans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
e. Paduan obat TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka
waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
Termasuk terjaminnya kelangsungan persedian paduan obat ini.
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

12
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
4. Jenis, sifat dan dosis OAT
Dosis yang direkomendasika
No Jenis OAT Sifat (mg/kg)
Harian 3xseminggu
1. Isoniazid (H) Bakteriosid 5 (4-6) 10 (8-12)
2. Rifampicin (R) Bakteriosid 10 (8-12) 10 (8-12)
3. Pyrazinamide (Z) Bakteriosid 25 (20-30) 35 (30-40)
4. Streptomycin (S) Bakteriosid 15 (12-18) 15 (12-18)
5. Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

13
1.10 Pathway

Invasi Mycobacterium tuberculosis

Infeksi Primer Sembuh

Infeksi pasca primer (reaktivasi) Bakteri dorman

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi infeksi/inflamasi dan meruSak parenkim paru

Produksi sputum Kerusakan Perubahan cairan Reaksi sistemik


meningkat, membrane intrapleura
pecahnya alveolar-kapiler
pembuluh darah merusak pleura,
c atelektasis
Sesak napas Anoreksia, mual
dan muntah Lemah
Batuk produktif,
batuk darah
Sesak napas, Ketidakefektifan pola
ekspansi thoraks napas Ketidakseimbangan Intoleransi
nutrisi kurang dari aktivitas
kebutuhan tubuh
Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas Gangguan
pertukaran gas

14
BAB 2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Data / identitas klien
Nama, Jenis kelamin (laki-laki lebih banyak menderita TB dari pada
wanita), Usia (banyak di temukan pada laki-laki usia 60 tahun, wanita usia
40-60 tahun, pada bayi dan anak menderita tuberkulosis miliar), Suku atau
Bangsa, Alamat, Agama, Pendidikan, Status perekonomian (perumahan
yang padat dan jelek atau lingkungan yang jelek mempermudah infeksi
TB), Ras (pada orang eskimo dan indian amerika memiliki pertahanan
tubuh yang buruk),
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan dan
keringat di malam hari
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat.
d. Riwayat Penyakit Dahulu.
Adanya riwayat penyakit TB, adanya riwayat kontak dengan penderita TB,
adanya infeksi HIV atau AIDS yang pernah diderita klien, adanya riwayat
malnutrisi, penyakit campak pada anak, serta mengkonsumsi alkohol yang
dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Membahas tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota
keluarga atau adanya keluarga yang menderita penyakit TB.
f. 11 Pola Gordon
1) Pola persepsi dan kesehatan
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal di daerah yang berdesak-
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
di rumah yang bersuasana sesak.
2) Pola nutrisi dan metabolik

15
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
serta latihan dalam kehidupan sehari-hari
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan isolasi atau antisosial
karena penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) apakah terdapat gangguan ataupun tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan.
10) Pola mekanisme koping-stress
Adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktivitas ibadah klien dan terganggunnya kebutuhan spiritual klien.
g. Pemeriksaan Fisik.
1) Keadaan Umum : lemah

16
2) TTV:
Tekanan Darah : menurun atau tinggi (Normal : 120/80mmHg)
Pernafasan (RR) : abnormal < 20 x / menit (Normal : 16-20x/menit)
Denyut nadi (HR): takikardi < 100 x/menit (Normal : 60-100x/menit)
Suhu tubuh : kadang normal atau tinggi (Normal: 36 ˚C)
3) Kesadaran : Compos Mentis GCS 456
4) Pemeriksaan fisik per system
Berdasarkan sistem – sistem tubuh :
a. Sistem Integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi S2 yang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

17
2.1 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien TB paru yaitu :


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane alveolus,
penurunan difusi gas
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, defisiensi oksigen
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah

18
2.2 Intervesi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Menejemen Jalan Nafas (3140)
nafas berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
peningkatan produksi sekret bersihan jalan nafas efektif dengan ventilasi
Definisi kriteria: - Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan
Ketidakmampuan membersihkan Status Respirasi : Jalan napas paten batuk efektif
sekresi atau obstruksi dari (0410) - Posisikan untuk meringankan sesak nafas
saluran napas untuk Frekuensi Pernafasan - Auskultasi suara nafas, catat area ventilasinya
mempertahankan bersihan jalan Kemampuan untuk mengeluarkan menurun atau tidak ada dan adanya suara
napas. secret tambahan
Batasan karakteristik Tidak ada suara nafas tambahan - Monitor status pernafsan dan oksigenasi
Batuk yang tidak efektik
Perubahan frekuensi nafas
Gelisah

2. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas (3140)
berhubungan dengan kerusakan keperawatan selama ... x 24 jam tidak - Posisikan pasien untuk memaksimalkan

19
membrane alveolus, penurunan terjadi gangguan pertukaran gas dengan ventilasi
difusi gas kriteria - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Definisi Status Respirasi : Pertukaran Gas tambahan
Kelebihan atau defisit oksigenasi (0402) - Monitor respirasi dan status O2
dan/atau eliminasi karbon Mendemonstrasikan peningkatan
dioksida pada membran ventilasi dan oksigen yang adekuat
alveolar-kapiler Tanda-tanda vital dalam rentan normal
Batasan Karakteristik
Penurunan karbon diosida
Pola pernafasan abnormal
Dispnea

3. Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (0180)


dengan kelemahan, defisiensi keperawatan selama ... x 24 jam - Kaji status fisiologi pasien yang menyebabkan
oksigen aktivitas toleran dengan kriteria: kelelahan
Toleransi Terhadap Aktivitas (0005) - Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang
Definisi Saturasi oksigen ketika beraktivitas dibutuhkan untuk menjaga ketahanan
Ketidakcukupan energi Frekuensi pernafasan ketika - Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan
psikologis atau fsiologis untuk beraktivitas baik secara farmakologis maupun non
mempertahankan atau farmakologis

20
menyelesaikan aktivitas - Monitor sistem kardiorespirasi pasien selama
kehidupan sehari-hari yang harus kegiatan
atau yang ingin dilakukan
Batasan Karakteristik
Keletihan
Ketidaknyamanan seteah
beraktivitas
Dispnea setelah beraktivitas
4. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (1100)
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama ... x 24 jam - Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
berhubungan dengan anoreksia, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi - Anjurkan pasien untuk duduk pada posisi tegak
mual, muntah dengan kriteria di kursi, jika memungkinkan
Status Nutrisi (1004) - Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet
Definisi Asupan gizi tercukupi untuk kondisi sakit
Asupan nutrisi tidak cukup Asupan makanan tercukupi - Anjurkan pasien untuk memantau kalori dan
untuk memenuhi kebutuhan Asupn cairan tercukupi intake makanan misal dengan buku harian
metabolik Tingkat Ketidaknyamanan (2109) - Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet
Batasan Karakteristik Nyeri berkurang untuk kondisi sakit
Ketidakmampuan memakan Mual berkurang atau tidak ada
makanan Mual berkurang atau tidak ada

21
Membran mukosa pucat
Kurang minat pada makanan

22
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga
selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus
tuberkulosis paru (TB Paru). Bakteri ini termasuk golongan bakteri batang
tahan asam dan bersifat aerobic. Penyakit tuberculosis biasanya menular
melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis
yang dilepaskan melalui droplet pada saat penderita batuk. Selain dapat
ditularkan lewat batuk, penyakit ini juga ditularkan lewat dahak. Penyakit
ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain.
3.2 Saran
Bagi mahasiswa keperawatan
Mahasiswa keperawatan lebih meningkatkan pemahaman mengenai
penyakit TB Paru berserta konsep asuhan keperawatan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.


Jakarta:Depkes RI

Depkes RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.


Jakarta:Depkes RI

Ganong, William F. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran


Klinis Edisi 5. Jakarta: EGC

Kemenkes RI. (2016). Infodatin Tuberkulosis: Temukan Obati Sampai Sembuh.


Jakarta: Kemenkes RI. ISSN 2442-7659.

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

Nurwitasari, A. dan Wahyuni, C.U. (2015). Pengaruh Status Gizi dan Riwayat
Kontak Terhadap Kejadian Tuberkulosis Anak di Kabupaten Jember. Jurnal
Berkala Epidemiologi, Vol.3, No.2 Mei 2015: 158-169.

Price & Wilson. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC

Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan


pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika.

Suzanne, Smeltzer C. (2002). Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner


and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.

Watson, Roger. (2002). Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Werdhani, Retno Asti. (2011). Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi


Tuberkulosis. Jakarta.

World Health Organization. (2017). Tuberculosis. Diakses melalui


http://www.who.int/gho/tb/en/ [pada tanggal 27 Oktober 2018]

24
1

Anda mungkin juga menyukai