Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI KEJADIAN RHEUMATOID
ARTHRITIS PADA LANSIA

Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana
Keperawatan

Oleh :

ANAK AGUNG ISTRI GITASWARI

NIM.15.321.2216

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

2019
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konsep Lansia

2.1.1.1 Pengertian Lansia

Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang tidak

dapat dihindari oleh setiap orang. Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak

seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada

otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit.

Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang

mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologi alat tubuh yang sangat berbeda,

baik dalam hal pencapaian, puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya.

Umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20 – 30 tahun.

Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh

beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya

usia (Mubarak, dkk, 2015).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun

( Kushariyadi, 2010; Indriana, 2012; Wallnce, 2007). Lansia adalah seorang laki – laki

atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih

berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak dapat lagi mampu

berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial) (Bandiyah, 2012). Lanjut usia
adalah tahap lanjut suatu proses kehidupan yang dijalani setiap individu, ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan

(Azizah, 2015). Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh)

tahun keatas (Nugroho, 2014).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa lansia

adalah seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 tahun baik laki – laki atau

perempuan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi

dengan lingkungan.

2.1.1.2 Masalah Kesehatan pada Lansia

Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda

dari orang dewasa. Menurut Kane dalam Siburian (2015) sering disebut dengan istilah

14 I, yaitu :

1. Immobility (kurang bergerak)

2. Istability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh)

3. Incontinence (beser buang air kecil dan buang air besar)

4. Intrellectual impairment ( gangguan intelektual atau demensia)

5. Infection (infeksi)

6. Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence,

skin integrity (gangguan panca indra, komunikasi, penyembuhan, dan kulit)

7. Impaction (sulit buang air besar)

8. Isolation (depresi)
9. Inanition (kurang gizi)

10. Impecunity (tidak punya uang)

11. Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat – obatan)

12. Insomnia (gangguan tidur)

13. Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun)

14. Impotence (impotensi)

2.1.1.3 Perubahan pada Lansia

Menurut Setiabudhi (2014) perubahan – perubahan yang terjadi pada lanjut

usia:

1. Perubahan Fisik

a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan cairan

intraseluler menurun

b. Kardiovaskuler : katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa

darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer sehinggan tekanan darah meningkat.

c. Respirasi : otot – otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas

paru – paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih

berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun,

serta terjadi penyempitan pada bronkus.

d. Pendengaran : gangguan pendengaran karena membrane timpani menjadi

atrofi, tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.


e. Pengelihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap

menurun, akomodasi menurun dan katarak.

f. Kulit keriput serta kulit kepala dan rambut menipis.

g. Sistem musculoskeletal : tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan

dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan

mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot

mudah kram dan tremor.

2. Perubahan Mental

a. Memory: memory kenangan jangka panjang, sampai berjam – jam bahkan bisa

juga berhari – hari yang lalu mencakup beberapa perubahan, sedangkan

kenangan jangka pendek 0-10 menit, dan berdampak memiliki kenangan yang

buruk.

b. Intelegentia Quantion (IQ): tidak ada yang berubah dengan perkataan verbal,

berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan prikomotor, terjadi

perubahan pada daya membayangkan karena tekanan – tekanan dari faktor

waktu.

3. Perubahan Psikososial

a. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).

b. Meningkatnya biaya hidup yang membuat penghasilan semakin sulit

didapatkan dan bertambahnya biaya pengobatan dalam hidup.

c. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.

d. Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.


e. Hilangnya hubungan dengan teman – teman dan keluarga.

f. Hilangnya kekuatan fisik dan ketegapan fisik dalam hidup: perubahan terhadap

diri sendiri dan perubahan konsep diri sendiri.

g. Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan kesedihan pada waktu yang lama,

lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis. Depresi juga dapat disebabkan

karena sulit beradaptasi dengan stress lingkungan dan menurunnya kemampuan

untuk beradaptasi.

h. Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panic, gangguan cemas umum,

gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan –

gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan behubungan

dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala

penghentian mendadak dari suatu obat.

i. Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat

mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain – main

dengan feses dan urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur

walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.


2.1.2 Konsep Dasar Rheumatoid Arthritis

2.1.2.1 Pengertian Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai

sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat

difus yang diperantarai oleh imunitas dan belum diketahui penyebabnya (Price, 2013).

Rheumatoid Arthritis adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak

diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah terjadinya kerusakan dan proliferasi

pada membrane synovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis

dan deformitas (Ningsih, 2015).

Rheumatoid Arthritis adalah penyakit yang disebabkan oleh reaksi autoimun

yang terjadi di jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim – enzim

dalam sendi sehingga kolagen terpecah dan terjadi edema, proliferasi membrane

synovial dan akhirnya pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang (Brunner & Suddarth, 2013).

Berdasarkan pengertian di atas pengertian Rheumatoid arthritis dalam

penelitian ini adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sitem organ. Penyakit

ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang di

perantarai oleh imunitas.

2.1.2.2 Etiologi

Adapun faktor penyebab dari Rheumatoid arthritis adalah:


1. Faktor genetik

Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan RA. Gen yang

berkaitan kuat adalah HLA-DRB1. Selain itu juga ada gen tirosin fosfatase PTPN 22

di kromosom 1. Perbedaan substansial pada faktor genetik RA terdapat diantara

populasi Eropa dan Asia. HLADRB1 terdapat di seluruh populasi penelitian,

sedangkan polimorfisme PTPN22 teridentifikasi di populasi Eropa dan jarang pada

populasi Asia. Selain itu ada kaitannya juga antara riwayat dalam keluarga dengan

kejadian RA pada keturunan selanjutnya (Felson, 2010).

Pada penyakit RA faktor genetik sangat berpengaruh. Gen-gen tertentu yang

terletak di kompleks histokompatibilitas utama (MHC) pada kromosom 6 telah terlibat

predisposisi dan tingkat keparahan RA. Faktor genetik berperan penting dalam proses

perkembangan penyakit RA. Studi menunjukkan seseorang dari keluarga yang

memiliki riwayat RA beresiko 3 kali lebih tinggi daripada seseorang yang tidak berasal

dari keluarga yang memiliki keturunan penyakit RA. Individu dengan pemeriksaan

jenis jaringan HLA secara genetik dengan hasil positif cenderung mengalami

Rheumatoid arthritis (Kneale & Davis, 2011). Penelitian ini didukung oleh Anders J.

Svendsen, et al., (2013) yang menekankan bahwa faktor keluarga atau keturunan

merupakan faktor yang penting dalam proses pengembangan penyakit Rheumatoid

arthritis.
2. Usia

Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai

dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika

manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan

anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini,

dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang

normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase

hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo,

2009).

Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendi yang menghalangi

terjadinya gesekan antara tulang dan di dalam sendi terdapat cairan yang berfungsi

sebagai pelumas sehingga tulang dapat digerakkan dengan leluasa. Pada mereka yang

berusia lanjut, lapisan pelindung persendian mulai menipis dan cairan tulang mulai

mengental, sehingga tubuh menjadi sakit saat digerakkan terasa kaku, dan

meningkatkan risiko RA (Driskel, 2016).

3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara

biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan,

dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel

telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan

biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara
keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang

ada di muka bumi.

Insiden Rheumatoid arthritis biasanya dua sampai tiga kali lebih tinggi pada

wanita dari pada pria. Timbulnya RA, baik pada wanita dan pria tertinggi terjadi di

antara pada usia enam puluhan. Mengenai sejarah kelahiran hidup, kebanyakan

penelitian telah menemukan bahwa wanita yang tidak pernah mengalami kelahiran

hidup memiliki sedikit peningkatan risiko untuk RA. Salah satu sebab yang

meningkatkan risiko RA pada wanita adalah menstruasi. Setidaknya dua studi telah

mengamati bahwa wanita dengan menstruasi yang tidak teratur atau riwayat menstruasi

dipotong (misalnya, menopause dini) memiliki peningkatan risiko RA (Davis, 2011).

4. Obesitas

Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk

timbulnya RA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya

berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan

RA sendi lain (tangan atau sternoklavikula).

Secara statistik perempuan memiliki body massa index (BMI) diatas rata-rata

dimana kategori BMI pada perempuan Asia menurut jurnal American Clinical

Nutrition adalah antara 24 sampai dengan 26,9kg/m2. BMI di atas rata-rata

mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak pada sendi sehingga meningkatkan

tekanan mekanik pada sendi penahan beban tubuh, khususnya lutut.


Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut: Menurut

rumus metrik (Sugondo, S. 2009):

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)


IMT=
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛(𝑚)2

Tabel 2.1: Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT Kategori
< 18,5 Berat badan kurang
18,5 – 22,9 Berat badan normal
≥ 23,9-30 Obesitas
Sumber: Centre for Obesity Research and Education

Obesitas dapat terjadi jika konsumsi makanan dalam tubuh melebihi kebutuhan,

dan penggunaan energi yang rendah (Wirakusumah, 2014). Beberapa penyebab yang

menjadikan seseorang makan melebihi kebutuhan adalah :

a. Makan berlebih

Tidak bisa mengendalikan nafsu makan merupakan kebiasaan merupakan

kebiasaan buruk, baik dilakukan dirumah, restoran, saat pesta, maupun pada

pertemuan-pertemuan. Apabila sudah merasa kenyang, janganlah sekali-kali

menambah porsi makanan meskipun makanan yang tersedia sangat lezat. Faktor ini

sangat berhubungan erat dengan rasa lapar dan nafsu makan. Begitu juga saat terjadi
stress (rasa takut, cemas), beberapa orang dalam menghadapinya akan mengalihkan

perhatiaannya pada makanan.

b. Kebiasaan mengemil makanan ringan

Mengemil adalah kebiasaan makan yang dilakukan di luar waktu makan, dan

makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil yang rasanya gurih, manis manis dan

biasanya digoreng. Bila kebiasaan ini tidak dikontrol akan dapat menyebabkan

kegemukan, karena jenis makanan tersebut termasuk tinggi kalori. Namun jika rasa

lapar sulit untuk ditahan, maka makanlah makanan yang rendah kalori dan tinggi serat

seperti sayuran dan buah-buahan.

c. Suka makan tergesa-gesa

Makan secara terburu-buru akan menyebabkan efek kurang menguntungkan

bagi pencernaan, selain dapat mengakibatkan rasa lapar kembali. Begitu pula

dengan kebiasaan mengunyah makanan yang kurang halus. Padahal makan dengan

tidak terburuburu dan mengunyah makanan yang halus akan memelihara kesehatan

gigi dan gusi.

d. Salah memilih dan mengolah makanan

Faktor ini biasanya disebabkan karena ketidaktahuan. Tetapi banyak juga orang

yang memilih makanan hanya karena prestise semata. Misalnya, banyak orang yang

lebih memilih makanan yang cepat saji, padahal makanan tersebut banyak mengandung

lemak, kalori dan gula yang berlebih, sedangkan kandungan seratnya rendah. Selain

makanan tersebut, masyarakat juga menyukai makanan goreng-gorengan ataupun yang

bersantan. Padahal minyak dan santan selain tinggi kalori, juga merupakan lemak yang
mengandung ikatan jenuh sehingga sulit untuk dipecah menjadi bahan bakar. Oleh

karena itu, biasakanlah memasak dengan cara membakar, merebus, mengukus,

memanggang dan mengetim.

5. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang didunia yang diekspresikan dalam

aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup sering digambarkan dengan

kegiatan, minat dan opini dari seseorang (activities, interests, and opinions). Gaya

hidup seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah. Seseorang mungkin

dengan cepat mengganti model dan merek pakaiannya karena menyesuaikan dengan

perubahan hidupnya. Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus

menerus berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang

sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko RA yang lebih tinggi.

Makanan yang mengadung purin tinggi akan meningkatkan kadar asam urat

sehingga dapat menyebabkan penumpukan kristal pada sendi dan jaringan. Beberapa

makanan yang menyebabkan RA antara lain sebagai berikut :

Tabel 2.2 Daftar Makanan Tinggi Purin

KATEGORI MAKANAN ANJURAN

KELOMPOK 1 1. Otak Sebaiknya dihindari


2. Hati
Kandungan Purin Tinggi 3. Jantung
4. Ginjal
5. Jeroan
(100-1000 mg/100 g) 6. Ekstrak Daging / Kaldu
7. Daging Bebek
8. Ikan Sarden
9. Makarel
10. Kerang

KELOMPOK 2 1. Daging Sapi & Ikan Boleh di konsumsi tidak


(Kecuali yang terdapat berlebihan/dibatasi
Kandungan Purin Sedang dalam kelompok 1)
2. Ayam
(9-100 mg/100 g) 3. Udang
4. Tahu
5. Tempe
6. Asparagus
7. Bayam
8. Daun Singkong
9. Kangkung
10. Daun dan Biji Melinjo

KELOMPOK 3 1. Nasi Boleh dikonsumsi setiap hari


2. Ubi
Kandungan Purin Rendah 3. Singkong
4. Jagung
5. Roti
6. Mie / Bihun
7. Cake / Kue Kering
8. Puding
9. Susu
10. Keju
11. Telur
12. Sayuran dan Buah
(Kecuali sayuran dalam
kelompok 2)

Sumber : Penuntun Diet, Instalasi Gizi RSCM dan Assosiasi Dietesien Indonesia

Merokok adalah salah satu faktor resiko dari keparahan rheumatoid arthritis pada

populasi tertentu. Tetapi alasan pengaruh rokok terhadap sinovitis belum sepenuhnya

didefinisikan, tapi rokok mempengaruhi sistem kekebalan bawaan di jalan nafas.

Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan jaringan akibat

kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan dan

menyebabkan RA. Menurut Cahyono (2011) menyatakan bahwa kebiasaan merokok,


alkohol dan diet tinggi lemak kurang serat merupakan faktor pemicu timbulnya

penyakit kronis. Penyakit kronis muncul sebagai akibat perubahan gaya hidup yang

buruk. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari,

Purwonugroho, & Baroroh (2014) yang menyatakan bahwa gaya hidup yang tidak

sehat seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko

terjadinya penyakit RA, meningkatkan keparahan suatu penyakit serta efektivitas

pengobatan berkurang.

Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada sendi dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi.

b. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya

tulang rawan.

c. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah,

menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan

tulang rawan.

2.1.2.3 Patofisiologi Rheumatoid Arthritis

Pada sendi synovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang

pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan.

Membrane synovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mengekskresikan

cairan ke dalam ruang antar tulang. Cairan synovial ini berfungsi sebagai peredaran
kejut (shock absorber) dan pelumas memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas

dalam arah yang tepat. Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena

inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus (Price,

2010).

Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit

reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi

merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi

jaringan synovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun. Sebaliknya pada

penyakit reumatik degenerative dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder. Sinovitis

ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan satu proses reaktif dan lebih besar

kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit yang lebih lanjut. Sinovitis dapat

berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang (Price, 2010).

2.1.2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Sudoyo (2013) manifestasi klinis Rheumatoid arthritis antara lain :

1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness) pasien merasa kaku pada persendian dan

di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang – kurangnya 1 jam sebelum

perbaikan maksimal.

2. Gejala – gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan

demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.


3. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi – sendi di tangan,

namun biasanya tidak melibatkan sendi – sendi interfalangs distal. Hampir semua

sendi diartrodial dapat terserang.

4. Arthritis erosive merupakan cirri khas penyakit ini pada gambaran radiologic.

Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat

dilihat pada radiogram.

5. Deformitas : kerusakan dari struktur – struktur penunjang sendi dengan perjalanan

penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal,

deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang

sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput

metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.

6. Nodula – nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar

sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering

dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang

permukaan ekstensor dari lengan. Walaupun demikian nodula – nodula ini dapat

juga timbul pada tempat – tempat lainnya.

7. Manifestasi ekstra-artikular : arthritis rheumatoid juga dapat menyerang organ –

organ lain di luar sendiri. Jantung (perikarditis), paru – paru (pleuritis), mata, dan

pembuluh darah dapat rusak.

2.1.2.5 Pengkajian pada Rheumatoid Arthritis

1. Pengkajian nyeri
Nyeri pada peyakit reumatik terutama disebabkan oleh adanya inflamasi yang

mengakibatkan dilepaskannya mediator – mediator kimiawi. Kinin dan mediator

kimiawi lainnya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin berperan dalam

meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang disebabkan oleh suatu rangsangan

atau stimulus (Brunnert & Suddarth, 2013).

2. Penampilan dan pergerakan sendi

Pengkajian meliputi inspeksi, palpasi, serta pengkajian rentang gerak aktif atau

rentang gerak pasif. Hal – hal yang dikaji antara lain : adanya kemerahan atau

pembengkakan sendi, adanya deformitas, perkembangan otot yang terkait dengan

masing – masing sendi, adanya nyeri tekan, krepitasi, peningkatan temperature

disekitar sendi dan derajat gerak sendi (Brunnert & Suddarth, 2013).

3. Kemampuan dan keterbatasan gerak

Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang adanya indikasi rintangan

dan keterbatasan pada pergerakan klien dan kebutuhan untuk memperoleh bantuan

(Brunnert & Suddarth, 2013).


2.2 Kerangka Konsep

Faktor-faktor penyebab
Rheumatoid Arthritis

1. Usia Lansia dengan


2. Genetik Rheumatoid Arthritis
3. Jenis Kelamin
4. Obesitas
5. Gaya Hidup

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Alur pikir

Gambar 2.2

Kerangka Konsep Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian

Rheumatoid Arthritis Pada Lansia

Anda mungkin juga menyukai