Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

SIROSIS HEPATIS

Oleh :

MADE ANDI NATANINGRAT (18.901.2032)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2019

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan yang mewakili stadium akhir jalur histologist umum
untuk berbagai penyakit hati kronis. Istilah “sirosis” pertama kali digunakan oleh Rene
Laennec (1971-1826) untuk mengggambarkan warna hati yang abnormal pada individu dengan
penyakit hati akibat riwayat alcohol. Kata Sirosis berasal dari kata Yunani scirrhus, digunakan
untuk menggambarkan permukaan oranye atau coklat hati yang telah diotopsi. Serosis hepatic
merupakan penyakit kronik dengan karakteristik pergantiaan jaringan normal hati dengan fibrosis yang
difuse yang akan mengubah struktur dan fungsi hepar (Bielski, 1965).

Historis sirosis didefinisikan sebagai proses hepatic difus ditandai oleh fibrosis dan konversi
arsitektur hati normal ke struktur nodul yang abnormal. Sirosis hati adalah penyakit yang ditandai
oleh adanya peradangan difus menahun pada hati, diikuti dengan prolifreasi jaringan ikat, degenerasi,
dan regenerasi dan regenerasi sel-sel, sehingga timbul kekacauan dalam susunan perenkim hati
Perkembangan cedera pada serosis hati dapat terjadi selama minggu ke tahun. Memang, pasien
dengan hepatitis C mungkin memiliki hepatitis kronis selama 40 tahun sebelum maju ke sirosis
(Sargent, 2006).
Sering kali ada kolerasi yang buruk antara temuan histologist dan gambaran klinis. Beberapa
Pasien dengan sirosis sama sekali asimtomatik dan memiliki harapan hidup cukup normal.
Individu lain memiliki banyak gejala yang paling parah dan stadium akhir penyakit hati dan
memiliki kesempatan terbatas untuk bertahan hidup. Tanda-tanda dan gejala umumnya
mungkin bersumber pada penurunan fungsi sintetis hepatic (misalnya koagulopati),
menurunnya kemampuan detoksifikasi hati (misalnya: hepatic ensefaloati), atau hipertensi
portal (misalnya: pendarahan varises).

B. Etiologi
Penyebab paling umum sirosis sebagai berikut (Wolf, 2008).
1. Hepatitis C (26%)

1
2. Penyakit hati alkoholik/sirosis Laennec (21%)
3. Hepatitis C ditambah penyakit hati alkoholik (15%)
4. Penyebab Kriptogenik (18%)
5. Hepatitis B (15%)
6. Lain-lain (5%):
a. Autoimmune hepatitis
b. Sirosis bilier primer
c. Sirosis bilier sekunder
d. Sclerosing primer kolangitis
e. Hemocromatosis
f. Penyakit Wilson
g. Defisiensi Alpha-1 antitripsin
h. Penyakit granulomatosa (misalnya sarcoidosis)
i. Jenis IV penyakit penyimpanan glikogen
j. Obat yang menginduksi penyakit hati (misalnya: metotreksat, alfa methyldopa,
Amiodarone)
k. Obstruksi vena (misalnya Sindrom Budd-Chiari, penyakit veno oklusi).
l. Regurgitasi trikuspidalis

C. Faktor Predisposisi
1. Penyalahgunaan alcohol kronis.
2. Hepatitis B.
3. Hepatitis C.
4. Fibrosis Kristik.
5. Penghancuran saluran empedu (biliary cirrhosis primer).
6. Lemak yang terakumulasi dalam hati.
7. Pengerasan dan jaringan parut pada saluran empedu (primary sclerosing cholangitis).
8. Ketidakmampuan memproses gula dalam susu (galaktosemia).
9. Penumpukan zat besi dalam tubuh (hemochromatosis).
10. Penyakit hati akibabt kekebalan tubuh (hepatitis autoimun).
11. Parasit yang umum di negara berkembang (schistosomiasis).
12. Saluran empedu terbentuk buruk (atresia bilier).
13. Masalah penyimpanan dan pelepasan energi oleh sel-sel (penyakit penyimpanan glikogen).
14. Terlalu banyak tembaga yang terakumulasi dalam hati (penyakit Wilson).
15. Defisiensi ATP.
16. Peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang sangat reaktif.
17. Defisiensi antioksidan atau kerusakan enzim perlindungan (glutation piroksida).

D. Patofisiologi (pathway terlampir)


Beberapa faktor yang terlibat dalam kerusakan sel hati adalah defisiensi ATP (akibat
gangguan metabolisme sel), peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang sangat reaktif
dan defisiensi antioksidan atau kerusakan enzim perlindungan (glutation piroksida) yang timbul
secara bersamaan. Sebagai contoh metabolit oksigen akan bereaksi dengan asam lemak tak
jenuh pada fosfolipid. Hal ini membantu kerusakan membran plasma dan rganel sel (lisosom,

2
reikulo endoplasma), akibatnya konsentrasi kalsium di sitosol meningkat, serta mengaktifkan
protease dan enzim lain yang akhirnya kerusakan sel menjadi ireversibel (Sibernagl, 2007).
Pembentukan jaringan fibrostik dalam hati terjadi dalam beberpa tahap, jika hepatosit (sel
hati) yang rusak atau mati, diantaranya akan terjadi kebocoran enzim lisosom dan pelepasan
sitokin dari matriks ekstrasel. Sitokin dengan debris sel yang mati akan mengaktifkan sel
Kufler di sinusoid hati dan menarik sel inflamasi (granulosit, monosit, limfosit). Berbagai
faktor peertumbuhan dan sitokin kemudian dilepaskan dari sel kufler dan dari sel inflamasi
yang terlibat.
Faktor pertumbuhan ini dan sitokin akan memberikan manifestasi sebagai berikut.
1. mengubah sel penyimpan lemak menjadi miofibroblast.
2. mengubah monosit yang bermigrasi menjadi makrfag aktif.
3. memicu proliferasi fibroblast.
Berbagai interaksi ini, memberikan manifestasi peningkatan pembentukan matriks ekstrasel
oleh miofibroblast. Hal ini menyebabkan peningkatan akumulasi kolagen (tipe I, III, dan IV),
proteoglikan, dan glikoprotein di hati. Jumlah matriks yang berlebihan dapat dirusak (mula-
mula oleh metaloprotease) dan hepatosit dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis terbatas
pada lobulus hati, maka pergantian struktur hati yang sempurna mungkin terjadi. Namun jika
nekrosis telah meluas menembus parenkim perifer lobular hati, maka akan terbentuk jaringan
ikat. Akibatnya terjadi regenerasi fungsional dan arsitektur yang tidak sempurna dan terbentuk
nodul-nodul (sirosis). Kondisi sirosis hepatis memberikan berbagai masalah keperawatan yang
muncul pada pasien dan memberikan implikasi pada asuhan keperawatan. Masalah
keperawatan yang muncul berhubungan dengan kondisi penurunan funhsi hati dan respon dari
hipertensi portal. (pathway terlampir)

(sirosis dgn spider nevi di dada) (sirosis dengan asites) (sirosis, asites, herniaumbilikus)

3
E. Klasifikasi
1. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
a. Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis
mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang
berubah menjadimakronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
b. Makronodular Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi,mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada
nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
c. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikronodular dan makronodular)
2. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
a. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
b. Sirosis hati Dekompensata. Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.
3. Berdasarkan etiologi:
a. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingidaerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
b. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
d. Kardiak. Komplikasi pada gagal jantung kanan yang berlangsung lama atau kronik.
e. Metabolik, keturunan, terkait obat. Perubahan metabolisme (sensitifitas insulin).

4
F. Gejala Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu paien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
a. Kompensata (gejala awal)
Perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
berat badan menurun, pada laki-laki terdapat impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
b. Dekompensata (gejala lanjutan)
Gejala lebih menonjol bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipetensi porta,
meliputi hilangny rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena,
serta perubahan mental, melputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.
c. Temuan Klinis
1) spider angio maspider-angiomata
2) eritema Palmaris
3) perubahan kuku-kuku muchrche
4) Jari gada
5) Kontraktur Dupuytren
6) Ginekomastia
7) hapatomegali
8) splenomegali
9) asites
10) fetor hepatikum
11) ikterus kulit dan membran mukosa
12) asterixis-bilateral
13) diabetes militus
14) atrofi testis (impotensi)

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah
a. Biasanya menjumpai anemia, leukopeni, trombositopeni, dan waktu protombin
memanjang.
b. Tes faal hati. Untuk memeriksa apakah hati berfungsi normal. Temuan laboratorium
bisa normal dalam serosis.
c. USG. Untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan hati.

5
2. CT Scan
Diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kondisi komplikasi sirosis hepatis dampak dari
peningkatan tekanan vena portal, seperti varises esophagus.
3. Paracentesis
a. Paracentesis asites adalah penting dalam menetukan pakah asites disebabkan oleh
hipertensi portal atau proses lain.
b. Untuk menyingkirkan infeksi dan keganasan.
4. Biopsi Hati
Untuk mengidentifikasi fibrosis dan jaringan parut. biopsy merupak tes diagnosis yang
paling dipercaya dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis.

H. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, berat
kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi child pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani
operasi, fariabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asitesdan enselopati
juga status nutrisi. Klasifikasi ini berkaitan dengan kelangsungan hidup, dengan angka
kelangsugan hidup berturut-turut 100, 80, dan 45%.
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantai hati.
1. Komplikasi
a. Kongestif Splenomegali
b. Perdarahan varises
c. Kegagalan hepatoseluler
d. Hepatoma/ Hepatocellular carcinoma (HCC)
e. Peritonitis bacterial spontan
f. Sindrom hepatorenal
g. Sindrom hepatopulmonal

I. Therapy

6
1. Jika tidak ada koma diberikan diet yang mengandung protein 1g/Kg BB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
2. Hentikan penggunaan alcohol dan bahan toksisk lain yang mencederai hati.
3. Serosis Kompensata : asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang menghambat kolagenik.
4. Hepatitis autoimun : steroid atau imunosupresif.
5. Hemokromatosis flebomi : steroid atau imunosupresif setiap minggu sampai konsentrasi
besi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
6. Penyakit nonalkoholik : menurunkan berat badan untuk mencegah serosis.
7. Hepatitis B : interferon alfa dan lamifudin (analog nukleosida) sebagai terapi utama.
8. Hepatitis C kronik : kombinasi interferon dengan ribavirin (terapi standar).
9. Fibrosis hati : antifobrotik mengarah kepada peradangan, interveron , obat herbal,
Metotreksat dan vit. A, serta kolkisin masih dalam proses penelitian.
10. Sirosis Dekompensata:
a. Asites : tirah baring, diet rendah garam, dan obat diuretik (spinorolakton, furosemid),
dan parasentesis untuk asites besar.
b. Enselopati epatik : laktulosa, neomisin, protein dikurangi sampai 0,5/Kg BB/ hari
(asam amino rantai cabang).
c. Varises Esofagus : penyekat beta (propanolol), oktreotid, tindakan skleroterapi,
antibiotika pada peritonitis bacterial, dan transplantasi hati.

J. Penatalaksanaan
1. Therapy Asites
a. Pembatasan Na. terapi ini disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
b. Diuretik. Spironolactone (aldactone) menghambat reseptor aldosteron di tubulus distal.
Pasien harus dilakukan pemantauan elektrolit.
c. Infus Albumin dapat melindungi terhadap perkembangan gagal ginjal.
d. Paracentesis
e. Pasien dengan asites besar mungkin perlu menjalani paracentesis volume besar untuk
menurunkan keluhan abdominal, anoreksia, atau dispnea. Prosedur juga dapat
membantu mengurangi risiko ruptur hernia umbilikalis.

7
K. Asuhan Keperawatan Kepada Klien Dengan Sirosis
1. Pengkajian

a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lemah
Tanda : Latergi, penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat gak, perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker, distrimia,
bunyi jantung ekstra (33.54).
c. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen (Hepatomegali, spienomegali, asites), penurunan/tidak
adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan / cairan
Gejala : Anorexia, tidak toleran terhadap makanan/terdapat mencerna, mual/muntah.
Tanda : Penurunan BB/peningkatan cairan, penggunaan jaringan, edema umum pada
jaringan, kulit kering, turgor buruk, ikterik, nafas berbau, perdarahan gusi.
e. Neuro sensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas, pruritas, neuritis periper.
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g. Pernafasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas,
hipoksia.
h. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam, ikterik, ekimosis, perakie, angioma spider, eritema palmar.
i. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impotensi.

8
Tanda : Atrofi testis, kehilangan rambut.
j. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/penyalahgunaan, penyakit hati,
alkoholik, riwayat penyakit empedu, hepatitis, penggunaan obat yang mempengaruhi
fungsi hati.

9
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pada seluruh system organ tubuh karena efek sirosis
memengaruhi seluruh organ tubuh.

Pendekatan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

B1 : Breathing Terlihat sesak dan Bila tidak ada Bila tidak ada Secara umum
Respirasi
penggunaan otot bantu komplikasi, aktil komplikasi, normal, tetapi
nafas sedunder dari fremitus seimbang. lapangan paru bisa
penurunan ekspansi resonan. Bila didapatkan
rongga dada dari asites terdapat efusi adanya bunyi
atau hepatomegali. akan nafas
didapatkan tambahan
bunyi redup. ronkhi akibat
akumulasi
secret.

B2 : Blood Anemia, terdapat tanda Peningkatan Biasanya


Kardiovaskuler
dan gejala tambahan. denyut nadi. normal,
Hematologi
refluks kecuali
hepatojugular bisa didapatkan
didapatkan. sirosis hepatis
dengan gagal
jantung
kongestif.

B3 : Brain Sistem saraf : agitasi, Pembesaran


Sistem Saraf
disorientasi, penurunan kelenjar tiroid
Neurosensori
GCS. (jarang)
Endokrin
Neurosensori : fetor
uremikum

10
Endokrin : pada pria
mungkin mengalami atifi
dari testis, dan impotensi.
Wanita dapat mengalami
ginekomastia
(pembesaran payudara),
menstruasi tidak teratur,
hilangnya rambut ketiak,
perubahan suara menjadi
lebih berat.

B4 : Bladder Urine gelap berwarna Biasanya normal,


Genitourinari
kecoklatan, seperti cola tidak didapatkan
atau the kental. adanya tenderness.

B5: Bowel Mual, dyspepsia, Heptosplenomegali Nyeri ketuk Biasanya


Gastrointestinal
perubhan dalam buang air ringan dan nyeri pada kuadran bising usus
besar, dan anoreksia tekan (tenderness) kanan atas. normal.
dengan penurunan berat kuadran kanan.
badan. Asites, dan kadang Adanya shifting
didapatkan hernia dullness atau
umbilicus, dilatasi vena gelombang cairan.
abdominal. Pemeriksaan
rectum anus mungkin
didapatkan perdarahan
sekunder dari hermoroid
internal.

B6: Bone Pasien terlihat kelelahan Penurunan


Muskuloskeletal
(fatigue). tremor dan kekuatan otot.
Integument
atrofi otot pada sirosis Penurunan
akibat hepatitis kronis. kemampuan dalam
Kulit kuning dengan beraktifitas.
pruritus mungkin
berkembang dalam

11
kaitannya dengan
penumpukan pigmen
empedu pada kulit.
Memar dan bukti
pendarahan juga mungkin
hadir, pendarahan gusi,
ekimosis, dan spider nevi.
Gejala-gejala ini
berkaitan dengan tingkat
estrogen yang tinggi dan
penurunan penyerapan
vitamin K.

12
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas tidak efektif b.d ekspansi menurun (sekunder asites),
hiperaminemia, ensefalopati hepatic.

2. Nyeri akut b.d inflamasi akut

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d diet tidak adekuat,
ketidakmampuan untuk memproses/mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah, tidak
mau makan, mudah kenyang (asites), fungsi usus abnormal ditandai dengan penurunan
berat badan, perubahan bunyi dan fungsi usus, tonus otot buruk/ penggunaan otot,
ketidakseimbangan dalam pemeriksaan nutrisi.

4. Intoleransi aktivitas b.d cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari perubahan
metabolisme sistemik.

5. Risiko pendarahan b.d faktor pembekuan darah terganggu

6. Risiko gangguan integritas kulit b.d pruritus, peningkatan kadar bilirubin pada system
vascular integument.

3. Intervensi Keperawatan
DX Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan asuhan  Awasi frekwensi,  Pernafasan dangkat
kedalaman, dan cepat/dispnea
keperawatan selama…x24 jam
upaya pernafasan mungkin ada
diharapkan pola napas px dapat  Auskultasi bunyi sehubungan dengan
nafas, catat krekeis, hipoksia atau
kembali normal dengan kriteria hasil:
meni, ronki. akumulasi cairan
 Pertahankan kepala dalam abdomen.
- Pasien tidak sesak nafas  Menunjukkan
tempat tidur tinggi
- RR dalam batas normal 16- posisi miring. terjadinya
20x/menit  Kolaborasi: Awasi komplikasi contoh
- Pemeriksaan gas darah arteri seri GDA, nadi adanya bunyi
oksimetri, ukur tambahan
pH 7,40 + HCO3 24+ 2 kapasitas vital, foto menunjukkan
mEq/L dan PaCO2 40 mmHg dada akumulasi cairan,
meningkatkan
resiko infeksi.
 Memudahkan
pernafasan dengan
menurunkan

13
tekanan pada
diafragma dan
menimbulkan
ukuran aspirasi
secret
 Memantau
timbulnya infeksi,
contoh: pneumonia
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama…x24 jam
diharapkan nyeri px berkurang dengan
kriteria hasil:

- Px mengatakan tidak merasa  Kaji nyeri px  Memudahkan


2
(PQRS)
nyeri (skala 0-10) perawat mengetahui
 Berikan posisi yang
nyaman seberapa berat
- Mampu mengontrol nyeri  Ajarkan tentang
keadaan nyeri px
teknik non
farmakologi  Posisi yang nyaman
 Kolaborasi dalam
dapat mengurangi
pemberian analgetik
rasa nyeri px
 Mengajarkan teknik
non farmakologis
seperti teknik
progresif agar pada
saat px merasa
nyeri px dapat
mengatasi sendiri
tanpa menunggu
perawat
 Analgetik dapat
mengurangi rasa
sakit saat nyeri

14
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama…x24 jam
diharapkan nutrisi px terpenuhi dan
dapat kembali normal dengan kriteria
hasil:
 Memberikan
 Pantau masukan
3 - Menunjukkan peningkatan diet harian px informasi tentang
berat bafan progresif mencapai  Berikan makan
kebutuhan
sedikit dan sering,
tujuan dengan nilai Berikan makanan pemasukan/defisien
laboratorium normal halus, hindari si
- Tidak mengalami malnutrisi makanan kasar
sesuai indikasi  Buruknya toleransi
lebih lanjut  Anjurkan
terhadap makan
menghentikan
merokok banyak mungkin
 Awasi pemeriksaan berhubungan
laboratorium.
Contoh : glukosa dengan peningkatan
serum, albumin, tekanan intra-
total protein,
ammonia abdomen/asites,
Perdarahan dari
varises esophagus
dapat terjadi pada
sirosis berat
 Menurunkan
rangsangan gaster
berlebihan dan
risiko
iritasi/perdarahan
 Glukosa menurun
karena gangguan

15
glikogenesis,
penurunan
simpanan glikogen,
atau masukan tak
adekuat. Protein
menurun karena
gangguan
metabolisme,
penurunan sintesis
hepatic, atau
kehilangan ke
rongga peritoneal
(asites).
Peningkatan kadar
ammonia perlu
pembatasan
masukan protein
untuk mencegah
komplikasi serius
4 Setelah dilakukan asuhan  Kaji perubahan pada  Identifikasi terhadap
keperawatan selama…x24 jam system saraf pusat kondisi penurunan
diharapkan aktivitas px dapat dan status tingkat kesadaran,
terpenuhi dan dapat kembali normal kardiorespi khususnya pada
dengan Kriteria evaluasi :  Berikan bantuan pasien sirosis hepatic
- Pasien mampu sesuai tingkat dengan ensefalopati
mengidentifikasi factor-faktor toleransi (makan
 Teknik penghematan
yang menurunkan intoleransi minum, mandi,
energy menurunkan
aktivitas berpakaian dan
- Pasien mampu penggunaan energy
eliminasi)
mengidentifikasi metode untuk
 Ajarkan pasien  Metode
menurunkan intoleransi
metode penghematan penghematan energy
aktivitas
energy untuk dapat mengurangi

16
aktivitas kebutuhan
metabolisme pada
pasien sirosis hepatis
: misalnya lebih baik
duduk daripada
berdiri saat
melakukan aktivitas
kecuali hal ini
memungkinkan
5 Setelah dilakukan asuhan 
Kaji adanya tanda-  Traktus GI paling
tanda dan gejala- biasa untuk sumber
keperawatan selama…x24 jam
gejala erdarahan GI perdarahan
diharapkan px dapat observasi warna dan sehubungan dengan
konsistensi feses, mukosa yang mudah
mempertahankan haemostasis dengan
drainase NG atau rusak dan gangguan
tanpa perdarahan muntah dalam hemostosis
dengan Kriteria evaluasi :  Hindari karena sirosis
pengukuran suhu  Rektal dan vena
- Mempertahankan rectal : hati-hati esophageal paling
homeostatis dengan tanpa memasukkan rentan untuk robek
selang Gl  Pada awalnya
perdarahan  Anjurkan gangguan faktor
- Menunjukkan prilaku penurunan menggunakan sikat pembekuan, trauma
gigi halus, minimal dapat
resiko perdarahan pencukur elektrik, menyebabkan
hindari mengejan perdarahan mukosa
saat defekasi,  Meminimalkan
meniupkan hidung kerusakan jaringan,
dengan kuat dan menurunkan resiko
sebagainya, perdarahan/
Gunakan jarum hematoma.
kecil untuk injeksi, 
tekan lebih lama
pada bekas
suntikan
6 Setelah dilakukan asuhan  Kaji terhadap  Perubahan mungkin
keperawatan selama…x24 jam kekeringan kulit, disebabkan oleh
diharapkan px dapat integritas kulit pruritus, dan infeksi penurunan aktivitas
membaik kembali normal dengan  Gunting kuku dan kelenjar keringat
Kriteria evaluasi : pertahankan kuku atau pengumpulan
- Mempertahankan integritas bilirubin pada

17
kulit tetap pendek dan vascular integument
- Mengidentifikasi faktor bersih
 Menghindari iritasi
resiko dan menunjukkan  Anjurkan pasien
integument akibat
prilaku/teknik untuk untuk melakukan
bekas garukan dari
mencegah kerusakan kulit distraksi pada saat
kuku pasien yang
respons gatal
panjang`

4. Implementasi keperawatan

Sesuai dengan intervensi keperawatan.

5. Evaluasi
- Pasien tidak sesak nafas
- RR dalam batas normal 16-20x/menit
- Pemeriksaan gas darah arteri pH 7,40 + HCO3 24+ 2 mEq/L dan PaCO2 40 mmHg
- Px mengatakan tidak merasa nyeri (skala 0-10)
- Mampu mengontrol nyeri
- Menunjukkan peningkatan berat bafan progresif mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal
- Tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut
- Pasien mampu mengidentifikasi factor-faktor yang menurunkan intoleransi aktivitas
- Pasien mampu mengidentifikasi metode untuk menurunkan intoleransi aktivitas
- Mempertahankan homeostatis dengan tanpa perdarahan
- Menunjukkan prilaku penurunan resiko perdarahan
- Mempertahankan integritas kulit
- Mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan prilaku/teknik untuk mencegah
kerusakan kulit

18
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 : Edisi 5. Jakarta : Interna
Publishing.

Dongoes,M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai