ISRN Allergy
Review artikel
Artikel ini dapat diakses secara terbuka didistibusikan dibawah Creative Common Attribution
License, yang dapat digunakan secara bebas, distribusi, dan direproduksi dalam media
apapun.
Dermatitis atopik adalah inflamasi penyakit kulit dengan onset awal dan seumur hidup
dengan prevalensi sekitar 20%. Etiologi dari dermatitis atopik tidak diketahui, tetapi temuan
baru dari mutasi fillagrin menjanjikan bahwa perkembangan dermatitis atopik asma pada
masa kanak-kanak dapat dihentikan. Dermatitis atopik tidak selalu mudah diobati dan setiap
dokter seharusnya familiar dengan dasar aspek pengobatan. Jurnal ini memberikan sebuah
gambaran mengenai riwayat, gejala klinis dan pengobatan dermatitis atopik.
I. Definisi
Dermatitis atopik adalah penyakit yang paling umum, kronis, kambuhan, penyakit
peradangan kulit yang terutama terjadi pada anak-anak muda. Atopi didefinisikan
sebagai kecenderungan diwariskan untuk menghasilkan antibodi Immunoglobulin
E (IgE) sebagai respon pertama terhadap lingkungan seperti serbuk sari, debu
rumah, tungau dan alergen makanan. Dermatitis berasal dari bahasa Yunani
“derma” yang berarti kulit dan “itis” yang berarti peradangan. Dermatitis dan
eksim sering digunakan secara sinonim, meskipun istilah eksim kadang-kadang
digunakan untuk fase akut (dari bahasa Yunani, ekzema : mendidih) disini ada
perbedaan yang dibuat. Selama bertahun-tahun, banyak nama lain telah diajukan
untuk penyakit, misalnya, Prurigo Besnier (Gatal Besnier), dinamai oleh dokter
asal Perancis yaitu Ernest Besnier (1831-1909). Sensitisasi alergi dan peningkatan
antibodi E (IgE) dapat ditemukan pada setengah dari semua pasien dengan
penyakit tersebut, dan karena itu dermatitis atopik bukan hal yang pasti.
II. Epidemiologi
Dermatitis atopik mempengaruhi sekitar seperlima dari semua individu selama
masa hidup mereka, namun prevalensi penyakit sangat bervariasi diseluruh dunia.
Di beberapa negara, prevalensi meningkat secara substansial antara tahun 1950
dan 2000 begitu banyak sehingga disebut sebagai “epidemi alergi”. Namun, saat
ini untuk gejala eksim sudah menurun di beberapa negara dengan prevalensi yang
sebelumnya sangat tinggi, seperti Inggris dan Selandia Baru. Hal ini menunjukkan
bahwa epidemi penyakit alergi tidak meningkat secara terus menerus di seluruh
dunia. Namun demikian, dermatitis atopik tetap suatu masalah kesehatan yang
serius, dan di banyak negara terutama di negara berkembang, penyakit ini masih
sangat meningkat.
II.2.A Genetik
Banyak gen telah dikaitkan dengan dermatitis atopik, terutama gen
pengkodean struktural protein epidermal dan pengkodean elemen kunci dari
kekebalan sistem. Penemuan genetik terbaru dan menarik ini didokumentasikan
adanya hubungan yang kuat antara dermatitis atopik dan mutasi pada gen
filaggrin, diposisikan pada kromosom 1. Gen filaggrin adalah resiko genetik yang
dikenal terkuat sebagai faktor terjadinya dermatitis atopik. Sekitar 10% populasi
dari orang Barat membawa mutasi pada gen filaggrin, sedangkan sekitar 50% dari
semua pasien dengan dermatitis atopik juga terdapat mutasi pada gen filaggrin.
Mutasi-mutasi gen filaggrin menimbulkan gangguan fungsional protein filaggrin
dan merusak batas perlindungan dikulit. Gejala klinis dari gangguan ini seperti
kulit kering dengan retakan kulit dan resiko yang lebih tinggi terjadinya eksim.
Tidak semua pasien dengan dermatitis atopik memiliki mutasi-mutasi ini dan
variasi genetik lainnya juga turut serta berperan dalam menimbulkan penyakit
tersebut. Penyakit ini terjadi karena melibatkan semua gabungan varian genetik,
lingkungan dan perkembangan faktor resiko yang akhirnya menyebabkan
dermatitis atopik.
II.2.B Lingkungan
Meskipun banyak perbedaan faktor resiko lingkungan yang telah dianggap
sebagai pencetus penyebab untuk dermatitis atopik, hanya beberapa yang secara
konsisten diterima. Misalnya, adalah bukti mendasar bahwa gaya hidup orang
Barat mengarah ke beberapa laporan terjadinya peningkatan kejadian eksim
selama kurun waktu tahunan meskipun hal ini tidak menunjukkan adanya faktor
lingkungan tertentu ataupun langkah-langkah pencegahan fungsional. Banyak
anjuran tentang hipotesis kebersihan yang menjelaskan peningkatan pesat kejadian
eksim. Hipotesis ini menyatakan bahwa penurunan paparan dini pada infeksi
prototipikal seperti hepatitis A dan TBC, telah meningkatkan kerentanan
terjadinya penyakit atopik. Hipotesis ini didukung oleh pengamatan kepada anak
yang termuda diantara saudara kandung memiliki resiko terendah mendapatkan
dermatitis atopik dan anak-anak yang tumbuh dilingkungan pertanian tradisional
yang dimana mereka terkena berbagai microflora misalnya dari susu sapi yang
dipasteurisasi dan peternakan lebih terlindungi dari penyakit alergi. Sebaliknya
perkembangan penyakit mungkin berkolerasi dengan durasi lamanya pemberian
ASI, sedangkan beberapa penelitian mengaitkan posisi sosial orang tua dengan
peningkatan resiko dermatitis atopik pada anaknya. Meskipun pengamatan tidak
mudah untuk ditafsirkan, hal ini juga membawa pengaruh dukungan tentang
hipotesis kebersihan atau setidaknya secara umum teori yang menyebabkan eksim
secara genetik dapat diterima pada individu yang rentan atau lingkungan yang
bersifat merugikan.
III. Patofisiologi
Dua hipotesa telah diajukan untuk menjelaskan tentang lesi inflamasi di dermatitis
atopik. Hipotesis pertama mengenai ketidakseimbangan sistem kekebalan,
hipotesis kedua mengenai pelindung kulit yang rusak. Meskipun kedua hipotesis
ini tidak saling berhubungan satu sama lain tetapi mereka dapat saling
melengkapi.
III.1 Hipotesis Imunologi
Teori ketidakseimbangan imunologi berpendapat bahwa dermatitis atopik
hasil dari ketidakseimbangan sel T, terutama sel T helper jenis sel 1,2,17 dan 22
dan juga regulasi sel T. Pada alergi (dermatitis atopik) khususnya eksim yang akut
terdapat perbedaan Th2 dari awal CD4+ sel T yang mendominasi. Hal ini
menyebabkan peningkatan produksi interleukins terutama IL-4, IL-5 dan IL-13
yang kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan IgE, dan diferensiasi Th1
secara sejalan turut dihambat.
IV. Histopatologi
Biopsi kulit yang diambil dari tempat lokalisasi dengan akut eksim atopik
mempunyai karakteristik adanya edema interselular, infiltrasi perivaskular
terutama limfosit, dan retensi nuklei keratinocytes ketika mereka naik hingga ke
lapisan corneum yang disebut parakeratosis. Eksim kronis didominasi oleh
stratum corneum yang menebal, disebut hyperkeratosis, stratum spinosum juga
dapat menebal yang disebut acanthosis tapi jarang terjadi adanya infiltrasi dari
limfosit.
Tabel 1. Kriteria diagnostik untuk dermatitis atopik
Gejala awal
- Gatal
- Eksim dengan morfologi yang khas dan adanya pola pada usia tertentu
Pengobatan topikal
- Kortikosteroid
- Calcineurin inhibitors
Fototerapi
- Sinar ultraviolet A (UVA)
- Sinar ultraviolet B (UVB)
- Sinar ultraviolet A + Psoralene (PUVA)
Pengobatan sistemik
- Kortikosteroid oral
- Azathioprine
- Siklosporin A
- Metotreksat
V.5 Komplikasi
Beberapa mikroorganisme seperti bakteri, virus dan jamur dapat menyulitkan
eksim (penyebab infeksi). Pasien dermatitis atopik terdapat kolonisasi
Staphylococcus aureus, terutama pada eksim yang tidak terkontrol. Munculnya
bakteri seperti itu tidak memerlukan pengobatan antibiotik. Namun jika
Staphylococci menjadi invasif, lesi basah, dapat terjadi impetigo, yang akhirnya
diperlukan pengobatan topikal, atau antibiotik oral. Beberapa anjuran tentang
membersihkan kulit dengan obat antibiotik, seperti chlorhexidine yang dapat
menurunkan jumlah bakteri pada kulit. Namun, chlorhexidine dapat menyebabkan
sensitisasi sekunder. Karena kekurangan produksi peptida antimikroba pada kulit,
pasien dengan dermatitis atopik juga mempunyai resiko yang lebih besar
mendapatkan infeksi virus, misalnya molluscum contagiosum yang disebabkan
oleh virus pox, dengan gambaran bentuknya kecil, umbilicated, berbentuk kubah,
papul berwarna seperti mutiara. Infeksi kulit yang lain pada dermatitis atopik
adalah virus herpes. Jika virus herpes menyebar dapat menyebabkan eksim
herpeticum, gambarannya dapat terlihat seperti letusan vesikuler yang luas,
biasanya muncul didaerah wajah, kulit kepala dan dada bagian atas. Eksim
herpeticum memerlukan pengobatan antivirus sistemik.
VI. Terapi
Dermatitis atopik tidak dapat disembuhkan, dan banyak pasien akan menetap
menjadi kronis. Dengan demikian, pengobatan dermatitis atopik bertujuan untuk
meminimalkan eksaserbasi yang disebut eksim, mengurangi durasi dan derajat
eksim jika sudah terjadi.
Ringan (kelas I)
- Hidrokortison
Area yang butuh perawatan FTU (dewasa) FTU (anak 1-2 tahun)
Wajah dan leher 2.5 1.5
Satu tangan dan jari-jari 1 0.5
Satu lengan, tangan, dan jari 4 1.5
Dada dan perut 7 2
Punggung dan bokong 7 3
Satu tungkai dan kaki 8 2