Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Anemia Aplastik


Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai
dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi
penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia,
anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia. Istilah anemia aplastik
sering juga digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh
sebab apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif,
anemia aregeneratif, aleukiahemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia
paralitik toksik.

B. Epidemiologi Anemia Aplastik


Ditemukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik derajat berat pada saat
didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki dan perempuan, namun dalam
beberapa penelitian insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita.
Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1-3 per
1 juta pertahun. Insiden terjadinya anemia aplastik atau hipoblastik di Eropa dan Israel adalah dua
kasus per 1 juta populasi setiap tahunnya. Distribusi umur biasanya biphasik, yang berarti puncak
kejadiannya pada remaja dan puncak kedua pada orang lanjut usia.
Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus
persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta
penduduk di Malaysia. Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan
seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal
ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika.
Faktor lingkungan mungkin infeksi virus antara lain virus hepatitis diduga memegang peranan
penting
C. Klasifikasi Anemia Aplastik
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:
A.Klasifikasi menurut kausa:
1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.

1
2.Sekunder : bila kausanya diketahui.
3.Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi
B.Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.


Anemia aplastik berat - Selularitas sumsum tulang <25% atau 25-50%
dengan <30% sel hematopoietik residu, dan

- Dua dari tiga kriteria berikut :

 netrofil < 0,5x109/l


 trombosit <20x109 /l
 retikulosit < 20x109 /l

Anemia aplastik sangat berat Sama seperti anemia aplastik berat ditambang netrofil
<0,2x109/l

Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia aplastik


Anemia aplastik bukan berat
berat atau sangat berat; dengan sumsum tulang yang
hiposelular dan memenuhi dua dari tiga kriteria
berikut :

- netrofil < 1,5x109/l


- trombosit < 100x109/l
- hemoglobin <10 g/dl

D. Etiologi Anemia Aplastik


Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia.Akan tetapi,
kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak diketahui.
Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain (Tabel 2).
Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.
Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)
Anemia aplastik sekunder
Radiasi
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

2
Efek regular
Bahan-bahan sitotoksik
Benzene
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
Anti epileptik
Emas
Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya
Virus
Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)
Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)
Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)
Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)
Penyakit-penyakit Imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

3
E. Patogenesis Anemia Aplastik
Pansitopeni dalam anemia aplasik atau hipoplastik menggambarkan kegagalan proses
hematopoitik yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah sel primitif hematopoetik. Dua
mekanisme dijelaskan pada kegagalan sumsum tulang. Mekanisme pertama adalah cedera
hematopoetik langsung karena bahan kimia seperti benzen, obat, atau radiasi untuk proses
proliferasi dan sel hematopoetik yang tidak bergerak. Mekanisme kedua didukung oleh observasi
klinik dan studi laboratorium , yaitu kegagalan sumsum tulang setelah graft versus host disease,
eosinophilic fascitis, dan hepatitis. Mekanisme idiopatik, asosiasi dengan kehamilan, dan beberapa
kasus obat yang berasosiasi dengan anemia aplastik masih belum jelas tetapi dengan terperinci
melibatkan proses imunologik. Sel sitokin T diperkirakan dapat bertindak sebagai faktor
penghambat dalam sel hematopoetik dalam menyelesaikan produksi hematopoesis inhibiting
cytokinasis seperti interferon γ dan tumor nekrosis factor α.
Ada 3 teori yang dapat mcnerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu: Kerusakan sel induk
hematopoitik, Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang, Proses imunologik yang menekan
hematopoisis. Keberadaan sel induk hematopoitik dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34,
atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoitik dikenal sebagai longterm
culture initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk sangat
menurun hingga 1-10 % dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobble stone area forming
cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang menyokong teori gangguan sel induk ini
adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa
dengan pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekontruksi sumsum tulang pada pasien anemia
aplastik.
Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoitik tergantung
pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari sel stroma yang menghasilakan berbagai
sitokin. Pada berbagi penelitian dijumpai bahwa sel sel stroma sumsum tulang pasien anemia
aplastik tidak menunjukkan kelainan dan menghasilkan sitokin perangsang seprti GM-CSF, G-CSF,
clan IL-6 dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat seperti interferon γ, tumor necrosis
factor α, protein macrophage inflammatory 1α dan transforming growth factor β2 akan
meningkat.sel stroma pasien anemia aplastik dapat menunjang pertumbuhan sel induk, tapi sel
stroma normal tidak dapat menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasarkan temuan
tersebut, teori kerusakan lingkingan mikro sumsum tulang sebagai penyebab mendasar anemia
makin banyak ditinggalkan.

4
Terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada sebagian besar pasien anemia aplastik
merupakan bukti meyakinkan tentang peran mekanisme imunologik dalam patofisiologi penyakit
ini. Pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau metilprednisolon memberikan
kesembuhan sekitar 75% dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi
sumsum tulang. Keberhasilan imunosupesi ini sangat mendukung teori proses imunologik.
Transplantasi sumsum tulang singeneik oleh karena tiadanya masalah histokomptabilitas
seharusnya tidak menimbulkan masalah rejeksi miskipun tanpa pemberian terapi conditioning
menghasilkan remisi jangka panjang pada semua kasus. Kenyataan ini menunjukan bahwa pada
anemia aplastik bukan saja terjadi kerusakan sel induk tetapi juga terjadi imunosupresi terhadap sel
induk yang dapat dihilangkan dengan terapi conditioning.

F. Gejala dan Pemeriksaan Fisik Anemia Aplastik


Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah
akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul
gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-
lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan
penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik
bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di
kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari
anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau
infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan
yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 3). Pada tabel 3 terlihat bahwa pendarahan, lemah
badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.

Tabel 3. Keluhan Pasien Anemia Apalastik


Jenis Keluhan %
Pendarahan 83
Lemah badan 80
Pusing 69
Jantung berdebar 36
Demam 33

5
Nafsu makan berkurang 29
Pucat 26
Sesak nafas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 4 terlihat
bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada
lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada
sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya
splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.

Tabel 4. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik


Jenis Pemeriksaan Fisik %
Pucat 100
Pendarahan 63
Kulit 34
Gusi 26
Retina 20
Hidung 7
Saluran cerna 6
Vagina 3
Demam 16
Hepatomegali 7
Splenomegali 0

G. Diagnosa
Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan pemeriksaan sumsum
tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai sumsum tulang yang miskin
selularitas dan kaya akan sel lemak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia
dan hiposelularitas sumsum tulang tersebut dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia
aplastik.

6
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang terjadi
bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda
atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula
dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih
menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari
75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3
menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia
aplastik sangat berat.
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan
kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan
gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa keadaan,
pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel
aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain
juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia
aplastik dapat ditegakkan.
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu
juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada
anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.
Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin,
trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat
dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.

b. Pemeriksaan sumsum tulang


Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang
kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan
sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada
menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang
ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat

7
ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat
memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer),
atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum
tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis. Suatu spesimen biopsi
dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada individu berumur kurang dari 60
tahun atau jika kurang dari 20% pada individu yang berumur lebih dari 60 tahun.
International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas
sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis
terlihat pada sumsum tulang.

2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia
aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang
diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen
seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.

H. Diagnosa Banding
Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan pansitopenia
perifer. Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom
myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia tampak
hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom
myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya
poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid sumsum tulang
pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang patologis lebih sering
ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat
berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan lobulasi nukleus
abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan
adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik
abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati,

8
hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi. Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia
aplastik. Hairy cell leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali
dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang. Pansitopenia dengan normoselular sumsum
tulang biasanya disebabkan oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme.
Selularitas sumsum tulang yang normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.

I. Terapi
Berdasarkan patofisiologi penyakit ini, pendekatan terapi anemia aplastik terdiri dari tata
laksana suportif yang ditujukan untuk mengatasi keadaan pansitopenia yang ditimbulkannya,
penggantian stem cell dengan transplantasi sumsum-tulang atau penekanan proses imunologis yang
terjadi dengan menggunakan obat obat imunosupresan
Manajemen awal anemia aplastik berat yang terjadi pendarahan akibat trombositopenia dan
infeksi akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan
kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien. Yaitu
menghentikan semua obat-obatan atau penggunaaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab
anemi aplastik. Jika Anemia dilakukan transfuse PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang
dibutuhkan. Jika terjadi pendarahan hebat hebat akibat trombositopenia diberikan tranfusi trombosit
sesuai yang dibutuhkan. Tindakan pencegahan infeksi biala terdapat neutropenia berat. Jika ada
infeksi lakukan kultur mikroorganisme, antibiotic spectrum luas bila organism spesifik tidak dapat
diidentifikasikan.
Secara gari besar terapi anemia apalstik / hipoplastik dibagi menjadi 3 yaitu terapi kausal,
terapi suportif, serta terapi definitive yang terdiri atas pemakaiaan anti-lymphocyte globulin,
transplatasi sumsum tulang.

a. Terapi Kausal
Adalah untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap
agen penyebab yang diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak
jelas atau penyebabnya tidak dapat dokoreksi

b. Terapi suportif
Terapi ini diberikan untuk mengatasi akibat pansitopenia Mengatasi Infeksi, untuk mengatasi
infeksi anatara lain, menjaga hygiene mulut, identifikasi sumber infeksi, menghindarkan anak dari
infeksi, sebaiknya anak diisolasikan dalam ruangan khusus yang “suci hama” serta pemberian

9
antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil, Mengatasi Infeksi, berikan pemberian
antibiotik berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Biasanya dipakai
derivat penicillin semisintetik (ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai
sefalosforin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah ada sesuaikan hasil dengan tes sensitifitas
antibiotika. Jika dalam 5-7 hari panas tidak turun maka pikirkan pada infeksi jamur. Disarankan
untuk memberikan ampotericin B atau flukonasol parenteral. Pemberian obat antibiotik hendaknya
yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang.
Tranfusi granulosit konsentrat. Terapi ini diberikan pada sepsis berat kuman gram negatif,
dengan nitropenia berat yang tidak memberikan respon pada antibiotika adekuat. Granulosit
konsentrat sangat sulit dibuat dan masa efektifnya sangat pendek. Usaha untuk mengatasi anemia.
Berikan tranfusi packed red cell atau (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung
atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9%-10% tidak perlu sampai Hb normal,
karena akan menekan eritropoesis internal. Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk
transplantasi sumsum tulang pemberian tranfusi harus lebih berhati-hati.
Usaha untuk mengatasi pendarahan. Berikan transfuse konsentrat trombosit jika terdapat
pendarahan mayor atau jika trombosit kurang dari 20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat
menurunkan efektifitas trombosit karena timbulnya antibody anti-trombosit. Kortikosteroid dapat
mengurangi pendarahan kulit.

c. Terafi Definitif
Terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi definitive untuk anemia
aplastik terdiridari 2 jenis yaitu terapi imunosupresif dan transplantasi sumsum tulang.
Terapi imunosupresif. Terapi imunosufresif merupakan lini pertama dalam pilihan terapi
definitive pada pasien tua dan pasien muda yang tidak menemukan donor yang cocok. Terdiri dari
(a). pemberian anti lymphocyte globulin : Anti lymphocyte globulin (ALG) atau anti tymphocyte
globulin (ATG) dapat menekan prosen imunologi. AlG mungkin juga bekerja melalui peningkatan
pelepasan haemopoetic growth faktor sekitar 40%-70% kasus member respon pada AlG, miskipun
sebagai respon bersifat tidak komplit (ada defek kualitatif dan kuantitatif). Pemberian ALG
merupakan pilihan utama untuk penderita anemia aplastik yang berumur diatas 40 tahun. (b). terapi
imunosupresif lain : pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan atau siklosforin- A dilaporkan
memberikan hasil pada beberapa kasus, Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metilprednisolon
dosis rendah 2-4 mg/kg berat badan /hari, dapat digunakan untuk mengurangi perdarahan dan gejala
serum sickness. Metilprednisolon dosis tinggi memberikan respons pengobatan yang baik sampai

10
40%.4,17 Dosis metilprednisolon adalah 5mg/kg/ berat badan secara intravena selama 8 hari
kemudian dilakukan tappering dengan dosis 1mg/kg berat badan /hari selama 9-14 hari, lalu
tappering selama 15-29 hari. Pemakaian kortikosteroid dibatasi pada keadaan antilimfosit globulin
tidak tersedia atau terlalu mahal. Efek samping antara lain ulkus peptikum, edem, hiperglikemia,
dan osteonekrosis. Indikasi pemberian
Transplantasi sumsum tulang. Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitive yang
memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan canggih,
serta adanya kesulitan mencari donor yang compatible sehingga pilihan terapi terapi ini pada kasus
anemia aplastik berat. Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan untuk kasus yang berumur
dibawah 40 tahun, diberikan sikloforin-A untuk mengatsi graf versus host disease (GvHD),
transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60%-70% kasus,
dengan kesembuhan koplit. Meningkatnya jumlah penderita yang tidak cocokdengan pendonor
terjadi pada kasus transplantasi sumsum tulang pada pasien yang lebih muda dari 40 tahun yang
tidak mendafatkan donor yang cocok dari saudaranya.
Transplantasi sumsum tulang pada kasus anemia aplastik berat pertama kali dilakukan pada
tahun 1970. Sayangnya hanya 25-30% pasien yang mendapatkan donor yang diharapkan.
Pengobatan anemia aplastik dengan transplantasi sumsum tulang meningkatkan angka kesintasan
sekitar 60-70%. Pasien berusia muda tanpa transfusi berulang mempunyai respon yang lebih baik
lagi sekitar 85-95% karena limfosit pasien tersebut belum tersensitisasi oleh paparan antigen
sebelumnya.

J. Prognosis
Prognosis penyakit ini sukar diramalkan namun pada umumnya buruk, karena seperti telah
dikemukakan baik etiologi maupun patofisiologinya sampai sekarang belum jelas. Sekitar dua
pertiga pasien meninggal sekitar 6 bulan setelah diagnosis ditegakkan, kurang dari 10-20 % sembuh
tanpa transplantasi sumsum tulang dan sepertiga pasien meninggal akibat perdarahan dan infeksi
yang tidak teratasi. Penyebab kematian pada umumnya adalah sepsis akibat infeksi Pseudomonas
dan Stafilokokus. Oleh karena itu, menentukan prognosis pasien anemia aplastik penting karena
akan menentukan terapi yang sesuai.
Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan prognosis pasien anemia
aplastik adalah usia pasien, gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler, gambaran darah tepi,
dan ada tidaknya infeksi sekunder. Prognosis pasien anemia aplastik disebut buruk jika ditemukan
pada usia muda, gambaran sumsum tulang aseluler dengan pengurangan proporsi komponen

11
mieloid dari sumsum tulang lebih dari 30% limfosit, gambaran darah tepi dengan jumlah
retikulosit<1%, leukosit<500/uL, dan trombosit < 20.000/uL, disertai infeksi sekunder.5,13 Di
antara halhal di atas yang paling baik dijadikan sebagai pegangan dalam menentukan prognosis
adalah gambaran sumsum tulang.
Bila tidak diobati angka kematian 50% dalam 6 bulan sesudah diagnosis. Infeksi dan
perdarahan sering menyebabkan kematian 6-12 bulan sesudah diagnosis ditegakkan. Bila
transplantasi sumsum tulang berhasil → survival rate = 90%

12
Daftar Pustaka
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-5.
2. Herman DP. Pediatrik Praktis edisi 2
3. Wahidiyat Pustika Amalia, Nitish Basant Adnani. Transfusi Rasional pada Anak.
Sari Pediatri, Vol. 18, No. 4, Desember 2016.
4. Isyanto, Maria Abdulsalam. Masalah pada Tata Laksana Anemia Aplastik Didapat.
Sari Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005.
5. Miano Maurizio. The diagnosis and treatment of aplastic anemia: a review.
International journal of hematology · April 2015. DOI: 10.1007/s12185-015-1787-z.
Source: PubMed

13

Anda mungkin juga menyukai