Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan

yang sering dijumpai dan masih belum teratasi dengan baik di indonesia. Prevalensi

karies gigi dan penyakit periodontal masih tinggi pada anak Indonesia. Survei Riset

kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan penyakit gigi dan mulut

yang mempunyai prevalensi cukup tinggi di Indonesia adalah karies gigi dan penyakit

periodontal (gingivitis dan periodontitis) (Attamimi et al, 2017). Hal ini disebabkan

karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penyakit gigi dan mulut, kurangnya

informasi dan pengetahuan mengenaai metode pencegahan penyakit gigi dan mulut,

penuaan penduduk, dan kelainan imunologis membuat terjadinya prevalensi insiden

periodontitis meningkat secara terus menerus (Mummolo et al, 2014).

Dalam buku ajar gigi dan mulut yang disusun oleh Drg. Enny willianti et al,

penyakit periodontal atau yang disebut dengan kelainan jaringan periodontal

didefinisakan sebagai jaringan yang mendukung dan mengelilingi periodonsium, yang

mencakup gingiva, tulang alveolar, ligament periodontal, dan sementum. Periodonsium

bukanlah suatu jaringan yang tersendiri, tetapi lebih merupakan suatu unit fungsional

yang terdiri dari beberapa jaringan (jaringan keras dan jaringan lunak) yang secara

bersama-sama berfungsi menjadi tempat tertanamnya gigi dan mendukung gigi itu

sendiri. Periodontitis terjadi apabila inflamasi telah menyerang gingiva dan struktur

periodontal pendukung (ligament periodontal, tulang alveolar, dan sementum)

(Willianti et al, 2018).

1
Dalam hal ini untuk mencegah terjadinya periodontitis tidak cukup dengan

menggunakan alat bantu kesehatan mulut (sikat gigi). Maka dari itu berbagai metode

telah diterapkan untuk mengatasi masalah terjadinya penyakit di rongga mulut

diantaranya adalah dengan penggunaan obat kumur yang bersifat bakteriostatik untuk

mengurangi jumlah kuman pathogen pada rongga mulut. Salah satunya ialah

klorheksidin. Klorheksidin merupakan salah satu obat yang biasa digunakan sebagai

antibakteri yang efektif terhadap sebagian besar mikroorganisme. Klorheksidin

digunakan sebagai antiseptik sejak tahun 1985. Mekanisme antibakteri pada

klorheksidin ialah dengan merusak permeabilitas membran sel bakteri sehingga terjadi

kebocoran pada membran sel. Apabila konsentrasi klorheksidin ditambahkan maka

klorheksidin dapat menyebabkan koagulasi pada dinding sel bakteri yang dapat

mengakibatkan kematian sel bakteri (Balagopal dan Arjunkumar, 2013).

Disamping itu, dari hasil penelitian Betadion Rizki Sinaredi et al, 2014 dengan

judul “Daya antibakteri obat kumur chlorhexidine, povidone iodine, fluoride

suplementasi zinc terhadap Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis“

didapatkan bahwa klorheksidin mempunyai kemampuan sebagai bakteriostatik dan

bakterisid terhadap kuman rongga mulut sehingga dapat menghambat pertumbuhan

maupun membunuh bakteri gram positif dan gram negatif. Dengan demikian penulisan

ini bertujuan untuk mengetahui peran klorheksidin dalam pencegahan periodontitis.

2
BAB II

TUJUAN PUSTAKA

A. PERIODONTITIS

1. Definisi

Periodontitis adalah peradangan yang mengenai jaringan pendukung

gigi, disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat menyebabkan kerusakan yang

progresif pada ligamen periodontal, tulang alveolar dan disertai dengan

pembentukan poket. Periodontitis menyebabkan destruksi jaringan yang

permanen yang dikarakteristikkan dengan inflamasi kronis, migrasi epitelium

penyatu ke apikal, kehilangan jaringan ikat dan kehilangan tulang alveolar

(Quamilla, 2016).

2. Epidemiologi

Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan kedua setelah

karies, yaitu mencapai 96,58%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) tahun 2007 masalah gigi dan mulut, termasuk penyakit

periodontal mencapai 23,5%. Sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi

Masalah Gigi dan Mulut diatas prevalensi nasional. Kabupaten Surakarta

tercatat sebagai kabupaten dengan proporsi penduduk yang memiliki masalah

gigi dan mulut tertinggi di Jawa Tengah yaitu mencapai 37,6%. Penyakit

jaringan periodontal yang paling sering dijumpai adalah gingivitis dan

periodontitis (Sinaredi et al, 2014).

3
3. Tanda Klinis

Tanda klinis pada periodontitis adalah:

a. Mobiliti atau kegoyangan gigi

b. Kehilangan tulang dan cacat tulang

c. Lesi furkasi

d. Abses periodontal

e. Migrasi gigi secara patologis (Willianti et al, 2018).

4. Etiologi

Etiologi pada periodontitis terdiri dari etiologi primer dan sekunder:

1) Primer

Plak dan calculus yang terdapat bakteri periodontopatik yang terdiri dari

a. Actinobacillus actinomycetemcomitans

b. Bacteroides intermedius

c. Bacteroides gingivalis (Willianti et al, 2018).

2) Sekunder

Lokal:

a. Karies proksimal dan dekat tepi cervikal

b. Tumpatan yang berlebihan

c. Food debris

d. Susunan gigi yang tidak teratur

e. Merokok

f. Gigi tiruan yang kurang pas

4
Sistemik:

a. Genetik : Down syndrome

b. Nutrisi : Kurang vitamin C

c. Hormonal : Pubertas, pregnancy

d. Penyakit : Diabetes militus, anemia

e. Obat-obatan : Dilantin (Willianti et al, 2018).

5. Patogenesis

Proses terjadinya periodontitis melibatkan mikroorganisme dalam plak

gigi dan faktor kerentanan pejamu. Faktor yang meregulasi kerentanan pejamu

berupa respon imun terhadap bakteri periodontopatik. Tahap awal

perkembangan periodontitis adalah inflamasi pada gingiva sebagai respon

terhadap serangan bakteri. Periodontitis dihubungkan dengan adanya plak

subgingiva. Perluasan plak subgingiva ke dalam sulkus gingiva dapat

mengganggu perlekatan bagian korona epitelium dari permukaan gigi.

Mikroorganisme yang terdapat di dalam plak subgingiva mengaktifkan respon

imun terhadap patogen periodontal dan endotoksin tersebut dengan merekrut

neutrofil, makrofag dan limfosit ke sulkus gingiva untuk menjaga jaringan

pejamu dan mengontrol perkembangan bakteri (Mummolo et al, 2014).

Faktor kerentanan pejamu sangat berperan dalam proses terjadinya

periodontitis. Kerentanan pejamu dapat dipengaruhi oleh genetik, pengaruh

lingkungan dan tingkah laku seperti merokok, stres dan diabetes. Respon

pejamu yang tidak adekuat dalam menghancurkan bakteri dapat menyebabkan

destruksi jaringan periodontal. Tahap destruksi jaringan merupakan tahap

transisi dari gingivitis ke periodontitis (Quamilla, 2016).

5
B. KLORHEKSIDIN

1. Definisi

Chlorhexidine gluconate (klorheksidin) adalah obat antimikroba yang

banyak digunakan secara luas. Obat ini bekerja sebagai antiseptik, yang

mempunyai efek bakterisidal terhadap semua kategori mikroba, termasuk

bakteri, ragi, dan virus. Klorheksidin memiliki keuntungan yang lebih dari

antibiotik dengan tidak menghasilkan mikroorganisme yang resisten

(Greenstain et al, 1985).

2. Sifat fisiko kimia dan rumus kimia obat

Seratus dua puluh klorheksidin terdiri dari dua cincin 4-chlorophenyl

simetris dan dua kelompok biguanide yang dihubungkan oleh rantai

hexamethylene central. Senyawa tersebut bersifat basa kuat pada tingkat Ph

diatas 3,5 dengan dua muatan positif pada kedua sisi hexamethylenebridge

(Mathur et al, 2011).

Struktur kimia molekul klorheksidin

6
Klorheksidin tersedia dalam tiga macam bentuk:

1. Digluconate - paling sering digunakan, dan larut dalam air

2. Asetat - larut dalam air

3. Garam hidroklorida - sedikit larut dalam air (Mathur et al, 2011).

3. Farmakologi Umum

Dinding sel bakteri bermuatan negatif dan mengandung sulfat dan fosfat.

Klorheksidin bermuatan positif tertarik ke dinding sel bakteri bermuatan negatif


dengan absorpsi spesifik dan kuat terhadap senyawa yang mengandung fosfat.

Merubah integritas membran sel bakteri sehingga klorheksidin tertarik ke inner


cell membrane

Dengan meningkatkkan konsentrasi klorheksidin terdapat kerusakan progresif


pada membran

Chlorhexidine berikatan dengan fosfolipid di dalam membran dan ada


kebocoran senyawa dengan berat molekul yang rendah seperti ion kalium

Sitoplasma sel-sel secara kimia diendapkan

Ada kongulasi dan pengendapan sitoplasma oleh pembentukan komplator fosfat


yang termasuk adenosin trifosfat dan asam nukleat.

Bakterisida tahap yang irefersibel

Mekanisme kerja klorheksidin (Balagopal dan Arjunkumar, 2013 )

7
Dari tabel diatas dapat diuraikan sebagai berikut; molekul klorheksidin

bersifat lipofilik dan memiliki muatan positif sehingga dapat berinteraksi

dengan fosfolipid dan lipopolisakarida pada membran sel bakteri yang

bermuatan negatif. Setelah terjadi ikatan kemudian molekul klorheksidin dapat

berpenetrasi ke dalam sel melalui beberapa mekanisme transpor aktif atau pasif.

Efektifitas klorheksidin terjadi karena adanya interaksi muatan positif molekul

klorheksidin dan gugus fosfat yang bermuatan negatif pada dinding sel mikroba

sehingga mengubah keseimbangan osmotik sel bakteri. Pada konsentrasi rendah

menyebabkan ion khususnya kalium dan fosfor akan bocor keluar dari sel. Pada

konsentrasi yang lebih tinggi klorheksidin bersifat bakterisida yang

menyebabkan presipitasi sitoplasma terjadi dan pada akhirnya menyebabkan

kematian sel bakteri (Greenstein et al, 1985).

4. Farmakodinamik

Klorheksidin berkhasiat sebagai antibakteri dan merupakan golden

standard antimikroba pada kebersihan mulut. Klorhiksidin banyak digunakan

pada berbagai macam klinis atau terapi, termasuk periodontik, endodontik,

bedah mulut, dan kedokteran gigi operatif (Kaplowitz et al, 2008).

Penggunaan klorheksidin pada jangka waktu pendek dapat digunakan untuk;

a. Membuang plak

b. Setelah melakukan bedah oral termasuk operasi periodontal

c. Sebagai profilaksis dalam pencegahan bakteri pada post ekstraksi dan

mengurangi bakteri yang terdapat pada aerosol spray

d. Ulserasi oral yang berulang

e. Terapi denture stomatitis dan dry socket

8
f. Digunakan selama terapi ifeksi oral dan nekrosis ulseratif ginggivitis

akut (Mathur et al, 2011).

Penggunaan klorheksidin pada jangka pendek hingga sedang dapat digunakan

untuk;

a. Untuk kebersihan mulut

b. Untuk individu yang cenderung terkena infeksi oral

c. Pasien yang memiliki resiko tinggi terjadinya karies

d. Pemakai alat ortodentik

e. Pasien dengan rekonstruksi prostetik yang ekstensif pada gigi

penyangga

f. Pasien yang melakukan impan gigi

Penggunaan jangka panjang klorheksidin dapat menimbulkan efek samping

namun terdapat beberapa hal yang justru penggunaan jangka panjang

klorheksidin bermanfaat yaitu diantarnya;

a. Pasien dengan agranulocytosis, leukimia, hemofilia, trombositopenia,

penyakit ginjal, alergi, transplantasi sumsum tulang, AIDS.

b. Pasien yang sedang diterapi dengan obat obatan sitotoksik, terapi

radiasi, dan obata obatan imunosupresan

c. Pasien dengan inter maxillary fixation

d. Pasien dengan kelainan mental

e. Pasien dengan disabilitas fisik, gangguan fungsi motorik, gangguan

korrdinasi otot

f. Pasien geriatri (Mathur et al, 2011).

9
Sedangkan kontraindikasi klorheksidin ialah pada pasien yang memiliki

hipersensitifitas terhadap klorheksidin (Singh dan Surender, 2007).

5. Farmakokinetik

Klorheksidin diserap oleh saluran gastrointestinal dalam jumlah yang

sedikit didalam tubuh. Disamping itu klorheksidin di absorbsi ke permukaan

gigi atau mukosa oral untuk kemudian dilepas dalam level terapeutik.

Klorheksidin diabsorbsi habis sebanyak 4% , dan 90% dieksresi di feces

sedangkan sisanya dieliminasi melalui urin. Klorheksidin dimetabolisme

dengan jumlah sedikit di hati dan ginjal dan obat ini memiliki waktu paruh 4

hari (Balagopal dan Arjunkumar, 2013).

6. Toksisitas

Klorheksidin tidak memiliki efek samping sistemik karena tidak

diabsobsi ke sirkulasi darah. Tetapi terdapat efek samping lokal dari pemakaian

klorheksidin apabila digunakan dalam jangka waktu lebih dari 2 minggu

diantaranya menyebabkan rasa terbakar pada mukosa mulut, mengganggu

indera perasa, pewarnaan gigi, erosi mukosa mulut, dan kekeringan pada rongga

mulut (Attamimi, 2017). Penggunaan klorheksidin tidak dikenankan bersamaan

dengan alkohol, disfulfiram dan metrodenazole. Apabila digunakan seara

bersamaan maka akan memimbulkan efek reaksi disulfiram, yaitu seperti mual,

muntah, pusing, muka merah, napas pendek, sakit kepala hebat, gangguan

penglihatan, palpitasi jantung, dan pingsan (Singh dan Surender, 2007).

Klorheksidin diabsorbsi dengan jumlah yang kecil melalui saluran

pencernaan. Jumlah kecil klorheksidin yang dapat diabsorbsi lalu

dimetabolisme di hati dan ginjal. Sehingga terdapat pembelahan metabolik

minimal. Maka dari itu klorheksidin memiliki toksisitas obat yang rendah dan

10
tidak menyebabkan perubahan teratogenik apapun. Sejauh ini tidak ada bukti

pembentukan zat karsinogenik pada klorheksidin. (Balagopal dan Arjunkumar,

2013).

C. RESEP

Penulisan resep lengkap untuk periodontitis

11
BAB III

PEMBAHASAN

Beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor utama penyebab terjadinya

periodontitis diakibtkan oleh adanya mikroorganisme yang berkolonisasi didalam plak

gigi. Plak menerupakan suatu lapisan lunak yang berwarna kuning keabua-abuan yang

melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Plak berawal dari bentukan

cair yang lama kelamaan akan mengeras berbentuk padat dan menjadi tempat

berkembangbiaknya bakteri (pelikel saliva + bakteri = plak) (Quamilla, 2016).

Plak gigi yang semakin menumpuk dan tidak diatasi dengan pembersihan plak

akan menyebabkan terbentuknya calculus dimana calculus merupakan hasil dari proses

kalsifikasi dan mineralisasi plak oleh garam-garam mineral yang biasanya sering terjadi

pada hari pertama hingga hari ke empat belas dari pembentukan plak. Pada plak dan

calculus terdapat bakteri periodontopatik (Actinobacillus actinomycetemcomitans,

Bacteroides intermedius, Bacteroides gingivalis). Jika plak dan calculus dibiarkan

secara terus pada rongga mulut maka akan menyebabkan suatu inflamasi pada jaringan

periodontal sehingga muncullah suatu kelainan patologis yang disebut dengan

gingivitis (Willianti et al, 2018).

Gingivitis suatu penyakit yang diakibatkan oleh karena inflamasi gingiva tanpa

adanya kehilangan tulang atau perlekatan jaringan ikat. Tanda klinis gingivitis berupa:

kemerahan, pembengkakan pada gingiva, dan perdarahan pada probing gingiva. Jika

gingivitis tidak diterapi dengan baik atau dibiarkan terus menerus maka inflamasi pada

gingiva akan menyerang struktur periodontal pendukung (ligament periodontal, tulang

alveolar dan sementum) (Kaplowitz dan Cortell, 2008).

12
Perluasan inflamasi yang menyerang struktur periodontal pendukung tersebut

disebut dengan periodontitis. Dengan hal ini periodontitis merupakan suatu penyakit

peralihan dari gingivitis, secara klinis periodontitis ditandai dengan terbentuknya poket

periodontal sehingga bisa menyebabkan terjadinya mobiliti atau kegoyangan gigi dan

kehilangan tulang atau cacat tulang (Willianti et al, 2018).

Maka dari itu untuk mencegah terjadinya periodontitis dibutuhkan suatu bahan

atau obat antibakteri yang mampu mencegah dan mengeliminasi bakteri penyebab

periodontitis (Porphiromonas gingivalis). Dari berbagai literarur yang penulis baca

klorheksidin merupakan salah satu obat yang bersifat antimicrobrial agent sehingga

dapat membunuh berbagai macam mikroorganisme, hal itu ditunjukkan dari hasil

penelitian beberapa peneliti yang penulis baca yaitu Betadion Rizki Sinaredi et al 2014

dan Fathimah Azzahrah Attamimi et al 2017. Pada hasil penelitian Betadion,

klorheksidin memiliki rerata diameter zona hambat terbesar pada tiga kelompok

penelitian (bakteri campur, S. mutans, dan P. gingivalis), begitupla dengan hasil

penelitian Fathimah berdasarkan uji MIC menunjukkan nilai MIC klorheksidin 1,953

ppm dan zona hambat yang dihasilkan cukup tinggi. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa efektifitas klorheksidin sebagai antibakteri cukup tinggi maka dari itu

klorheksidin dikatakan mampu mencegah terjadinya penyakit periodontitis (Sinaredi et

al, 2014 dan Attamimi et al, 2017).

Klorheksidin sebagai antibakteri yang dinyatakan mampu mencegah

periodontitis dapat digunakan dengan berbagai macam metode dalam

pengaplikasiannya yaitu: dapat diaplikasikan sebagai obat kumur, pasta gigi, permen

karet, semprot/spray, dan gel, hal ini dijelaskan oleh Dr. Poonam Dutt et al pada tahun

2014. Efek klinis tebaik klorheksidin dalam mencegah periodontitis secara efektif ialah

dengan metode penggunaan obat kumur, hal ini dibuktikan oleh Beiswanger B, et al

13
pada tahun 2002 yang dipublikasikan oleh Academy of Dental Therapeutics and

Stomatology diketahui bahwa keefektifan 0,12% larutan klorheksidin dalam mengobati

penyakit periodontal dengan metode penggunaan obat kumur sebanyak 15 ml selama

30 detik dalam dua kali sehari didapatkan penurunan indeks plak sebanyak 54%,

penurunan radang gingiva 29%, dan penurunan perdarahan gingiva sebanyak 48%.

Selain itu dilakukan irigasi gingiva untuk mengurangi bakteri pada subgingiva, tujuan

dilakukan irigasi pada ginggiva untuk menghambat perkembangan bakteri penyebab

gingivitis, untuk terapi gingivitis pada pasien, dan untuk mengurangi bakteri pada poket

periodontal tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya periodontitis atau mencegah

berkembangnya gingivitis menjadi periodontitis namun pada beberapa pasien tidak

menunjukkan hasil yang baik maka dari itu penggunaan irigasi gingiva harus diikuti

dengan terapi scalling dan root planning. Dengan ini dari hasil penilitian Beiswanger

tersebut didapatkan bahwa penggunaan klorheksidin dengan metode penggunaan obat

kumur lebih efektif dalam mencegah periodontitis (Beiswanger et al, 2002).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pearan klorheksidin dalam

mencegah periodontitis ialah dengan cara membunuh bakteri penyebab terjadinya

periodontitis, bakteri tersebut tumbuh pada plak sebagai tempat kolonisasi bakteri.

Maka dari itu plak yang melekat erat pada gigi harus dibersihkan dengan cara

menghilangkan plak atau dengan menurunkan indeks plak pada permukaan gigi dengan

menggunakan klorheksidin sebagai obat kumur maka klorheksidin akan melekat pada

membran sel bakteri dan menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel bakteri

sehingga klorheksidin akan terikat kuat pada permukaan mulut dan akan perlahan-

lahan dilepaskan ke dalam air liur. Kerja bakteri pembentuk plak akan dihambat secara

kontinu oleh klorheksidin, sehingga mengurangi tingkat akumulasi plak pada rongga

mulut dan dapat mencegah periodontitis. Hal tersebut telah dibuktikan dari hasil

14
penilitian Stefano mummolo pada tahun 2014 menunjukkan bahwa klorheksidin yang

mengandung antibakteri dapat digunakan sebagai antiseptik yang mampu membunuh

bakteri penyebab periodontitis (P. Gingivalis) sehingga klorheksidin dipercaya sebagai

obat yang mampu mengurangi pembentukan plak, menghambat pertumbuhan plak, dan

mencegah terjadinya periodontitis (Mummolo et al, 2014).

Disamping itu peran klorheksidin dalam mencegah periodontitis jika pada

penderita gingivitis ialah dengan mengobati gingivitis agar tidak terjadi perluasan

inflamasi yang menyerang struktur periodontal pendukung. Penggunaan klorheksidin

sebagai terapi pengobatan gingivitis digunakan dengan metode pengaplikasian obat

kumur agar gingivitis dapat teratasi dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya

periodontitis (Kaplowitz dan Cortell, 2008).

15

Anda mungkin juga menyukai