Target pajak yang tidak tercapai dapat disebabkan oleh berbagai faktor dimana salah
satunya karena adanya tindakan pengelolaan beban perpajakan oleh perusahaan.
Tindakan pengelolaan beban pajak merupakan akibat adanya kepentingan yang
berbeda antara perusahaan dan pemerintah. Upaya ini dalam rangka untuk
meminimalisasi besarnya pajak dengan tidak menunjukkan keuntungan yang
sesungguhnya (Mughal dan Akram, 2012).
3. Teori Stakeholder
Teori stakeholder merupakan teori yang menyatakan perusahaan bukanlah
entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan perusahaan tersebut, tetapi harus
memberikan manfaat kepada semua stakeholder-nya (Ghozali dan Chariri, 2007).
Stakeholder berpedoman terhadap setiap kepentingan individu atau kelompok yang
mempertahankan kepentingannya dalam sebuah organisasi sama seperti mekanisme
shareholder yang mempunyai saham atau obligasi pada suatu organisasi. Dalam
teori stakeholder, meningkatkan CSR membuat perusahaan lebih menarik bagi
konsumen. Oleh karena itu, CSR harus dilakukan oleh semua perusahaan (Prasista
dan Setiawan, 2016).
digambarkan dengan penghindaran pajak. Hasil yang sama juga diperoleh dari
penelitian Lanis dan Richardson (2011), Jesica Aryanto (2014) mencoba menguji
pengaruh pengungkapan CSR terhadap agresivitas pajak, agresivitas pajak.
4. Teori Legitimasi
Teori legitimasi menunjukkan bahwa perusahaan yang agresif akan pajak
akan mengungkapkan informasi tambahan yang berhubungan dengan kegiatan CSR
yang dilakukan perusahaan di berbagai bidang untuk mencoba meringankan
kekhawatiran publik seperti memperlihatkan bahwa perusahaaan telah memenuhi
kewajibannya untuk masyarakat atau mengubah harapan masyarakat tentang
aktivitasnya, agar diterima oleh pihak eksternal (Deegan et. al., 2002). Lako (2011:5)
mengatakan bahwa dalam perspektif teori legitimasi, perusahaan dan komunitas
sekitarnya memiliki relasi sosial yang erat karena keduanya terikat dalam suatu
“social contract”. Teori kontrak sosial (social contract) menyatakan bahwa
keberadaan perusahaan dalam suatu area karena didukung secara politis dan dijamin
oleh regulasi pemerintah yang juga merupakan representasi dari masyarakat.
Prasista dan Setiawan (2016) menjelaskan bahwa terdapat dua aspek agar
perusahaan memperoleh dukungan legitimasi. Pertama, aktivitas organisasi harus
sesuai dengan sistem nilai di masyarakat, dan kedua pelaporan aktivitas
perusahaanjugahendaknyamencerminkan nilai sosial. Teori legitimasi menyatakan
16
5. Teori Agency
Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara
pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Agent berkewajiban
untuk mengelola perusahaan dengan sebaik-baiknya. Karena memiliki tanggung
jawab yang berat, agent menuntut principal untuk mendapatkan imbalan yang
sesuai dengan permintaan agent. Hal ini dapat memunculkan asimetri informasi
(Rosalia, 2017). Hanggraeni (2014:68) mengatakan agency problem salah satunya
disebabkan oleh adanya asymmetric information, yaitu informasi yang tidak
seimbang antara principal dan agent.
Rinaldi (2015) juga memiliki hasil penelitian yang sama dengan hasil
profitabilitas berpengaruh signifikan positif pada agresivitas pajak yang diproksikan
dengan tax avoidance. Pajak merupakan salah satu bagian dari kewajiban jangka
pendek perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk melaksanakan kewajiban jangka
pendeknya dapat dilihat dari rasio likuiditas. Apabila perusahaan memiliki rasio
likuiditas yang tinggi maka perusahan tersebut sedang berada dalam kondisi arus
kas yang lancar.
terhadap besarnya utang-utang yang jatuh tempo dalam jangka waktu dekat atau
tidak lebih dari satu tahun, pada tanggal tertentu seperti tercantum pada neraca
(Hanafi dan Halim, 2012:202). Menurut Suyanto dan Supramono (2012:168)
perusahaan dengan likuiditas yang tinggi menunjukkan tingginya kemampuan
perusahaan dalam memenuhi utang jangka pendek. Hal ini menunjukkan keuangan
perusahaan dalam kondisi yang sehat dan tidak memiliki masalah mengenai arus kas
sehingga mampu menanggung biaya-biaya yang muncul seperti pajak.
Semakin tinggi rasio likuiditas maka akan berbanding positif dengan tingkat
agresivitas pajak perusahaan (Adisamartha dan Noviari, 2015). Penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya yaitu Suyanto dan Supramono (2012) yang
menemukan bahwa likuiditas berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap
penghindaran pajak. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Adisamartha dan
Noviari (2015) yang menemukan bahwa likuiditas berpengaruh signifikan secara
positif, dimana perusahaan dengan tingkat likuiditas yang tinggi akan lebih agresif
terhadap pajak yang diterima karena likuiditas yang tinggi dipengaruhi oleh tingkat
profitabilitas yang tinggi.
6. Capital Intensity
Capital Intensity adalah seberapa besar perusahaan menginvestasikan
asetnya dalam bentuk aset tetap dan persediaan. Dalam penelitian ini capital
intensity akan diproksikan dengan intensitas aset tetap. Intensitas aset tetap adalah
jumlah aset tetap yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total aset
19
perusahaan (Siregar dan Widyawati, 2016). Capital intensity atau rasio intensitas
modal adalah aktivitas investasi perusahaan yang dikaitkan dengan investasi aset
tetap dan persediaan.
Rodiguez dan Arias (2012) menyebutkan bahwa aktiva tetap yang dimiliki
perusahaan memungkinkan perusahaan untuk memotong pajak akibat depresiasi
dari aktiva tetap setiap tahunnya.Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan
tingkat aktiva tetap yang tinggi memiliki beban pajak yang lebih rendah
dibandingkan perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang rendah. PSAK 14 no.
13 menyatakan adanya beberapa pemborosan yang ditimbulkan akibat tingginya
tingkat persediaan, biaya-biaya tersebut meliputi biaya bahan, biaya tenaga kerja,
biaya produksi, biaya penyimpanan, biaya administrasi dan umum, dan biaya
penjualan. Biaya-biaya tersebut akan diakui sebagai biaya di luar persediaan itu
sendiri.
Hal ini akan berimplikasi terhadap laba perusahaan yang semakin menurun,
sehngga pajak terutang perusahaan juga akan semakin menurun. Namun hal tersebut
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bani (2015). Penelitian yang
dilakukan oleh Bani menyatakan bahwa capital intensity tidak berpengaruh
signifikan pada agresivitas pajak perusahaan sektor non keuangan yang listing di
BEI tahun 2012-2013.
7. Inventory Intensity
Inventory intensity atau bisa disebut juga dengan intensitas persediaan
merupakan salah satu komponen penyusun komposisi aktiva yang diukur dengan
membandingkan antara total persediaan dengan total aset yang dimiliki perusahaan.
Hasil penelitian Derashid dan Zhang (2013) menunjukkan bahwa intensitas
persediaan berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif sehingga dapat dikatakan
bahwa perusahaan semakin agresif dalam menghadapi pajaknya, begitu pula dengan
hasil penelitian Richardson dan Lanis (2007). Hal ini karena perusahaan yang
berinvestasi dalam bentuk persediaan tidak dapat melakukan hal yang serupa ketika
perusahaan memiliki intensitas modal yang tinggi yakni dalam hal depresiasi yang
dapat dijadikan pengurang dalam penghasilan kena pajak (Siregar, 2016).Tingkat
persediaan atau inventory intensity ratio yang tinggi juga dapat mengurangi jumlah
pajak yang dibayar perusahaan.
Hal ini karena timbulnya beban-beban bagi perusahaan akibat dari adanya
persediaan (Herjanto, 2007:248). Manajer akan berusaha meminimalisir beban
tambahan karena banyaknya persediaan agar tidak mengurangi laba perusahaan.
Tetapi di sisi lain, manajer akan memaksimalkan biaya tambahan yang terpaksa
ditanggung untuk menekan beban pajak yang dibayar perusahaan (Putri dan
Lautania, 2016).
8. Trade-off Theory
Trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil
trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya yang
akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut (Hartono, 2003). Esensi
trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan
21
pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih
besar, tambahan hutang masih diperkenankan.
Leverage adalah penggunaan assets dan sumber dana (sources of funds) oleh
perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar
meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.Perusahaan menggunakan
leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada biaya
assets dan sumber dananya, dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan
pemegang saham. Sebaliknya leverage juga meningkatkan variabilitas (risiko)
keuangan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih
rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan
keuntungan pemegang saham.Konsep leverage tersebut sangat penting terutama
untuk menunjukkan kepada analis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko
dan tingkat keuntungan dariberbagai tipe keputusan financial (Sartono, 2000).
perusahaan dengan pihak ketiga (kreditur) maka perusahaan akan lebih menjaga laba
periode berjalan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas kinerja perusahaan yang
dijelaskan melalui laba karena semakin tingginya kepentingan perusahaan dengan
kreditur maka kreditur akan lebih mengawasi perusahaan dengan alasan
kelangsungan pinjaman modal eksternal.
Sehingga perusahaan dengan tingkat Leverage yang tinggi tidak akan agresif
dalam hal perpajakan karena diharapkan mampu menjaga stabilitas laba periode
berjalan, salah satunya dengan mengalokasikan laba periode mendatang ke laba
periode berjalan. Tingginya tingkat persediaan dalam perusahaan akan
menimbulkan tambahan beban bagi perusahaan. PSAK 14 no. 13 menyatakan
adanya beberapa pemborosan yang ditimbulkan akibat tingginya tingkat persediaan,
biaya-biaya tersebut meliputi biaya bahan, biaya tenaga kerja, biaya produksi, biaya
penyimpanan, biaya administrasi dan umum, dan biaya penjualan.
Biaya-biaya tersebut akan diakui sebagai biaya di luar persediaan itu sendiri.
Biaya-biaya tersebut nantinya akan mengurangi tingkat laba bersih perusahaan dan
mengurangi beban pajak (Adisamartha dan Noviari, 2015). Studi yang dilakukan
oleh Lanis dan Richardson (2007) mengungkapkan bahwa hubungan leverage dan
agresivitas pajak yang diproksikan oleh ETR yakni negatif.
Tabel 2.1
Penelitian terdahulu
23
Regression
Analysis)
Uji Asumsi Klasik,
Uji normalitas, Uji
multikolonieritas,
Uji autokorelasi,
Uji
heteroskedastisita
s.
Uji SPSS
Uji
28
Heterokedastisitas pajak.
, Uji Koefisien
Determinasi,
Analisis Regresi
Linear Berganda
Uji
Multikolinieritas,
Uji
Heteroskedastisita
s, Uji
Autokorelasi.
Analisis Regresi
Berganda,
AnalisisGoodness
of Fit Model
(2017) Profitabilitas,
31
C. Kerangka pemikiran
1. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap agresivitas pajak
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lanis dan Richardson (2011), Jesica
Aryanto (2014) mencoba menguji pengaruh pengungkapan CSR terhadap
agresivitas pajak, dengan hasil penelitian pengungkapan CSR berpengaruh negatif
terhadap agresivitas pajak. Perusahaan merupakan salah satu wajib pajak yang
memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara tempat perusahaan
tersebut beroperasi. Sebuah perusahaan yang melakukan tindakan pajak agresif
maka dapat disebut sebagai perusahaan yang tidak bertanggungjawab secara sosial
(Mustika, 2017).
mendapatkan laba. Investasi perusahaan pada aset tetap akan menyebabkan adanya
beban depresiasi dari aset tetap yang diinvestasikan. Besarnya beban depresiasi
untuk aset tetap diperaturan perpajakan Indonesia beraneka ragam tergantung dari
klasifikasi aset tetap tersebut (Andhari dan Sukartha, 2017).
Andhari dan Sukartha (2017) menyatakan perusahaan dengan aset tetap yang
besar cenderung melakukan perencanaan pajak sehingga Effective Tax Ratio (ETR)
sebagai salah satu indikator agresivitas pajaknya rendah.Capital intensity ratio
adalah jumlah modal perusahaan yang diinvestasikan pada aktiva tetap perusahaan
yang biasanya diukur dengan menggunakan rasio aktiva tetap dibagi dengan
penjualan (DeFond dan Hung, 2001). Menurut Sartono (2001:120) capital intensity
ratio merupakan rasio antara aset tetap, seperti peralatan pabrik, mesin dan berbagai
properti, terhadap penjualan.
lebih rendah yang artinya mereka cenderung untuk melakukan agresivitas pajak
yang tinggi.
Gambar 2.1
D. Model penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka model penelitian yang dilakukan sebagai berikut
:
Gambar 2.2
Model Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan:
: Simultan
: Parsial
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan metode penelitian diatas , maka hipotesis yang dirumuskan adalah
sebagai berikut :
Kerangka Pemikiran
Perusahaan yang
terdaftar di BEI
Perusahaan
Pertambangan yang
terdaftar di BEI
Corporate Social
Responsibility (X1)
Teori Stakeholder Teori Legitimasi TeoriHAgency Trade of
1
Profitabilitas (X2) theory
H2
Capital Intensity (X3 ) HLikuiditas Agresivitas Pajak (Y)
Corporate social Profitabilitas 3 Capital Inventory Leverage
responsibility H4 Intensity Intensity
Inventory Intensity (X4 )
H5 e
CSRi ROA CR CINT INVNT DAR
Leverage (X5) H6
Likuiditas (X6)
Agresivitas Pajak
(ETR)
37