Anda di halaman 1dari 24

14

keduanya. Hlaing (2012) mendefinisikan agresivitas pajak sebagai kegiatan


perencanaan pajak semua perusahaan yang terlibat dalam usaha mengurangi tingkat
pajak yang efektif.Agresivitas pajak menjadi salah satu indikator yang
dipergunakanuntuk melihat usaha penghindaran pajak oleh wajib pajak.

Agresivitas pajak dapat dilakukan melalui mekanisme yang digolongkan tax


evasion atau tax avoidance(Frank et al, 2009). Perusahaan yang melakukan
agresivitas pajak tidak semata mata bersumber dari ketidaktaatan wajib pajak dengan
undang-undang perpajakan, melainkan dapat pula dilakukan dari aktivitas yang
tujuannya untuk melakukan penghematan dengan memanfaatkan undangundang
tersebut (Ridha, 2014). Perusahaan akan lebih agresif apabila menerima beban pajak
yang besar (Chen, et al.,2010).

Target pajak yang tidak tercapai dapat disebabkan oleh berbagai faktor dimana salah
satunya karena adanya tindakan pengelolaan beban perpajakan oleh perusahaan.
Tindakan pengelolaan beban pajak merupakan akibat adanya kepentingan yang
berbeda antara perusahaan dan pemerintah. Upaya ini dalam rangka untuk
meminimalisasi besarnya pajak dengan tidak menunjukkan keuntungan yang
sesungguhnya (Mughal dan Akram, 2012).

3. Teori Stakeholder
Teori stakeholder merupakan teori yang menyatakan perusahaan bukanlah
entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan perusahaan tersebut, tetapi harus
memberikan manfaat kepada semua stakeholder-nya (Ghozali dan Chariri, 2007).
Stakeholder berpedoman terhadap setiap kepentingan individu atau kelompok yang
mempertahankan kepentingannya dalam sebuah organisasi sama seperti mekanisme
shareholder yang mempunyai saham atau obligasi pada suatu organisasi. Dalam
teori stakeholder, meningkatkan CSR membuat perusahaan lebih menarik bagi
konsumen. Oleh karena itu, CSR harus dilakukan oleh semua perusahaan (Prasista
dan Setiawan, 2016).

CSR merupakan sebuah komitmen bisnis yang berperan dalam membangun


ekonomi yang dapat bekerja dengan karyawan serta perwakilan karyawan,
masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat yang lebih luas untuk membenahi
kualitas hidup, dengan cara yang baik untuk bisnis maupun pengembangan bisnis
(Sumedi, 2010). Andhari dan Sukartha (2017) dalam penelitian ini mengungkapkan
bahwa CSR tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak yang
15

digambarkan dengan penghindaran pajak. Hasil yang sama juga diperoleh dari
penelitian Lanis dan Richardson (2011), Jesica Aryanto (2014) mencoba menguji
pengaruh pengungkapan CSR terhadap agresivitas pajak, agresivitas pajak.

4. Teori Legitimasi
Teori legitimasi menunjukkan bahwa perusahaan yang agresif akan pajak
akan mengungkapkan informasi tambahan yang berhubungan dengan kegiatan CSR
yang dilakukan perusahaan di berbagai bidang untuk mencoba meringankan
kekhawatiran publik seperti memperlihatkan bahwa perusahaaan telah memenuhi
kewajibannya untuk masyarakat atau mengubah harapan masyarakat tentang
aktivitasnya, agar diterima oleh pihak eksternal (Deegan et. al., 2002). Lako (2011:5)
mengatakan bahwa dalam perspektif teori legitimasi, perusahaan dan komunitas
sekitarnya memiliki relasi sosial yang erat karena keduanya terikat dalam suatu
“social contract”. Teori kontrak sosial (social contract) menyatakan bahwa
keberadaan perusahaan dalam suatu area karena didukung secara politis dan dijamin
oleh regulasi pemerintah yang juga merupakan representasi dari masyarakat.

Hidayati dan Murni (2009) menyatakan bahwa untuk bisa mempertahankan


kelangsungan hidupnya, perusahaan mengupayakan sejenis legitimasi atau
pengakuan baik dari investor, kreditor, konsumen, pemerintah maupun masyarakat
sekitar . Banyak perusahaan beranggapan memiliki dua beban yang sama untuk
kepentingan kesejahteraan masyarakat yaitu beban pajak dan beban Corporate
Social Responsibility (CSR). Agar perusahaan tidak memiliki dua beban maka
perusahaan mulai mencari cara untuk meminimalkan pajak perusahaan melalui
kegiatan agresivitas pajak.

Perusahaan lebih mempertimbangkan pengeluaran dana untuk CSR yang dapat


mengurangi laba kena pajak. Seharusnya perusahaan tidak melakukan strategic tax
behaviour (perilaku penghindaran pajak) yang merusak hubungan konstitutif antara
Negara dan perusahaan (Avi-Yonnah, 2008). Menurut teori legitimasi, perusahaan
dapat memperoleh pengakuan untuk bisa menjalankan usahanya dari masyarakat
dengan melakukan aktivitas CSR atau pertanggungjawaban sosial.

Prasista dan Setiawan (2016) menjelaskan bahwa terdapat dua aspek agar
perusahaan memperoleh dukungan legitimasi. Pertama, aktivitas organisasi harus
sesuai dengan sistem nilai di masyarakat, dan kedua pelaporan aktivitas
perusahaanjugahendaknyamencerminkan nilai sosial. Teori legitimasi menyatakan
16

bahwa organisasi harus secara terus-menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa


mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat
(Rustiarini, 2010).

Hal ini karena, menurut teori legitimasi, perusahaan memiliki kontrak


dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice,
dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk
melegitimasi tindakan perusahaan. Secara ekonomi, perusahaan harus berorientasi
mendapatkan keuntungan dan secara sosial, perusahaan harus memberikan
kontribusisecaralangsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas
kehidupanmasyarakatdan lingkungannya. Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada
tanggung jawab yang berpijak pada perolehan laba perusahaan, tetapi juga
harusmemperhatikantanggung jawab sosial dan lingkungannya (Prasista dan
Setiawan, 2016).

5. Teori Agency
Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara
pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Agent berkewajiban
untuk mengelola perusahaan dengan sebaik-baiknya. Karena memiliki tanggung
jawab yang berat, agent menuntut principal untuk mendapatkan imbalan yang
sesuai dengan permintaan agent. Hal ini dapat memunculkan asimetri informasi
(Rosalia, 2017). Hanggraeni (2014:68) mengatakan agency problem salah satunya
disebabkan oleh adanya asymmetric information, yaitu informasi yang tidak
seimbang antara principal dan agent.

Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan self assessment system dapat


memberikan kesempatan agent untuk menghitung penghasilan kena pajak serendah
mungkin. Hal ini dilakukan agent karena dengan melakukan manajemen pajak maka
agent akan memperoleh keuntungan tersendiri yang tidak bisa didapatkan dari
kerjasama dengan principal. Andreas (2009:25) mendefinisikan hubungan keagenan
merupakan sebuah kontrak dimana terdapat satu orang atau lebih sebagai investor
atau pemilik perusahaan (principal) yang melibatkan pihak manajemen (agent) dan
juga antara pemegang saham dengan pemegang obligasi untuk bertindak atas nama
17

pemberi wewenang dan memberikan kekuasaan dalam pengambilan keputusan.


Setiap perusahaan diharapkan mendapat profit/laba yang maksimal.

Laba merupakan alat ukur utama kesuksesan suatu perusahaan. Menurut


Sutrisno (2009:221) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan semua modal yang bekerja di dalamnya.
Profitabilitas perusahaan menggambarkan efektif atau tidaknya manajemen
perusahaan dalam mengelola perusahaan sehingga dapat mencapai target yang
diharapkan pemilik perusahaan.Semakin meningkatnya profitabilitas perusahaan
maka kewajibannya pada sektor perpajakan juga akan meningkat. Dalam teori
akuntansi positif dalam keadaan cateris paribus, profitabilitas dapat digunakan
sebagai alat untuk mengatur laba perusahaan yang nantinya akan berpengaruh
terhadap kewajiban pajak dan penerimaan bonus.

Hubungan negatif timbul antara peningkatan profitabilitas dan kewajiban


perpajakan. Hal ini disebabkan oleh keinginan perusahaan untuk meningkatkan
profitabilitasnya tetapi pada saat yang sama perusahaan ingin melakukan tindakan
untuk mengurangi pembayaran pajaknya (Andhari dan Sukartha , 2017). Rodriguez
serta Arias (2012) membuktikan pada penelitiannya yang menghasilkan bahawa
profitabilitas berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak yang di proksikan
dengan Effective Tax Rate (ETR).

Rinaldi (2015) juga memiliki hasil penelitian yang sama dengan hasil
profitabilitas berpengaruh signifikan positif pada agresivitas pajak yang diproksikan
dengan tax avoidance. Pajak merupakan salah satu bagian dari kewajiban jangka
pendek perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk melaksanakan kewajiban jangka
pendeknya dapat dilihat dari rasio likuiditas. Apabila perusahaan memiliki rasio
likuiditas yang tinggi maka perusahan tersebut sedang berada dalam kondisi arus
kas yang lancar.

Kewajiban jangka pendek akan mampu dipenuhi apabila rasio likuiditas


perusahaan sedang dalam keadaan yang tinggi (Suyanto, 2012). Hanafi dan Halim
(2012:75) mendefinisikan likuiditas sebagai ukuran kemampuan likuiditas jangka
pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan relative terhadap utang
lancarnya. Likuiditas terdiri dari beberapa rasio, salah satunya adalah current ratio.

Current ratio menunjukkan besarnya kas yang dipunyai perusahaan


ditambah aset-aset yang bisa berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun, relatif
18

terhadap besarnya utang-utang yang jatuh tempo dalam jangka waktu dekat atau
tidak lebih dari satu tahun, pada tanggal tertentu seperti tercantum pada neraca
(Hanafi dan Halim, 2012:202). Menurut Suyanto dan Supramono (2012:168)
perusahaan dengan likuiditas yang tinggi menunjukkan tingginya kemampuan
perusahaan dalam memenuhi utang jangka pendek. Hal ini menunjukkan keuangan
perusahaan dalam kondisi yang sehat dan tidak memiliki masalah mengenai arus kas
sehingga mampu menanggung biaya-biaya yang muncul seperti pajak.

Suyanto (2012) menemukan adanya pengaruh likuiditas terhadap tingkat


agresivitas pajak. Semakin tinggi rasio likuiditas perusahaan menandakan
perusahaan tersebut dalam keadaan yang sehat. Perusahaan dengan tingkat laba yang
tinggi akan memiliki kenaikan modal (aktiva bersih) yang tinggi.

Dengan tingkat aktiva bersih yang tinggi, perusahaan dapat


menggunakannya untuk meningkatkan aktiva lancar yang dimilikinya (Yusriwati,
2012). Semakin tingginya rasio likuiditas perusahaan maka perusahaan akan
semakin berusaha untuk mengalokasikan laba periode berjalan ke periode
selanjutnya dengan alasan tingkat pembayaran pajak yang tinggi apabila perusahaan
dalam keadaan yang baik. Semakin tinggi rasio likuiditas perusahaan, maka tindakan
untuk mengurangi laba akan makin tinggi dengan alasan menghindari beban pajak
yang lebih tinggi.

Semakin tinggi rasio likuiditas maka akan berbanding positif dengan tingkat
agresivitas pajak perusahaan (Adisamartha dan Noviari, 2015). Penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya yaitu Suyanto dan Supramono (2012) yang
menemukan bahwa likuiditas berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap
penghindaran pajak. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Adisamartha dan
Noviari (2015) yang menemukan bahwa likuiditas berpengaruh signifikan secara
positif, dimana perusahaan dengan tingkat likuiditas yang tinggi akan lebih agresif
terhadap pajak yang diterima karena likuiditas yang tinggi dipengaruhi oleh tingkat
profitabilitas yang tinggi.

6. Capital Intensity
Capital Intensity adalah seberapa besar perusahaan menginvestasikan
asetnya dalam bentuk aset tetap dan persediaan. Dalam penelitian ini capital
intensity akan diproksikan dengan intensitas aset tetap. Intensitas aset tetap adalah
jumlah aset tetap yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total aset
19

perusahaan (Siregar dan Widyawati, 2016). Capital intensity atau rasio intensitas
modal adalah aktivitas investasi perusahaan yang dikaitkan dengan investasi aset
tetap dan persediaan.

Rasio intensitas modal dapat menunjukkan efisiensi penggunaan aktiva untuk


menghasilkan penjualan (Yoehana, 2013). Capital intensity juga dapat didefinisikan
dengan bagaimana perusahaan berkorban mengeluarkan dana untuk aktivitas operasi
dan pendanaan aktiva guna memperoleh keuntungan perusahaan. Tingginya tingkat
persediaan dalam perusahaan akan menimbulkan tambahan beban bagi perusahaan
(Mustika, 2017).

Rodiguez dan Arias (2012) menyebutkan bahwa aktiva tetap yang dimiliki
perusahaan memungkinkan perusahaan untuk memotong pajak akibat depresiasi
dari aktiva tetap setiap tahunnya.Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan
tingkat aktiva tetap yang tinggi memiliki beban pajak yang lebih rendah
dibandingkan perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang rendah. PSAK 14 no.
13 menyatakan adanya beberapa pemborosan yang ditimbulkan akibat tingginya
tingkat persediaan, biaya-biaya tersebut meliputi biaya bahan, biaya tenaga kerja,
biaya produksi, biaya penyimpanan, biaya administrasi dan umum, dan biaya
penjualan. Biaya-biaya tersebut akan diakui sebagai biaya di luar persediaan itu
sendiri.

Biaya-biaya tersebut nantinya akan mengurangi tingkat laba bersih


perusahaan dan mengurangi beban pajak. Intensitas aset tetap merupakan rasio yang
menandakan intensitas kepemilikan aset tetap suatu perusahaan dibandingkan
dengan total aset. Kepemilikan aset tetap yang tinggi akan menghasilkan beban
depresiasi atas aset yang besar pula, sehingga laba perusahaan akan berkurang akibat
adanya jumlah aset tetap yang besar.

Sehingga tingginya jumlah aset yang ada di perusahaan akan meningkatkan


agresivitas pajak perusahaan. Intensitas kepemilikan aset tetap dapat mempengaruhi
beban pajak perusahaan karena adanya beban depresiasi yang melekat pada aset
tetap (Adisamartha dan Noviari, 2015).Andhari dan Sukartha (2017) menyatakan
perusahaan dengan aset tetap yang besar cenderung melakukan perencanaan pajak
sehingga Effective Tax Ratio (ETR) sebagai salah satu indikator agresivitas pajaknya
rendah. Capital intensity sangat berhubungan dengan investasi perusahaan dalam
aset tetap menjadikan beban depresiasi aset tetap semakin meningkat.
20

Hal ini akan berimplikasi terhadap laba perusahaan yang semakin menurun,
sehngga pajak terutang perusahaan juga akan semakin menurun. Namun hal tersebut
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bani (2015). Penelitian yang
dilakukan oleh Bani menyatakan bahwa capital intensity tidak berpengaruh
signifikan pada agresivitas pajak perusahaan sektor non keuangan yang listing di
BEI tahun 2012-2013.
7. Inventory Intensity
Inventory intensity atau bisa disebut juga dengan intensitas persediaan
merupakan salah satu komponen penyusun komposisi aktiva yang diukur dengan
membandingkan antara total persediaan dengan total aset yang dimiliki perusahaan.
Hasil penelitian Derashid dan Zhang (2013) menunjukkan bahwa intensitas
persediaan berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif sehingga dapat dikatakan
bahwa perusahaan semakin agresif dalam menghadapi pajaknya, begitu pula dengan
hasil penelitian Richardson dan Lanis (2007). Hal ini karena perusahaan yang
berinvestasi dalam bentuk persediaan tidak dapat melakukan hal yang serupa ketika
perusahaan memiliki intensitas modal yang tinggi yakni dalam hal depresiasi yang
dapat dijadikan pengurang dalam penghasilan kena pajak (Siregar, 2016).Tingkat
persediaan atau inventory intensity ratio yang tinggi juga dapat mengurangi jumlah
pajak yang dibayar perusahaan.

Hal ini karena timbulnya beban-beban bagi perusahaan akibat dari adanya
persediaan (Herjanto, 2007:248). Manajer akan berusaha meminimalisir beban
tambahan karena banyaknya persediaan agar tidak mengurangi laba perusahaan.
Tetapi di sisi lain, manajer akan memaksimalkan biaya tambahan yang terpaksa
ditanggung untuk menekan beban pajak yang dibayar perusahaan (Putri dan
Lautania, 2016).

8. Trade-off Theory
Trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil
trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya yang
akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut (Hartono, 2003). Esensi
trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan
21

pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih
besar, tambahan hutang masih diperkenankan.

Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar, maka


tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Trade-off theory telah
mempertimbangkan berbagai faktor seperti corporate tax, biaya kebangkrutan, dan
personal tax dalam menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih struktur modal
tertentu (Suad Husnan, 2000). Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai
perusahaan tetapi hanya pada sampai titik tertentu.

Setelah titik tersebut, penggunaaan hutang justru menurunkan nilai


perusahaan. Walaupun model trade-off theory tidak dapat menentukan secara tepat
struktur modal yang optimal, namun model tersebut memberikan kontribusi penting
yaitu; Perusahaan yang memiliki aktiva yang tinggi, sebaiknya menggunakan sedikit
hutang. Perusahaan yang membayar pajak tinggi sebaiknya lebih banyak
menggunakan hutang dibandingkan perusahaan yang membayar pajak rendah
(Hartono, 2003)..

Leverage adalah penggunaan assets dan sumber dana (sources of funds) oleh
perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar
meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.Perusahaan menggunakan
leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada biaya
assets dan sumber dananya, dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan
pemegang saham. Sebaliknya leverage juga meningkatkan variabilitas (risiko)
keuangan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih
rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan
keuntungan pemegang saham.Konsep leverage tersebut sangat penting terutama
untuk menunjukkan kepada analis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko
dan tingkat keuntungan dariberbagai tipe keputusan financial (Sartono, 2000).

Leverage merupakan rasio yang menunjukkan besarnya hutang yang dimiliki


oleh perusahaan atau tingkat hutang yang digunakan perusahaan untuk membiayai
aktivitas operasinya. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
tambahan dana/modal perusahaan di dalam menjalankan kegiatan operasionalnya
akan mengakibatkan pos biaya tambahan berupa bunga dan pengurangan beban
pajak penghasilan Wajib Pajak Badan (Kurniasih dan Sari, 2013). Teori Akuntansi
Positif dengan Hipotesis debt covenant menjelaskan semakin tingginya hubungan
22

perusahaan dengan pihak ketiga (kreditur) maka perusahaan akan lebih menjaga laba
periode berjalan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas kinerja perusahaan yang
dijelaskan melalui laba karena semakin tingginya kepentingan perusahaan dengan
kreditur maka kreditur akan lebih mengawasi perusahaan dengan alasan
kelangsungan pinjaman modal eksternal.

Sehingga perusahaan dengan tingkat Leverage yang tinggi tidak akan agresif
dalam hal perpajakan karena diharapkan mampu menjaga stabilitas laba periode
berjalan, salah satunya dengan mengalokasikan laba periode mendatang ke laba
periode berjalan. Tingginya tingkat persediaan dalam perusahaan akan
menimbulkan tambahan beban bagi perusahaan. PSAK 14 no. 13 menyatakan
adanya beberapa pemborosan yang ditimbulkan akibat tingginya tingkat persediaan,
biaya-biaya tersebut meliputi biaya bahan, biaya tenaga kerja, biaya produksi, biaya
penyimpanan, biaya administrasi dan umum, dan biaya penjualan.

Biaya-biaya tersebut akan diakui sebagai biaya di luar persediaan itu sendiri.
Biaya-biaya tersebut nantinya akan mengurangi tingkat laba bersih perusahaan dan
mengurangi beban pajak (Adisamartha dan Noviari, 2015). Studi yang dilakukan
oleh Lanis dan Richardson (2007) mengungkapkan bahwa hubungan leverage dan
agresivitas pajak yang diproksikan oleh ETR yakni negatif.

Surbakti (2012) pada penelitiannya menghasilkan bahwa leverage


berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak yang diproksikan dengan tax
avoidance. Namun penelitian-penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Andhari dan Sukartha (2017) menyatakan perusahaan yang
mempunyai utang yang lebih banyak akan memiliki ETR yang lebih rendah yang
artinya mereka cenderung untuk melakukan agresivitas pajak yang tinggi. Keadaan
penggunaan leverage dimanfaatkan oleh perusahaan untuk meningkatkan beban
bunganya sehingga laba yang dihasilkan akan menurun dan kewajiban
perpajakannya juga akan menurun (Andhari dan Sukartha, 2017) .
B. Penelitian terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai variabel corporate social
responsibility, profitabilitas, capital intensity, leverage dan likuiditas terhadap
agresivitas pajak.

Tabel 2.1
Penelitian terdahulu
23

No Peneliti Judul penelitian Variabel penelitian Hasil penelitian


dan
tahun
1. Ajeng, Anita Pengaruh Independen : Ukuran
dan Yuli karakteristik Ukuran perusahaan perusahaan dan
(2016) perusahaan, gcg dan
Intensitas modal
csr terhadap Leverage
penghindaran pajak berpengaruh
Intensitas modal
terhadap
komisaris
agresivitas pajak.
independen
Leverage,
komite audit
komisaris
CSR
independen ,
Dependen :
komisaris audit
Penghindaran dan Corporate
pajak Alat Uji : social
analisis regresi responsibility
tidak berpengaruh
berganda
terhadap
Uji normalitas, penghindaran
pajak
Uji
Multikolonearitas,
Uji autokorelasi,
Uji
Heteroskedastisita
s, Uji statistik F,
Uji t.
24

2. Nurul Pengaruh Independen : CSR


Hidayati dan Corporate Social CSR berpengaruh
Fidiana Responsibility Dan Komisaris positif terhadap
penghindaran
(2017) Good independen
pajak Komisaris
Corporate Komite audit independen ,
Governance Kualitas audit komite audit ,
kualitas audit
terhadap Dependen :
tidak berpengaruh
Penghindaran Penghindaran terhadap
pajak penghindaran
Pajak
pajak.
Alat uji : analisis
regresi berganda
(Multiple

Regression
Analysis)
Uji Asumsi Klasik,
Uji normalitas, Uji
multikolonieritas,

Uji autokorelasi,
Uji

heteroskedastisita
s.

3. Ida Bagus Pengaruh Independen : likuiditas


Putu Fajar Likuiditas, Likuiditas berpengaruh
Adisamartha positif pada
Leverage, Leverage
dan Naniek agresivitas pajak.
Intensitas Intensitas
Leverage
persediaan
Persediaan
25

Noviari Dan Intensitas Aset Instensitas asset dan intensitas


(2015) Tetap Pada Tingkat tetap aset tetap tidak
berpengaruh
Agresivitas Dependen : pada agresivitas
Wajib Pajak Badan Agresivitas pajak wajib pajak
badan.
Alat uji :

Uji SPSS

4. Putu Meita Pengaruh Independen : Profitabilitas dan


Prasista dan Profitabilitas Dan Profitabilitas CSR berpengaruh
terhadap
Ery Setiawan Pengungkapan CSR
agresivitas pajak
(2016) Corporate Social Dependen :
Responsibility Agresivitas pajak
Terhadap Alat uji : Uji
Agresivitas Pajak statistik
Penghasilan Wajib deskriptif, uji
Pajak Badan normalitas, uji
multikolinearitas,
uji autokolerasi,
analisis regresi
linear berganda.
26

5. Ida Ayu Rosa Pengaruh Ukuran Independen : Ukuran


Dewinta dan Perusahaan, Umur Ukuran perusahaan
Putu Ery Perusahaan, perusahaan Umur Umur
Setiawan Profitabilitas, perusahaan
perusahaan
(2016) Leverage, dan Profitabilitas Profitabilitas
Pertumbuhan Leverage Pertumbuhan
Penjualan Pertumbuhan penjualan
Terhadap Tax penjualan berpengaruh
Avoidance Dependen : Tax
terhadap
Avoidance
Tax
Alat uji : Uji
Avoidance,
statistik
Leverage tidak
deskriptif,Uji
berpengaruh
asumsi klasik, Uji
terhadap Tax
analisis regresi,
Avoidance
linear berganda.

6. Kholid Pengaruh Independen : CSR


Hidayat, Arles Corporate Social CSR berpengaruh
P. Responsibility Dependen : terhadap
agresivitas pajak
terhadap Agresivitas pajak
Ompusunggu
Alat uji :
, dan H. Agresivitas Pajak
Suratno dengan Insentif Uji normalitas, uji
Pajak Sebagai
(2016) multikolinearitas,
Pemoderasi (Studi
pada perusahaan uji
pertambangan yang heteroskedakstisit
terdaftar di BEI)
as, uji autokorelasi.

7. I Gusti Ayu Pengaruh Independen: Profitabilitas


Cahya Corporate CG berpengaruh
27

Maharani dan Governance, Profitabilitas terhadap


Ketut Alit Profitabilitas dan Karakteristik Taxavoidance

Suardana Karakteristik Eksekutif


(2014) Eksekutif pada Dependen : Tax

Tax Avoidance Avoidance

Perusahaan Alat uji :


Manufaktur Uji asumsi klasik
yaitu uji
normalitas, uji
multikolonieritas,
uji
heteroskedastisita
s, dan uji
autokorelasi

8. Mustika Pengaruh Independen : CSR


(2017) Corporate Social CSR Kepemilikan
Responsibility, Ukuran perusahaan keluarga
Ukuran Profitabilitas berpengaruh
Perusahaan, terhadap
Leverage
Profitabilitas, agresivitas
Capital intensity
Leverage, Capital pajak. Ukuran
Kepemilikan
Intensity dan perusahaan
keluarga Dependen
Kepemilikan Profitabilitas
:
Keluarga terhadap Leverage
Agresivitas pajak
Agresivitas Pajak Capital intensity
Alat uji : Uji
tidak
Normalitas, Uji berpengaruh
Multikolinieritas, terhadap
Uji Autokorelasi, agresivitas

Uji
28

Heterokedastisitas pajak.
, Uji Koefisien
Determinasi,
Analisis Regresi
Linear Berganda

9. I Made Agus Pengaruh Dewan Independen : Dewan


Riko Komisaris Dewan komisaris komisaris
Ariawan dan Independen, independen independen
kepemilikan
Putu Ery Kepemilikan Kepemilikan
institusional
Setiawan Institusional, institusional profitabilitas
(2017) Profitabilitas Dan leverage
Profitabilitas
berpengaruh
Leverge Terhadap Leverage terhadap
Tax Avoidance Dependen : Tax agresivitas pajak
avoidance

Alat uji : uji


statistik
deskriptif, uji
asumsi klasik,
koefisien
determinasi, uji
kelayakan model

(uji F), uji t .


analisis regresi
linier berganda,

Yuliesti Pengaruh Independen : ROA, Current


Rosalia Profitabilitas, Return on assets ratio dan
Kualitas audit
10. (2017) Likuiditas dan Current ratio
29

Corporate Kepemilikan tidak


Governance institusional berpengaruh
terhadap
Komisaris terhadap
penghindaran Pajak
independen Kulitas penghindaran
audit pajak.

Komite audit Kepemilikan


Dependen : institusional,
komisaris
Penghindaran
independen dan
pajak Alat Uji komite
: audit
berpengaruh
Uji Asumsi negatif terhadap
Klasik Uji penghindaran
Normalitas, pajak.

Uji
Multikolinieritas,
Uji
Heteroskedastisita
s, Uji

Autokorelasi.
Analisis Regresi
Berganda,
AnalisisGoodness
of Fit Model

11. Irvan Tiaras Pengaruh Independen : Manajemen laba,


dan Henryanto Likuiditas, Likuiditas Ukuran
perusahaan
Wijaya Leverage, Leverage
berpengaruh
(2015) Manajemen Laba, Manajemen laba terhadap
Komisaris Komisaris agresivitas pajak.
independen
Independen Dan
Ukuran
Ukuran Perusahaan
30

Terhadap perusahaan Likuiditas,


Agresivitas Pajak Dependen : Leverage
dan
Agresivitas pajak
komisaris
Alat uji :
independen tidak
Uji normalitas, Uji
berpengaruh
multikolinearitas, terhadap
Uji agresivitas pajak.
heteroskedastisita
s, dan Uji
autokorelasi.

12. Imam Fadli Pengaruh Independen : Likuiditas


(2016) Likuiditas, Likuiditas Leverage
Leverage, Leverage Komisaris
independen
Komisaris Komisaris
Manajemen laba
Independen, independen Kepemilikan
Manajemen Manajemen laba institusional
berpengaruh
Laba,Dan Kepemilikan
terhadap
Kepemilikan institusional agresivitas pajak
Institusional Dependen :
Terhadap Agresivitas pajak
Agresivitas Pajak Alat uji :
Perusahaan
Uji Normalitas

13. Putu Ayu Seri Pengaruh Independen : Profitabilitas ,


Andhari dan I Pengungkapan CSR Capital intensity
berpengaruh
Made Corporate Social Profitabilitas
positif terhadap
Responsibility, Inventory intensity
Sukartha agresivitas

(2017) Profitabilitas,
31

Inventory Intensity, Capital intensity pajak. CSR ,


Capital Intensity Leverage Leverage
berpengaruh
Dan Leverage Dependen :
negatif terhadap
Pada Agresivitas Agresivitas pajak agresifitas pajak.
Pajak Alat uji: Inventory
intensity tidak
Uji Normalitas, berpengaruh
Uji terhadap
agresivitas pajak.
Multikolinieritas,
Uji Autokorelasi,
Uji
Heterokedastisitas
, Uji Koefisien
Determinasi,
Analisis Regresi
Linear Berganda

C. Kerangka pemikiran
1. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap agresivitas pajak

Corporate social responsibility adalah sebuah komitmen bisnis yang


berperan dalam membangun ekonomi yang dapat bekerja dengan karyawan
serta perwakilan karyawan, masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat yang
lebih luas untuk membenahi kualitas hidup, dengan cara yang baik untuk bisnis
maupun pengembangan bisnis (Sumedi, 2010). Faktor yang diprediksi dapat
mempengaruhi agresivitas pajak adalah corporate social responsibility (CSR).
Kesadaran perusahaan untuk melaksanakan CSR dalam kegiatan operasinya
berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain.

Jika perusahaan semakin menyadari pentingnya CSR, maka perusahaan


akan semakin menyadari betapa pentingnya kontribusi perusahaan, dalam
membayar pajak, bagi masyarakat umum, Yoehana (2013). Penelitian yang
dilakukan oleh Wahyudi (2015) yang menguji pengaruh CSR terhadap agresivitas
pajak dengan variabel kontrol ukuran perusahaan, jumlah anggota komite audit dan
proporsi komisaris independen. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa CSR
32

tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak yang digambarkan dengan


penghindaran pajak.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lanis dan Richardson (2011), Jesica
Aryanto (2014) mencoba menguji pengaruh pengungkapan CSR terhadap
agresivitas pajak, dengan hasil penelitian pengungkapan CSR berpengaruh negatif
terhadap agresivitas pajak. Perusahaan merupakan salah satu wajib pajak yang
memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara tempat perusahaan
tersebut beroperasi. Sebuah perusahaan yang melakukan tindakan pajak agresif
maka dapat disebut sebagai perusahaan yang tidak bertanggungjawab secara sosial
(Mustika, 2017).

2. Pengaruh Profitabilitas terhadap agresivitas pajak


Profitabilitas adalah salah satu dari pengukuran bagi kinerja perusahaan.
profitabilitas dapat memperlihatkan kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, aset dan modal
saham tertentu. Wiagustini (2010:76) menyatakan profilabilitas merupakan
kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba atau ukuran efektivitas pengelolaan
manajemen perusahaan. Profitabilitas terdiri dari beberapa rasio, salah satunya
adalah return on assets (ROA).

Return on asset berfungsi untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam


penggunaan sumber daya yang dimilikinya (Siahan, 2004). Penelitian terkait
dengan profitabilitas yang dilakukan Rodriguez serta Arias (2012) pada
penelitiannya yang menghasilkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap
agresivitas pajak yang di proksikan dengan Effective Tax Rate (ETR). Rinaldi (2015)
juga memiliki hasil penelitian yang sama dengan hasil profitabilitas berpengaruh
signifikan positif pada agresivitas pajak yang diproksikan dengan tax avoidance.

Return on asset merupakan pengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari


seberapa besar perusahaan menggunakan aset. Semakin tinggi nilai ROA, semakin
tinggi keuntungan perusahaan sehingga semakin baik pengelolaan aset suatu
perusahaan. Teori agensi akan memacu para agent untuk meningkatkan laba
perusahaan, Ketika laba yang diperoleh membesar, maka jumlah pajak penghasilan
akan meningkat sesuai dengan peningkatan laba perusahaan sehingga kecenderungan
untuk melakukan tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan akan meningkat
(Dewinta dan Setiawan, 2016).
33

3. Pengaruh Inventory Intensity terhadap agresivitas pajak


Intensitas persediaan menggambarkan bagaimana perusahaan
menginvestasikan kekayaannya pada persediaan. Besarnya intensitas persediaan
dapat menimbulkan biaya tambahan antara lain adanya biaya penyimpanan dan
biaya yang timbul akibat adanya kerusakan barang (Herjanto, 2007:248). PSAK No.
14 (revisi 2008) mengatur biaya yang timbul atas kepemilikan persediaan yang besar
harus dikeluarkan dari dari biaya persediaan dan diakui sebagai beban dalam periode
terjadinya biaya.

Dalam agensi teori, manajer akan berusaha meminimalisir beban tambahan


karena banyaknya persediaan agar tidak mengurangi laba perusahaan. Di sisi lain,
manajer akan memaksimalkan biaya tambahan yang terpaksa ditanggung untuk
menekan beban pajak. Cara yang akan digunakan manajer adalah dengan
membebankan biaya tambahan untuk menurunkan laba perusahaan sehingga dapat
menurunkan beban pajak perusahaan. Jika laba perusahaaan mengecil, maka akan
menyebabkan menurunnya pajak yang dibayarkan oleh perusahaan.

Semakin tinggi intensitas persediaan maka semakin efisien dan efektif


perusahaan dalam mengelola persediaannya. Apabila intensitas persediaan
perusahaan tinggi maka tingkat biaya-biaya akan semakin berkurang dan
meningkatkan jumlah laba, maka semakin tingginya intensitas persediaan akan
meningkatkan tingkat agresivitas pajak perusahaan (Adisamartha dan Noviari,
2015). Hasil penelitian Derashid dan Zhang (2013) menunjukkan bahwa intensitas
persediaan berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif sehingga dapat dikatakan
bahwa perusahaan semakin agresif dalam menghadapi pajaknya, begitu pula dengan
hasil penelitian Richardson dan Lanis (2007).
4. Pengaruh Capital Intensity terhadap agresivitas pajak
Capital intensity menggambarkan berapa besar kekayaan perusahaan yang
diinvestasikan pada bentuk aset tetap. Aset tetap mencakup bangunan, pabrik,
peralatan, mesin, property. PSAK 16 (revisi 2015) aset tetap adalah aset berwujud
yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyedia barang atau jasa, untuk
direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diperkirakan
untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

Capital intensity yang merupakan investasi perusahaan pada aset tetap


merupakan salah satu aset yang digunakan oleh perusahaan untuk berproduksi dan
34

mendapatkan laba. Investasi perusahaan pada aset tetap akan menyebabkan adanya
beban depresiasi dari aset tetap yang diinvestasikan. Besarnya beban depresiasi
untuk aset tetap diperaturan perpajakan Indonesia beraneka ragam tergantung dari
klasifikasi aset tetap tersebut (Andhari dan Sukartha, 2017).

Andhari dan Sukartha (2017) menyatakan perusahaan dengan aset tetap yang
besar cenderung melakukan perencanaan pajak sehingga Effective Tax Ratio (ETR)
sebagai salah satu indikator agresivitas pajaknya rendah.Capital intensity ratio
adalah jumlah modal perusahaan yang diinvestasikan pada aktiva tetap perusahaan
yang biasanya diukur dengan menggunakan rasio aktiva tetap dibagi dengan
penjualan (DeFond dan Hung, 2001). Menurut Sartono (2001:120) capital intensity
ratio merupakan rasio antara aset tetap, seperti peralatan pabrik, mesin dan berbagai
properti, terhadap penjualan.

5. Pengaruh Leverage terhadap agresivitas pajak


Leverage adalah kemampuan perusahaan menggunakan utang untuk
membiayai investasi (Utari, dkk, 2014:61). Leverage merupakan rasio yang
menandakan besarnya modal eksternal yang digunakan perusahaan untuk
melakukan aktivitas operasinya. Hasil perhitungan rasio leverage menandakan
seberapa besar aset yang dimiliki perusahaan berasal dari modal pinjaman
perusahaan tersebut.

Apabila perusahaan memiliki sumber dana pinjaman tinggi, maka perusahaan


akan membayar beban bunga tinggi kepada kreditur. Beban bunga akan mengurangi
laba, sehingga dengan berkurangnya laba maka mengurangi beban pajak dalam satu
periode berjalan. Perusahaan dapat menggunakan tingkat leverage untuk mengurangi
laba dan akan berpengaruh terhadap berkurangnya beban pajak (Brigham & Houston,
2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Lanis dan Richardson (2007) mengungkapkan


bahwa hubungan leverage dan agresivitas pajak yang diproksikan oleh ETR yakni
negatif. Surbakti (2012) pada penelitiannya menghasilkan bahwa leverage
berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak yang diproksikan dengan tax
avoidance. Namun penelitian-penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Liu dan Cao (2007) dalam Ardiansyah (2014) menyatakan
perusahaan yang mempunyai utang yang lebih banyak akan memiliki ETR yang
35

lebih rendah yang artinya mereka cenderung untuk melakukan agresivitas pajak
yang tinggi.

6. Pengaruh likuiditas terhadap agresivitas pajak


Subramanyam dan Wild (2010:241) mendefinisikan likuiditas sebagai
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang secara
konvensional, „jangka pendek‟ dianggap periode hingga satu tahun meskipun
dikaitkan dengan siklus operasional normal perusahaan. Dengan demikian likuiditas
sangat penting bagi sebuah perusahaan. Likuiditas dapat digunakan untuk
memperhitungkan dampak yang berasal dari ketidakmampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

Penelitian yang dilakukan Putri (2014), Suyanto dan Supramono (2012)


membuktikan bahwa dengan likuiditas yang baik perusahaan manufaktur tidak
menjadikan pajak sebagai tujuan untuk meminimalisasi biaya. Sebaliknya likuiditas
yang rendah dapat mencerminkan bahwa perusahaan sedang mengalami kesulitan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sementara itu temuan Suyanto dan
Supramono (2012) mengungkapkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara
likuiditas dan perilaku pajak agresif perusahaan
36

Gambar 2.1

D. Model penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka model penelitian yang dilakukan sebagai berikut
:

Gambar 2.2
Model Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan:
: Simultan
: Parsial

E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan metode penelitian diatas , maka hipotesis yang dirumuskan adalah
sebagai berikut :

H1 : Corporate Social Responsibility, Profitabilitas, Inventory Intensity, Capital

Kerangka Pemikiran
Perusahaan yang
terdaftar di BEI

Perusahaan
Pertambangan yang
terdaftar di BEI
Corporate Social
Responsibility (X1)
Teori Stakeholder Teori Legitimasi TeoriHAgency Trade of
1
Profitabilitas (X2) theory
H2
Capital Intensity (X3 ) HLikuiditas Agresivitas Pajak (Y)
Corporate social Profitabilitas 3 Capital Inventory Leverage
responsibility H4 Intensity Intensity
Inventory Intensity (X4 )
H5 e
CSRi ROA CR CINT INVNT DAR
Leverage (X5) H6

Likuiditas (X6)

Agresivitas Pajak
(ETR)
37

Intensity Leverage, dan Likuiditas berpengaruh terhadap


agresivitaspajak.

H2 : Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap agresivitas


pajak.

H3 : Profitabilitas berpengaruh terhadap agresivitas pajak.


H4 : Inventory Intensity berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
H5 : Capital Intensity berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
H6 : Leverage berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
H 7 : Likuiditas berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

Anda mungkin juga menyukai