Anda di halaman 1dari 46

Kegiatan ke 1

Mikrobiologi

A. Tujuan Kegiatan
1. Mahasiswa dapat mengetahui alat dan bahan beserta penggunaanya
untuk kepetingan diagnostik dalam bidang mikrobiologi
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses sterilisasi alat dan bahan untuk
kepetingan diagnostik dalam bidang mikrobiologi
3. Mahasiswa dapat mengetahui pembuatan media agar dalam bidang
mikrobiologi
4. Mahasiswa dapat mengetahui langkah–langkah isolasi spora cendawan di
udara
5. Mahasiswa dapat mengisolasi mikroorganisme dari bahan pemeriksaan
6. Mahasiswa dapat membuat kultur mikroorganisme
7. Mahasiswa dapat menyimpan stok bakteri
8. Mahasiswa dapat mengetahui langkah–langkah pewarnaan cendawan
9. Mahasiswa dapat mengidentifikasi morfologi hifa cendawan
10. Mahasiswa dapat menghitung koloni bakteri
11. Mahasiswa dapat memahami cara pewarnaan gram pada bakteri
12. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bakteri berdasarkan morfologi

B. Kajian Pustaka
1. Pengenalan Alat
Cabang ilmu yang membawa manusia untuk berusaha menambah
dan meluaskan pengetahuannya dibidang makhluk hidup dikenal dengan
istilah Mikrobiologi. Berkat penemuan Anthonyvan Leeuwenhoek, pada
tahun 1673, dengan bantuan mikroskop sederhananya, ia
memperkenalkan kepada manusia adanya bentuk kehidupan yang sangat
kecil. Sejak mikroskop sederhana Leeuwenhoek yang hanya mampu
membesarkan objek sebesar 300 kali, mikroskop telah mengalami evolusi,
mulai ditemukannya mikroskop cahaya sampai mikroskop elektron.
Sekarang, mikroskop elektron mampu membesarkan objek sebesar
250.000 kali (Subandi, 2007: 23-25).
Untuk kepentingan diagnostik di bidang Mikrobiologi, diperlukan
peralatan. Peralatan ini ada yang sudah pernah dikenal tetapi tidak sedikit
yang masih perlu dikenal lebih lanjut. Namun, mahasiswa harus
mengetahui dan mengenal cara penggunaan alat-alat tersebut dibawah
ini:
a. Mikroskop
Mikroskop yang digunakan dalam praktikum Mikrobiologi dan
Parasitologi adalah:
1) Mikroskop Cahaya
Dibidang Mikrobiologi, mikroskop cahaya pada umumnya
digunakan untuk pemeriksaan sediaan yang diwarnai. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan adalah:
a) Sediaan tidak boleh terlalu tebal atau terlalu tipis, maka
perlu dibuat suspensi dengan air suling (aquadest) steril.
b) Pembuatan sediaan ada 2 macam: Biakan yang berasal dari
perbenihan padat dan Biakan kuman yang berasal dari
perbenihan cair
b. Autoclave
Alat ini digunakan untuk mensterilkan bahan/alat/media dengan cara
pemanasan basah (moist heat). Lama sterilisasi adalah 15 menit pada
suhu 121°C dan tekanan atmosfer 15 lb/inc².
c. Alat Penghitung Koloni (quebec colony counter)
Alat ini digunakan untuk menghitung banyaknya koloni kuman yang
tumbuh pada medium lempeng Agar, apabila kuman tersebut
ditanam dengan metode tuang (pour plate method).
d. Inkubator (Almari Pengeram)
Alat ini digunakan untuk mengeramkan media yang telah ditanami
dengan jasad renik (mikroorganisme) dan untuk menyimpan bahan
pemeriksaan dimana kuman terkandung akan mati bila disimpan
dalam almari es, misalnya cairan cerebrospinal. Suhu pada alat ini
dapat diatur sesuai dengan suhu pertumbuhan optimal masing-
masing kuman. Karena kuman patogen untuk manusia termasuk
golongan mesofilik, maka pengeramannya dilakukan pada suhu
37°C. Alat ini juga digunakan untuk uji sterilisasi yaitu digunakan
untuk menguji apakah sterilisasi sudah baik atau tidak.
2. Sterilisasi
Menurut Hafsan (2015: 16–17), sterilisasi dengan cara pemanasan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah:
a. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara
langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dan lain
sebagainya
b. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800oC. Sterilisasi
panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya
erlenmeyer, tabung reaksi, dan lain sebagainya
c. Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang
mengandung air lebih tepat menggunakan metode ini supaya tidak
terjadi dehidrasi
d. Uap air panas bertekanan : menggunakan autoklaf
e. Penyinaran dengan sinar UV (Ultra Violet) juga dapat digunakan
untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang
menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari
lampu UV
3. Pembuatan Media
Sabouraud Dextrose Agar digunakan untuk budidaya ragi, jamur
dan bakteri aciduric. Komposisi dari SDA ini adalah dextrose, mikologi,
pepton, agar, dan disterilisasikan pada suhu 25oC. Sabouraud Dextrose
Agar adalah modifikasi Carliers dari formulasi yang dijelaskan oleh
Sabouraud untuk budidaya jamur (ragi, jamur), sangat berguna untuk
jamur yang terkait dengan infeksi kulit. media ini juga digunakan untuk
menentukan kontaminasi mikroba dalam makanan, kosmetik, dan
spesimen klinis pepton mikologi memberikan senyawa nitrogen.
Dextrose memberikan sumber energi. dekstrosa konsentrasi tinggi dan
pH rendah nikmat pertumbuhan jamur dan menghambat mencemari
bakteri dari sampel uji. (Tim Himedia, 2011: 1).
Media Nutrient Agar (NA) sering digunakan untuk media biakan
bakteri dilaboratorium. Media NA dibuat dari 3 g ekstrak daging, 5 g
pepton, 1000 ml air dan 15 g agar-agar. Ekstrak daging dapat digantikan
dengan air kaldu yang dibuat dari 1 kg daging segar bebas lemak yang
direbus dengan air sampai diperoleh air kaldu 2000 ml, kemudian
ditambah 0,5% natrium klorida. membutuhkan sumber – sumber
makanan yang mengandung C,H, O dan N yang berguna untuk
menyusun protoplasma (Ariyanti, 2016 : 2).

4. Isolasi spora cendawan di udara


Media pertumbuhan mikroba adalah suatu bahan yang terdiri dari
campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroba untuk
pertumbuhannya. Mikroba memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-
molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan
media pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroba menjadi kultur murni
dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya. Pada
lingkungan alami mikroba tidak hidup sendiri melainkan bersama-sama
baik itu dari spesies yang berbeda maupun dari jenis makhluk hidup yang
bukan kelompok mikroba. Jenis mikroba tersebut dapat diketahui,
dengan melakukan pemisahan dari makhluk hidup lainnya, yang dikenal
dengan istilah isolasi. Mikroba dapat diisolasi dari berbagai sumber,
seperti tanah, air, makanan, minuman atau sumber lain (misalnya sumber
air panas atau bahkan air bersuhu dingin). Adapun cara yang umum
digunakan untuk isolasi adalah cara suspensi. Cara suspensi maksudnya
adalah sampel mikroba yang telah diambil, dibuat suspensi baru
kemudian suspensi itu ditumbuhkan pada media agar tertentu. Cara ini
bertujuan agar pertumbuhan mikroba dari sampel pada saat ditumbuhkan
pada media agar, tidak terlalu menumpuk (crowded). Isolat murni dapat
diperoleh, bila dilakukan isolasi secara bertahap menggunakan media
yang tepat, misalnya Nutrient Agar untuk bakteri dan Potato Dextrose
Agar untuk mengisolasi khamir dan kapang.
Menurut Waluyo (2007 : 61 – 62), beberapa langkah pada
pekerjaan inokulasi dan isolasi mikroba adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan ruangan
Ruang tempat inokulasi harus bersih, dan bebas angin. Dinding
ruang yang basah menyebabkan butir-butir debu menempel. Pada
waktu mengadakan inokulasi, baik sekali bila meja tempat inokulasi
didasari dengan kain basah. Pekerjaan inokulasi dapat dilakukan di
dalam suatu kotak berkaca (ent-kas)
b. Pemindahan dengan kawat inokulasi
Ujung kawat inokulasi sebaiknya dari platina atau dari nikrom,
ujung kawat boleh lurus, boleh juga berupa kolongan yang
berdiameter 1-3 mm. Lebih dahulu ujung kawat ini dipijarkan
sedang sisanya sampai tangkai cukup dilewatkan nyala api saja.
Setelah dingin kembali, ujung kawat itu disentuhkan suatu koloni
c. Pemindahan dengan pipet
Cara ini dilakukan misalnya pada penyelidikan air murni atau
penyelidikan susu
d. Teknik biakan murni (Cara menyendirikan piaraan murni)
Dialam bebas tidak ada mikroba yang hidup tersendiri terlepas
dari spesies lain. Seringkali mikroba patogen kedapatan secara
bersama-sama dengan mikroba saproba (saprobakteri). Dalam tekni
biakan murni tidak saja diperlukan bagaimana memperoleh suatu
biakan murni, tetapi juga bagaimana memelihara serta mencegah
pencemaran dari luar. Medium untuk membiakkan mikroba haruslah
steril sebelum digunakan. Pencemaran (kontaminasi) dari luar
terutama berasal dari udara yang mengandung banyak
mikroorganisme. Teknik biakan murni untuk spesies dikenal dengan
beberapa cara.
5. Identifikasi spora cendawan di udara
Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik
(memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya). Bila mereka hidup dari
benda organik mati yang terlarut, mereka disebut saprofit. Saprofit
menghancurkan sisa–sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks,
menguraikannya menjadi zat–zat kimia yang lebih sederhana, yang
kemudian dikembalikan ke dalam tanah dan selanjutnya kesuburannya.
Jadi mereka dapat sangat menguntungkan bagi manusia. Sebaliknya, juga
dapat merugikan kita bilamana mereka membusukkan diri di kayu, tekstil,
makanan dan bahan–bahan lain (Pelczar, 2008: 189–190).

Gambar 1. Macam–macam jenis fungi


Sumber: (Ismet, 2016: 1)

Menurut Pelczar (2008: 191), disepanjang setiap hifa terdapat


sitoplasma bersama. Ada tiga macam morfologi hifa, yaitu:
a. Aseptat atau soenositik. Hifa seperti ini tidak mempunyai dinding
sekat atau septum.
b. Septat dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi ruang-
ruang atau sel-sel berisi nukleus tunggal. Pada setiap septum terdapat
pori ditengah-tengah yang memungkinkan perpindahan nukleus dan
sitoplasma dari satu ruang ke ruang yang lain. Sungguhpun setiap
ruang suatu hifa yang bersekat tidak terbatasi oleh suatu membran
sebagaimana halnya pada sel yang khas, setiap ruang itu biasanya
dimakan sel.
c. Sel dengan sel-sel multinukleat. Septum membagi hifa menjadi sel-
sel dengan lebih dari satu nukleus dalam setiap ruang.

Gambar 2. Macam–macam hifa pada fungi


Sumber: (Ismet, 2016: 1)

Berdasarkan pada cara dan ciri reproduksinya terdapat empat


kelas cendawan sejati atau berfilamen ke dalam dunia:
a. Kelas Phycomycetes
Anggota kelas ini seringkali disebut sebagai cendawan tingkat
rendah karena pada umumnya dianggap “primitif” dalam skala
evolusi. Kelas mikroorganisme ini demikian besar lagi heterogen
sehingga beberapa ahli taksonomi membagi kelas Phycomycetes
menjadi enam kelas terpisah. Ciri yang dipunyai bersama diantara
mereka ialah tidak adanya septum di dalam hifa; ciri ini
membedakannya dari anggota-anggota ketiga kelas yang lainnya,
yaitu Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deuteromycetes (Pelczar,
dkk, 2008: 200).
b. Kelas Ascomycetes
Banyak khamir tergolong kelas Ascomycetes karena
membentuk askospora. Pola sederhana pembentuk askospora. Pola
sederhana pembentukan askospora tampak pada daur hidup khamir
yang umum, yaitu Schizosaccharomyces. Secara aseksual, genus
khamir ini memperbanyak diri melalui pembelahan biner melintang.
Khamir ini dalam kelas ini, seperti khamir dari Saccharomyces
cerevisiae (digunakan untuk membuat roti, anggur, dan bir),
memperbanyak diri secara aseksual dengan bertunas. Ascomycetes
berfilamen adalah dengan pembentukan konidia dalam jumlah besar
(Pelczar, dkk, 2008: 202).
c. Basidiomycetes
Basidiomycetes dicirikan oleh adanya basidiospora yang
terbentuk di luar pada ujung atau sisi basidium. Basidiomycetes yang
banyak dikenal meliputi jamur, cendawan papan pada pepohonan,
dan cendawan karat serta cendawan gosong yang menghancurkan
serealia. Jamur adalah tubuh buah yang mengandung basidiokarp,
yang mengandung basidia beserta basidiosporanya. Banyak jamur
bersifat sangat beracun; mitoksin yang dihasilkannya atau racun
cendawan, dapat menyebabkan kematian jika termakan (Pelczar,
2008: 205–206).
d. Deuteromycetes
Kelas ini meliputi cendawan yang tingkat reproduksi
seksualnya belum ditemukan. Namun demikian, untuk memudahkan
dan karena tingkat konidiumnya begitu jelas dan tidak asing lagi,
banyak spesies masih dianggap tergolong dalam kelas ini meskipun
tingkat seksualnya telah diketahui dengan baik. Kapang yang
tergolong genus Penicillium dan Aspergillus diklasifikasikan sebagai
Deuteromycetes meskipun tingkat pembentukan askosporanya telah
ditemukan pada beberapa spesies (Pelczar, 2008: 207).
6. Identifikasi Bakteri
Pada umumnya bakteri bersifat tembus cahaya, ini akan
mempersulit untuk dilihat atau diteliti sekalipun dibawah mikroskop. Hal
tersebut disebabkan karena banyak mikroba yang tidak mempunyai zat
warna, seperti umumnya yang didapatkan pada bakteri. Berbeda dengan
mikroalga yang jelas mempunyai butir-butir atau serat warna dalam
selnya. Bakteri yang masih hidup tidak nampak jelas bentuk maupun
sifat-sifat morfologi lainnya. Bakteri tunggal, yaitu yang berupa satu sel
saja hanya kelihatan bening saja, walaupun bakteri itu diambilkan dari
suatu koloni tertentu. Oleh karena itu, untuk memperlihatkan bagian-
bagian sel diperlukan pewarnaan. Untuk memperlihatkan inti atau bahan
inti ada pewarnaan sendiri, untuk melihat flagel ada cara lain lagi,
demikian pula untuk melihat spora ada cara yang khusus untuk itu saja.
Misalnya, pewarnaan inti disebut juga pewarnaan secara Feulgen.
Pewarnaan yang lain adalah cara Giemsa, pewarnaan secara Gram, secara
Neisser, dan masih banyak lagi (Waluyo, 2007 : 55-56).
Menurut Irianto (2006 : 59) pengecatan bakteri sudah
dilakukan sejak permulaan berkembangnya mikrobiologi dipertengahan
abad ke-19 oleh Louis Pasteur dan Robert Koch. Pada umumnya, ada dua
macam zat warna (bahan cat) yang sering dipakai, yaitu sebagai berikut:
a. Zat warna yang bersifat asam: komponen warnanya adalah anion,
biasanya dalam bentuk garam natrium
b. Zat warna yang bersifat alkalis, dengan komponen warna kation,
biasanya dalam bentuk klorida.
Menurut Subandi (2012: 186-189), dalam pewarnaan gram
digunakan 4 zat kimia yang berbeda, bahan-bahan kimia tersebut adalah:

a. Zat warna primer, yaitu kristal violet berfungsi sebagai zat warna
primer dan memberikan warna pada seluruh bagian sel berwarna biru
ungu.
b. Mordan yaitu Iodin gram. Zat ini berperan sebagai mordan, yaitu zat
kimia yang membentuk komplek yang tidak larut dengan mengikat
zat warna primer. Hasilnya adalah komplek kristal violet-iodin (CV-
I) yang berfungsi mengintesifkan warna zat warna primer sehingga
seluruh sel akan tampak ungu-gelap. Pada sel bakteri gram-positif,
komplek CV-I akan terikat pada asam ribonukleat-magnesium yang
merupakan komponen dinding sel dan membentuk kompleks asam
ribonukleat-magnesium-kristal violet-iodin (Mg-RNA-CV-I) yang
sifatnya sangat sulit dipisahkan/dihilangkan warnanya.
c. Zat Decolourizing, yaitu etil alkohol dengan konsentrasi 95%. Zat
itu berperan ganda sebagai pelarut lipida dan sebagai zat dehidrasi
protein Efektif-perannya bergantung pada konsentrasi lipida dari
dinding sel mikroorganisme.
d. Lawan-warna (Counterstain), yaitu safranin. Zat ini merupakan zat
kimia terakhir yang digunakan untuk mewarnai sel yang telah
kehilangna warnanya oleh alkohol. Karena hanya pada sel gram-
negatif yang mengalami kelenturan warnanya, maka gram-negatif itu
yang akan menerima zat warna safranin, sedangkan sel bakteri gram-
positif akan tetap bewarna seperti zat warna primer.

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Alat eletronik
1) Colony Counter
2) Mikroskop
3) Ozone Sterilizer
4) Autoklaf
5) Timbangan digital
6) Inkubator
7) Kamera (Hp)
b. Alat Kaca
1) Bunsen
2) Pipet Tetes
3) Gelas Kimia
4) Kaca Preparat
5) Pipet tetes
6) Gelas ukur
7) Batang Pengaduk
8) Cawan Petri
9) Pipet Ukur
10) Corong
11) Tabung reaksi
12) Stin Jar
13) Labu Erlemenyer
c. Alat Stainless
1) Spatula
2) Jarum Osse
3) Papan bedah
d. Alat kayu
Rak tabung reaksi
2. Bahan
a. Aluminium Foil
b. Aquades
c. Label
d. Nutrient Agar (NA)
e. Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
f. Tisu
g. Alkohol
h. Safranin
i. Kristal Violet
j. Lugol

D. Cara Kerja
1. Pengenalan alat-alat dan penggunaan
a. Semua alat yang akan diamati dan diletakkan diatas meja
b. Diberi label setiap alat yang akan diamati
c. Diamati dan diambil gambar setiap alat yang diamati
2. Sterilisasi dengan Ozone sterillizer
a. Alat yang akan di sterilisasi diambil, kemudian dicuci dengan
menggunakan air bersih
b. Alat yang sudah dicuci dikeringkan menggunakan tisu hingga benar-
benar kering
c. Permukaan alat-alat atau bahan yang akan disterilisasi dibungkus
menggunakan alumunium foil dan HVS untuk meminimalisir adanya
spora bakteri kontaminan
d. Setelah itu, alat yang sudah dibungkus disterilisasi menggunakan alat
ozon sterilizer
e. Alat dan atau bahan yang tidak tahan panas (<180◦C) ditempatkan
pada rak pintu atas dan yang tahan panas (<250◦C) pada rak pintu
bawah
f. Pintu sterilizer dalam keadaan tertutup sebelum dihubungkan ke stop
kontak
g. Ozone sterilizer dihubungkan dengan stop kontak pada sumber arus
220V
h. Alat Ozon sterilizer dihidupkan dengan cara menekan tombol
“POWER”
i. Proses sterilisasi dapat dimulai dengan menkan tombol
“DESINFECT” (kiri power) hinggalampu indicator menyala merah
j. Untuk mengaktifkan sterilisasi teknologi ozone pada rak pintu atas,
dengan menekan tombol O3 (kiri disinfect) hingga lampu indicator
menyala kuning
k. Proses sterilisasi berjalan selama ± 10 menit setelah lampu indicator
mati (dilarang membuka pintu Ozon sterilizer) otomatis
l. Lampu indikator power ditunggu hingga menyala, lalu matikan
dengan menekan tombol power
m. Sebelum membuka pintu Ozone sterilizer disarankan untuk
menunggu ±20 menit, terhitung waktu setelah proses sterilisasi
berakhir
3. Penggunaan Autoklaf
a. Air dimasukkan hingga menyentuh besi penyangga agar pemanasan
lebih maksimal
b. Dasar panci autoklaf dibungkus dengan alumunium foil secara
merata
c. Alat–alat yang telah dibungkus alumunium foil dimasukkan ke
dalam autoklaf
d. Autoklaf ditutup, kemudian selang di dalam autoklaf dimasukkan ke
dalam lubang yang berada di dalamnya. Lalu klep autoklaf
dirapatkan, setelah itu autoklaf dihubungkan ke sumber listrik
e. Katup autoklaf dibuka (ditandai dengan arah katup
f. Tombol on ditekan pada bagian bawah autoklaf
g. Air yang ada di dalam autoklaf ditunggu hingga mendidih
h. Kemudian katup autoklaf ditutup dan ditunggu hingga suhu di dalam
autoklaf mencapai 121oC atau 200oF dalam waktu 15 menit.
Perhitungan waktu 15 menit dimulai ketika suhu tepat mencapai
121oC atau 200oF, dan selama waktu tersebut, suhu harus selalu
dijaga
i. Jika sudah 15 menit, katup autoklaf dibuka secara perlahan hingga
suhu di dalam autoklaf sama dengan suhu di lingkungan (jarum pada
preisure gauge menunjuk angka nol). Kemudian klep–klep
pengaman dibuka dan dikeluarkan alat–alat yang telah disterilisasi
dari dalam autoklaf dengan hati–hati
j. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka ditunggu tekanan dalam
kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara dilingkungan
(jarum pada preisure gauge menunjuk angka nol). Kemudian klep–
klep pengaman dibuka dan dikeluarkan isi autoklaf dengan hati–hati
4. Pembuatan Nutrient Agar
a. Timbangan digital yang akan digunakan disiapkan, kemudian
hidupkan dan dikalibrasi.
b. Kertas HVS diletakkan di atas timbangan sebagai alas untuk
menimbang Nutrient Agar, kemudian dikalibrasi kembali.
c. Nutrient Agar diambil nmenggunakan spatula dan letakkan di atas
timbangan digital sebanyak 5 gr. (Sesuaikan dengan jumlah aquades
dipakai)
d. Nutrient Agar yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer.
e. Aquades sebanyak 250 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
yang berisi Nutrient Agar tadi.
f. Nutrient Agar dengan air dihomogenkan .
g. Setelah homogen, bagian atasnya ditutup dengan menggunakan
alumunium foil.
h. Lalu dimasukkan ke dalam Ozone sterilizer dan tungggu hingga
proses sterilisasi selesai.
5. Pembuatan Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
a. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disiapkan
b. Kertas HVS diletakkan diatas timbangan analitik sebagai alas untuk
menimbang Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dan dihitung berat
kertas HVS tersebut
c. Berat kertas HVS ditambah dengan berat Sabouraud Dextrose Agar
(SDA) yang akan digunakan, sehingga diperoleh berat total
d. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dituangkan di atas kertas HVS
hingga angka pada timbangan analitik mencapai berat total
e. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang telah ditimbang dimasukkan
ke dalam labu Erlenmeyer
f. Aquades 250 ml disiapkan (disesuaikan pada saat praktikum)
g. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dicampur dengan setengah air
aquades dari 250 ml, lalu diaduk dengan batang pengaduk sambil
dihomogenkan dengan hati-hati. Kemudian ditambah lagi dengan
sisa air aquades dan diaduk hingga homogeny
h. Media SDA dipanaskan menggunakan hot plate, sambil diaduk
menggunakan batang pengaduk hingga sedikit mendidih
i. Media SDA yang telah dipanaskan kemudian dimasukkan ke dalam
baskom yang telah berisi air hingga hangat–hangat kuku
j. Labu Erlenmeyer yang berisi SDA ditutup menggunakan alumunium
foil dan diikat menggunakan karet gelang, lalu media SDA
dimasukkan ke dalam autoklaf untuk disterilisasikan
6. Isolasi spora cendawan di udara
a. Alat dan bahan yang telah disterilisasi diambil dari dalam autoklaf
b. Labu Erlenmeyer yang berisi larutan Sabouraud Dextrose Agar
(SDA) diletakkan ke dalam baskom berisi air suhu ruang sambil
terus diaduk hingga suhu hangat–hangat kuku
c. Larutan Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang sudah hangat kuku
dituangkan ke dalam cawan petri sebanyak tiga per empat volume
total cawan petri, lalu ditunggu hingga memadat
d. Spora cendawan di udara dicari, baik di dalam laboratorium maupun
di luar laboratorium selama 10 menit
e. Masing–masing tutup cawan petri diberi label
f. Media yang berisi spora cendawan yang telah diisolasi ditutup dan
diletakkan dalam posisi terbalik, sehingga bagian penutup berada
dibagian bawah
g. Media tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 370C
selama 2x24 jam
7. Penanaman Bakteri dengan metode tuang
a. Aquades dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer sebanyak 250 ml.
b. Susu pasteurisasi dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer sebanyak
100 ml.
c. 6 tabung reaksi yang sudah disterilisasi disiapkan dan letakkan pada
rak tabung reaksi .
d. Air kolam dimasukkan ke dalam tabung reaksi I, sebanyak 1 ml
menggunakan pipet ukur dengan bantuan bola hisap.
e. Aquades ditambahkan sebanyak 9 ml menggunakan pipet ukur
dengan bantuan bola hisap.
f. Larutan yang berada pada tabung reaksi I diambil untuk dimasukkan
ke dalam tabung reaksi II sebanyak 1 ml menggunakan pipet ukur
dengan bantuan bola hisap .
g. Aquades sebanyak 9 ml ditambahkan, menggunakan pipet ukur
dengan bantuan bola hisap.
h. Larutan yang berada pada tabung reaksi II diambil, untuk
dimasukkan ke dalam tabung reaksi III sebanyak 1 ml menggunakan
pipet ukur dengan bantuan bola hisap.
i. Aquades sebanyak 9 ml ditambahkan, menggunakan pipet ukur
dengan bantuan bola hisap.
j. Langkah d-i diulangi dengan menggunakan tabung reaksi yang
berbeda.
k. Tabung reaksi bagian atas ditutup menggunakan Alumunium foil dan
diberi label (10-1, 10-2 dan 10-3).
l. Rak tabung reaksi diletakkan dekat dengan bunsen, setelah proses
pengenceran selesai dilanjutkan pembuatan media tanam dengan
metode tuang.
m. Larutan Nutrient Agar yang sudah disterilisasi dipanaskan
menggunakan Hot plate sambil diaduk menggunakan batang
pengaduk.
n. 3 cawan petri disiapkan dan diletakkan didekat bunsen.
o. Larutan Nutrient Agar yang sudah dihomogenkan dimasukkan ke
dalam cawan petri dengan hati-hati kemudian cawan petri ditutup
dengan kaca penutupnya.
p. Larutan susu pasteurisasi ditambahkan pada tabung reaksi III yang
merupakan hasil pengenceran sebelumnya, sebanyak 1 ml
q. Cawan petri yang berisi larutan Nutrient Agar dan susu (hasil
pengenceran) divorteks agar homogen.
r. Cawan petri kedua ditambahkan dengan larutan susu pada tabung
reaksi II hasil pengenceran sebelumnya sebanyak 1 ml (sebagai
perbandingan), kemudian dihomogenkan hingga memadat.
s. Cawan petri yang telah memadat masing-masing dimasukkan ke
dalam inkubator selama 48 jam dengan suhu 37◦C dengan posisi
terbalik.
8. Penanaman bakteri dengan metode gores
a. Nutrient Agar yang sudah disterilisasi dipanaskan menggunakan
Hot plate sambil diaduk menggunakan batang pengaduk.
b. Larutan Nutrient Agar yang sudah disterilisasi dari hot plate
didinginkan beberapa saat.
c. 2 cawan petri yang sudah disterilisasi disiapkan dan diletakkan di
dekat Bunsen
d. Nutrient Agar yang sudah panas dimasukkan ke dalam cawan petri
dengan hati-hati hingga terisi setengah dari cawan petri.
e. Nutrien Agar didiamkan ± 30 menit hingga memadat.
f. Nutrien Agar padat, cawan petri dibalik kemudian buat garis yang
membagi cawan petri menjadi 4 bagian (kuadran) (I,II,III,IV) yang
sama besar.
g. Jarum Ose dipanaskan menggunakan bunsen, lalu celupkan ke dalam
air susu pasteurisasi dan digoreskan ke kuadran I secara perlahan
dengan arah zig zag yang rapat.
h. Jarum ose dipanaskan kembali dengan menggunakan Bunsen dan
digoreskan ke kuadran II dengan arah zig zag yang lebih renggang
dari kuadran I.
i. Jarum ose dipanaskan kembali dengan menggunakan Bunsen dan
digoreskan ke kuadran III dengan arah zig zag yang lebih renggang
dari kuadran II.
j. Jarum ose dipanaskan kembali dengan menggunakan Bunsen dan
digoreskan ke kuadran IV dengan arah zig zag yang lebih renggang
dari kuadran III
k. Cawan Petri diberi label bagian atas dan bawah
l. Setelah itu, dimasukkan ke dalam inkubator dengan bagian bawah
menghadap keatas selama 48 jam dengan suhu 37◦C.
9. Pewarnaan dan identifikasi Inokulasi cendawan
a. Kaca objek dibersihkan dengan air lalu dikeringkan dengan tisu
b. Kaca objek diberi lingkaran menggunakan spidol pada bagian bawah
kaca objek sebagai pembeda spesies cendawan
c. Masing–masing lingkaran pada kaca objek ditetesi dengan larutan
Lactophenol Blue Solution dengan menggunakan pipet tetes
d. Hifa cendawan diambil dari cawan petri yang berisi media SDA
dengan menggunakan jarum pentul, lalu diletakkan pada kaca objek,
masing– masing lingkaran diletakkan spesies cendawan yang
berbeda
e. Hifa cendawan disebar secara merata dengan menggunakan jarum
pentul
f. Kaca objek ditutup dengan kaca penutup objek dengan kemiringan
450
g. Hifa cendawan diamati dengan mikroskop menggunakan perbesaran
lemah dahulu (40 kali) hingga perbesaran kuat (100 kali dan 400
kali)
h. Bagian–bagian cendawan yang terlihat di mikroskop diamati,
diidentifikasi, dan diberi keterangan
10. Perhitungan Koloni Bakteri
a. Media yang sudah di inkubasi selama 48 jam dikeluarkan dari
incubator
b. Colony Counter disiapkan diatas meja, kemudian dinyalakan lalu
dikalibrasi
c. Media biakkan bakteri diletakkan diatas coloni counter, lalu
dikalibrasi kembali
d. Kemudian, biakkan bakteri yang menggunakan metode tuang
diamati diatas coloni counter dan dihitung koloni yang terlihat
menggunakan spidol
e. Untuk yang menggunakan metode gores cukup difoto lalu diberi
tanda koloni yang terlihat
f. Dihitung koloni yang terlihat menggunakan rumus :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 1
∑ 𝑠𝑒𝑙 = ×
𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑡𝑟𝑖 𝐹𝑝
11. Pewarnaan gram dan Identifikasi Bakteri
a. Kaca preparat dibersihkan menggunakan tisu
b. Biakkan Bakteri diambil dari medium biakkan yang menggunakan
metode gores menggunakan jarum ose
c. Biakkan Bakteri yang sudah diambil diletakkan di atas kaca preparat
dan ratakan, kemudian tambahkan 1 tetes aquades menggunakan
pipet tetes
d. Biakkan Bakteri kemudian difiksasi di atas bunsen sampai
mongering
e. Biakkan Bakteri kemudian ditetesi dengan Kristal violet hingga
biakkan bakteri tetutup seluruhnya, diamkan selama 1 menit
f. Lalu biakkan bakteri dialiri dengan aquades hingga pewarna Kristal
violet yang tidak menempel pada biakkan bakteri hilang
g. Kemudian biakkan bakteri ditetesi dengan pewarna yodium hingga
biakkan bakteri tertutup seluruhnya, diamkan selama 1 menit
h. Lalu biakkan bakteri dialiri dengan alkohol 95% hingga pewarna
yodium yang tidak menempel pada biakkan bakteri hilang
i. Kemudian biakkan bakteri dialiri dengan aquades
j. Biakkan bakteri ditetesi safranin hingga biakkan bakteri tertutup
seluruhnya, diamkan selama 1 menit
k. Kemudian biakkan bakteri dialiri dengan aquades hingga pewarna
safranin yang tidak menempel pada biakkan bakteri hilang
l. Setelah itu biakkan bakteri difiksasi di atas bunsen hingga kering
m. Biakkan bakteri diamati di bawah mikroskop
n. Lalu lakukan hal yang sama pada biakkan bakteri pada medium yang
menggunakan metode tuang.
E. Hasil
1. Pengenalan Alat
Tabel 1. Alat-alat mikrobiologi yang terbuat dari kaca
No Nama Gambar (Foto) Fungsi
1.

2.

3.
No Nama Gambar (Foto) Fungsi
4.

5.

6.

7.
No Nama Gambar (Foto) Fungsi
8.

9.

10.

11.
Tabel 2. Alat-alat mikrobiologi yang terbuat dari eletronik
No Nama Gambar (Foto) Fungsi
1.

2.

3.

4.
No Nama Gambar (Foto) Fungsi
5.

6.
Tabel 3. Alat-alat mikrobiologi yang terbuat dari Steinless
No Nama Gambar (Foto) Fungsi
1.

2.

Tabel 4. Alat-alat mikrobiologi yang terbuat dari kayu


No Nama Gambar (Foto) Fungsi
1.
Tabel 5. Bahan-bahan mikrobiologi
No Nama Gambar (Foto) Fungsi
1.

2.

3.

4.
No Nama Gambar (Foto) Fungsi
5.

6.

7.

8.
2. Sterilisasi alat
Tabel 7. Proses sterilisasi dengan autoklaf
No Gambar (Foto) Keterangan

1.

2.

3.

4.
Tabel 8. Proses sterilisasi dengan Ozone sterylizzer
No Gambar (Foto) Keterangan

1.

2.

3.
3. Pembuatan Media
Tabel 9. Pembuatan Nutrient Agar
No Gambar (Foto) Keterangan

1.

2.

3.

4.
5.

Tabel 10. Pembuatan Sabouraud Dextrose Agar (SDA)


No Gambar (Foto) Keterangan

1.

2.

3.
4.

5.

4. Isolasi dan Inokulasi


Tabel 11. Proses Isolasi spora cendawan di udara
No Gambar (Foto) Keterangan

1.

2.
3.

4.
Tabel 12. Penanaman bakteri dengan metode tuang
No Gambar (Foto) Keterangan

1.

2.

3.

4.
5.

6.

7.

8.
9.

10

11

12
13

Tabel 13. Penanaman bakteri dengan metode gores


No Gambar (Foto) Keterangan
1.

2.

3.
4.

5.

6.

7.
8.
5. Pewarnaan LBS
Tabel 14. Pewarnaan Cendawan
No Gambar (Foto) Keterangan
1.

2.

3.

4.
5.

6. Pengamatan cendawan
7. Perhitungan Koloni
Tabel 15. Dokumentasi Perhitungan koloni
No Gambar (Foto) Keterangan
1.

2.

3.

4.
8. Pewarnaan bakteri
Tabel 16. Dokumentasi Pewarnaan Gram
No Gambar (Foto) Keterangan
1.

2.

3.

4.
5.

6.

9. Pengamatan bakteri
F. Pembahasan
G. Kesimpulan
Daftar Rujukan

Anda mungkin juga menyukai