oleh
Faisal Dwi Yuliawan
NIM 162310101204
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii
A. KONSEP PENYAKIT ...................................................................................................... 1
1.1 Anatomi Fisiologi ................................................................................................... 1
1.3 Definisi .......................................................................................................................
1.3 Etiologi ....................................................................................................................... 1
1.4Klasifikasi................................................................................................................... 2
1.5 Patofisiologi .............................................................................................................. 3
1.6 Manifestasi Klinis .................................................................................................. 3
1.7 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 4
1.8 Penatalaksanaan .................................................................................................... 5
B. Clinical Pathway
D. Discharge Planning
ii
A. KONSEP PENYAKIT
1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-
bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
1
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke
bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan
masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
(huruf C)sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri
dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping
ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin
lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan.
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
2
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Didalam
lobulus, bronkiolus ini bercabang cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus
alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-
0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada media
stinumdepanter letakjantung. Paruparu dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu,yang pertama pleura visceral (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal,
kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga
terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
3
sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang lain
dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.
4
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor penyebab yang menyumbang 2-155
klien dengan asma bronkhial
5
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel-sel inflamasi
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma
bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan
derajat berat penyakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai
penyakit bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi
bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus
diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi .
Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh
mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi
mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan
rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
b. Asma bronchiale tipe non atopik (intrisik)
Asma non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan allergen
tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas ,olah
raga atau kegiatan jasmani yang berat ,serta tekanan jiwa atau stress psikologik.
Serangan asma terjadi akibat ganguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis
yaitu blockade adrenergic beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Pada sebagian
penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat yang mengakibatkan
bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
6
h. Pelebaran tekanan nadi
i. Pembesaran vena leher.
j. Auskultasi suara nafas : wheezing (+)
7
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan cara
Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord (
budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50, 100,
200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan
b. Pengobattan non farmakologi pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013)
dapat dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
a.Batuk Effektif
Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana pasien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan secret secara
maksimal.. Tujuan membantu membersihkan jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum
yang berlebih , Pasien dengan batuk yang tidak efektif
b. mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru
8
B. Clinical Pathway
Gangguan istirahat
tidur
9
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama :-
Umur :-
Jenis Kelamin : -
Agama :-
Pekerjaan :-
Status : -
Tgl MRS :-
Pendidikan :-
2) Keluhan Utama : Adanya sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya
keluhan sulit untuk bernapas
3) Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Klien dengan ser
b. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah di derita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran
pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat
serangan asma, frekuensi, waktu, dan allergen-alergen yang dicurigai sebagai
pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan
gejala asma.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau
penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensivitas pada
penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan.
d. Riwayat psikososial
Dapt Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya.
4) Pemeriksaan Fisik
tingkat distres yang tampak ,tanda-tanda vital, kecepatan pernapasan dan ekskursi, suara
napas di seluruh lapang paru, nadi apikal.
5) Pemeriksaan diagnostik meliputi volume ekspirasi paksa, kecepatan aliran ekspirasi
puncak, gas darah.
10
6) Pola gordon
a. Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
- Airway
- Breathing
- Circulation
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur, kualitas dan kuantitas jam tidur
- Makanan kesukaan
d. Pola eliminasi
11
- Nyeri
- Kuantitas
- Gambaran diri
- Identitas diri
- Peran diri
- Ideal diri
- Harga diri
g. Pola seksual
- Reproduksi
- Dukungan keluarga
- Persepsi keyakinan
12
Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d peningkatan produksi mukus
2. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
3. Pola nafas tidak efektif b.d bronkospasme.
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
5. Gangguan istirahat dan tidur b.d sesak nafas
13
Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
Intervensi Rasional Nama dan
NO. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil
Keperawatan Paraf
1. Bersihan jalan nafas tak Setelah diberi tindakan 1. Monitor TTV 1. Tanda-tanda vital
efektif b/d peningkatan perawatan, jalan nafas 2. Auskultasi bunyi merupakan acuan
produksi mukus pasien efektif ,dengan nafas ,catat adanya untuk mengetahui
Kriteria Hasil : bunyi mengi, ronkhi keadaan umum
-Bunyi jalan nafas 3. Pantau frekuensi pasien.
bersih/jelas pernafasan.catat 2. Mengetahui adanya
-Pasien bisa batuk rasio inspirasi/ mengi atau ronkhi
efektif dan expirasi 3. Mengetahui jumlah
mengeluarkan sekret 4. Beri posisi nyaman, frukensi RR
misal:peninggian 4. Memberi rasa
kepala tempat nyaman pada klien
tidur,duduk pada untuk bernafas
sandaran tempat 5. Mengencerkan
tidur sekret.
5. Beri pasien 6-8 6. Mengeluarkan sekret
gelas air hangat /hari dan meningkatkan
kecuali ada indikasi patensi jalan nafas
14
lain 7. Agar tidak
6. Ajarkan dan berikan merangsang
dorongan pembentukan mukus
penggunaan teknik lagi
pernafasan
diafragma dan batuk
efektif
7. Instruksikan pasien
menghindari iritan
seperti asap , asap
rokok, aerosol,
cuaca dingin
2 Kerusakan pertukaran gas Setelah diberi tindakan 1. Observasi frekuensi, 1. Mengetahui
b/d ketidaksamaan perawatan, terjadi kedalaman adekuatnya jalan
ventilasi dan perfusi perbaikan dalam pernafasan,catat nafas dan
pertukaran gas dengan penggunaan otot meningkatnya kerja
Kriteria Hasil: bantu nafas, nafas pernafasan
-Gejala disstres bibir, 2. Mengetahui indikasi
pernafasan tidak ada ketidakmampuan hipoksia
-Tanda –tanda vital bicara/ berbincang 3. Menambah suplai
dalam batas normal 2. Observasi tingkat O2 sehingga
15
- Gelisah tidak ada kesadaran meningkatkan
3. Atur pemberian pertukaran gas
oksigen 4. Memberi rasa
4. Beri posisi duduk nyaman saat
(fowler) bernafas
5. Observasi tanda 5. Tanda-tanda vital
vital, dan warna merupakan acuan
membrane mukosa untuk mengetahui
kulit keadaan umum
pasien.
3 Pola nafas tidak efektif b/d Setelah diberi tindakan 1. Observasi perubahan 1. Menentukan adekuatnya
bronkospasme perawatan, pola nafas pada RR dan pola nafas yang berefek
pasien efektif, dengan dalamnya pernafasan pada suplai O2 yang
Kriteria Hasil: 2. Atur pemberian masuk
-Tanda-tanda vital oksigen 2. Suplai O2 yang cukup
dalam batas normal 3. Observasi tanda vital, akan mengurangi kerja
-Tidak terjadi sianosis dan warna membrane pernafasan
dan tanda hipoksia mukosa kulit 3. Tanda-tanda vital
- Bunyi nafas bersih 4. Beri posisi merupakan acuan untuk
duduk(fowler) mengetahui keadaan
16
umum pasien.
4. Memberi rasa nyaman
klien untuk bernafas
4 Intoleransi aktivitas b/d Setelah diberi tindakan 1. Evaluasi respon 1. Menentukan kemampuan
kelemahan fisik perawatan, pasien pasien terhadap pasien dalam melakukan
menunjukkan aktivitas aktivitas
peningkatan toleransi 2. Berikan kepada 2. Memenuhi kebutuhan
terhadap aktivitas, pasien aktivitas sesuai pasien tanpa
dengan Kriteria Hasil: kemampuannya menimbulkan kelelahan
-Pasien dapat dan mau 3. Pertahankan obyek 3. Memudahkan pasien
melakukan aktivitas yang digunakan dalam penggunaan
sesuai kemampuannya pasien agar mudah sehingga mengurangi
-Tanda tanda vital terjangkau penggunaan O2
dalam batas normal 4. Bantu pasien 4. Semua kebutuhan pasien
melakukan aktivitas dapat terpenuhi
dengan melibatkan 5. Tanda-tanda vital
keluarga merupakan acuan untuk
5. Observasi tanda-tanda mengetahui keadaan
vital umum pasien.
17
5. Gangguan istirahat dan Setelah diberikan 1. Ciptakan lingkungan 1. Suasana tenang dan
tidur b/d sesak nafas tindakan perawatan, yang nyaman dan pemakaian O2
kebutuhan istirahat dan batasi pengunjung ruangan tidak
tidur pasien terpenuhi 2. Beri KIE pentingnya berbagi sehingga
dengan Kriteria Hasil : tidur untuk klien bisa istirahat
- Klien mengatakan pemulihan 2. klien mau untuk
sudah dapat tidur 3. Libatkan satu istirahat dan tidur
- Klien mengatakan anggota keluarga 3. klien merasa aman
sesak berkurang untuk menemani sehingga bisa
-Retraksi otot dada istirahat dengan
berkurang tenang.
-RR 16- 24 x/ menit
18
D. Discharge Planning
1. Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur (kapas), pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, sabun, makanan
tertentu, jamur dan serbuk sari.
2. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan seperti bangun saat malam hari dengan serangan
akut atau mengalami infeksi pernafasan.
4. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.
5. Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetuskan serangan.
6. Menggunakan obat-obat sesuai dengan resep.
19
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, M. Gloria, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition.
Singapore: Elsevier
Djojodibroto, R.D. (2017). Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta : EGC.
Heather, T. Herdman. 2018. Nanda International Inc. Diagnosis keperawatan: definisi &
klasifikasi 2018-2020 edisi 11. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classifikation (NOC), 5th edition. Singapore:
Elsevier.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Putri, H. & Soemarno, S. (2013). Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk Efektif
Pada Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada Asma
Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi Volume 13 Nomor 1, (online),
(http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3896-soemarno.pdf , diakses
tanggal 13 Januari 2019)
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC
20