Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DENGUE


ASMA BRONKHIAL RUANG IGD RUMAH SAKIT DAERAH
BALUNG JEMBER

oleh
Faisal Dwi Yuliawan
NIM 162310101204

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii
A. KONSEP PENYAKIT ...................................................................................................... 1
1.1 Anatomi Fisiologi ................................................................................................... 1
1.3 Definisi .......................................................................................................................
1.3 Etiologi ....................................................................................................................... 1
1.4Klasifikasi................................................................................................................... 2
1.5 Patofisiologi .............................................................................................................. 3
1.6 Manifestasi Klinis .................................................................................................. 3
1.7 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 4
1.8 Penatalaksanaan .................................................................................................... 5

B. Clinical Pathway

C. PROSES KEPERAWATAN ........................................................................................ 7


2.1 Asessment/pengkajian........................................................................................ 7
2.2 Diagnosa .................................................................................................................. 10
2.3 Intervensi ................................................................................................................ 11

D. Discharge Planning

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 16

ii
A. KONSEP PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Asma Bronkhial

Gambar 1 : Anatomi Sistem Pernapasan

Gambar 2 : Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial

1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-
bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke

1
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke
bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan
masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
(huruf C)sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri
dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping
ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin
lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan.
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus

2
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Didalam
lobulus, bronkiolus ini bercabang cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus
alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-
0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada media
stinumdepanter letakjantung. Paruparu dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu,yang pertama pleura visceral (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal,
kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga
terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

1.2 Definisi Asma Bronkhial


Asma bronkhial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena adanya
penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible, peradangan pada jalan napas,
dan peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan hiperresponsivitas,
obstruksi pada saluran napas bisa disebabkan oleh spasme/ kontraksi otot polos bronkus,
oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
Asma bronkhial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat penyempitan saluran
nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai
oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa asma bronkhial merupakan
penyakit saluran pernapasan yang terjadi karena adanya penyempitan saluran napas yang
mengakibatkan sesak napas dimana fase inspirasi lebih pendek dari fase ekspirasi.

1.3 Epidemiologi Asma Bronkhial


Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada awal
kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10 tahun dan
sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anakanak, terdapat
perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun perbandingan ini menjadi

3
sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang lain
dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.

1.4 Etiologi Asma Bronkhial


Faktor-faktor yang dapat menyebabkan serangan asma bronkhial adalah :
a. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah (Dermatophagoides
pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut,
dan sebagainya.
b. Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronkhial. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan.
c. Tekanan Jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencestus asma, karena banyak orang
yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronkhial.
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak
labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak.
d. Olahraga/Kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapat serangan asma bila melakukan
olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua
jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
kegiatan jasmani terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan
jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
e. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
f. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta
bau yang tajam.
g. Lingkungan kerja

4
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor penyebab yang menyumbang 2-155
klien dengan asma bronkhial

1.5 Klasifikasi Asma Bronkhial


Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma bronkhial, yaitu :
a. Asma bronkhial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat pribadi
atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat disebut asma ekstrinsik (asma
alergik) yaitu asma yang mulai terjadi saat kanak-kanak, kadar IgE serum meningkat,
mekanisme terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronkhial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik.
Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau asma idiosinkratik yaitu asma yang
terjadi saat dewasa, kadar IgE normal dan bersifat Non-imun.

1.6 Patofisiologi Asma Bronkhial


a. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen.
Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-
lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada
permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan trombosit juga
memiliki resepotor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki
sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan
gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen
yang sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada
permukaan mastofit dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam
sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP yang
menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel
.Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator
yang sudah terkandung dalam granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang
mempunyai sifat biologic,yaitu histamin, Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A),
Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh
mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi) bila
terpapar dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak

5
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel-sel inflamasi
terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma
bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan
derajat berat penyakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai
penyakit bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi
bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus
diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi .
Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh
mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi
mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan
rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
b. Asma bronchiale tipe non atopik (intrisik)
Asma non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan allergen
tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas ,olah
raga atau kegiatan jasmani yang berat ,serta tekanan jiwa atau stress psikologik.
Serangan asma terjadi akibat ganguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis
yaitu blockade adrenergic beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Pada sebagian
penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat yang mengakibatkan
bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.

1.7 Manifestasi Klinis Asma Bronkhial


a. Batuk berdahak .
b. Dispnea – pernafasan labored
c. Mengi , dengan makin besarnya obstruksi mengi dapat hilang yang sering menjadi
pertanda bahaya gagal nafas.
d. Pernafasan lambat : lebih susah dan panjang dibandingkan inspirasi.
e. Retraksi otot-otot bantu pernafasan.
f. Berkeringat
g. Takikardia.

6
h. Pelebaran tekanan nadi
i. Pembesaran vena leher.
j. Auskultasi suara nafas : wheezing (+)

1.8 Pemeriksaan Penunjang Asma Bronkhial


a. Pemeriksaan laboratorium
-Gambaran darah tepi: Menunjukkan leukositosis (15.000 – 40.000/mm3 )
-Analisa gas darah : Menunjukkan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi
CO2.
-darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik)
-sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot –Leyden).
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks : Menunjukkan terdapat bercak- bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus.
c. Elektrokardiografi
d. Lain –Lain
a. Tes fungsi paru : Untuk mengetahui fungsi paru , menetapkan luas
beratnya penyakit , mendiagnosis keadaan .
b. Spirometri statik : Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.

c. Penatalaksanaan Asma Bronkhial


Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja
sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka
yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.

7
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan cara
Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord (
budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50, 100,
200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan
b. Pengobattan non farmakologi pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013)
dapat dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
a.Batuk Effektif
Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana pasien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan secret secara
maksimal.. Tujuan membantu membersihkan jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum
yang berlebih , Pasien dengan batuk yang tidak efektif
b. mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru

8
B. Clinical Pathway

Infeksi Merokok Polusi Alergen Genetik

Masuk saluran pernapasan



Iritasi mukosa saluran
pernapasan

Reaksi inflamasi

Hipertropi dan hiperplasia
mukosa bronkus

Metaplasia sel globet Produksi sputum
↓ meningkat
Jalan nafas tidak efektif Penyempitan saluran ↓
pernapasan Batuk

Penurunan Obstruksi Potensial tidak


ventilasi ↓ efektifnya jalan
↓ Penyebaran udara ke alveoli nafas
Supply O2 ↓
menurun Vasokontriksi pembuluh
↓ darah paru-paru
Kelemahan ↓ Gangguan
↓ Supply oksigen berkurang pertukaran gas

Sesak nafas
Intoleran ↓
aktivitas Kebutuhan tidur tidak efektif

Gangguan istirahat
tidur

(Brunner & Suddarth, 2002)

9
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
1) Identitas Klien

Nama :-
Umur :-
Jenis Kelamin : -
Agama :-
Pekerjaan :-
Status : -
Tgl MRS :-
Pendidikan :-
2) Keluhan Utama : Adanya sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya
keluhan sulit untuk bernapas
3) Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Kesehatan sekarang
Klien dengan ser
b. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah di derita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran
pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat
serangan asma, frekuensi, waktu, dan allergen-alergen yang dicurigai sebagai
pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan
gejala asma.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau
penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensivitas pada
penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan.
d. Riwayat psikososial
Dapt Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya.
4) Pemeriksaan Fisik
tingkat distres yang tampak ,tanda-tanda vital, kecepatan pernapasan dan ekskursi, suara
napas di seluruh lapang paru, nadi apikal.
5) Pemeriksaan diagnostik meliputi volume ekspirasi paksa, kecepatan aliran ekspirasi
puncak, gas darah.

10
6) Pola gordon
a. Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.

- Airway

Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot-otot


aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta)

- Breathing

Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea,takypnea,


taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahanronkhi, hiperresonan
pada perkusi

- Circulation

Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkatkesadaran,


pulsus paradoxus > 10 mm

b. Pola istirahat tidur

Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur, kualitas dan kuantitas jam tidur

c. Pola nutrisi – metabolic

- Berapa kali makan sehari

- Makanan kesukaan

- Berat badan sebelum dan sesudah sakit

- Frekuensi dan kuantitas minum sehari

d. Pola eliminasi

- Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari

11
- Nyeri

- Kuantitas

e. Pola kognitif perceptual

Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)

f. Pola konsep diri

- Gambaran diri

- Identitas diri

- Peran diri

- Ideal diri

- Harga diri

- Cara pemecahan dan penyelesaian masalah

g. Pola seksual

- Reproduksi

- Adakah gangguan pada alat kelaminya.

h. Pola peran hubungan

- Hubungan dengan anggota keluarga

- Dukungan keluarga

- Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.

i. Pola nilai dan kepercayaan

- Persepsi keyakinan

- Tindakan berdasarkan keyakinan

12
Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d peningkatan produksi mukus
2. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
3. Pola nafas tidak efektif b.d bronkospasme.
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
5. Gangguan istirahat dan tidur b.d sesak nafas

13
Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
Intervensi Rasional Nama dan
NO. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil
Keperawatan Paraf

1. Bersihan jalan nafas tak Setelah diberi tindakan 1. Monitor TTV 1. Tanda-tanda vital
efektif b/d peningkatan perawatan, jalan nafas 2. Auskultasi bunyi merupakan acuan
produksi mukus pasien efektif ,dengan nafas ,catat adanya untuk mengetahui
Kriteria Hasil : bunyi mengi, ronkhi keadaan umum
-Bunyi jalan nafas 3. Pantau frekuensi pasien.
bersih/jelas pernafasan.catat 2. Mengetahui adanya
-Pasien bisa batuk rasio inspirasi/ mengi atau ronkhi
efektif dan expirasi 3. Mengetahui jumlah
mengeluarkan sekret 4. Beri posisi nyaman, frukensi RR
misal:peninggian 4. Memberi rasa
kepala tempat nyaman pada klien
tidur,duduk pada untuk bernafas
sandaran tempat 5. Mengencerkan
tidur sekret.
5. Beri pasien 6-8 6. Mengeluarkan sekret
gelas air hangat /hari dan meningkatkan
kecuali ada indikasi patensi jalan nafas

14
lain 7. Agar tidak
6. Ajarkan dan berikan merangsang
dorongan pembentukan mukus
penggunaan teknik lagi
pernafasan
diafragma dan batuk
efektif
7. Instruksikan pasien
menghindari iritan
seperti asap , asap
rokok, aerosol,
cuaca dingin
2 Kerusakan pertukaran gas Setelah diberi tindakan 1. Observasi frekuensi, 1. Mengetahui
b/d ketidaksamaan perawatan, terjadi kedalaman adekuatnya jalan
ventilasi dan perfusi perbaikan dalam pernafasan,catat nafas dan
pertukaran gas dengan penggunaan otot meningkatnya kerja
Kriteria Hasil: bantu nafas, nafas pernafasan
-Gejala disstres bibir, 2. Mengetahui indikasi
pernafasan tidak ada ketidakmampuan hipoksia
-Tanda –tanda vital bicara/ berbincang 3. Menambah suplai
dalam batas normal 2. Observasi tingkat O2 sehingga

15
- Gelisah tidak ada kesadaran meningkatkan
3. Atur pemberian pertukaran gas
oksigen 4. Memberi rasa
4. Beri posisi duduk nyaman saat
(fowler) bernafas
5. Observasi tanda 5. Tanda-tanda vital
vital, dan warna merupakan acuan
membrane mukosa untuk mengetahui
kulit keadaan umum
pasien.

3 Pola nafas tidak efektif b/d Setelah diberi tindakan 1. Observasi perubahan 1. Menentukan adekuatnya
bronkospasme perawatan, pola nafas pada RR dan pola nafas yang berefek
pasien efektif, dengan dalamnya pernafasan pada suplai O2 yang
Kriteria Hasil: 2. Atur pemberian masuk
-Tanda-tanda vital oksigen 2. Suplai O2 yang cukup
dalam batas normal 3. Observasi tanda vital, akan mengurangi kerja
-Tidak terjadi sianosis dan warna membrane pernafasan
dan tanda hipoksia mukosa kulit 3. Tanda-tanda vital
- Bunyi nafas bersih 4. Beri posisi merupakan acuan untuk
duduk(fowler) mengetahui keadaan

16
umum pasien.
4. Memberi rasa nyaman
klien untuk bernafas

4 Intoleransi aktivitas b/d Setelah diberi tindakan 1. Evaluasi respon 1. Menentukan kemampuan
kelemahan fisik perawatan, pasien pasien terhadap pasien dalam melakukan
menunjukkan aktivitas aktivitas
peningkatan toleransi 2. Berikan kepada 2. Memenuhi kebutuhan
terhadap aktivitas, pasien aktivitas sesuai pasien tanpa
dengan Kriteria Hasil: kemampuannya menimbulkan kelelahan
-Pasien dapat dan mau 3. Pertahankan obyek 3. Memudahkan pasien
melakukan aktivitas yang digunakan dalam penggunaan
sesuai kemampuannya pasien agar mudah sehingga mengurangi
-Tanda tanda vital terjangkau penggunaan O2
dalam batas normal 4. Bantu pasien 4. Semua kebutuhan pasien
melakukan aktivitas dapat terpenuhi
dengan melibatkan 5. Tanda-tanda vital
keluarga merupakan acuan untuk
5. Observasi tanda-tanda mengetahui keadaan
vital umum pasien.

17
5. Gangguan istirahat dan Setelah diberikan 1. Ciptakan lingkungan 1. Suasana tenang dan
tidur b/d sesak nafas tindakan perawatan, yang nyaman dan pemakaian O2
kebutuhan istirahat dan batasi pengunjung ruangan tidak
tidur pasien terpenuhi 2. Beri KIE pentingnya berbagi sehingga
dengan Kriteria Hasil : tidur untuk klien bisa istirahat
- Klien mengatakan pemulihan 2. klien mau untuk
sudah dapat tidur 3. Libatkan satu istirahat dan tidur
- Klien mengatakan anggota keluarga 3. klien merasa aman
sesak berkurang untuk menemani sehingga bisa
-Retraksi otot dada istirahat dengan
berkurang tenang.
-RR 16- 24 x/ menit

18
D. Discharge Planning

1. Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur (kapas), pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, sabun, makanan
tertentu, jamur dan serbuk sari.
2. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan seperti bangun saat malam hari dengan serangan
akut atau mengalami infeksi pernafasan.
4. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.
5. Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetuskan serangan.
6. Menggunakan obat-obat sesuai dengan resep.

19
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, M. Gloria, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition.
Singapore: Elsevier
Djojodibroto, R.D. (2017). Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta : EGC.
Heather, T. Herdman. 2018. Nanda International Inc. Diagnosis keperawatan: definisi &
klasifikasi 2018-2020 edisi 11. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classifikation (NOC), 5th edition. Singapore:
Elsevier.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Putri, H. & Soemarno, S. (2013). Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk Efektif
Pada Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada Asma
Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi Volume 13 Nomor 1, (online),
(http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3896-soemarno.pdf , diakses
tanggal 13 Januari 2019)

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai