Anda di halaman 1dari 32

25

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan


intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli
yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler
merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah
yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe
menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000,
Hollenberg, 2003, Nedrastuti dan Soetomo, 2010). Edema paru akut
merupakan keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera.
Meskipun edema paru kadang-kadang bisa berakibat fatal (Mayo, 2011).

Edema paru adalah salah satu kondisi kegawatan yang tersering dan
sangat mengancam jiwa. Penatalaksanaan yang agresif harus segera
dilakukan setelah dicurigai diagnosis edema paru. Tanda dan gejala yang
tampak adalah representasi perpindahan cairan dari kompartemen
intravaskular ke dalam jaringan interstisial dan selanjutnya ke dalam alveoli.
Kelainan kardiak dan nonkardiak dapat menyebabkan edema paru sehingga
kita harus mengetahui kondisi dasar yang mencetuskan edema paru agar
penatalaksanaan yang dilakukan tepat dan berhasil. Kadang masalahnya
kompleks karena pada pasien selain terdapat problem kardiak sekaligus
terdapat juga problem nonkardiak (Subagyo, 2013).

Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun


penyakit di luar jantung (edema paru kardiogenik dan non kardiogenik).
Angka kematian edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38–
57% sedangkan karena gagal jantung mencapai 30% (Haas, 2002,
Nedrastuti dan Soetomo, 2010). Pengetahuan dan penanganan yang tepat
pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita. Penanganan
yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang terjadi
(Alpert, 2002, Nedrastuti dan Soetomo, 2010).

Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema


paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia,
paparan racun dan obat-obatan tertentu, dan berolahraga atau tinggal pada
ketinggian tinggi (Mayo, 2011). Kondisi klien dapat diperbaiki ketika klien
menerima pengobatan yang tepat, bersama dengan pengobatan untuk
masalah yang mendasar untuk pengobatan edema paru akut, pengobatan
pada edema paru akut bervariasi tergantung pada penyebabnya, tetapi
umumnya termasuk oksigen dan obat-obatan (Mayo, 2011).
26

Berdasarkan latar belakang di atas penyusun ingin menbahas tentang


konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema paru
akut.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien
dengan edema paru akut?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien
dengan edema paru akut
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian edema paru akut
2. Mengetahui etiologi edema paru akut
3. Mengetahui faktor resiko edema paru akut
4. Mengetahui patofisiologi edema paru akut
5. Mengetahui manifestasi klinis edema paru akut
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik edema paru akut
7. Mengetahui penatalaksanaan edema paru akut
8. Mengetahui pencegahan edema paru akut
9. Mengetahui komplikasi edema paru akut
10. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat
pada klien edema paru akut

1.4 Manfaat
1.4.1 Akademi
Menambah wawasan para akademisi, khususnya mahasiswa
keperawatan, serta menambah literatur pembelajaran tentang asuhan
keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema paru akut.
1.4.2 Praktek Klinik
Mengetahui serta dapat menerapkan asuhan keperawatan
gawat darurat pada klien dengan edema paru akut dengan tepat.
27

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang
bernapas dengan udara. Istilah kedokteran yang berhubungan dengan paru-
paru sering mulai di pulmo, dari kata Latin pulmonesuntuk paru-paru.Paru-
paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena
tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Didalam paru-paru terjadi proses
pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan
oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil
metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru.(Guyton and Hall, 2007)

Organ paru-paru memiliki tube bronkial atau bronchi, yang


bercabang-cabang dan ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung
kecil yang dikelilingi kapiler yang berisi darah. Di sini oksigen dari udara
berdifusi ke dalam darah, dan kemudian dibawa oleh hemoglobin. Darah
terdeoksigenisasi dari jantung mencapai paru-paru melalui arteri paru-paru
dan, setelah dioksigenisasi, beredar kembali melalui vena paru-paru.(Guyton
and Hall, 2007)
Secara fungsional paru-paru dibagi menjadi dua, yaitu lobus kanan
dengan tiga gelambir dan lobuskiri dengan dua gelambir. Seperti gambar
yang ditampilkan dibawah ini :

Gambar 1.Anatomi paru-paru manusia.

2.2 Definisi
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi
di ekstravaskuler dalam paru (Muttaqin, 2012).
28

Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penimbunan cairan serosa


atau serosanguinosa yang berlebihan dalam ruang interstisial dan alveolus
paru (Sylvia Price ,2006)
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler
keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi
secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan
interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali,
kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena
pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Hollenberg, 2003, Nendrastuti
& Soetomo, 2010).
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang
dimaksud dengan edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal
dalam ruang ekstra vaskuler dan jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut
dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung (edema
paru kardiogenik dan non kardiogenik).

2.3 Etiologi
Walaupun lebih mudah mengelompokkan edema paru menjadi
kardiogenik dan nonkardiogenik namun pengelompokan tersebut tidak benar-
benar tegas. Ada tumpang tindih pada penampilan klinis, patofisiologi dan
tatalaksana kedua kelompok edema paru tersebut. (Kidess, 1995; Subagiyo,
2012) membagi edema paru berdasarkan penyebabnya sebagai berikut :

1. Edema paru kardiogenik (hidrostatik),


2. Edema paru nonkardiogenik (permeability),
3. Edema paru campuran atau patogenesisnya belum diketahui
- Edema paru karena ketinggian (high-altitude pulmonary
edema/HAPE)
- Edema paru neurogenik
- Re-expansion pulmonary edema
- Overedosis narkotik
- Tocolytic therapy
- Uremia
Braundwauld (1997), Subagyo (2012) membagi edema paru
berdasarkan mekanisme pencetusnya sebagai berikut:

1. Ketidakimbangan Starling-Force
a. Peningkatan tekanan vena pulmonalis
- Tanpa gagal ventrikel kiri (misal: stenosis mitral)
- Sekunder karena gagal ventrikel kiri
b. Penurunan tekanan onkotik plasma, pada hipoalbuminemia
c. Peningkatan tekanan negative interstisial, pada tatalaksana
pneumotoraks dengan tekanan negative yang tinggi
2. Gangguan permeabilitas membrane kapiler alveoli
a. Pneumonia (bakteri, virus atau parasit)
29

b. Inhalasi toksin (NO, asap)


c. Pancreatitis hemoragik akut
d. Aspirasi asam lambung
e. Pneumonitis akut akibat radiasi
f. Zat vasoaktif endogen (histamine, kinin)
g. Koagulasi intravascular diseminata (DIC)
h. Imunologi: pneumonitis hipersensitif
i. Shock-lung pada trauma bukan dada
j. Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi
3. Insufisiensi sistem limfe
a. Pasca transplantasi paru
b. Limfangitis karsinomatosis
c. Limfangitis fibrotic (silikosis)
4. Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya
a. High altitude pulmonary edema
b. Edema paru neurogenik
c. Overdosis obat narkotik
d. Emboli paru
e. Eklampsia
f. Pasca kardioversi
g. Pasca anestesi
h. Pasca bedah pintas jantung-paru

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik
dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya
sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya
faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita payah jantung kiri kronik.

2.4.1 Cardiogenic pulmonary edema


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh
adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja
semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak
kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi
dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh
fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan
oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-
sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari
otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang
abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah
yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat,
pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah
didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
30

2.4.2 Non-cardiogenic pulmonary edema


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya
disebabkan oleh hal berikut:
1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai
akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus
pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah.
2. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi
yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-
infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
3. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari
tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-
pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-
orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu
untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
4. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh
kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000
feet.
5. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),
seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya
berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan
neurogenic pulmonary edema.
6. Paru yang mengembang secara cepat dapat menyebabkan
reekspansi pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus
ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari
cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada
ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary
edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary
edema).
7. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin
tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication,
terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary
edema.
8. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism
(gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut
yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute
lung injury, beberapa infeksi-infeksi virus, atau eklamsia pada
wanita hamil.

2.5 Manifestasi Klinis


2.5.1 Manifestasi Umum
31

a. Perubahan dini edema paru adalah peningkatan aliran llimfatik,


terjadi karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar
yang mengelilingi arteriola paru dan saluran pernapasan yang kecil.
b. Obstruksi pada saluran nafas kecil
c. Hipoksemia ringan timbul karena adanya perubahan dalam
distribusi ventilasi dan perfusi
d. Menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik,
namun ekskresi Co² tidak terganggu
e. Gangguan difusi menyebabkan terjadinya peningkatan pintas kanan
ke kiri melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi (Muttaqin,
2012).
2.5.2 Manifestasi Akut
a. Sesak napas ekstrim atau kesulitan bernapas (dyspnea) yang
memburuk ketika berbaring
b. Perasaan mencekik atau tenggelam
c. Wheezing atau gasping
d. Kecemasan, kegelisahan atau rasa ketakutan
e. Batuk yang menghasilkan sputum berbusa yang dapat diwarnai
dengan darah
f. Keringat berlebihan
g. Kulit pucat
h. Nyeri dada, jika edema paru disebabkan oleh penyakit jantung
i. Denyut jantung cepat, tidak teratur (palpitasi)
Edema paru dapat menjadi fatal jika tidak diobati, Jangka panjang
(kronis):
a. Memiliki lebih sesak napas dari pada normal ketika klien aktif
secara fisik.
b. Kesulitan bernapas dengan pengerahan tenaga, sering ketika klien
berbaring datar dibandingkan dengan duduk.
c. Wheezing
d. Bangun di malam hari dengan perasaan sesak nafas yang bisa
dikurangi dengan duduk
e. Kenaikan berat badan yang cepat ketika edema paru berkembang
sebagai akibat dari gagal jantung kongestif, suatu kondisi di mana
jantung memompa darah terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Berat badan adalah dari penumpukan cairan dalam tubuh,
terutama di kaki.
f. Bengkak di kaki dan pergelangan kaki
g. Kehilangan nafsu makan
h. Kelelahan
2.5.3 Gejala edema paru tahap lanjut, seperti: Headache, insomnia, retensi
cairan, batuk, dan sesak napas.

2.6 Patofisiologi
32

Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding


mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini
akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi
pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di
dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein
dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran
darah melalui saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum
Starling sebagai berikut (Flick, 2000; Alpert 2002, Nendrastuti & Soetomo,
2010).)

Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel


epitel alveoli tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier
reltif nonpermeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga
(spaces). Fraksi yang besar ruang interstitial dibentuk oleh kapiler paru yang
dindingnya terdiri atas satu lapis sel endothelium di tas membrane basal,
sedangkan sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri atas jaringan kolagen
dan jaringan elastic, fibroblast, sel fagosit, dan beberapa jaringan lain
(Muttaqin, 2012).
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering
adalah:
- Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
- Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap
protein plasma.
- Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari
jaringan interstisial.
-
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure)
adalah sekitar 7 dan 12 mmHg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar
antara 25 mm Hg, maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam
kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barier
seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap
protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif dapat
meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan
interstisial paru.

Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru
tetap kering terganggu seperti tersebut di bawah ini (Flick, 2000; Alpert
2002):
- Permeabilitas membran yang berubah.
- Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
- Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
- Tekanan osmotik/onkotik mikrovaskuler yang menurun.
- Tekanan osmotik/onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
- Gangguan saluran limfe.
33

Apapun penyebabnya, akbatnya terhadap paru tetap sama yaitu edema


paru yang terjadi dalam 3 tahap:
Tahap 1 : Terjadi peningkatan perpindahan cairan koloid dari kapiler ke ruang
interstisial tapi masih diikuti oleh peningkatan aliran limfatik.
Tahap 2 : Terjadi bila kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui
sehingga cairan dan kristaloid mulai terakumulasi dalam ruang
interstisial sekitar bronkioli, arteriol dan venula (pada foto toraks
terlihat sebagai edema paru interstisial)
Tahap 3 : Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema
alveolus. Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas
(Subagyo, 2012).
Secara histologis kerusakan tampak berubah dengan berjalannya
waktu dan dibagi menjadi 3 fase yang saling berhubungan dan tumpang
tindih sebagai berikut:
Stage I: Fase eksudatif, ditandai dengan ekstravasasi cairan kaya protein ke
dalam ruang interstisial dan alveoli.
Stage II: Fase proliferative, sesuai dengan perkembangan penyakit, edema
disertai respons seluler yang kuat dan berhubungan dengan
perdarahan, nekrosis selular, hiperplasi sel pneumosit tipe II,
deposisi fibrin dan oklusi vaskuler oleh trombosit.
Stage III: Fase fibrotic, pada pasien yang masih masih bertahan, proses
perbaikan terjadi ditandai dengan fibrosis dan penebalan septa
alveolar, akibatnya terjadi pembesaran tak beraturan ruang udara
dan obliterasi vaskuler (Subagyo, 2012).

PATHWAY

Faktor Faktor non-kardiogenik


kardiogenik
 PATHWAY

Isufisie
nsi Unkwno
AR
lim wn
S
D fati
k
Gagal  Pnemonia  Post. Lung  Pulmonary
jantung transplant Embolism
 Aspirasi As.
kiri  Lymphangitic  Eclamasia
Lambung carsinomiclos  High
is altitude
 Bahan Toksik
 Silicosis Pulmonary
inhalan edema
34

Ketidakseimban
gan

Staling Force

Tekanan Kapiler Tekanan Tekanan Tekanan


Paru ↑
Onkotik Negative Onkotik
Plasma ↓
Interstitial Interstitial
↑ ↑

Cairan
berpinda
h ke
interstiti
al
Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi cairan Cardiac Pemasangan


ouput alat bantu
↓ nafas
(ventilato
r)
Gangguan O2 jaringan↓
Bed rest Pemasang Ar
pertukara
n gas fisik an e
selang a
endot
rakhe i
Defisit
Gangguan Pengambilan Kelelahan al n
perawata
perfusi O2 ↑ Gangguan Re v
n diri
jaringan komu sa
Intoleransi aktivitas nikasi is
verbal ki
Gangguan pola nafas o
M
t.
iO
n
g
35

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Tes yang mungkin dilakukan untuk mendiagnosis edema paru meliputi:
1. X-ray
Sebuah sinar-X dada kemungkinan akan menjadi tes pertama yang
dlakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis edema paru.
2. Elektrokardiografi (EKG)
Tes non-invasif ini dapat mengungkapkan berbagai informasi tentang
hati. Selama EKG, patch melekat pada kulit menerima impuls listrik dari
jantung. Ini dicatat dalam bentuk gelombang pada kertas grafik atau
monitor. Pola gelombang menunjukkan denyut jantung dan irama, dan
apakah bidang acara jantung berkurang aliran darah.
3. Ekokardiografi (USG jantung diagnostik ujian)
Tes non-invasif lain, ekokardiografi menggunakan perangkat tongkat
berbentuk disebut transducer untuk menghasilkan gelombang suara
frekuensi tinggi yang tercermin dari jaringan hati klien. Gelombang suara
yang kemudian dikirim ke sebuah mesin yang digunakan untuk menyusun
gambar hepar pada monitor. Tes ini dapat membantu mendiagnosa
sejumlah masalah jantung, termasuk masalah katup, gerakan abnormal
dinding ventrikel, cairan di sekitar jantung (efusi perikardial) dan kelainan
jantung bawaan. Hal ini juga secara akurat mengukur jumlah darah
ventrikel kiri menyemburkan dengan setiap detak jantung (fraksi ejeksi,
atau EF). Hal ini juga dapat memperkirakan apakah ada peningkatan
tekanan pada sisi kanan jantung. Meskipun EF rendah sering
menunjukkan penyebab jantung untuk edema paru, itu mungkin untuk
memiliki edema paru jantung dengan EF normal.
4. Transesophageal echocardiography (TEE)
Dalam pemeriksaan USG jantung tradisional, transduser tetap berada di
luar tubuh pada dinding dada. Namun dalam TEE, lembut, tabung
fleksibel dengan ujung transducer khusus dimasukkan melalui mulut dan
masuk ke kerongkongan-bagian yang mengarah ke perut. Kerongkongan
terletak tepat di belakang hepar, yang memungkinkan untuk gambar yang
lebih dekat dan lebih akurat dari jantung dan arteri pulmonalis sentral.
Pasien akan diberi obat penenang untuk membuat lebih nyaman dan
mencegah tersedak, mungkin memiliki sakit tenggorokan selama
beberapa hari setelah prosedur, dan ada sedikit risiko perforasi atau
perdarahan dari kerongkongan.
5. Kateterisasi arteri paru
Jika tes lainnya tidak mengungkapkan alasan untuk edema paru, dokter
mungkin menyarankan prosedur untuk mengukur tekanan dalam kapiler
paru (tekanan baji). Selama tes ini, balon kecil di ujung kateter
dimasukkan melalui pembuluh darah di kaki atau tangan ke dalam arteri
pulmonalis. Kateter memiliki dua bukaan terhubung ke transduser
tekanan. Balon mengembang dan mengempis kemudian, memberikan
pembacaan tekanan.
6. Kateterisasi jantung
36

Jika tes seperti EKG atau ekokardiografi tidak mengungkap penyebab


edema paru, atau juga memiliki nyeri dada, dokter mungkin menyarankan
kateterisasi jantung dengan angiogram koroner. Selama kateterisasi
jantung, sebuah tabung panjang dan tipis yang disebut kateter dimasukkan
ke dalam arteri atau vena di pangkal paha, leher atau lengan dan berulir
melalui pembuluh darah ke jantung. Jika dye disuntikkan selama
pengujian, itu disebut sebagai angiogram koroner. Selama prosedur ini,
pengobatan seperti membuka arteri yang tersumbat dapat dilakukan, yang
dengan cepat dapat meningkatkan aksi pemompaan ventrikel
kiri. Kateterisasi jantung juga dapat digunakan untuk mengukur tekanan
dalam bilik jantung Anda, menilai katup jantung Anda, dan mencari
penyebab edema paru.

Gambar 1 : Edema Intesrtitial

Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru


37

Gambar 3 : Bat’s Wing

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan Medis
Pada tempat terjadinya peningkatan tekanan, terapi dilakukan
dengan tujuan untuk mengurangi tekanan hidrostastik yang
menyebabkan edema paru. Tujuan terapi yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas adalah untuk menghilangkan faktor
penyebab perlukan paru, perbaikan keadaan umum dan member
kesempatan pada paru untuk membaik, serta mengurangi tekanan yang
menyebabkan pergeseran cairan melalui barrier yang terluka.
1. Penatalaksanaan Edema Paru Non Kardiogenik (ARDS)
a. Suport
Mencari dan menterapi penyebabnya. yang harus dilakukan
adalah: Suport Kardiovaskular, Terapi Cairan, Renal Suport,
Pengelolaan Sepsis
b. Ventiasi
Menggunakan Ventilasi protective lung atau protocol ventilasi
ARDS.
2. Penatalaksanaan Edema Paru kardiogenik
Sasarannya adalah:
- Mencapai oksigenisasi adekuat
- Memelihara stabilitas hemodinamik
- Mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan
afterload
Penatalaksanaan:
- Posisi setengah duduk - Diuretik
- Oksigen terapi - Inotropik
- Morphin IV 2,5mg - Nitroglycerine
Bukti penelitan menunjukkan bahwa pilihan terapi yang
terbaik adalah: Vasodilator intravena sedini mungkin
(Nitroglycerine, nesiride, nitropruside) dan diuretik dosis rendah.
Nitroglycerine merupakan terapi lini pertama pada semua pasien
AHF dengan tekanan darah sistolik > 95-100mmHg dengan dosis
20μg/min sampai 200μg /menit (Rekomensi ESC IA). Bahkan dosis
38

yang sangat rendah (<0,5μg/kg/min) dari nitroglycerin akan


menurunkan LVED (Mayo Clinic staff, 2011)

2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan Gawat Darurat


Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan edema paru akut
antara lain:
1. Penilaian awal (primary survey), adalah penilaian untuk menentukan
prioritas penderita dan adanya kondisi yang mengancam nyawa.
Pemeriksaan ini dilakukan dalam waktu kurang dari 2 menit. Urutan
pemeriksaan dalam primary survey adalah:
a. Periksa keadaan umum penderita
b. Evaluasi tingkat kesadaran awal sambil menstabilkan tulang
leher. Untuk melihat tingkat kesadaran pasien dengan
menggunakan skala AVPU:
A : Alert (sadar dan berorientasi baik)
V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau
tidak sadar tapi merespon rangsangan verbal dengan
cara tertentu)
P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi
merangsang nyeri dengan cara tertentu)
U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah
atau batuk)
c. Nilai jalan nafas pasien (Airway), Ada tidaknya obstruksi jalan
nafas seperti apneu, mendengkur, bunyi kumur dan stridor
d. Nilai pernafasan (Breathing), lihat ada tidaknya pergerakan
dinding dada, dengarkan bunyi nafas dan rasakan hembusan
nafas
e. Nilai sirkulasi, pemeriksaan terhadap nadi, perdarahan dan tanda-
tanda penurunan perfusi
2. Rapid trauma survey
Merupakan pemeriksaan singkat untuk menemukan semua ancaman
nyawa. Penilaian yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan tanda vital
b. Riwayat dan kejadian trauma dengan metode SAMPLE
S : Gejala (symptom)
A : Alergi (Allergies)
M : Pengobatan/terapi (Medication)
P : Riwayat penyakit dahulu (Past medical history)
L : Makan dan minum terakhir (Last oral intake)
E : Kejadian sebelum insiden (Event)
c. Melakukan pemeriksaan lengkap mulai kepala, leher, dada, perut,
panggul dan ektrimitas
- Nilai dengan cepat bagian kepala dan leher, perhatikan bila
mana vena leher datar, distensi atau deviasi trakea, racoon eyes
dan battles sign.
39

- Lihat, raba dan dengar dada. Melihat pergerakan dinding dada,


meraba adanya rasa nyeri (tenderness), instabilitas
(instability), dan krepitasi (crepitation) kemudian dengarkan
suara nafas pada kedua lapang paru.
- Perhatikan suara jantung ada kelainan atau tidak.
- Periksa bagian perut (distensi, memar atau luka tembus) dan
palpasi adanya kekakuan dan rasa nyeri.
- Pemeriksaan panggul untuk mengetahui ada perubahan bentuk
atau luka tembus.
- Pemeriksaan ekstrimitas yaitu
1. Memeriksa DCAP-BTLS adanya perubahan bentuk
(deformitas), memar (contosio), lecet (abration), luka
tembus (penetration), luka bakar (burn), rasa nyeri
(tenderness), laserasi, atau pembengkakan (swelling). Jika
ada krepitasi atau gesekan fragmen tulang merupakan tanda
pasti adanya fraktur. Bila ada tanda ini segara imobilisasi
untuk mencegah cedera jaringan lunak yang lebih parah
2. Memeriksa persendian apakah ada nyeri atau gangguan
pergerakan sendi
3. Periksa dan catat nadi, motorik, dan sensorik daerah distal.
d. Balut dan bidai, bila ditemukan trauma
e. Monitor terus menerus

Pendekatan ABCD dan imobilisasi tulang leher jika diindikasikan:


1. Airway management
- Bicara pada pasien. Pasien yang menjawab tanda bahwa jalan
nafasnya bebas, jika tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas
buatan.
- Bebaskan jalan nafas pasien dengan Chin lift/jaw thrust
- Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau non-
rebreathing
- Melakukan suction jika tersedia
- Siapkan untuk intubasi trakea sesuai indikasi. Intubasi
endotrakeal (ET) mungkin diperlukan jika jalan napas tidak dapat
diperbaiki dengan langkah-langkah di atas atau jika pasien tidak
mendapatkan ventilasi yang cukup
- Kritotirotomi mungkin diperlukan jika intubasi tidak berhasil, jika
ada kemungkinan kuat cedera vertebrae cervicales, atau pada
kasus trauma wajah massif.
2. Breathing
- Menilai pernafasan cukup.
- Jika pernafasan tidak ada lakukan pernafasan buatan.
- Periksa dada untuk bukti sucking chest wound, pneumothorax, fail
chest, dan sebagainya.
- Dekomresi rongga pleura, dan tutup jika ada luka robek dinding
dada.
40

- Berikan oksigen jika ada.


3. Circulation
- Memasang infuse dengan menggunakan jarum besar (14-16G)
untuk resusitasi cairan. Dalam keadaan khusus mungkin perlu
vena sectie.
- Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sesuai suhu tubuh
karena hipotermia dapat menyababkan gangguan pembekuan
darah.
- Hindari cairan yang mengandung glukose.
- Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang
golongan darah.
4. Disability
- Menilai kesadaran klien dengan cepat.
- Perawatan lanjutan dan pemantauan.
- Konsultasikan segera untuk intervensi operatif.
- Segera transfer ke pusat spesialis trauma yang sesuai.
- Jangan membuang-buang waktu (golden hour). Bertindaklah
cermat dan cepat, utamakan nyawa daripada anggota gerak.

Penatalaksanaan spesifik

Periksa tanda klinis dari edema paru akut

Terapi:
- Furosemide IV 0,5-1,0 mg/kg
- Morphine IV 2-4 mg
- Oksigen intubasi sesuai kondisi pasien
- Nitroglycerin SL, berikan 10-20 mcg/min IV bila SBP
1st line
>100 mmHg
of Action
- Dopamin 5-15 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg
dan muncul tanda dan gejala syok
- Dobutamine 2-20 mcg/kg/min IV bila SBP 70-100 mmHg
dan tidak muncul tanda dan gejala syok

Periksa tekanan
darah
Bila SBP
>100 mmHg dan <30
2nd line
mmHg dibawah nilai normal of Action

ACE Inhibitors
Short acting,
misalnya captopril
(6,25
Tindakan dignostik mg)
selanjutnya
- Pulmonary artery chateter
- Echocardiography
- Angiography untuk MI/ischemia
- Pemeriksaan dignostik tambahan
41

3rd line
of Action

2.9 Komplikasi
Jika edema paru terus menerus, dapat meningkatkan tekanan di arteri
pulmonalis dan akhirnya ventrikel kanan mulai gagal. Ventrikel kanan
memiliki dinding lebih tipis dari otot dari pada sisi kiri karena berada di
bawah sedikit tekanan untuk memompa darah ke paru-paru. Peningkatan
tekanan punggung atas ke atrium kanan dan kemudian ke berbagai bagian
tubuh, sehingga dapat menyebabkan:
- Kaki bengkak (edema)
- pembengkakan abdomen (ascites)
- Penumpukan cairan dalam membran yang mengelilingi paru-paru (efusi
pleura)
- Kemacetan dan pembengkakan hati
Bila tidak diobati, edema paru akut bisa berakibat fatal. Dalam
beberapa kasus dapat berakibat fatal bahkan jika menerima pengobatan
(Mayo Clinic Staff, 2011).

2.10 Pencegahan
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada
penyebab dari pulmonary edema, beberapa langkah-langkah dapat
diambil.Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung dan serangan-
serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang
tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat dipertimbangkan
sebagai pencegahan. Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak
sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah, seperti ARDS yang disebabkan
oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) yaitu nama,
umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
golongan darah, penghasilan, hubungan klien dengan penanggung
jawab.
42

b. Keluhan Utama
Merupakan manifestasi klinis yang dirasakan oleh pasien, antara lain
sesak, takikardi, stupor atau penurunan kesadaran.
c. Riwayat cedera atas dasar SAMPLE pada pasien sadar, pasien tidak
sadar dengan SAMPLE
S : Gejala (symptom)
A : Alergi (Allergies)
M : Pengobatan/terapi (Medication)
P : Riwayat penyakit dahulu (Past medical history)
L : Makan dan minum terakhir (Last oral intake)
E : Kejadian sebelum insiden (Event)
d. Airway
Ada tidaknya obstruksi jalan nafas seperti apneu, mendengkur, bunyi
kumur dan stridor.
e. Breathing
Lakukan “Look, listen and feel”. Look: lihat pergerakan dinding dada,
listen: dengarkan suara nafas, listen: rasakan hembusan nafas.
f. Circulation
Pemeriksaan terhadap nadi, warna kulit, perdarahan dan tanda-tanda
penurunan perfusi (keringat dingin, pucat, nadi cepat).
g. Dissability
Menilai kesadaran dengan cepat dengan AVPU, tidak dianjurkan
mengukur Glasgow Coma Scale.
A : Alert (sadar dan berorientasi baik)
V : Merespon rangsangan verbal (sadar tapi binggung atau tidak sadar
tapi merespon rangsangan verbal dengan cara tertentu)
P : Merespon ransangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi merangsang nyeri
dengan cara tertentu)
U : Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)
h. Eksposure
Melepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar diketahui semua cedera
yang mungkin terjadi. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang
belakang maka imobilisasi harus dikerjakan
i. Vital sign
Jika tekanan darah dibawah 80 mmHg menunjukkan tanda-tanda syok.
1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
- Inspeksi adanya luka deformitas, asismetris, depresi dan
perdarahan pada wajah dan daerah kepala, keadaan sekitar mata,
apakah pupil simetris, reaksi cahaya
- Ketajaman penglihatan
- Palpasi tulang wajah adanya deformitas, asimetris dan terderness
- Inspeksi Warna bibir dan rongga mulut, status hidrasi, perdarahan,
obstruksi, adanya gigi yang patah, oedem lidah atau faring, atau
memar pada lidah, luka bakar pada wajah, alis, dan rambut, cairan
atau darah dalam telinga, cairan atau darah dari hidung
43

- Pernafasan cuping hidung ada / tidak ada.


- Inspeksi adanya deformitas, perdarahan atau luka pada leher
- Deviasi trachea, subcutaneous emphysema, DVJ
- Bruits arteri carotis
- Tulang leher adanya tenderness, deformitas dan luka
b. Thorax
- Deformitas, luka, perdarahan, benda yang menancap, kesimetrisan
dinding dada pada saat ventilasi
- Jumlah, kedalaman dan usaha bernafas
- Struktur tulang dada adanya deformitas, nyeri, udara subcutaneous
- Suara pernafasan, adanya suara tambahan
- Batuk (produktif/nonproduktif), sputum (warna, konsistensi, bau)
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Pemeriksaan bunyi jantung tambahan
c. Abdomen
- Observasi adanya pernapasan perut dan adanya bekas luka
pembedahan
- Periksa adanya distensi, bruising
- Auskultasi bising usus dan bruit aorta abdomen
- Palpasi semua kuadran untuk mendeteksi nyeri, dinding perut tegang
atau supel
- Hepar untuk menentukan ukuran
d. Pelvis
- Palpasi untuk melihat adanya nyeri tekan atau massa pada pelvis.
- Observasi adanya kesulitan berkemih.
- Lakukan pemeriksaan pada rektal, adakah perdarahan, rigiditas
e. Ekstremitas
- Observasi adanya kelemahan dan cepat lelah
- Palpasi tonus otot dan adanya nyeri otot
- Deformitas, luka, perdarahan, oedem, dan memar
- Catat bagian distal warna, temperature, CRT, pergerakan dan sensasi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
b. Gangguan pertukaran gas
c. Penurunan curah jantung
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
f. Ketidakpatuhan

3. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Ketidakefektifan pola napas
NOC: Respiratory Status: Ventilation, Respiratory Status: Gas
Exchange
No Indikator Severe Substantial Moderate Mild No
.
44

1. Respiratory rate
2. Suara perkusi
3. Penggunaan otot bantu
pernapasan
4. Retraksi dada
5. Gangguan ekspirasi
6. pH arteri
7. Sianosis
8. Samnolen
9. Gangguan kognisi
10. Temuan abnormal pada
x-ray dada

NIC : Oxygen Therapy, Vital Signs Monitoring


No. Aktifitas
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Atur peralatan oksigenasi
3. Monitor aliran oksigen
4. Pertahankan posisi pasien
5. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
6. Monitor TD, nadi, suhu, RR
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor sianosis perifer

b. Gangguan pertukaran gas


NOC : Respiratory Status: Ventilation, Respiratory Status: Gas
Exchange
No. Indikator Sever Substantial Moderate Mild No
e
1. Respiratory rate
2. Respiratory rhythm
3. Tidal volume
4. Tes fungsi pulmonal
5. Orthopnea
6. pH arteri
7. Sianosis
8. Samnolen
9. Gangguan kognisi
45

10. Temuan abnormal pada


x-ray dada

NIC : Respiratory Monitoring


No. Aktivitas
1. Observasi warna kulit, membran mukosa dan CRT, adanya sianosis
2. Observasi status mental
3. Monitor HR, suhu tubuh, TD, status pernapasan
4. Tinggikan posisi kepala, pertahankan bedrest
5. Kaji tingkat kecemasan
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai dengan kondisi
7. Monotor BGA dan pulse oximetry
46

BAB III
TINJAUAN KASUS
Ny. Sinden (41 tahun) mengalami keluhan sesak napas saat beraktivitas
sejak ± 1 minggu SMRS, batuk, mual muntah dan mengaku setiap tidur harus
menggunakan 2 bantal agar tidak sesak. Sesak napas memberat sejak 1 hari
SMRS. Pada 07/03/2011 pasien dibawa keluarga ke RS Vardgifare dan
dirawat di ruang jantung. Pada 09/07/2011 jam 07.15, pasien apneu kemudian
dilakukan RJPO selama ± 15 menit. Pasien ROSC dan dipindah ke ICCU.

3.2 Asuhan Keperawatan


Tgl MRS : 3 November 2014, 16.00 WIB
Tgl Pengkajian : 3 November 2014
Sumber Informasi : Klien, keluarga, RM

A. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
No. RM : 832185
Alamat : Sidoarjo
Telepon :
08123xxxxxxx
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Lama Bekerja :-
Dx. Medis : ALO
Nama keluarga dekat yang dapat
dihubungi :
Nama : Tn. B
Hubungan : Suami
Alamat : Sidoarjo
Pekerjaan :
Wirasawasta
1

B. Data Subyektif
1. Keluhan Utama
Sesak napas saat beraktivitas
2. Riwayat cedera dengan data SAMPLE
a. Symtom/sign : Klien terlihat pucat, wajah pasien terlihat sesak,
pernafasan cuping hidung.
b. Alergi : Tidak ada alergi
c. Medikasi : keluarga pasien mengatakan mengosumsi obat-obatan
untuk hipertensi dan jantung tetapi keluarga pasien tidak tahu obat
apa yang dikonsumsi.
d. Past Medical History : Pasien mengatakan memiliki riwayat
hipertensi ± 2 tahun lalu, 10 bulan yang lalu klien di diagnosa
meangalami penyakit jantung dan tidak memiliki riwayat DM dan
penyakit menular.
e. Last oral intake : 1 jam sebelum kejadian pasien makan
f. Event before incident : Menurut saksi mata (teman kantor) pasien
mengeluhkan sesak berat yang tiba-tiba disertai keringat dingin
seluruh tubuh dan dada berdebar-debar.

C. Data Obyektif
1. Kesadaran
Pasien somnolen dan kurang mampu berorientasi dengan baik
2. Airway (A)
Sesak, tidak terdapat obstruksi pada lidah, tidak terdapat muntahan,
edema pada saluran nafas atas, vokalisasi klien mengalami somnollen.
Intervensi: jaw trust.
3. Breathing (B)
Pernafasan spontan, gerakan dinding dada simetris lambat, pernafasan
30x/menit, terdapat penggunaan otot bantu nafas, retraksi otot dada (+),
tidak ada devisiasi trakea.
Intervensi: oksigen diberikan NRM 12 lpm,
4. Circulation (C)
Nadi 112x/menit, sianosis, diaporesis, tidak ada perdarahan ekstrenal,
ada distensi vena jugularis.
Intervensi: pasang infus pada tangan sebelah kanan menggunakan
noddle 16, dengan blood set, ambil sampel darah.
5. Disability (D)
Klien bangun ketika dipanggil.
6. Expossure
Melepaskan pakaian pasien yang basah, kemudian menyelimuti dengan
yang hangat.
7. Fullset of vital sign
TD 150/90 mmHg, nadi 112 x/menit, suhu 36,2°C, RR 30x/menit,
Intervensi: pasang monitor jantung, pulse oksimetri, kateter urin,
pemeriksaan lab, dan EKG, panggil keluarga.
8. Give Comfort
2

Beri sentuhan dan kuatkan secara verbal kepada klien dan keluarga.
9. Had to toe:
- Kepala dan leher
Bentuk simetris, rambut tumbh merata, tidak ada benjolan, kulit
kepala bersih, tidak ada luka. pupil miosis, distensi vena jugularis
(+). pucat (+).
- Thorax
Tidak terdapat deviasi trakea, tidak terdapat distensi vena jugularis,
RR 30x/menit, dangkal, dulness pada sebelah kiri dan kanan, retraksi
otot dada (+)
- Abdomen
Palpasi abdomen supel, bentuk flat, jejas (-),distensi abdomen (-),
tidak ada pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan (-)
- Pelvis
Tidak ada darah yang keluar dari meatus externa, nyeri tekan (-),
instabilitas (-)
- Ektremitas
 Ektremitas atas
Tidak terdapat luka, deformitas (-), memar/contusion (-), abratio
(-), burn (-), tenderness (-), laserasi (-), swelling (-), status
neurovaskuler: pallor (-), parestesia(-) pulselesness (-), paralysis
(-), poikilotermia (-), CRT >2 detik, teraba agak dingin, tangan
bisa digerakkan.
 Ektremitas bawah
Status neurovaskuler normal, CRT >2 detik, akral dingin, fungsi
motorik dan sensorik normal, terdapat edema pada kaki kanan dan
kiri.

10. Pemeriksaan Penunjang


Darah lengkap
Leukosit : 10.900/ml (N: 3500-10.000/ml)
Hemoglobin : 11,1 gr/dl (N: 11-16,5 gr/dl)
Hemotokrit : 35,5% (N: 35-50%)
Trombosit : 276.000/ml (N: 150.000-
390.000/ml)
Kimia darah
GD sesaat : 253 mg/dl (N: <200 mg/dl)
Ureum : 59,9 mg/dl (N: 10-50 mg/dl)
Kreatinin : 1,07 mg/dl (N: 0,7-1,5 mg/dl)
CPK : 97 m/L (N : 30-190 m/L)
CKMB : 49 m/L (N: <25 m/L)
SGOT : 304 m/L (N: 11-14 m/L)
SGPT : 108 m/L (N: 10-14 m/L)
Troponin I : negative (N: negative)
BGA
pH : 7, 236 (N: 7,35-7,45)
3

pCO2 : 67,6 mmHg (N: 35-45 mmHg)


pO2 : 65,8 mmHg (N: 80-100 mmHg)
HCO3 : 29,6 mmol/L (N: 21-28 mmol/L)
SaO2 : 90,1% (N: >95%)
BE : 0,7 mmol (N: -3 – (+3)
Foto rongten
Hasil foto rongten : didapatkan gambaran berkabut pada lapang paru,
butterfly appereance.
CTR: a: 6,5 cm b: 7 cm c: 25,5 cm
CTR = a+b/ c x 100%
= 6,5+7/25,5 x 100%
= 52.9 % ( N : 50%)
Kesimpulan : terdapat pembesaran jantung (kardiomegali)
EKG
1. Irama : jarak antara QRS dengan QRS’ sama jadi irama regular
2. Frekuansi : 300/ jumlah kotak besar antara R dan R’ Atau 1500/
jumlah kotak kecil antara R dan R’
3. Gel P : 3 kotak x 0,04 s = 0,12 s
4. Gel. P tinggi (3 kotak) = P pulmonal (menunjukkan adanya
hipertropi atrium kanan ( L II, III, AVF/ inferior). P mitral di V1)
5. Kompleks QRS : 1 kotak x 0,04 s = 0,04 s
6. Interval PR : 3 kotak x 0,04 s = 0,12 s (normal)
7. T inversi : di V4 (iskemik)
8. ST depresi : V4 dan V5 (iskemik)

11. Terapi
Furosemid : 40 – 0 – 0 mg
Spiromolacton : 25 mg
ISDN : 3 x 10 mg
Captopril : 3 x 10 mg
Ceftriaxon : 2 x 1 gr (IV)
GG : 3 x 100 gr
Azythromycin : 1 x 500 gr
Combivent nebule : 2x/hari
4

3.3 Analisa data

No. Data Penunjang Diagnosa Keperawatan Etiologi


1. Data Subyektif : -
Data Obyektif : Ketidakefektifan pola Hiperventilasi
- Terjadi perubahan napas
kedalaman
pernapasan
- Penurunan tekanan
inspirasi dan
ekspirasi
- Pernapasan cuping
hidung (+)
- RR = 30 x/menit
- Retraksi otot dada
(+)
- Penggunaan otot
aksesorium
pernapasan (+)
2. Data Subyektif: -
Data Obyektif: Gangguan pertukaran gas Hambatan
- pH: 7, 236, pCO2: aliran darah
67,6, SaO2: 90,1%
- Pasien terlihat pucat
- Sianosis perifer (+)
- Pernapasan cuping
hidung (+)
- Pasien gelisah
- Pasien samnolen
- RR = 30 x/menit,
irama cepat dan
dangkal
- Diaforesis
3. Data Subyektif : -
Data Obyektif : Penurunan curah jantung Perubahan
- HR: 112x/menit afterload dan
- TD: 150/90 mmHg preload
- Pasien sesak
- Terdapat perubahan
pada ECG, yaitu
terdapat T inversi
dan ST depresi
- CRT > 2 detik
- Pasien terlihat pucat
- Edema pada
ekstremitas bawah
5

(+)
- Distensi vena
jugularis (+)
- Pasien gelisah

3.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria


NIC
. Keperawatan Hasil
1. Ketidakefektifan Tujuan : 1. Pertahankan kepatenan
pola napas Setelah dilakukan jalan napas
tindakan 2. Atur peralatan oksigenasi
keperawatan pola yang sesuai
napas menjadi lebih 3. Monitor aliran oksigen
efektif 4. Pertahankan posisi pasien
Kriteria hasil: 5. Observasi adanya tanda-
- Jalan napas paten tanda Hiperventilasi
- TTD dalam batas 6. Monitor sianosis perifer
normal 7. Monitor suara paru
- Sianosis perifer (- 8. Monitor pola pernapasan
) abnormal
- Frekuensi dan 9. Monitor TD, nadi, suhu,
irama pernapasan RR
normal 10. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
2. Gangguan Tujuan : 1. Kaji secara komperhensif
pertukaran gas Setelah dilakukan perifer (warna kulit,
tindakan membran mukosa dan CRT,
keperawatan tanda- sianosis)
tanda gangguan 2. Monitor terjadinya
pertukaran gas diaforesis
berkurang 3. Kaji status mental
Kiteria hasil : 4. Monitor TTD
- HR dalam rentang 5. Tinggikan posisi kepala,
normal dan irama pertahankan bedrest
reguler 6. Kaji tingkat kecemasan
- CRT < 2 detik 7. Kolaborasi dalam
- BGA dan pulse pemberian terapi sesuai
oximetry dalam dengan kondisi yang
rentang normal mendasari
- Pasien dalam 8. Monitor BGA dan pulse
kondisi sadar oximetry
- Diaforesis (-)
3. Penurunan curah Tujuan : 1. Kaji tanda penurunan
jantung Setelah dilakukan curah jantung dan
6

tindakan laporkan
keperawatan curah 2. Auskultasi bunyi jantung
jantung mendekati 3. Palpasi nadi perifer
nilai normal 4. Catat output urin dan
Kriteria hasil : kepekatan konsentrasi urin
- Tidak sesak 5. Istirahatkan klien dengan
- Tidak gelisah tirah baring optimal
- TD dalam batas 6. Atur posisi tirah baring
normal yang ideal, kepala klien
- RR normal dan harus ditinggikan 20-30
regular cm atau klien didudukkan
- Denyut jantung di kursi
dan irama jantung 7. Kaji perubahan pada
teratur sensorik seperti letargi,
- Distensi vena cemas, dan depresi
jugularis (-) 8. Kolaborasi pemberian
- Odema berkurang oksigen
9. Kolaborasi pemberian diet
jantung
10. Pantau serial EKG
11. Kolaborasi dalam
pemberian terapi
7

3.5 Implementasi dan Evaluasi


No Diagnosa
Intervensi Evaluasi
. Keperawatan
1. Ketidakefektifan 1. Mempertahankan DS: -
pola napas kepatenan jalan napas DO:
2. Memberikan peralatan - Jalan napas paten
oksigenasi yang sesuai - Sianosis perifer (+)
3. Mengobservasi adanya - Retraksi dada (+)
tanda-tanda - Hiperventilasi (+)
hiperventilasi - TTV:
4. Memonitor sianosis HR : 90x/menit
perifer RR : 27x/menit
5. Memonitor pola TD : 150/80 mmHg
pernapasan abnormal MAP : 107 mmHg
6. Memonitor TTV A : Masalah belum
7. Memonitor frekuensi teratasi
dan irama pernapasan P : Lanjutkan intervensi

2. Gangguan 1. Mengkaji secara DS: -


pertukaran gas komperhensif area DO :
perifer (warna kulit, - Diaforesis (+)
membran mukosa dan - Sianosis (+)
CRT, sianosis) - CRT >2 detik
2. Memonitor terjadinya - Pasien dalam
diaforesis posisi semi fowler
4. Meninggikan posisi A : Masalah belum
kepala teratasi
5. Kolaborasi dalam P : Lanjutkan intervensi
pemberian terapi sesuai
dengan kondisi yang
mendasari
3. Penurunan curah 1. Mengkaji tanda DS: -
jantung penurunan curah DO:
jantung - HR: 90x/menit
2. Mengauskultasi bunyi - Nadi perifer cepat
jantung tapi lemah
3. Mempalpasi nadi perifer - TD: 150/80
4. Mengistirahatkan pasien mmHg
dengan tirah baring - Tidak terdengar
optimal bunyi jantung
5. Kolaborasi dalam tambahan
pemberian terapi - Pasien gelisah
6. Kolaborasi pemberian - Pasien samnolen
oksigen A : Masalah belum
7. Mengkaji perubahan teratasi
8

pada sensorik seperti P : Lanjutkan intervensi


letargi, cemas, dan
depresi
9

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Edema paru akut adalah akumulasi cairan tidak normal dalam ruang
ekstra vaskuler dan jaringan pada paru–paru, dimana hal tersebut dapat
terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung (edema
paru kardiogenik dan non kardiogenik).
2. Kondisi klien dapat diperbaiki ketika klien menerima pengobatan yang
tepat, bersama dengan pengobatan untuk masalah yang mendasar untuk
pengobatan edema paru akut, pengobatan pada edema paru akut bervariasi
tergantung pada penyebabnya, tetapi umumnya termasuk oksigen dan
obat-obatan.

4.2 Saran
1. Diharapkan penulis selanjutnya melakukan penyusunan yang lebih
komplek tentang asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
edema paru akut dengan melihat fakta yang terjadi dilapangan.
2. Diharapkan pembaca lebih aktif dalam mencari informasi melalui media
cetak atau media masa untuk meningkatkan pengetahuan tentang asuhan
keperawatan gawat darurat pada klien dengan edema paru akut.
10

DAFTAR PUSTAKA
Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In : Braunwauld.
Heart Disease. A textbook of cardiovascular medicine. 6th edition. WB
Saunders; 7:553, 2001
Guyton and Hall. Textbook of Medical Physiology. 7th ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company. 1997. 2007. pp 622 - 633
Hall, Guyton &. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2007.
Mayo, Staff. 2011. Pulmonary Edema. Diakses melalui
http://www.mayoclinic.com/health/ pulmonary-
edema/DS00412/DSECTION=symptoms pada tanggal 28 November 2013,
jam 11.22 wib.

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Salemba Medika: Jakarta

Nendrastuti & Soetomo, 2010. Edema Paru Akut Kardiogenik Dan Non
Kardiogenik. Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010.

Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

Subagyo, Ahmad. 2013. Edema Paru, Kelainan Akut Atau Kronik. Diakses
melalui http://www.klikparu.com/2013/02/edema-paru-kelainan-akut-
atau-kronik.html tanggal 6 November 2014, jam 14.01 wib.

Anda mungkin juga menyukai