Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL


(UNSTABLE ANGINA PECTORIS)

Penyaji:

Reina Romauli Tarihoran 140100015


Muhammad Imam Nugroho 140100050

Supervisor: dr. Cut Aryfa Andra, Sp.JP(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

2019
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Angina Pektoris Tak Stabil/ Unstable Angina Pectoris”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada supervisor
kami, dr. Cut Aryfa Andra, Sp.JP(K) yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 03 Januari 2019

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................. 3
1.3 Manfaat........................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4
2.1 Definisi............................................................................................4
2.2 Etiologi............................................................................................4
2.3 Faktor Risiko...................................................................................5
2.4 Patofisiologi....................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis........................................................................................12
2.6 Diagnosis........................................................................................................12
2.7 Tatalaksana.....................................................................................................15
2.8 Prognosis........................................................................................................17
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT................................................................................24
BAB 4 FOLLOW UP........................................................................................................31
BAB 5 DISKUSI KASUS................................................................................................33
BAB 6 KESIMPULAN....................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian pertama di
dunia.Pada tahun 2015 ada sebanyak 17,7 juta orang meninggalakibat gangguan
1
kardiovaskular yang mana mewakili 31% kematian di dunia. Menurut “Global
Status Report on Noncommunicable Diseases” menunjukkan bahwa dari 56 juta
kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2012, sebanyak 38 juta disebabkan oleh
penyakit tidak menular yang terdiri dari penyakit kardiovaskular, kanker, dan
penyakit pernafasan kronis. Proporsi penyebab kematian akibat penyakit tidak
menular pada tahun 2012 menunjukkan penyakit kardiovaskular merupakan
penyebab terbesar (46.2%) diikuti kanker (21.7%), sedangkan penyakit pernafasan
kronis, penyakit pencernaan dan penyakit tidak menular yang lain bersama-sama
menyebabkan sekitar (10.7%) kematian, serta ( 4% ) kematian disebabkan
2
diabetes mellitus.
Di Indonesia, berdasarkan laporan WHO pada ‘Noncommunicable
Dieseases (NCD) Country Profiles 2014’ didapatkan bahwa penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi, yaitu sebesar 37% dari
angka kematian total. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014,
menyatakan prevalensi penyakit jantung di Indonesia semakin hari semakin
meningkat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
penyakit jantung menjadi salah satu penyebab utama kematian. Prevalensi secara
nasional mencapai 7,2%. Kematian akibat penyakit jantung, hipertensi dan stroke
mencapai 31,9% sedangkan angka kematian karena penyakit kardiovaskular di
2
rumah sakit yaitu sekitar 6-12%.

Sementara itu, data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan terdapat


peningkatan prevalensi penyakit jantung koroner dan gagal jantung. Di Sumatera
Utara, provinsi dengan prevalensi penyakit jantung koroner pada umur ≥ 15 tahun
menurut diagnosis dokter/gejala ialah (1,1%). Sindrom koroner akut (SKA) adalah
terminologi yang digunakan pada keadaan gangguan aliran darah koroner

1
2

parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris
stabil, gangguan aliran ke miokard pada SKA bukan disebabkan oleh penyempitan
yang statis namun terutama akibat pembentukan trombus di dalam arteri koroner
3
yang bersifat dinamis.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial
infarction=STEMI) dan tanpa elevasi ST (Non ST elevation myocardial
infarction=NSTEMI) merupakan bahagian dari spektrum sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil (unstable angina=UA), IMA
tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut (IMA)
merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju
mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit.
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American
Heart Association (AHA) perbedaan angina pektoris tak stabil (UAP) dan infark
miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul
cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium dan adanya
4
petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis NSTEMI ditegakan
jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukan bukti yaitu adanya
5
nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling
sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling
sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD, diperkirakan 5,3 juta
kunjungan/tahun. Kira-kira 1/3 darinya disebabkan oleh UA/NSTEMI, dan
merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit (RS) pada penyakit
jantung.
Angka kunjungan ke RS untuk pasien UA/NSTEMI semakin meningkat,
5
sementara angka infark miokard dengan elevasi (STEMI) menurun. The
American Heart Association (AHA, 2014) memperkirakan bahwa sebanyak
625,000 orang yang didiagnosa dengan SKA pada tahun 2010. Dari pada jumlah
tersebut, diperkirakan sebanyak 363.000 adalah laki-laki dan 262.000 adalah
perempuan. Oleh karena itu, penyaji tertarik untuk melaporkan kasus yang terjadi
di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2018 ini.
3

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Angina Pektoris Tak


Stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus Angina Pektoris Tak Stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP)
serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat
sehingga mendapatkan prognosis yang baik

1.3 Manfaat

Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang


Angina Pektoris Tak Stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP).

2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai


Angina Pektoris Tak Stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
6
hipertensi, dan akumulasi lipid.
Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya.
Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung,
7
dikatakan mengalami infark.
Angina pektoris tak stabil, kadang-kadang disebut angina kresendo
ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat dan merupakan tanda
awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin irreversibel sehingga
7
kadang-kadang disebut angina prainfark.

2.2 Etiologi
Beberapa keadaan yang dapat menjadi penyebab baik
8
tersendiri ataupun bersamasama yaitu:
1. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran
koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis
dan pemakaian obatobatan simpatomimetik dapat meningkatkan
kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik
seperti anemi dapat menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke
miokard.
2. Sklerotik arteri koroner

4
5

Sebagian besar penderita UAP mempunyai gangguan cadangan aliran


koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama
dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat
penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai
dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang
disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan
maupun spasme pembuluh darah.
3. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang
akhirnya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah
terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah.
4. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
Trombosis akut ini diduga berperan dalam terjadinya UAP.
5. Pendarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan
mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan
penyempitan arteri koroner.
6. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner
karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban UAP. Spame dapat
terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh darah koroner.
Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel, pendarahan plak
ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.

2.3 Faktor Risiko


Yang dapat dimodifikasi atau dapat diubah :
1. Hipertensi
6

Peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol dan dalam jangka


panjang akan mengakibatkan berbagai perubahan struktur miokard, pembuluh
darah koroner, dan sistem konduksi jantung. Perubahan ini akan mengakibatkan
timbulnya Left Ventricular Hypertrophy (LVH), penyakitjantung koroner (PJK),
berbagai kelainan sistem konduksi, serta disfungsisistolik dan diastolik dari
miokard. Ini akan mengakibatkan komplikasidengan manifestasi klinis berupa
9, 10
angina atau infark miokard, aritmia jantung,dan gagal jantung kongestif.
2. Riwayat merokok
Efek farmakologi nikotin pada rokok salah satunya adalah stimulasi
simpatis dan vasokonstriksi koroner. Karbon monoksida pada rokok berikatan
dengan hemoglobin dan mengurangi kemampuan darah membawa
oksigen.Komponen lain dari rokok meningkatkan aktivasi platelet dan faktor
trombotik. Banyak bahan kimia beracun yang ditemukan pada rokok dandikaitkan
11
dengan peradangan, disfungsi endotel, dan keadaan protrombik.
3. Kadar gula darah yang tinggi
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol menyebabkan kerusakan
pembuluh darah sehingga menjadikannya lebih rentan terhadaap aterosklerosis
dan hipertensi. Pada orang yang menderita diabetes dapatmengalami serangan
jantung tanpa menyadarinya. Diabetes dapat merusaksaraf dan juga pembuluh
darah sehingga serangan jantung bisa terjadi dengan diam tanpa nyeri dada yang
11
khas.
4. Aktivitas fisik yang kurang
Aktivitas fisik menjadi faktor protektif terhadap berbagai penyakit
kronistermasuk berbagai penyakit kardiovaskular, sebab aktivitas fisik akan
11
meregulasi berat badan dan meningkatkan penggunaan insulin tubuh. Inaktivitas
fisik menaikkan risiko terjadinyapenyakit kardiovaskular melalui berbagi
mekanisme. Kebugaran yang rendahdapat menyebabkan HDL plasma yang
menurun, tingkat tekanan darah yanglebih tinggi, dan resistensi insulin, serta
obesitas itu snediri merupakan faktorrisiko penyakit kardiovaskular. Studi
menunjukkan bahwa tingkay kebugaranyang sedang hingga tinggi berkaitan
12
dengan penurunan mortalitas penyakitkardiovaskular setengah kalinya.
7

5. Diet makanan yang tidak sehat


Perbandingan antara mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh
danberbagai jenis buah dan sayur segar dibandingkan dengan orang-orang
yangmempunyai pola makan biasa pada masyarakat di negara yang
berkembangmenunjukkan pengurangan kejadian penyakit kardiovaskular sebesar
11
73%.
6. Kadar kolesterol yang tidak normal
Terdapat hubungan yang bermakna antara dislipidemia dengan
penyakitjantung koroner dimana penyakit jantung koroner merupakan manifestasi
terjadinya infark miokard akut. Kelainan pada profil lipid merupakan faktor
terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang
ditandai adanya akumulasi lipid ekstra sel, menimbulkan penebalan dan kekakuan
11
arteri.
Penebalan arteri yang di sebabkan timbunan lemak akibat ektra sel
inimenyebabkan iskemia pada jaringan hingga terjadinya infark.Tinggi kadar
lemak dalam darah akan mempengaruhi siklus metabolisme lemak, sehinggahal
ini menyebabkan terjadinya dislipidemia. Terjadinya dislipidemia padatubuh
mengakibatkan atrerokslerosis dalam arteri proses ini menyebabkanarteri
13
tersumbat.
7. Obesitas
Hipertrofi ventrikel kiri adalah hal yang umum terjadi pada pasien
dengan obesitas dan berhubungan dengan hipertensi sitemik, dimana hal ini terjadi
karena peningkatan volume ventrikel kiri dan tegangan dari dinding
jantungmeningkatkan stroke volume dan curah jantung. Hal ini yang
14
merupakansalah satu mekanisme terjadinya gagal jantung.
Yang tidak dapat dimodifikasi atau tidak dapat diubah :
1. Usia
Usia merupakan faktor penentu penting pada pasien dengan penyakit
jantung.Tahun 2004, sindrom koroner akut menyebabkan 36% kematian pada
orangberusia ≥ 65 tahun di Amerika Serikat. Morbiditas kardiovaskular dan
tingkatkematian meningkat sangat pesat. Pengaruh usia lanjut pada pasien
8

menjadi lebihberat dua kali lipat. Penjelasan dalam hal ini karena perubahan
fungsi endotelvaskular dan trombogenesis. Pada orang tua ditandai dengan
peningkatan sirkulasi fibrinogen dan faktor VII. Kerusakan fungsi ginjal pada
orang tua juga dapat berkontribusi untuk meningkatkan trombogenesis melalui
efek rusaknya fungsi endotel dengan konsekuensi terganggunya aktivitas
15
fibrinolitik dan respons vasodilator koroner.
2. Jenis kelamin
Perbedaan genetik yang mendasar pada jenis kelamin yang berbeda
adalah kromosom XX bagi perempuan dan XY bagi laki-laki. Beberapa gen pada
kromosom Y berhubungan dengan banyak faktor risiko kardiovaskular, seperti
peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol LDL, dan kecenderungan
terhadap infark miokard. Pada wanita pasca menopause resistensi perifer
meningkat bersamaan dengan aktivitas simpatis, mungkinkarena kadar
estrogenmenurun sebab sensitivitas baroreflex diatur oleh hormon estrogen. Pada
usia >40tahun prevalensi gagal jantung lebih tinggi pada pria daripada pada
16
wanita, tapirasio ini menjadi terbalik pada usia diatas 80 tahun.
3. Riwayat keluarga menderita penyakit kardiovaskular
Riwayat keluarga merupakan refleksi dari predisposisi genetik. Riwayat
keluarga merupakan salah satu dari faktor risiko aterosklerosis yang tidak bisa
dimodifikasi. Terdapat beberapa jumlah lokus yang terkait dengan penyakit
17
aterosklerosis. Kromosom 9p21 merupakan lokalisasi dari genetik yang
berkaitan kuat dengan penyakit arteri koroner dan infark miokard seperti angina
15
pektoris tak stabil yang merupakan salah satu sindrom koroner akut

2.4 Patofisiologi
Proses patofisiologi yang dapat menyebabkan terjadinya angina tak stabil
antara lain adalah sebagai berikut :
Ruptur plak
Kejadian angina pectoris tak stabil diawali dengan terbentuknya
aterosklerosis yang kemudian rupture dan menyumbat pembuluh darah.Penyakit
aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding
9

arteri yang lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga
diameter lumen menyempit.Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke
18
distal dari tempat penyumbatan terjadi.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe
II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury
bagi sel endotel.Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi
molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator,
anti-trombotikdan anti-proliferasi.Sebaliknya, disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang
18
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.


Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di
sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol
LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut
selbusa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot
polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini
mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi
ateromamatur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah.Perlekatan trombosit ke
tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau
ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma
18
menyebabkan oklusi arteri.

Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi


plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard..Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit.Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri
18
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan
miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,
biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung
10

menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang


disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan
18
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,
fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa
menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam
lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel
menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi
membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh
monosit.Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel
(<20 menit) atau ireversibel (>20 menit).Iskemia yang ireversibel berakhir pada
18
infark miokard.

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan


meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh
darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angina tak stabil.
Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag,
dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus
yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada
dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil.
Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor
VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan
trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet
dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut
11

berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan


berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.
Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi
oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan
meenyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal
juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada
plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
Erosi Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel;
adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat
menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.

Gambar 1. Patofisiologi berbagai sindrom klinis angina pectoris tidak stabil


12

2.6 Manifestasi Klinis


Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau
keluhan nyeri dada yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina
biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau
timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak
napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.
Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (atau jenis ekuivalen
ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu dari tiga hal berikut :
(1) timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya berakhir setelah
lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan nitrogliserin); (2) lebih berat dan
digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan onset baru (dalam 1 bulan);
dan (3) timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama, atau
lebih sering dari sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan iskemik dapat
19
datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG.
2.7 Diagnosis
Diagnosis angina pectoris tak stabil ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
8
dan pemeriksaan penunjang, yaitu elektrokardiografi (EKG),dan marka jantung.
Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis perlu diketahui riwayat penyakit
yang dapat diperoleh dari anamnesis. Sakit dada yang timbul mempunyai
ciri khas atau bias disebut angina tipikal yaitu :
a. Timbul pada waktu istirahat atau aktivitas minimal.
b. Kualitas rasa sakit dada seperti ditekan benda berat, perasaan tercekik, rasa
panas di dada atau kadang-kadang perasaan tak enak di perut yang
menyerupai sakit epigastrium.
c. Lokalisasi rasa sakit dada biasanya substernal atau pada dada kiri dan rasa
sakit ini tak dapat ditunjuk dengan jari. Penjalaran rasa sakit meliputi
persarafan segmen C7 -Th4, dan paling sering ke bahu kiri, lengan atas,
bagian voler lengan bawah dan jari ke tl-S (Gambar 2)
d. Lama serangan biasanya sekitar 5 menit. Apabila serangan setelah marah
atau setelah makan kenyang serangan dapat terjadi lebih lama (sekitar 75 -
13

n menit). Bilamana lama serangan lebih dari 20 menit harus


dipikirkan kemungkinan infark miokard akut.

Gambar 2. Proyeksi penyebaran nyeri dada


Pada umumnya UAP dan NSTEMI memiliki persentasi klinik berupa: (PERKI,
2015)
a. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami
oleh sebagian besar pasien (80%)
b. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
c. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat;
minimal kelas III klasifikasi CCS.
d. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah
infark miokard
Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen, terutama pada
wanita dan kaum lanjut usia. Keluhan yang paling sering dijumpai adalah awitan
baru atau perburukan sesak napas saat aktivitas. Beberapa faktor yang
14

menentukan bahwa keluhan tersebut presentasi dari SKA adalah sifat keluhan,
riwayat PJK, jenis kelamin, umur, dan jumlah faktor risiko tradisional.
Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai riwayat
PJK, terutama infark miokard, berpeluang besar merupakan presentasi dari SKA.
Keluhan yang sama pada seorang pria berumur lanjut (>70 tahun) dan menderita
diabetes berpeluang menengah suatu SKA. Angina equivalen atau yang tidak
seutuhnya tipikal pada seseorang tanpa karakteristik tersebut di atas berpeluang
kecil merupakan presentasi dari SKA.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita angina pektoris sering masih dalam
batas-batas normal. Biasanya yang ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah
penyakit yang merupakan faktor predisposisi dari angina pektoris. Kadang-kadang
ditemui adanya earlobe crea* yaitu adanya alur pada daerah cuping telinga. Pada
waktu serangan dapat didengar bising sistolik, bunyi jantung ketiga atau.keempat
dalam posisi lateral dekubitus kiri.
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk menegakkan
diagnosis banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu, pemeriksaan fisik
jika digabungkan dengan keluhan angina (anamnesis), dapat menunjukkan tingkat
kemungkinan keluhan nyeri dada sebagai representasi SKA.
Elektrokardiogram
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis
pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat
sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan,
perlu dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG
yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai
dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Nondiagnostik
4. Normal
15

EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG


istirahatnormal, stresstest harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda
ergometer. Tujuan dari stress test adalah:
1. Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
2. menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi
pada pembuluh darah utama akan
3. Memberi hasil positif kuat
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi
segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang
ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.perubahan EKG
pada ATS berdifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri
ataupun bersamaan. Perubahan tersebut imbul disaat serangan angina dan kembali
ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam.
Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi elevasi gelombang Q,
maka disebut sebagai IMA
Marka jantung
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkattetapi
tidak melebihi 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzimyang paling
sensitive untuk nekrosis otot miokard, tetapi kadar dapatterjadi positif palsu. Hal
ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untung
menyingkirkan adanya IMA.

2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan angina pectoris tidak stabil difokuskan pada hal berikut:
a. Stabilisasi plak. Mencegah perluasan atau perkembangan trombus
intrakoroner untuk mencegah serangan jantung
b. Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik.
c. Mengoreksi penyebab dasar penyakit arteri coroner dan
mengoreksigangguan hemodinamik yang menyertai.
d. Pengobatan Umum
Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring
sampai aninaterkontrol, puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak
16

selama 24 jam pertama, pembreian transquilizer untuk


menenangkan pasien dan laksans agar penderita tidak mengedan.
e. Pengobatan Khusus
Atasi nyeri dada dan iskemia
Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian intravena
biasanya dapat mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilakukan dengan
infusion pump, sebagai gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang
dikombinasi dengan preparat oral. Dosis awal nitrogliserin (IV) biasanya 5
ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit) setiap 5 menit sampai nyeri dada
menghilang. Dosis maksimal adalah 200 ug/menit. Pemberian dosis besar (lebih
dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat menimbulkan
methemoglobinemia. Dosis IsoSorbid Dinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg/jam
kemudian ditingkatkan sampai nyeri dada mereda.
Agar perfusi miokard tetap adekuat, maka selama pemberian nitrat IV
tekanan darah sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan darah
diastolic tidak bileh lebih rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi hipotensi, maka
dosis nitrat harus diturunkan. Apabila nitrat IV masih belum berhasil
menghilangkan nyeri dada, dapat diberi morfin (2,5-5 mg) secara IV. Apabila
tidak ada kontraindikasi segera diberikan β -blocker. β-blocker short acting lebih
diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan teratasi. Propranolol
10 mg dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang memiliki penyakit obstruksi
paru kronis, DM atau dyslipidemia dapat diganti atenolol (50 mg/tablet) atau
dganti CCB seperti verapamil atau diltiazem. Apabila angina amasih takstabil
dapat diveri triple theraphy yaitu Nitrat, β- blocker, dan CCB. β-blocker long
acting seperti bisoprolol sebaiknya diberikan sesudah kondisi stabil.

Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner


Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160-300 mg/hari (dosis
tunggal). Clopidogrel loading dose 300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada pasien
AP tak stabil diikuti 75 mg/hari. LMWH lebih disukai daripada heparin karena
cara pemberiannya mudah dan dosis tidak perlu disesuaikan dengan pemeriksaan
17

aPTT 6 jam. LMWH diberikan satu atau dua kali sehari tergantung
preparat selama 5 hari.

Koreksi gangguan hemodinamik dan control factor presipitasi


Koreksi semua factor penyebab disfungsi jantung, misalnya aritmia
dengan obat anti aritmia, gagal jantung dengan kardiogenik atau diuretic, anemia
diberi trasfusi darah, dan seterusnya.

Tindak Lanjut
Berhubung karena angina tak stabil memiliki resiko tinggi terjadi infark
miokard akut (IMA), setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan untuk
dilakukan angiografi coroner selektif. Mobilisasi bertahap diikuti treadmill test
untuk menentukan perlunya angiografi kororner merupakan pilihan lain. Bagi
penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan dengan obat, maka dianjurkan
intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan intraaortic balloon
counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner, kemudian cABG atau PTCA
tergantung lesi pada arteri koronaria.

2.3. Prognosis
TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostik yang
paling valid. Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1
20
poin, dengan total poin 0-7:
- Umur ≥ 65 tahun
- Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
- Telah diketahui menderita stenosis coroner ≥ 50%
- Peningkatan enzim-enzim jantung
- Minimal 3 faktor risiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes
mellitus,perokok aktif, riwayat keluarga dengan penyakit arteri
koroner,hipertensi, hiperkolesterolemia)
- Gejala angina yang berat (dua atau lebih serangan angina
dalam 24 jamterakhir)
- Deviasi segmen ST pada EKG
18

Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total


skor TIMI 3. Jadi, pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya
mempertimbangkan penggunaan glikoprotein IIb/IIIa IV, heparin (LMWH) dan
kateter jantung dini.
Klasifikasi GRACE (Tabel 1) mencantumkan beberapa variabel yaitu usia,
kelas Killip, tekanan darah sistolik, deviasi segmen ST, cardiac arrest saat tiba di
ruang gawat darurat, kreatinin serum, marka jantung yang positif dan frekuensi
denyut jantung. Klasifikasi ini ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat
perawatan di rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit.
Untuk prediksi kematian di rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤108

dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian <1%). Sementara itu, pasien
dengan skor risiko GRACE 109-140 dan >140 berturutan mempunyai risiko
kematian menengah (1-3%) dan tinggi (>3%). Untuk prediksi kematian dalam 6
bulan setelah keluar dari rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤88

dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian <3%). Sementara itu, pasien
dengan skor risiko GRACE 89-118 dan >118 berturutan mempunyai risiko
kematian menengah (3-8%) dan tinggi (>8%).
Tabel 1. Skor GRACE
Prediktor Skor
Usia dalam tahun
<40 0
40 – 49 18
50 – 59 36
60 – 69 55
70 – 79 73
80 91
Laju denyut jantung (kali per menit)
<70 0
70 – 89 7
90 – 109 13
110 – 149 23
150 – 199 36
>200 46
Tekanan darah sistolik (mmHg)
<80 63
80 – 99 58
19

100 – 119 47
120 – 139 37
140 – 159 26
160 – 199 11
>200 0
Kreatinin ( mol/L)
0 – 34 2
35 – 70 5
71 – 105 8
106 – 140 11
141 – 176 14
177 – 353 23
≥354 31
Gagal jantung berdasarkan klasifikasi killip
I 0
II 21
III 43
IV 64
Henti jantung saat tiba di RS 43
Peningkatan marka jantung 15
Deviasi segmen ST 30

Stratifikasi risiko berdasarkan kelas Killip merupakan klasifikasi risiko


berdasarkan indikator klinis gagal jantung sebagai komplikasi infark miokard akut
dan ditujukan untuk memperkirakan tingkat mortalitas dalam 30 hari (Tabel 2).
Klasifikasi Killip juga digunakan sebagai salah satu variabel dalam klasifikasi
21
GRACE.
Tabel 2. Mortalitas 30 hari berdasarkan kelas Killip
Kelas Killip Temuan Klinis Mortalitas
I Tidak terdapat gagal jantung (tidak terdapat 6%
ronkhi maupun S3)
II Terdapat gagal jantung ditandai dengan S3 17%
dan ronkhi basah pada setengah lapangan
paru
III Terdapat edema paru ditandai oleh ronkhi 38%
basah di seluruh lapangan paru
IV Terdapat syok kardiogenik ditandai oleh 81%
tekanan darah sistolik <90mmHg dan tanda
hipoperfusi jaringan

Perdarahan dikaitkan dengan prognosis yang buruk pada NSTEMI,


sehingga segala upaya perlu dilakukan untuk mengurangi perdarahan sebisa
20

mungkin. Variabel-variabel yang dapat memperkirakan tingkat risiko perdarahan


mayor selama perawatan dirangkum dalam CRUSADE bleeding risk score, antara
lain kadar hematokrit, klirens kreatinin, laju denyut jantung, jenis kelamin, tanda
gagal jantung, penyakit vaskular sebelumnya, adanya diabetes, dan tekanan darah
sistolik. Dalam skor CRUSADE, usia tidak diikutsertakan sebagai prediktor,
namun tetap berpengaruh melalui perhitungan klirens kreatinin. Skor CRUSADE
8
yang tinggi dikaitkan dengan kemungkinan perdarahan yang lebih tinggi.
Tabel 3. Skor risiko perdarahan CRUSADE
Prediktor Skor
Hematokrit awal, %
<31 9
31 – 33,9 7
34 – 36,9 3
37 – 39,9 2
≥40 0
Klirens kreatinin, mL/menit
≤15 39 39
>15-30 35 35
>30-60 28 28
>60-90 17 17
>90-120 7
7
>120 0
Laju denyut jantung (kali per menit)
<70 0
71 – 80 1
81 – 90 3
91 – 100 6
101 – 110 8
111 – 120 10
>121 11
Jenis Kelamin
Pria 0
Wanita 8
Tanda gagal jantung saat datang
Tidak 0
Ya 7
Riwayat penyakit vaskuar sebelumnya
Tidak 0
Ya 6
Diabetes
Tidak 0
Ya 6
21

Tekanan darah sistolik, mmHg


≤90 10
91-100 8
101-120 5
121-180 1
181-200 3
≥200 5

Gambar 3. Risiko perdarahan mayor berdasarkan skor perdarahan CRUSADE


Berdasarkan skor CRUSADE, pasien dapat ditentukan dalam berbagai
tingkat risiko perdarahan, yang dapat dilihat dalam tabel 3.
Tabel 3. Stratifikasi risiko berdasarkan skor CRUSADE
Skor CRUSADE Tingkat risiko Risiko perdarahan
1 – 20 Sangat rendah 3,1%
21 – 30 Rendah 5,5%
31 - 40 Moderate 8,6%
41 – 50 Tinggi 11,9%
>50 Sangat tinggi 19,5%

Selain stratifikasi risiko yang telah disebutkan di atas, untuk tujuan


revaskularisasi dan strategi invasif, pasien juga dibagi dalam beberapa kelompok
risiko, yaitu risiko sangat tinggi dan risiko tinggi. Penentuan faktor risiko ini
berperan dalam penentuan perlu-tidaknya dilakukan angiogra dan waktu dari
22

tindakan tersebut. Kriteria faktor risiko untuk strategi invasif dapat dilihat di
8
tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Kriteria stratifkasi risiko sangat tinggi untuk strategi invasif
Kelompok Risiko Kriteria
Sangat tinggi Angina refrakter
Gagal jantung akut
Aritmia ventrikel yang mengancam nyawa
Keadaan hemodinamik tidak stabil

Tabel 5. Kriteria stratifikasi risiko tinggi untuk strategi invasif


Kelompok risiko tinggi Kriteria
Primer Kenaikan atau penurunan troponin yang
relevan Perubahan gelombang T atau
segmen ST yang dinamis (simptomatik
maupun tanpa gejala)
Sekunder Diabetes mellitus
Insufisiensi ginjal (eGFR <60
mL/menit/1,73m2)
Penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi <40%)
Pasca infark baru
Riwayat IKP dalam 1 bulan
Riwayat CABG
Skor GRACE menengah hingga tinggi
(lihat tabel 1)

8
PERTANDA PENINGKATAN RISIKO
1. Pertanda klinis.
Selain dari berbagai pertanda klinis yang umum seperti usia lanjut, adanya
diabetes, gagal ginjal dan penyakit komorbid lain, prognosis pasien dapat
diperkirakan melalui presentasi klinis ketika pasien tiba. Adanya gejala
saat istirahat memberikan prognosis yang buruk. Selain itu, nyeri yang
berkelanjutan atau sering serta adanya takikardia, hipotensi dan gagal
jantung juga merupakan pertanda peningkatan risiko dan memerlukan
diagnosis dan penanganan segera.
23

2. Pertanda EKG
Hasil EKG awal dapat memperkirakan risiko awal. Pasien dengan EKG
yang normal saat tiba di RS memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan mereka dengan inversi gelombang T. Selain itu, adanya
depresi segmen ST saat tiba, inversi gelombang T yang dalam di sadapan
anterior, depresi segmen ST ≥0,1 mV atau ≥0,05 mV di dua atau lebih
sadapan yang bersebelahan, dan elevasi segmen ST ≥0,1 mV di sadapan
aVR memberikan prognosis yang lebih buruk.
BAB III
STATUS ORANG SAKIT

Nomor RM : 58.05.61 Tanggal : 28 Desember 2018


Nama Pasien : Rosliana Hari Rawatan : 2
Umur : 56 tahun Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : PNS Alamat : Jln. Petunia Raya

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri Dada
Anamnesa :
Hal ini dirasakan pasien sekitar 2 jam yang lalu secara mendadak saat os
sedang tidur. Keluhan nyeri dada sudah sering dirasakan saat beraktivitas,
terutama setiap saat mandi dan melalukan beban yang terlalu berat. Nyeri dada
bersifat hilang timbul dengan durasi lebih dari 20 menit. Nyeri dada dirasakan
seperti terhimpit dan tertimpa beban berat di bagian dada kiri dan tidak menjalar
sampai ke lengan, bahu kiri, dan juga punggung. Pasien mengaku adanya keringat
dingin. Mual juga dialami pada pasien ini namum tidak disertai muntah.
Sesak nafas dijumpai pada pasien dan riwayat sesak nafas juga dijumpai
jika pasien melakukan aktivitas yang terlalu berat. Pasien juga mengeluhkan
mudah lelah akhir-akhir ini. Terbangun pada malam hari pada sesak nafas juga
dijumpai. Penggunaan 2-3 bantal saat tidur dijumpai. Hoyong dijumpai dan
riwayat jantung berdebar-debar tidak dijumpai.
Kaki bengkak tidak dijumpai pada pasien. Namun riwayat kaki bengkak
dijumpai dan membaik bila os minum Furosemide.
Pasien mempunyai riwayat pemyakit Acute Coronary Syndrome (ACS)
pada tahun 2015 dan dilakukan DC Shock dan perawatan CVCU juga dilakukan
kateterisasi dan dikatakan adanya sumbatan di 2 tempat namun belum dipasang
ring.
Riwayat penyakit terhadulu, seperti DM tidak dijumpai, Hipertensi
dijumpai, dan dislipidemia dijumpai. Os menyangkal mempunyai riwayat
merokok. Riwayat penyakit yang sama pada keluarga dijumpai pada Ayah.

24
25

Faktor Resiko PJK : Hipertensi


Riwayat Penyakit Terdahulu : ACS pada tahun 2015
Riwayat Penggunaan Obat : Aptor 1x1, Simvastatin 1x1, ISDN 3x1

Pemeriksaan Fisik

Kondisi Umum : Sedang


Kesadaran : Compos Mentis
TD : 140/80 mmHg Ortopnu :-
HR : 65 x/i Dispnu :+
RR : 22 x/i Ikterus :−
o
Suhu : 36,8 C Edema :−
JVP : R+2 cmH2O Anemis :-

Sianosis :−

Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (−/−)


Kesan: normal
Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea medial, TVJ: R+2 cmH2O
Dinding Toraks
Paru
Inspeksi : Simetris fusiformis, Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Nyeri tekan (−), Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
26

Auskultasi : - Suara pernafasan: Vesikuler


- Suara tambahan: Ronki Basah Basal (-),Wheezing (−)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi Batas atas jantung: ICS III Linea Mid Clavicula Sinistra
Batas kanan jantung: ICS V Linea Anterior Aksila Sinistra
Batas kiri jantung: ICS V 1cm lateral LMCS
Batas paru-hati R/A: ICS V / ICS VI, peranjakan ±1cm
Auskultasi S1 (+), S2 (+), S3 (−), S4 (−)
Aktivitas: cukup, Regularitas: reguler
Murmur (−)
Abdomen : Palpasi Hepar/Lien: tidak teraba besar
Ascites (−)

Ekstremitas : Superior : sianosis (−) clubbing (−)

Inferior : edema (-) pulsasi arteri:


A. femoralis (+/+)
A. tibialis posterior (+/+)
A. dorsalis pedis (+/+)
Akral : hangat

TB : 165 cm
BB : 68 kg
IMT : 24,9kg/m2→ Normoweight
27

Interpretasi Rekaman EKG

Irama: Sinus rhythm; Rate: 55x/i


Gelombang P: positif; durasi 0,08 s; aksis normal
Interval PR: 0,20 s → Normal
QRS kompleks: durasi 0,06 s; aksis: Normal ; Bentuk normal
Segmen ST: Depresi pada Lead I, dan aVL pada V4-V6.
Gelombang T: Inversi pada lead I, aVL, V4-V6
.
28

Interpretasi Foto Toraks (PA)

Kedua sinus costophrenicus lancip, kedua diafragma licin.


Tidak tampak infiltrate pada kedua lapangan paru.
Jantung tidak membesar.
Trakea di tengah.
Tulang-Tulang dan soft tissue baik.

Kesimpulan: Tidak tampak kelainan pada cord an pulmo.


29

Hasil Laboratorium :
Hb : 11,9 g/dl Troponin I : 0.11 mg/dl

Eritrosit
6
: 3.91 x 10 /mm
3 CK-MB : 30 U/L
3
Leukosit : 6.110/mm
3 3
Trombosit : 178 x 10 /mm
Ht : 35%

PT BUN : 18 mg/dl
Pasien : 14,3 detik Ureum : 39 mg/dl
Kontrol : 14.0 detik Kreatinin : 0.98 mg/dl
INR : 1.10
GDS : 99 mg/dl
aPTT
Pasien : 30.9 detik Na/K/Cl : 137/3,1/106

Kontrol : 33.9 detik


TT
Pasien : 15.5 detik
Kontrol : 18.5 detik

Diagnosis Kerja : UAP dd NSTEMI TIMI RISK 3/7 Grace 133 crusade 48
1. Fungsional : -
2. Anatomi: Coronary Artery
3. Etiologi : Atherosklerosis

Differensial Diagnosa :
1. NSTEMI
2. STEMI
30

Pengobatan :

- Tirah Baring

- O2 2-4L/I via N.C

- IVFD RL 10gtt/i mikro

- Kcl 25 mEq dalam 500 ml NaCl 0,9%

- ISDN 3 x 5mg

- Aspilet 160mg (Loading Dose)

- Clopidogrel 300mg (Loading Dose)

- Simvastatin 1 x 40mg

- Captopril 3 x 12,5mg

- Concor 1 x 2,5mg

- Clobazam 1 x 10mg

- Laxadyn syr 1 x CI

Rencana Pemeriksaan Lanjutan :

- EKG Serial

- Profil Lipid

- Echocardiography

- Angiography Coroner

- Profil Lipid
31

BAB IV
FOLLOW UP
FOLLOW UP TANGGAL 29/12/2018

TGL S O A P
29-12- Nyeri dada Sens : compos mentis - UAP dd
2018 (+), sesak TD : 140/80 mmHg NSTEMI TIMI - Bed rest
napas (+), HR : 65x/menit RISK 3/7 Grace - IVFD RL 10 gtt/i
hoyong(+) RR : 22x/menit 75 crusade 25 mikro
SpO2 : 97% ec HHD - Inj. Ranitidine 50 mg
- Kcl 25 mEq dalam 500 ml
ec CAD Nacl 0,9%
Mata : Anemis (-/-), - ISDN 3x5mg
ikterik (-/-) - Aspilet 1 x 80mg
Leher : TVJ R+2 - Clopidogrel 1 x 75mg
cmH2O - Simvastatin 1 x 40mg
Thorax : - Captopril 3 x 12,5mg
Cor : S1 (+), S2 (+), - Concor 1 x 2,5mg
regular, gallop (-), - Clobazam 1 x 10mg
murmur (-) - Laxadyn syr 1xCI
Pulmo : suara
pernapasan vesikuler,
suara tambahan ronkhi
kasar (+/-), ronkhi
basah basal (-) R/
Abdomen : soepel -cek enzim jantung serial
Ekstremitas : akral -lipid profile
hangat, edema -pantau hemodinamik
pretibial (-/-)
32

FOLLOW UP TANGGAL 30/12/2018

TGL S O A P
30-12- Nyeri Sens : compos mentis - UAP dd
2018 dada (+), TD : 140/80 mmHg NSTEMI TIMI
sesak HR : 68x/menit RISK 3/7 - Bed rest
napas (+) RR : 24 x/menit Grace 75 - IVFD RL 10
berkurang, SpO2 : 98% Crusade 25 gtt/i mikro
Hoyong(-) ec HHD - ISDN 3x10mg
ec CAD - Aspilet 1x80mg
Mata : Anemis (-/-), - Clopidogrel 1 x 75mg
ikterik (-/-) - Simvastatin 1 x 40mg
Leher : TVJ R+2 cmH2O - Captopril 3 x 12,5 mg
Thorax : - Concor 1x2,5mg
Cor : S1 (+), S2 (+), - Clobazam 1x10mg
regular, gallop (-), - Laxadyn syr 1xCI
murmur (-)
Pulmo : suara
pernapasan vesikuler,
suara tambahan ronkhi
basah basal (+/+), ronkhi
kasar (+/-)
Abdomen : soepel, BU
(+) N
Ekstremitas : akral
hangat, edema (-/-)
33

BAB V
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Angina Pektoris Tak Stabil Pasien dengan keluhan utama dada
memberikan gejala klinis berupa terasa berat dan dirasakan os saat os
Nyeri dada, dengan kriteria sedang dalam keadaan tidur.
sekurang-kurangnya satu dari tiga hal Dada terasa seperti tertimpa
berikut : (1) timbul saat istirahat beban berat di bagian dada kiri
(atau dengan aktivitas minimal) tanpa penjalaran ke lengan dan
biasanya berakhir setelah lebih dari bahu kiri hingga punggung dengan
20 menit (jika tidak diberikan durasi ≥20 menit dan tidak hilang
nitrogliserin); (2) lebih berat dan dengan istirahat. Os mengaku
digambarkan sebagai nyeri yang keringat dingin selama dada
nyata dan merupakan onset baru memberat. Keluhan juga disertai sesak
(dalam 1 bulan); dan (3) timbul napas dan mual tetapi tidak disertai
dengan pola crescendo (bertambah muntah.
berat, bertambah lama, atau lebih
sering dari sebelumnya). Pasien
dengan ketidaknyamanan iskemik
dapat datang dengan atau tanpa
elevasi segmen ST pada EKG.Nyeri
dada dapat disertai keluhan sesak
napas, mual, sampai muntah,
kadang-kadang disertai keringat
dingin.
Faktor risiko: Pasien perempuan, usia 56 tahun.
Riwayat Hipertensi (+), Dislipidemia
A. Modifiable (+)
- Hipertensi
- Riwayat merokok
- DM
34

- Aktivitas fisik kurang


- Diet makanan tidak sehat
- Dislipidemia
- Obesitas

B. Non-modifiable
Riwayat penyakit yang sama dalam
- Usia keluarga (+)
- Jenis kelamin
- Riwayat keluarga
Umumnya pasien datang dengan Anamnesis:
keluhan Nyeri dada(Angina Pektoris) Nyeri Dada >20 menit dan dirasakan
a. Angina tipikal yang persisten seperti tertimpa beban berat di
selama lebih dari 20 menit. bagian dada kiri tanpa penjalaran
Dialami oleh sebagian besar ke lengan dan bahu kiri hingga
pasien (80%) punggung
b. Kualitas rasa sakit dada seperti
ditekanbenda berat,
perasaan EKG:
tercekik, rasa panas di dada Irama:
atau kadang-kadang perasaan Gelombang P: positif; durasi 0,08 s;
tak enak di perut yang aksis normal
menyerupai sakit epigastrium. Interval PR: 0,20 s → Normal
c. Lokalisasi rasa sakit dada QRS kompleks: durasi 0,06 s; aksis:
biasanya substernal atau pada Normal ; Bentuk normal
Segmen ST: Depresi pada V4-V6.
dada kiri dan rasa sakit ini tak Lead I, dan aVL.
dapat ditunjuk dengan jari. Gelombang T: Inversi pada lead I,
Penjalaran rasa sakit meliputi aVL, V4-V6
persarafan segmen C7 -Th4,
dan paling sering ke bahu kiri, Marka Jantung
lengan atas, bagian
voler Troponin I : 0.11. (N<0.1)
CKMB: 30 U/L (N <24)
lengan bawah dan jari ke tl-S
35

EKG
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi
gelombang T; dapat disertai dengan
elevasi segmen ST yang tidak
persisten (<20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Nondiagnostik
4. Normal

Marka Jantung
Pada Angina Pektoris Tak Stabil kadar
enzim LDH dan CPK dapat normal
atau meningkat tetapi tidak melebihi
50% di atas normal.
Penatalaksanaan angina pectoris
tidak stabil difokuskan pada hal
- Tirah Baring
berikut:
- IVFD RLl 0,9% 10 gtt/i mikro
Atasi nyeri dada dan iskemia
- Inj. Ranitidine 50 mg
Nitrat sublingual kemudian
- ISDN 3x5mg
dilanjutkan dengan pemberian
- Aspilet 160mg (Loading Dose)
intravena biasanya dapat mengatasi
- Clopidogrel 300mg (Loading
nyeri dada. Dosis IsoSorbid Dinitrat Dose)
(ISDN) IV biasanya 5 mg/jam - Simvastatin 1x40mg
- Captopril 3x6.25 mg
kemudian ditingkatkan sampai nyeri
- Laxadyn syr 1 x CL
dada mereda.
- Clobazam 1 x 10mg
β-blocker long acting seperti
bisoprolol bisa diberikan sesudah
kondisi stabil.
36

Mencegah perluasan atau


perkembangan thrombus
intrakoroner
Aspirin seperti aspilet bisa
dipertimbangkan untuk
mencegah perluasan trombus. Dosis
aspirin menurut berbagai penelitian
adalah 160-300 mg/hari (dosis
tunggal). Clopidogrel loading dose
300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada
pasien AP tak stabil diikuti 75
mg/hari. LMWH lebih disukai
daripada heparin karena cara
pemberiannya mudah dan dosis tidak
perlu disesuaikan dengan pemeriksaan
aPTT 6 jam. LMWH diberikan satu
atau dua kali sehari tergantung
preparat selama 5 hari.
Koreksi gangguan
hemodinamik dan control factor
presipitasi
Koreksi semua factor
penyebab disfungsi jantung, misalnya
aritmia dengan obat anti aritmia, gagal
jantung dengan kardiogenik atau
diuretic, anemia diberi trasfusi darah,
dan seterusnya.
BAB VI
KESIMPULAN
1. Pasien perempuan, inisial R, usia 56 tahun datang dengan keluhan dada
nyeri dada. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis UAP TIMI RISK 3/7 Grace 75
Crusade 25.
2. Manifestasi klinis yang dijumpai pada pasien ini adalah Dada Memberat
>20 menit dan dirasakan seperti tertimpa beban berat di bagian dada kiri
tanpa penjalaran ke lengan dan bahu kiri hingga punggung.
3. Hasil anamnesis ditemukan adanya tipikal angina, riwayat hipertensi dan
dislipidemia.
4. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya takipneu.
5. Hasil pemeriksaan biomarka jantung dijumpai peningkatan pada enzim
jantung.
6. Kesimpulan hasil EKG adalah Sinus Rithm + Iskemik Lateral + LVH
7. Kesimpulan foto toraks adalah kardiomegali.
8. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang maka
pasien tersebut didiagnosis dengan UAP TIMI RISK 3/7 Grace 75 crusade
25 dan diberi terapi berupa :

- Tirah Baring
- IVFD RL 10 gtt/i mikro
- Inj. Ranitidine 50mg
- ISDN 5mg sublingual
- Aspilet 160mg (Loading Dose)
- Clopidogrel 300mg (Loading Dose)
- Simvastatin 1x40mg
- Captopril 3x6.25 mg
- Laxadyn syr 1 x CL
- Clobazam 1 x 10mg

37
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. 2016. Cardiovascular Disease (CVDs). WHO.


Available from : http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/
2. World Health Organization. 2014. Cardiovascular Disease (CVDs).
3. Juzar D dan Irmalita, 2012. Sindrom koroner akut. Dalam: (Lily I
Rilantono) Penyakit Kardiovaskular (PKV) 5 Rahasia. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp 138-160.
4. Trisnohadi H.B., 2009. Angina Pektoris Tak Stabil. Dalam: Sudoyo A.W.,
Setiohadi B., Alwi I., Simadibrata M.K., Setiati S., 2009. Ilmu penyakit
dalam: Edisi ke 5. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 1729-1732.
5. Harun S. dan Alwi I., 2009. Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Dalam:
Sudoyo A.W., Setiohadi B., Alwi I., Simadibrata M.K., Setiati S., 2009.
Ilmu penyakit dalam: Edisi ke 5. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1758-1761
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.
7. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:
EGC. 2007.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
tatalaksana sindrom koroner akut. Edisi III. Jakarta: Centra
Communications. 2015.
9. Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S.,
ed.Pathophysiologyof Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams &Wilkins,234
10. Riaz, et al, 2014. Hypertensive Heart Disease. Medscape. available from
:file:///F:/jurnal%20dan%20buku%20skripsi/bab%202/Hypertensive%20F R
%20MEDSCAPE.html
11. Luepker, R. V. (2016) ‘Smoking and Passive Smoking’,
CardiovascularInnovations and Applications, 1(4), pp. 391–398.
doi:10.15212/CVIA.2016.0025.

38
39

12. Aaronson, P. I. & Ward, J. P. T. 2010, Sistem Kardiovaskular At a Glance,


(diterjemahkan oleh: Juwalita Surapsari), 3 ed, Penerbit Erlangga, Jakarta.
13. World Heart Federation. 2017. Available from
:file:///C:/Users/USER/Documents/script/PressBackgrounderApril2012Ris
kFactors.pdf

14. Budiman, Sihombing, R., Pradina, P. 2015, ‘Hubungan


dislipidemia,hipertensidan diabetes melitus dengan keadaan infark
miokard akut’, JurnalKesehatan Masyarakat Andalas.
15. Poirier, P., Giles, T. D., Bray, G. A., Hong, Y., Stern, J.S., Pi-Sunyer,
F.X.,Eckel,R.H.2006. Circulation : Obesity and Cardiovascular
Disease:Pathophysiology, Evaluation, and Effect of Weight Loss. AHA
16. Wahyuni, 2014. Usia, Jenis Kelamin dan Riwayat Keluarga Penyakit
JantungKoroner Sebagai Faktor Prediktor Terjadinya Major Adverse
CardiacEvents PadaPasien Sindrom Koroner Akut. Jakarta : Fakultas
Kedokterandan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri Oslam Syarif
Hidayatullah.
17. Mozzafarian, D., Benjamin E.J., Go, A.S, et al. 2016. Heart Disease
AndStrokeStatistics-2016 Update: A Report From the American Heart
Association.Circulation. Vol. 133, pp. e307.Avalaible from
:http://circ.ahajournals.org/content/133/4/e38.long
18. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases:
A Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008
19. Braunwald E. Unstable Angina. In: Heart Disease. 2001;36:1232-1237
20. American Heart Association. Management of Patients with Unstable
Angina/Non ST Elevation Myocardial Infarction. For a copy of the
executive summary (J Am Coll Cardiol 2007;50:652–726; Circulation
2007;116:803– 877)
21. Killip T, Kimball JT (Oct 1967). “Treatment of myocardial infarction in a
coronary care unit. A two year experience with 250 patients”. Am J
Cardiol. 20 (4): 457–64.)

Anda mungkin juga menyukai