1 - Askep Mioma Minggu Ke 1
1 - Askep Mioma Minggu Ke 1
S
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA: NYERI PADA PASIEN
POST LAPARATOMI HISTEREKTOMY DI RUANG BUGENVILE
RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Disusun Oleh :
MARGO SUTRISNO, S.Kep
NIM : A31801146
i
LEMBAR PENGESAHAN
Hari : .........................................................
Tanggal : .........................................................
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
HALAMAN DAFTAR ISI.................................................................................. iii
BAB I. LAPORAN PENDAHULUAN
A. TINJAUAN MEDIS
1. Pengertian............................................................................................. 1
2. Klasifikasi............................................................................................. 1
3. Etiologi .............................................................................................. 2
4. Patofisiologi ......................................................................................... 3
5. Penatalaksanaan.................................................................................... 4
6. Komplikasi............................................................................................ 7
B. TINJAUAN KEPERAWATAN
1. Pengertian............................................................................................. 9
2. Etiologi .............................................................................................. 9
3. Batasan Karakteristik............................................................................ 10
4. Patofisiologi dan Pathway .................................................................... 11
5. Masalah Keperawatan Lain Yang Muncul …………………............... 12
6. Rencana Keperawatan ……………………………………….............. 13
BAB II TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian .............................................................................................. 15
B. Analisa Data ............................................................................................. 22
C. Diagnosa Keperawatan.............................................................................. 23
D. Intervensi Keperawatan............................................................................. 24
E. Implementasi Keperawatan....................................................................... 26
F. Evaluasi Keperawatan .............................................................................. 27
BAB III PEMBASAN.......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. TINJAUAN MEDIS
1. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal
dengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007).
Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul,
yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada traktus
genitalia wanita,terutama wanita usai produktif. Walaupun tidak sering,
disfungsi reproduksi yang dikaitkan dengan mioma mencakup infertilitas,
abortus spontan, persalinan prematur, dan malpresentasi (Crum, 2003).
2. Klasifikasi
Mioma umumnya digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana
mereka tumbuh. Klasifikasinya sebagai berikut :
a) Mioma intramural : merupakan mioma yang paling banyak ditemukan.
Sebagian besar tumbuh di antara lapisan uterus yang paling tebal dan
paling tengah, yaitu miometrium.
b) Mioma subserosa : merupakan mioma yang tumbuh keluar dari lapisan
uterus yang paling luar, yaitu serosa dan tumbuh ke arah rongga
peritonium. Jenis mioma ini bertangkai (pedunculated) atau memiliki
dasar lebar. Apabila terlepas dari induknya dan berjalan-jalan atau dapat
menempel dalam rongga peritoneum disebut wandering/parasitic
fibroid Ditemukan kedua terbanyak.
c) Mioma submukosa : merupakan mioma yang tumbuh dari dinding
uterus paling dalam sehingga menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga
dapat bertangkai atau berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai
1
menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks, yang
disebut mioma geburt (Chelmow, 2005)
3. Etiologi
a) Peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri
mempengarui pertumbuhan tumor
b) Faktor predisposisi yang bersifat herediter, telah diidentifikasi
kromosom yang membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh
pada pertumbuhan fibroid. Sebagian ahli mengatakan bahwa fibroid
uteri diwariskan dari gen sisi paternal.
c) Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah
menopause jarang ditemukan sebelum menarke (Crum, 2005).
Faktor Risiko terjadinya mioma uteri yaitu:
1) Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007).
Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan
haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan
sebesar 10% (Joedosaputro, 2005).
2) Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada
jaringan miometrium normal. (Djuwantono, 2005)
3) Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma
uteri. (Parker, 2007)
4) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. (Parker, 2007)
5) Makanan
2
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan
daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau
menurunkan insiden mioma uteri (Parker, 2007).
6) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2003).
7) Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi
melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali (Khashaeva, 1992).
4. Patofisiologi
Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan
berproliferasi hal tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen.
ukuran myoma sangat bervariasi. sangat sering ditemukan pada bagian
body uterus (corporeal) tapi dapat juga terjadi pada servik. Tumot subcutan
dapat tumbuh diatas pembuluh darah endometrium dan menyebabkan
perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar tumor ini dapat
menyebabkan penghambat terhadap uterus dan menyebabkan perubahan
rongga uterus. Pada beberapa keadaan tumor subcutan berkembang
menjadi bertangkai dan menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat
menyebabkan terjadi infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang
bersifat ganas, infertile mungkin terjadi akibat dari myoma yang
mengobstruksi atau menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba falofii.
Myoma pada badan uterus dapat menyebabkan aborsi secara spontan, dan
hal ini menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yang membuat bayi lahir
sulit.
3
Patway
5. Penatalaksanaan
a. Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan
ukuran tumor, dan terbagi atas :
4
1) Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-
6 bulan.
Monitor keadaan Hb
Pemberian zat besi
Penggunaan agonis GnRH untuk mengurangi ukuran mioma
2) Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri
adalah :
Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita
anemia
Nyeri pelvis yang hebat
Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya
karena mioma berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar
tinju dewasa)
Gangguan buang air kecil (retensi urin)
Pertumbuhan mioma setelah menopause
Infertilitas
Meningkatnya pertumbuhan mioma
(Moore, 2001).
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
1) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa
pengangkatan rahim/uterus (Rayburn, 2001). Miomektomi lebih
sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum.
Penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum
memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan
(Chelmow, 2005).
2) Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk
mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri
5
ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Prawirohardjo,
2001). Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak
menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma
yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Ada dua cara
histerektomi, yaitu :
a) Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama
mioma intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi
b) Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran <
uterus gravid 12 minggu) atau disertai dengan kelainan di
vagina misalnya rektokel, sistokel atau enterokel (Callahan,
2005).
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
a) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
b) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak
dan bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8
hari dan anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
c) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri
hebat dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut
bagian bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria
mengakibatkan frekuensi miksi yang sering (Chelmow, 2005).
b. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring,
analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif
selalu lebih disukai apabila janin imatur. Seksio sesarea merupakan
indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan
letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik.
6. Komplikasi
Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan
a. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada
mioma uteri submukosum
6
b. Kemungkinan abortus bertambah
c. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar
dan letak subserus
d. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang
letaknya di serviks
e. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di
dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma
f. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus
dan intramural
Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri :
a. Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan
edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena
pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah
besar lagi.
b. Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat beruah bentuk, dan
mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya sehingga terjadi
perrdarahan dan nekrosis, terutama di tengah-tengah tumor. Tumor
tampak merah (degenerasi merah) atau tampak seperti daging
(degenerasi karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut
yang disertai gejala-gejala rangsangan peritonium daan gejala-gejala
peradangaan, walau pun peradangan dalam hal ini bersifat suci hama
(steril). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas
karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan
sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
c. Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami perputaran
tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi
menyebabkan gangguan sirkulasi yang nekrosis yang menimbulkan
gambaran klinik perut yang mendadak (acute abdomen
7
B. TINJAUAN KEPERAWATAN
1. Pengertian
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dann emosional yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan (International Association For the Study of Pain);
awitan yang tiba tiba atau lambat dari intensitas ringan hungga berat
dengan akhir yang dapat di atisipasi atau diprediksi (Nanda 2015-2017,
469)
2. Etiolog
Faktor penyebabnya
a. Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskhemia, neoplasma)
b. Agen cedera fisik (mis., abeses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olah raga berlebihan)
c. Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar, kapsaisin, metilenklorida,
agen mustard)
d. Agen farmaseutikal, Ansietas, Depresi, Disuse, Fisik tidak bugar,
Gangguan fungsi kognitif, Gangguan metabolisme, Gangguan
muskuloskeletal, Gangguan neuromuskuler, Gangguan sensori
perseptual, Gaya hidup kurang gerak, Indeks masa tubuh di atas
persentil ke-75 sesuai usia, Intoleran aktivitas, Kaku sendi,
Keengganan memulai pergerakan, Kepercayaan budaya tentang
aktivitas yang tepat, Kerusakan integritas struktur tulang,
Keterlambatan perkembangan, Kontraktur, Kurang dukungan
lingkungan (misal, fisik atau sosial), Kurang pengetahuan tentang nilai
aktivitas fisik, Malnutrisi, Nyeri, Penurunan kekuatan otot, Penurunan
kendali otot, Penurunan ketahanan tubuh, Penurunan massa otot,
Program pembatasan gerak.
3. Batasan Karakteristik
8
a. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk
pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (mis., neonathal infant
pain scale, pain assesmen ceklist for senior with limited ability to
comunicative)
b. Diaforesis
c. Dilatasi pupil
d. Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya tampak kacau,
gerakan mata terpancar atau tetap pada satu fokus, meringis)
e. Fokus penyemit (mis., persepsi waktu, proses berfikir, interaksi
dengan orang dan lingkungan)
f. Fokus pada diri sendiri, Keluhan tentang intensitas menggunakan
standar skala nyeri (mis., skala wong-baker FACES, skala analog
fisual, skala penilaian numeritik)
g. Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri (mis., McGill Pain Questionnaire, Brief Pain
Inventory)
h. Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas (mis.,
anggota keluarga, pemberi asuhan)
i. Mengekspresikan perilaku (mis., merengek, gelisah, menangis,
waspada)
j. Perilaku distraksi
k. Perubahan pada parameter fisiologis (mis., tekanan darah, frekwensi
jantung, frekwensi pernafasan, saturasi oksigen, dan end tidal karbon
dioksida (CO2))
l. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
m. Perubahan selera makan
n. Putus asa
o. Sikap melindungi area nyeri
p. Sikap tubuh yang melindungi.
q. Dispnea setelah beraktivitas, Gangguan sikap berjalan, Gerakan
lambat, Gerakan spastik, Gerakan tidak terkoordinasi, Instabilitas
postur, Kesulitan membolak balik posisi, Keterbatasan rentang
gerak, Ketidaknyamanan, Melakukan aktivitas lain sebagai
pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatian pada aktivitas
orang lain, fokus pada aktivitas sebelum sakit), Penurunan
9
kemampuan melakukan keterampilan motorik halus, Penurunan
kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar, Penurunan waktu
reaksi, Tremor akibat bergerak
4. Patofisiologi dan Pathway
Tindakan pembedahan menimbulkan adanya luka atau kerusakan
jaringan. Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit dengan
intesitas tinggi maupun rendah. Sel yang mengalami nekrotik akan merilis
K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan
menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa
keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan / inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti
leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng
nociceptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat
menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga
mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin
akan terstimulasi dan merangsang nociceptor. Jika terjadi oklusi
pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan
akumulasi K+ ekstraseluler dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan
nociceptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek
vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi
perangsangan nociceptor. Bila nociceptor terangsang maka mereka
melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida
(CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan
vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
Vasokonstriksi oleh serotonin lalu diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga
bertanggung jawab untuk terjadinya nyeri. Perangsangan nociceptor inilah
yang menyebabkan nyeri (Silbernagl & Lang, 2010).
10
a. Nyeri
b. Cemas
c. Hambatan mobilitas fisik
d. Resiko infeksi
e. Intoleransi aktivitas
f. Gangguan pola peran
11
6. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Keperawatan
keperawatan
1 Nyeri akut b/d agen NOC : Pain Management
injuri fisik Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara
(peregangan Pain control, komprehensif termasuk lokasi,
perineum; luka Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
operasi). Setelah dilakukan askep selama …x 24 jam, faktor presipitasi (PQRST)
diharapkan nyeri berkurang Observasi reaksi nonverbal dari
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab Gunakan teknik komunikasi terapeutik
nyeri, mampu menggunakan tehnik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, Ajarkan tentang teknik non farmakologi
mencari bantuan) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan Tingkatkan istirahat
menggunakan manajemen nyeri Latih mobilisasi dini
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, Kaji kontraksi uterus, proses involusi uteri.
frekuensi dan tanda nyeri) Anjurkan dan latih pasien cara merawat
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri payudara secara teratur.
berkurang Jelaskan pada ibu tentang teknik merawat
Tanda vital dalam rentang normal TD : 120- luka perineum dan mengganti PAD secara
140 /80 – 90 mmHg RR : 16 – 24 x/mnt N : teratur setiap 3 kali sehari atau setiap kali
80- 100 x mnt T : 36,5o C – 37,5 o C lochea keluar banyak.
Kolaborasi dokter tentang pemberian
analgesic
2 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Mobilisasi Dini Pasca operasi
fisik b.d agen 3X24 jam, diharapkan klien dapat melakukan Melakukan rentang gerak pasif
farmaceutikal pergerakan fisik dengan kriteria hasil : Mengajarkan rentang gerak aktif
13
(Bucain Spinal Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop Mengajarkan rentang gerak fungsional
Anestesia) Pasien berpartisipasi dalam program Tahapan Mobilisasi Dini
latihan/mobilisasi Pada 6 jam pertama: Istirahat tirah baring,
Pasien mencapai keseimbangan saat duduk menggerakkan tangan, lengan, ujung jari kaki
Pasien mampu berjalan secara mandiri dan memutar pergelangan kaki, mengangkat
tumit, menegangkan otot betis, menekuk dan
menggeser kaki
Pada 6-10 jam: miring kanan miring kiri,
latihan pernafasan
Tahap Kedua (Hari ke dua)
Latihan duduk selama 5 menit dan tarik
nafas dalam disertai batuk-batuk kecil
Atur posisi tidur setengah duduk
Tahap Ketiga (Hari ke tiga sampai hari ke
lima)
Belajar berjalan
Mobilisasi secara teratur dan bertahap
secara mandiri
14
BAB II
TINJAUAN KASUS
15
3. KELUHAN UTAMA
Nyeri luka operasi
4. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Saat pengkajian pasien mengeluh nyeri pada luka operasi
P: Nyeri dirasakan saat melakukan mobilisasi
Q: Dirasakan seperti tertusuk tusuk jarum dan panas
R: di daerah perut pada bagian luka opersai
S: Skala nyeri 6
T: >7menit hilang timbul).
Klien Ny.S dengan usia 35 tahun di rawat di Bugenvile RSUD dr.Soedirman
Kebumen masuk pada tanggal 15 Oktober 2018 pukul 12.00 WIB kirimin dari poli
kandungan dengan P2 A0 merasakan adanya benjolan diperut bagian bawah dan
sudah di rasakan sejak kurang lebih satu bulan yang lalu, TD 116/70, RR= 20
x/menit, N = 66 x/menit, S =36 C,TB = 150 cm, BB = 68 Kg
5. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Klien mengatakan dulu saat hamil yang kedua dokternya mengatakan ada penyakit
miom, punya riwayat hipertensi
6. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Klien mengatakan buliknya ada yang menderita penyakit seperti yang klien saat ini
derita
7. GENOGRAM
16
8. RIWAYAR GINEKOLOGI : 12 tahun
9. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN YANG LALU :
No Th Umur Tempat Jenis Penolong Penyulit Kedaan anak
JK BB Sehat/mati
kehamilan bersalin persalinan
1 2007 Atrem Bidan Spontan Bidan - p 2800 sehat
2 2004 Atrem Bidan spontan bidan - L 3000 sehat
17
Selama hamil ibu mengatakan tidur malam jam 21.00 wib, bangun jam
04.30 wib (istirahat 7 ½ jam).
6) Pola Persepsi Kognitif
Ibu mengatakan dalam pengambilan keputusan didalam rumah tangganya
adalah suami
7) Pola Konsep Diri
Ibu mengatakan selalu bahagia, hanya saja sekarang merasa khawatir
mengenai benjolan yg ada di perutnya
8) Pola Peran Dan Hubungan
Ibu mengatakan hubungan antara suami, keluarga dan tetangga terjalin baik
9) Pola Seksualitas / Reproduksi
Sebelum sakit ibu mengatakan 1x seminggu
Selama sakit ibu mengatakan tidak melakukan hub
10) Pola Koping Dan Toleransi Stress
Sebelum sakit ibu mengatakan jika ada masalah dibicarakan dengan suami
dan keluarganya.
Selama sakit ibu mengatakan jika ada masalah dibicarkana dengan suami
dan keluarganya, rekreasi dengan keluarga untuk menghilangkan masalah
yang ada.
11) Pola Nilai Dan Kepercayaan
Klien beraganma Islam dan rajin menjalakan sholat
17. PEMERIKSAAN FISIK
Status obstertik : P2 A0
Keadaan umum : composmetis, Kesadaran : baik
BB/TB : 68kg /150 cm
Tanda Vital : TD : 116/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 37 °C
RR : 22 x/menit
Kepala : meshocepal, rambut hitam, tidak kotor,
Mata : normal
Hidung : normal
Telinga : simetris, normal
Leher : benjolan (-)
Masalah keperawatan : tidak ada
Dada
Paru
I : dada sama antara kiri dan kanan
18
Pa : simetris
Pe : sonor
A : vesikuler
Jantung
I : inktuskordis tidak tampak
Pa : inktuskordis terdapat di intercostal ke-5 midklafikula sebelah kiri
Pe : pekak
A : S1/S2 reguler lubdud
Payudara : normal
Puting susu : normal
Abdomen
I : Terlihat simetris (tidak kembung)
Pa : Peristaltik lemah
Pe : Timpani
A : Peristaltik lemah
Pigmentasi
Linenigra : tampak
Striae : tampak
Fungsi pencernaan : baik
Masalah khusus : tidak ada
Perineum dan genital
Vagina : tidak ada bau
Varises : tidak ada
Kebutuhan :-
Jenis/warna (ketuban) : -
Konsistensi :-
Bau :-
Hemorrhoid : - drajat : - , lokasi : - , nyeri : -
Maslah khusus : tidak ada
Ekstremitas
19
Ekstemitas atas : terpasang infus RL
Edema :-
Varises :-
Ekstremitas bawah : dapat di gerakkan dengan baik
Edema :-
Varises :-
Reflek patela :+
Maslah khusus : tidak ada
18. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tanggal 15 Oktober 2018
USG : Myoma Uteri 12,2 x 7 cm
Ro Thorax : pulmo normal, besar cor normal
b. Tanggal 16 Oktober 2018
PEMERIKSAAN HASIL Satuan NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 14.1 11.7-15.5
Leukosit 14.1 3.6-11.0
Hematokrit 43 35-47
Eritrosit 5,0 3.80-5.20
Trombosit 305 150-440
MCH 29 26-34
MCHC 33 32-36
MCV 87 80-100
Eosinofil 0.60 2-4
Basofil 0.10 0-1
Netrofil 78.40 50-70
Limposit 16 22-40
Monosit 40.00 2-8
20
B. ANALISA DATA
Tanggal/
Data Problem Etiologi
jam
16/10/2018 Ds : Nyeri akut (00132) Agen cidera
Jam 15.00 Klien mengeluh nyeri luka fisik (prosedur
operasinya pembedahan)
P: Nyeri dirasakan saat
melakukan mobilisasi
Q: Dirasakan seperti
tertusuk tusuk jarum dan
panas
R: di daerah perut pada
bagian luka opersai
S: Skala nyeri 6
T: >7menit hilang timbul).
Do :
Ekspresi wajah tampak
menahan nyeri
Gerakan tampak berhati-
hati
16/10/2018 Ds : Hambatan Keengganan
Jam 15.00 Pasien mengatakan takuk mobilitas fisik( ) memulai
untuk melakukan pergerakan
mobilisasi
Do :
Adanya luka post op di
daerah abdomen
Klien tampak tiduran di
tempat tidur
Klien tampak lambat
dalam setiap gerakan
21
16/10/2018 DS : Ansietas (00146) Ancaman pada
Pasien mengatakan adanya
Jam 15.00 status terkini
rasa cemas karena
penyakitnya sekarang
DO :
Saat membicarakan
penyakitnya pasien
tampak sedikit cemas
Pasien menampakkan rasa
khawatir karena objek
yang ditakuti seperti
penyakitnya
TD : 116/70 mmHg, N:
100 x/m, S : 37 C, RR: 22
x/mt
22
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanggal/ No.
Tujuan KH Intervernsi TTD
jam DP
16/10/2018 I NOC : 1. Kaji secara komprehensif terhadap nyeri
Jam 15.00 Setelah dilakukan tindakan keperawatan termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
selama 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan
dengan criteria hasil: faktor presipitasi
Pain Control 2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara
Memperlihatkan pengendalian nyeri yang non verbal
dibuktikan oleh indikator: 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
Dari 1 sd 5 untuk mengungkapkan pengalaman
Menunjukan tingkat nyeri yang dibuktikan nyeri dan penerimaan klien terhadap
oleh indicator respon nyeri
Frekuensi nyeri 1 2 3 4 5 4. Jelaskan tentang penyebab nyeri
5. Berikan posisi senyaman mungkin
Ekspresi nyeri pada wajah 1 2 3 4 5 6. Ajarkan teknik non farmakologi untuk
Mampu mengontrol nyeri 1 2 3 4 5 mengurangi nyeri (teknik relaksasi )
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
TTV dalam batas normal 1 2 3 4 5 indikasi
8. Monitor TTV
Keterangan :
1 : Parah, 2 : Berat, 3 Sedang, 4 :
Ringan, 5: Tidak sama sekali
16/10/2018 II NOC 1. Ukur tanda vital sebelum dan sesudah
Jam 15.00 Setelah dilakukan tindakan keperawatan latihan mobilisasi
selama 2X24 jam, diharapkan klien dapat 2. Jelaskan tujuan mobilisasi progresif
melakukan pergerakan fisik dengan kriteria pasca pembedahan
hasil 3. Ajarkan klien tentang mobilisasi
Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop progresif pasca pembedahan
Pasien berpartisipasi dalam program 4. Kaji kemampuan pasien dalam
latihan/mobilisasi melakukan mobilisasi
Pasien mencapai keseimbangan saat 5. Libatkan peran serta keluarga untuk
24
duduk membantu mobilisasi klien
Pasien mampu berjalan secara mandiri
16/10/2018 III NOC : NIC :
Jam 15.00 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pengurangan kecemasan (5820)
selama 3x24 jam diharapkan kecemasan Gunakan pendekatan yang
klien dapat teratasi. Dengan kriteria hasil menangkan
Mengientifikasi, mengungkapkan dan Dengarkan penyebab kecemasan
menunjukkan tehnik untuk mengontrol klien dengan penuh perhatian
cemas. 2. Tehnik yang menenangkan
Postur tubuh, expresi wajah, bahasa tubuh Anjurkan keluarga untuk tetap
dan tingkat aktivitas menunjukkan mendampingi klien
berkurangnya kecemasan. Kurangi rangsangan yang
menyebabkan kecemasan pada klien
3. Intervensi tambahan
Ajarkan klien tehnik relaksasi
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal/ NO. Tindakan/ implementasi Respon TTD
25
jam DP
1. Mengkaji tentang pengalaman nyeri masa Klien mengatakan pengalaman nyeri
lalu meliputi tingkat nyeri dan cara paling hebat adalah nyeri saat sakit gigi,
penangannya saat nyeri cara menguranginya hanya
dengan dengan ditahan saja
16/10/2018 2. Mengkaji skala nyeri Skala nyeri dengan NRS nilai 6
I
Jam 15.30
Klien mengerti dan menamahami
3. Menjelaskan tentang penyebab nyeri
penyebab nyeri
4. Mengajarkan teknik relaksasi untuk
Klien mengikuti ajuran yang di ajarkan
mengurangi rasa sakitnya
1. Mengukur tanda vital TD: 130/ 95mm Hg, Nadi: 98 x/menit
RR: 22x/menit, S: 36,5 C
2. Mengajarkan teknik mobilisasi dini pasca Klien memahami dan mau
16/10/2018 operasi meprakatekanya
I,II,III
Jam 15.30 3. Memberi penjelasan tentang penyakitnya Klien dan keluarga mendengarkan dan
aktif bertanya
apabila tidak segera di lakukan tindakan
Klien menerima dengan
operasi konsisipenyakitnya setelah
mendapatkan penejelasan
F. EVALUASI
Tanggal/ NO. Perkembangan (SOAP) TTD
Jam DP
16/10/2018 I S: 1. Klien mengatakan masih sakit saat untuk bergerak
Jam 16.00 O: 1. Klien mulai mau berlatih untu miring kanan dan kiri
2. Klien tampak menahan nyeri saat melakukan mobilisasi
3. Klien dibantu oleh keluarga saat mobilisasi
26
A: 1. Nyeri terkontrol
P: 1. Beri dukungan positif atas usaha pasien
2. Motivasi klien dan keluarga untuk sering melakukan mobilisasi miring kanan kiri
dan duduk operasi hari ke 2
3. Motivasi klien untuk melakukan aktifitas ke kamar mandi di hari ke 3
17/10/2018 I.II S: 1. Klien mengatakan sudah bisa duduk sendiri tanpa bantu orang lain dan yeri pun sdh
Jam 16.00 berkurang
2. Pasien mengatakan tidak takut untuk mobilisasi sendiri
O: 1. Klien tampak tidak menahan nyeri saat melakukan aktifitas duduk
2. Muka tampak rileks
3. TTV : TD 120/89 mhg, HR : 88, RR : 18 x/Menit, S : 36,7
A: 1. Masalah teratasi sebagian
27
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Penulis menemukan dari konsep teori pada kasus dengan pasca operasi laparatomi
histerektomy tiga diagnosa yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ( prosedur pembedahan)
Penulis menegakkan diagnosa nyeri akut, berdasarkan karakteristik: Klien
mengeluh nyeri luka operasinya, nyeri dirasakan saat melakukan mobilisasi,
dirasakan seperti tertusuk tusuk jarum dan panas di daerah perut pada bagian luka
opersai, diukur dengan skala numerik NRS klien mengatakan pada skala 6 dirasakan
kuarang lebih 7 menit hilang timbul
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keengganan memulai pergerakan.
Penulis menegakkan diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berdasarkan
karakteristik: klien mengatakan takuk untuk melakukan mobilisasi, terdapat luka
post op di daerah abdomen, Klien tampak tiduran di tempat tidur dan lambat dalam
setiap gerakan
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
Penulis menegakkan diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berdasarkan
karakteristik: Pasien mengatakan adanya rasa cemas karena penyakitnya sekarang,
28
Saat membicarakan penyakitnya pasien tampak sedikit cemas, Pasien
menampakkan rasa khawatir karena objek yang ditakuti seperti penyakitnya.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Penulis membuat intervensi atau rencana tindakan yang dipilih untuk mengatasai
masalah keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik(prosedur pembedahan)
Kaji secara komprehensif terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi
Observasi reaksi ketidaknyaman secara non verbal
Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengungkapkan pengalaman
nyeri dan penerimaan klien terhadap respon nyeri
Jelaskan tentang penyebab nyeri
Berikan posisi senyaman mungkin
Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri (teknik relaksasi )
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Monitor TTV
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keengganan memulai pergerakan
Ukur tanda vital sebelum dan sesudah latihan mobilisasi
Jelaskan tujuan mobilisasi progresif pasca pembedahan
Ajarkan klien tentang mobilisasi progresif pasca pembedahan
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan mobilisasi
Libatkan peran serta keluarga untuk membantu mobilisasi klien
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
Gunakan pendekatan yang menangkan
Dengarkan penyebab kecemasan klien dengan penuh perhatian
Anjurkan keluarga untuk tetap mendampingi klien
Kurangi rangsangan yang menyebabkan kecemasan pada klien
Ajarkan klien tehnik relaksasi
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Penulis melakukan implementasi sesuai dengan diagnosa keprawatan pada Ny. S pada
tanggal 16-17 Oktober 2018 adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik(prosedur pembedahan)
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis selama melakukan asuhan
keperawatan dirumah sakit adalah: Mengkaji pengalaman nyeri sebelumnya,
29
mengkaji skala nyeri, menjelaskan tentang penyebab nyeri,mengukur tanda vital,
mengajarkan teknis relaksasi.
Kekuatan dari implementasi ini adalah keakuratan skala nyeri lebih presisi, dan
tindakan teknis relaksasi adalah tindakan yang sederhana yang dilakukan sendiri
oleh klien
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keengganan memulai pergerakan.
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis selama melakukan asuhan
keperawatan dirumah sakit adalah: mengukur tanda vital, menjelaskan tentang
mobilisasi progresif pasca pembedahan, menganjurkan dan membantu klien miring
kanan, menganjurkan klien latihan duduk.
Kekuatan tindakan keperawatan ini adalah, klien dapat mengetahui manfaat
mobilisasi progresif terhadap proses penyembuhan luka menjadi lebih cepat karena
vaskularisasi ke area luka menjadi optimal.
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman status terkini
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis selama melakukan asuhan
keperawatan dirumah sakit adalah: menanyakan perasaan klien terkait operasi yang
dialaminya, memberi penjelasan akibat yang ditimbulkan jika operasi tidak
dilakukan, mengajarkan teknik relaksasi
Kekuatan tindakan keperawatan tersebut adalah, klien menjadi realistis dengan
keadaan statusnya, dan klien bisa menggunakan teknik teknik relaksasi secara
mandiri untuk mengurangi kecemasannya.
E. ANALISA JURNAL
Yusrizala, Zarni Zamzaharb, Eliza Anasc (Desember 2012) dalam penelitiannya yang
berjudul teknik relaksasi nafas dalam dan masase terhadap penurunan nyeri pada
pasien pasca apendiktomi di ruangan bedah RSUD Dr. M. Zein Painan Di simpulkan
bahwa teknik relaksasi nafas dalam dan masase dapat menurunkan skala nyeri pada
klien pasca apendiktomi. Ini sesuai dengan tindakan keperawatan yang diambil oleh
penulis yaitu skala nyeri klien 6 dengan NRS sebelum dilakukan tindakan teknik
relaksasi nafas dalam , turun menjadi 4 skala NRS setelah dilakukan tindakan
keperawatan teknik relaksasi nafas dalam
30
DAFTAR PUSTAKA
32