Zat inhibitor besi adalah zat dalam bahan makanan yang dapat
menghambat absorbsi besi (DeMaeyer, 1995). Absorbsi zat besi dapat
dihambat oleh tingginya derajat sejumlah faktor pengkelat zat besi termasuk
asam karbonat, asam oksalat, fosfat dan fitat. Faktor serat dalam sayuran
dapat menghambat absorbsi zat besi (Kasdan, 2000).
Fitat, asam oksalat, tanin bahkan fosfat yang ada dalam berbagai bahan
makanan nabati cenderung membentuk endapan zat besi yang tidak larut
yang menyebabkan zat besi tersebut tidak dapat diserap. Fitat yang terdapat
dalam biji-bijian (grain), tanin yang ada dalam teh dan sayuran tertentu
(Linder, 1992).
Zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat,
asam oksalat, dan polifenol seperti tanin yang terdapat pada teh dan kopi
(Thankachan et al. 2008 dalam Yulianasari, 2009).
Menurut Hurrell (1999) konsumsi teh hitam dan kopi telah terbukti sangat
menghambat penyerapan Fe dari makanan, kopi mempunyai efek
penghambat setengah dari teh. Sedangkan Kasdan (2000) mengemukakan
bahwa dibandingkan daging, teh dapat mengurangi absorbsi zat besi 50 %,
karena bentuk besi yang terlarut berikatan dengan tanin.
Sementara menurut Orbayinah (2007) baik teh hijau maupun teh hitam
mengandung katekin. Keduanya berpotensi untuk menghambat penyerapan
besi nonheme perlu diingat bahwa teh juga mengandung kafein. Selain
kafein, teh juga mengandung flavonoid, yang dapat menghambat penyerapan
zat besi dari unsur-unsur tumbuhan (nonheme) seperti sayur dan buah.
Namun, zat besi dari daging-dagingan (heme) tidak terpengaruh
penyerapannya.
Asam fitat dan faktor lain didalam serat serealia dan asam oksalat
didalam sayuran menghambat penyerapan Fe. Faktor-faktor ini mengikat Fe,
sehingga mempersulit penyerapannya. Protein kedelai menurunkan absorbsi
Fe yang disebabkan oleh nilai fitat yang tinggi (Almatsier, 2004).
Selain tanin dan fitat, faktor inhibitor absorbsi zat besi yang lain adalah
asam oksalat. Kandungan asam oksalat yang tinggi dalam bahan makanan
mempunyai efek negatif terhadap absorbsi zat besi. Bahan makanan yang
mengandung asam oksalat antara lain bayam, kentang, kismis, kol, kembang
kol, selada, kacang hijau, kacang polong, teh, coklat, kopi, apel, tomat
(Noonan dan Savage, 1999).
Asam oksalat paling banyak terdapat pada sayuran. Asam oksalat akan
menghambat absorbsi besi yaitu dengan cara mengikat besi sehingga
mempersulit absorbsinya dalam tubuh (Almatsier, 2003).
Jannah (2011) menjelaskan bahwa oksalat, fitat, dan tanin yang banyak
terdapat pada makanan nabati merupakan faktor penghambat absorbsi besi,
zink, dan tembaga jika dikonsumsi secara bersamaan. Sumber tanin yang
sering dikonsumsi subjek (vegetarian vegan dan nonvegan) berupa brokoli,
wortel, bayam, apel, pisang, pir, kopi, coklat, dan tepung terigu. Jagung
manis, kacang tanah, beras, tahu, tempe, kedelai merupakan sumber fitat
yang sering dikonsumsi subjek. Sedangkan sumber oksalat yang sering
dikonsumsi subjek adalah singkong, ubi, jagung manis, kacang tanah,
selada, wortel, bayam, kentang, kembang kol, labu, brokoli, tomat, ketimun,
apel, jeruk, pir, dan teh. Meskipun belum ada standard yang menetapkan
kecukupan asupan oksalat, fitat, dan tanin, tetapi apabila dikonsumsi dalam
jumlah banyak dan sering akan dapat mengganggu absorbsi besi, zink, dan
tembaga.
Zat yang dapat menghambat penyerapan besi atau inhibitor antara lain
adalah kafein, tanin, oksalat, fitat, yang terdapat dalam produk-produk
kacang kedelai, teh, dan kopi. Kopi dan teh yang mengandung tanin dan
oksalat merupakan bahan makanan yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat. Faktor diet lainnya yang membatasi tersedianya zat besi adalah
fitat, sebuah zat yang ditemukan dalam gandum. (Almatsier, 2002).
Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk
kebanyakan penelitian
Umur Ibu Usia ibu pada saat melahirkan. Resiko tinggi : usia < 20 dan > 35
Normal = 20 – 35 tahun Kontinyu
Rentang usia yang memiliki resiko tinggi dalam kehamilan adalah kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pada usia kurang dari 20 tahun kebutuhan
zat besimeningkat dan pengetahuannya masih rendah tentang kehamilan
sampai menyusui, demikian pula pada usia lebih dari 35 tahun kondisi fisik
sudahmenurun dan daya tahan tubuh juga tidak lagioptimal serta rentan
terhadap komplikasi penyakit sehingga akan lebih beresiko untuk hamil
(Henderson, 2006). Usia yang aman untuk kehamilan dikenal juga dengan
istilah reproduksi sehat yaitu dan antara 20 hingga 30 tahun, dikatakan aman
karna kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada rentang
usia tersebut ternyata 2 sampai 5 kali lebih rendah daripada kematian 16
maternal yang terjadi di rentang usia kurang dari 20 atau pun lebih dari 30
(Sarwono, 2012).
Absorpsi besi dari bahan makanan dipengaruhi oleh kondisi saluran cerna
dan kandungan bahan dalam makanan tersebut. Keasaman lambung dapat
meningkatkan kelarutan besi sehingga akan meningkatkan
bioavailabilitasnya. Dalam usus, absorpsi besi akan optimal pada pH 6.75.9
Bahan makanan yang mengandung polifenol atau pitat (inhibitor) dapat
menghambat penyerapan besi, karena bahan tersebut akan mengikat besi
dalam usus sehingga bersifat tidak larut dan menurunkan bioavailabilitasnya.
Hal ini hanya terjadi pada besi non heme karena dalam bentuk besi bebas
sehingga mudah diikat, sedangkan besi heme tidak dipengaruhi oleh inhibitor
12 tersebut. Beberapa senyawa yang mempengaruhi absorpsi besi seperti
pada tabel berikut ini.
Absorpsi besi dari bahan makanan dipengaruhi oleh kondisi saluran cerna
dan kandungan bahan dalam makanan tersebut. Keasaman lambung dapat
meningkatkan kelarutan besi sehingga akan meningkatkan
bioavailabilitasnya. Dalam usus, absorpsi besi akan optimal pada pH 6.75.9
Bahan makanan yang mengandung polifenol atau pitat (inhibitor) dapat
menghambat penyerapan besi, karena bahan tersebut akan mengikat besi
dalam usus sehingga bersifat tidak larut dan menurunkan bioavailabilitasnya.
Hal ini hanya terjadi pada besi non heme karena dalam bentuk besi bebas
sehingga mudah diikat, sedangkan besi heme tidak dipengaruhi oleh inhibitor
12 tersebut. Beberapa senyawa yang mempengaruhi absorpsi besi seperti
pada tabel berikut ini.
phytase dari mikroba usus. !erlakuan panas pada ransum seperti pelleting
atauekstusi tidak terlihat memperbaiki kecernaan pospor+phytat. !ada 1abel
'. .terlihat kandungan p+phytat dan phytase dari tanaman.
#ereal dan by
product 2agung*,34 3 &andum*,3 ' '5 Sorghum*,34 34 Barley*,3
4 63 7at*,3' 4* 8edak gandum*,'3 3' 7ilseed meal
9 Soybean meal*,5' *6 #anola meal*, * ' Sunflawer meal*,6' * !eanu
t meal*,466*5 #ottonseed meal*,64 *: Sumber 9 ;eeson dan Summers. 3**
o
#. Sebaiknya enzym phytase ditambahkan
setelah prosespengolahan3.!enambahan sumber
pospor lainnya kedalam ransum seperti
dicalciumpospat.Sebagian besar cereal dan suplemen protein nabati relative
rendahkandungan phytase kecuali dedak gandum, sedangkan biji yang
mengandungminyak kandungan phytat lebih tinggi.
Teh yang diminum bersama-sama dengan hidangan lain ketika makan akan
menghambat penyerapan zat besi nonhem sampai 50%. Senyawa
ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang biasa digunakan sebagai
pengawet makanan juga menyebabkan penurunan absorbsi zat besi nonhem
sebesar 50%. Orange juice akan meningkatkan penyerapan zat besi dari
telur dan roti, tetapi apabila telur dikonsumsi bersamaan dengan roti maka
absorbsi zat besi dari roti akan semakin berkurang.
Energi Tambahan energi selain untuk ibu, janin juga perlu untuk tumbuh
kembang. Banyaknya energi yang dibutuhkan hingga melahirkan sekitar
80.000 Kkal atau membutuhkan tambahan 300 Kkal sehari. Rerata nasional
Konsumsi Energi per Kapita per Hari adalah 1.735,5 kkal. Kebutuhan kalori
tiap trimester antara lain: 1. Trimester I, kebutuhan kalori meningkat, minimal
2.000 kilo kalori/hari. 2. Trimester II, kebutuhan kalori akan meningkat untuk
kebutuhan ibu yang meliputi penambahan volume darah, pertumbuhan
uterus, payudara dan lemak. 3. Trimester III, kebutuhan kalori akan
meningkat
Ibu hamil termasuk kelompok rawan terhadap kekurangan gizi. Proses
kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi dan zat gizi. Peningkatan
kebutuhan energi dan zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin dan juga kebutuhan ibu sendiri. Ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan asupan zat gizi pada masa kehamilan akan
menyebabkan anemia serta meningkatkan risiko kesakitan pada ibu hamil
(Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Mahan, KL., dan Scot S., Stump. (2004). Krause’s food, Nutrition, dan Diet
Therapy. Saunders. Philadelhia.