Anda di halaman 1dari 12

BAB I

KONSEP MEDIS SECTIO CAESAREA

A. Pengertian

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu

histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.

B. Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesarea

1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)

a. Sectio caesarea transperitonealis:

1) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus

uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada

korpus uteri kira-kira 10 cm.

a) Kelebihan:

(1) Mengeluarkan janin dengan cepat.

(2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih

tertarik.

(3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.

b) Kekurangan:

(1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena

tidak ada reperitonealis yang baik.

(2) Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi

rupture uteri spontan.


2) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada

segmen bawah rahim). Dilakukan dengan melakukan sayatan

melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical

transversal) kira-kira 10 cm.

a) Kelebihan:

(1) Penjahitan luka lebih mudah.

(2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.

(3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk

menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.

(4) Perdarahan tidak begitu banyak.

(5) Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau

lebih kecil.

b) Kekurangan:

(a) Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga

dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga

mengakibatkan perdarahan banyak.

(b) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

b. Sectio caesarea ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka

peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum

abdominal.

2. Vagina (section caesarea vaginalis)

Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan

sebagai berikut:

a. Sayatan memanjang (longitudinal).

b. Sayatan melintang (transversal).

c. Sayatan huruf T (T insicion)


C. Indikasi

Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal

mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan

pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC, proses persalinan normal

lama atau kegagalan proses persalinan normal (Dystosia):

1. Fetal distress.

2. His lemah/melemah.

3. Janin dalam posisi sungsang atau melintang.

4. Bayi besar (BBL > 4,2 kg).

5. Plasenta previa.

6. Kalainan letak.

7. Disproporsi Cevalo-Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala

dan panggul).

8. Rupture uteri mengancam.

9. Primi muda atau tua.

10. Partus dengan komplikasi.

11. Panggul sempit.

12. Problema plasenta.

D. Tanda dan Gejala

1. Nyeri akibat adanya luka pembedahan

2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen

3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang tidak berlebihan (lokhea

tidak banyak)

5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan sekitar 600-800 ml

6. auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar


7. mual muntah karena pengaruh anastesi

E. Komplikasi

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain:

1. Infeksi puerperal (Nifas):

a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.

b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan

perut sedikit kembung.

c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.

2. Perdarahan:

a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.

b. Perdarahan pada plasenta bed.

3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

peritonealisasi terlalu tinggi.

4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan

jenis dan fokus dari kejang.

2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri

biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan

menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk

memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila

menggunakan pemindaian CT

4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk

mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan

lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak


5. Uji laboratorium

a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit

d. Skrining toksik dari serum dan urin

e. GDA

f. Kadar kalsium darah

g. Kadar natrium darah

G. Penatalaksanaan

1. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pacsa operasi, maka

pemberian cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit agar tidak terjadi dehidrasi atau komplikasi pada organ tubuh

lainnya. Bila kadar Hb rendah berikan transfuse darah sesuai

kebutuhan.

2. Diet

Pemberian cairan perintravena biasanya dihentikan setelah penderita

flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minum dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan

pada 6-10 jam pasca operasi.

3. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:

a. Miring kanan dan kiri dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi

b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar


c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

d. Posisi telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk

(semifowler)

e. Kemudian ajarkan duduk, belajar berjalan, dan jalan sendiri.

4. Kateterisasi

5. Pemberian obat-obatan seperti obat analgetik dan antibiotic

6. Perawatan luka

7. Perawatan payudara
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, agama, alamat, status

perkawinan, ruang rawat, nomor rekam medik, dan diagnosa medik.

2. Keluhan utama

3. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas bagi pasien multipara

4. Data riwayat penyakit

a. Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau

penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan

setalah operasi

b. Riwayat kesehatan dahulu

Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit

sekarang.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien

ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama.

5. Keadaan klien

a. Sirkulasi

Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit

vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan resiko

pembentukan thrombus).
b. Integritas ego

Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor

stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan

tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan,

stimulasi simpatis.

c. Makanan/cairan

Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra

operasi insufisiensi Pancreas/ DM, predisposisi untuk

hipoglikemia/ ketoasidosis.

d. Pernafasan

Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok.

e. Keamanan

1) Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester

dan larutan.

2) Adanya defisiensi imun.

3) Munculnya kanker/adanya terapi kanker.

4) Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/reaksi

anestesi.

5) Riwayat penyakit hepatic.

6) Riwayat tranfusi darah.

7) Tanda munculnya proses infeksi.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan.

2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi.

3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi.

4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi.


C. Intervensi Keperawatan

1. Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan

Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake

dan output baik jumlah maupun kualitas.

Intervensi:

a. Kaji kondisi status hemodinamika.

R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan

faktor utama masalah.

b. Ukur pengeluaran harian.

R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian

ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post

operasi dan harian.

c. Berikan sejumlah cairan pengganti harian.

R/ Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif.

d. Evaluasi status hemodinamika.

R/ Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan

fisik.

2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi

Tujuan: Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi

Intervensi:

a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.

R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi

perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien

lebih buruk.

b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh

umum.
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi

organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post

operasi dan berkurangnya energi.

c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.

R/ Mengistiratkan klilen secara optimal.

d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan

kemampuan/kondisi klien.

R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat

mutlak sangat diperlukan.

e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.

R/ Menilai kondisi umum klien.

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d luka post operasi

Tujuan: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami.

Intervensi:

a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien.

R/ Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala

maupun dsekripsi.

b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.

R/ Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance

mengatasi nyeri.

c. Ajarkan teknik distraksi.

R/ Pengurangan persepsi nyeri.

d. Kolaborasi pemberian analgetika.

R/ Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan

pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum

luas/spesifik.
4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, luka post operasi.

Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka

operasi.

Intervensi:

a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan

bau dari luka operasi.

R/ Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart

keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak

mungkin merupakan tanda infeksi.

b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post

operasi.

R/ Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka.

c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.

R/ Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.

d. Lakukan perawatan luka.

R/ Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan infeksi.

e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi.

R/ Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik

infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan

gejala infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2010. Diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC.


Doengoes, M. E,. 2000. Rencana askep pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam. 2009. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. 2009. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan

neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai