Anda di halaman 1dari 26

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data dan Profile Objek Penelitian

1. Karakteristik Responden

a. Umur

Adapun jenis karakteristik umur responden yang menjadi objek

wawancara yang telah dilakukan di Desa Lanta Barat Kecamatan Lambu

Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel 5.1 sebagai berikut:

Tabel 5.1 Karakteristik Umur Responden

No Umur Responden Presentase %


1 30-40 5 14.29
2 41-50 20 57.14
3 51-60 6 17.14
4 >60 4 11.43
Jumlah 35 100

Tabel 5.1 menunjukan bahwa dari total jumlah responden

sebanyak 35 kepala keluarga terdapat 4 karakteristik umur responden.

Usia terbanyak adalah usia 41-50 tahun (57,14%), yang kedua adalah usia

51-60 tahun yaitu sebanyak 6 orang (17,14%), ketiga adalah usia 30-40

tahun yaitu sebanyak 5 orang (14,29%) dan yang terakhir adalah usia >60

tahun yaitu sebanyak 4 orang (11,43%)

31
Dari tabel diatas kelompok usia terbanyak adalah usia 41-50 tahun

sebanyak 20 orang (57,14%) hal ini dikarenakan pada usia tersebut

merupakan usia produktif untuk bekerja. Masyarakat pada usia ini

melakukan pekerjaan tetap mereka sebagai petani dan juga pekerjaan

sampingan mereka sebagai pemanfaat tumbuhan lontar setiap hari.

Sedangkan kelompok usia yang paling sedikit yaitu usia >60 tahun

(11,43%) hal ini disebabkan karena pada usia tersebut kondisi fisik yang

mulai berkurang, untuk melakukan pekerjaan berat mereka sudah tidak

mampu lagi, jadi mereka melakukan pekerjaan yang mampu mereka

lakukan untuk memanfaatkan tumbuhan lontar.

b. Pekerjaan

Adapun karakteristik pekejaan reponden yang berjumlah 35

kepala keluarga dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Lanta

Barat Kecamatan Lambu Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel 5.2

Sebagai berikut :

Tabel 5.2 Karakteristik pekerjaan responden

No Pekerjaan Responden Presentase %


1 PNS - 0.00

32
2 Petani 35 100
3 Pedagang - 0.00
4 Tukang Kayu - 0.00
Jumlah 35 100

Berdasarkan hasil tabel 5.2 menunjukkan bahwa pekerjaan dari

responden bermayoritas petani dan dapat kita lihat pada tabel 5.2 Jadi

dapat kita ketahui karakteristik responden dari 35 kepala keluarga

memiliki pekerjaan sebagai petani dengan presentase (100%).

Masyarakat desa Lanta Barat merupakan masyarakat yang

pekerjaan tetapnya sebagai petani. Beragam tanaman yang mereka olah

seperti bertani padi, bawang merah, jagung dan kedalai dalam hal ini

petani yang berada di Desa Lanta Barat bergantung pada musim tanaman

artinya petani yang berada di Desa Lanta Barat tidak menjurus pada satu

bidang tanaman saja mereka multi tanaman sesuai dengan musim

tanamnya. Mereka mengolah tumbuhan lontar disela-sela rutinitas mereka

sebagai petani, mereka juga dibantu oleh anggota keluarga yang lain

seperti menjemur daun lontar.

c. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Lanta

Barat Kecamatan Lambu Kabupaten Bima Kerakteristik pendidikan

responden atau jenjang pendidikan responden dapat dilihat pada tabel V.3

sebagai berikut :

33
Tabel 5.3 Karakteristik Pendidikan Responden

No Pendidikan Responden Presentase %


1 SD 33 94.29
2 SMP 2 5.71
3 SMA - 0.00
Jumlah 35 100 %

Sumber :Data Primer Diolah 2019

Dari hasil tabel 5.3 menunjukan bahwa karakteristik pendidikan

responden atau jenjang pendidikaan respondah dari 35 responden terdapat

presentaseyang paling tinggi adalah pada tingkat tamat SD sebanyak 33

(94.29%) responden, 2 responden tamat pada tingkat SMP dengan

presentase (5.71%) dan tingkat SMA tidak ada dalam presentase (0.00%).

Kebanyakan masyarakat dahulunya tidak terlalu mementingkan

pendidikan, begitu pula yang terjadi pada sebagian masyarakat desa Lanta

Barat. Mayoritas dari mereka hanya tamat SD, karena sawah atau lahan

mereka untuk berkebun cukup banyak, jadi mereka harus bekerja di

sawah membentu orang tua. Pada saat dahulu melanjutkan pendidikan

bukanlah menjadi suatu kewajiban yang penting sudah bisa membaca dan

34
menulis itu sudah cukup, bahkan masih banyak yag belum bisa membaca

dan menulis. Jadi mereka beranggapan bahwa tamat SD saja itu sudah

sangat cukup.

Selain dari pemahaman dan pengetahuan yang masih minim

tentang pentingnya sekolah, kebanyakan dari mereka tidak bisa

melanjutkan sekolah mereka pada jenjang yang lebih tinggi karena

kondisi ekonomi masyarakat tidak mendukung, begitu juga dengan 2

responden yang bisa menjajaki pendidikan pada tingkat SMP tidak bisa

lanjut ke jenjang SMA karena persoalan biaya. Sedangkan responden

yang berpendidikan di tingkat SMA tidak ada karena pada waktu itu

hanya orang yang memiliki strata sosial yang mempuni yang bisa sekolah

ditingkat SMA. dan dapat dilihat dari penjelasan di atas bahwa kendala

utama adalah masalah baiya.

B. Hasil Penelitian dan Analisis/pembahasan

1. Pemanfaatan Lontar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan hasil pemanfaatan

lontar terhadap 35 responden yang lelah diwawancara, dapat dilihat pada

Tabel 5.4 sebagai berikut:

Tabel. 5.4 Hasil pemanfaatan lontar

No Pemanfaatan lontar Responden Presentase %


1 Daun 9 25.71
2 Batang 4 11.43

35
3 Buah 1 2.86
4 Malai Bunga 16 45.71
5 Tangkai Daun 5 14.29
Jumlah 35 100.0
a. Malai bunga

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa persentase pemanfaatan

tumbuhan lontar terbanyak adalah malai bunga yaitu sebanyak 16 orang

(45.71%). Hal ini disebabkan karena malai bunga adalah bagian dari

tumbuhan lontar yang dapat dimanfaatkan setiap hari sampai air dari malai

bunga tersebut habis.

Malai bunga oleh masyarakat desa Lanta barat digunakan sebagai

bahan baku pembuatan tuak. Tuak ini merupak tuak manis yang

menyegarkan dan tidak mamabukkan. Masyarakat desa Lanta barat

memiliki kebiasaan mengkonsumsi tuak manis baik pada hari senggang

maupun saat acara pernikahan dan acara-acara lain sebagai minuman

penambah energi.

Selain dikonsumsi sendiri, sebagian masyarakat desa Lanta barat

juga menjual hasil olahan malai bunga tersebut. Ada yang memasarkan

dipinggir jalan dengan tujuan agar pengendara yang lewat di jalan tersebut

membelinya, mengingat di kecamatan tersebut hanya desa Lanta Barat

yang memproduksi tuak manis. Oleh sebagian masyarakatnya lagi ada

yang memasarkannya sampai ke antar provinsi. Tuak ini akan diambil

36
langsung oleh konsumen yang kemudian akan dibawa ke provinsi masing-

masing.

Desa Lanta Barat menjadi desa penghasil tuak manis terbanyak

yang berada di Kecamatan Lambu bahkan di wilayah Kabupaten Bima

karena dengan kreatifitas masyarakat desa Lanta Barat mampu

memberikan hasil baik untuk keberlangsungan hidup mereka dari

pemanfaatan malai bunga lontar, sehingga sampai sekarang masyarakat

desa lanta masih bisa mempertahankan kreatifitas dari turun temurunnya.

Tuak yang dihasilkan hanya dimanfaatkan untuk diminum dan

dipasrkan langsung tanpa memanfaatkannya lebih jauh, karena apabila

disimpan terlalu lama tuk ini akan menjadi tuak yang memabukkan

sehinnga masyarakat didesa tersebut dan desa lainnya tidak akan

membelinya. Yang paling sering dilakukan oleh provinsi-provinsi lain

yang ada diindonesia bahwa tuak ini dapat dijadikan sebagai bahan utama

dalam pembuatan gula merah, dan pembuatan nata yang dapat menambah

penghasilan. Tetapi karena terbatas nya ilmu pengetahuan dan kreatifitas

sehingga membuat masyarakat desa Lanta Barat hanya mengkonsumsi dan

menjual langsung tuak secara mentah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Endang (2018)

dengan judul penelitian Efektivitas Air Nira Lontar Sebagai Bahan

Pengembang Adonan Kue Apem menunjukkan bahwa hasil uji

organolepik dan kadar karbohidrat dengan penambahan nira 100 ml dan

37
lama fermentasi nira lontar 0 jam merupakan perlakuan terbaik pada

produk kue apem

b. Daun

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa jumalah responden yang

memanfaatkan daun lontar sebanyak 9 orang (25,71%) dari total

responden sebanyak 35 orang (100%). Jumlah ini merupakan jumlah

kedua terbanyak yang memanfaatkan tumbuhan lontar setelah malai

bunga.

Pemanfaatan daun lontar oleh masyarakat desa Lanta merupakan

kebiasaan yang lazim dilakukan oleh sebagian besar masyarakat karena,

pemanfaatan daun lontar adalah tradisi turun temurun yang telah diwarisi

dari generasi ke generasi sehingga sampai hari ini pemanfaatan daun

lontar masih berlangsung secara berkelanjutan.

Masyarakat desa Lanta Barat memanfaatkan daun lontar sebagai

penambah penghasilan untuk kebutuhan ekonomi juga sebagai bahan

untuk melengkapi kebutuhan hidup sehari-hari. Mengingat manfaat dari

daun lontar ini cukup banyak, masyarakat setempat sangat kreatif dalam

mengolahnya menjadi berbagai macam kerajinan seperti tikar tradisional,

kipas tradisional bahkan dapat digunakan sebagai rokok.

Dalam pemanfaatannya sebagai rokok, daun lontar muda akan

diraut menjadi tipis, sehinnga daun tersebut lebih lembut, lentur dan tidak

kaku. Lembaran daun-daun yang sudah diraut akan dipotong sesuai

38
dengan panjang batang rokok yang dinginkan. Setiap helain daun yang

telah dipotong kemudian diisi tembakau kemudian digulung dan daun

lontar di jadikan sebagi lapisannya. Begitu juga halnya dengan pembuatan

tikar dan kipas tradisional.

Masyarakat setempat memiliki kreatifitas yang berbeda-beda untuk

membuat motif dan warna yang diinginkannya. Untuk rokok dan kipas

tradisional, biasanya mereka membuatnya untuk di jadikan sebagai

kebutuhan sendiri, berbeda dengan tikar tradisional, kadang mereka

membuat untuk kebutuhan sendiri tetapi tidak jarang juga mereka

membuatnya untuk dijual sesuai dengan pesanan dari konsumen. Mereka

baru akan membuat tikar apabila ada orang yang memesan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Masita (2015)

dengan judul penelitian Etnobotani Tumbuhan Lontar (Borassus

Flabellifer) di Desa Bonto Kassi Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

dengan hasil penelitiannya mengatakan bahwa salah satu manfaat dari

daun lontar adalah untuk membuat tikar. Selain untuk tikar, manfaat lain

yang dapat diperoleh dari daun lontar adalah dapat digunakan untuk

membuat keranjang minuman, bosara’, bakul kecil dan bakul besar, oja

(tongkat), caping/topi petani, dan songkok guru.

Penilitian lain yang dilakukan oleh Faza (2017) dengan judul

penelitian Eksperimen Produk Fungsional Berbahan Daun Lontar Dengan

Teknik Cetakan Sebagai Upaya Pengembangan Desain Produk

39
Berwawasan Lingkungan mengatakan bahwa daun lontar dapat

dimanfaatkan sebagai alat musik Sasando yang berbahan daun lontar dan

kerajinan sandal yang juga bahan utamanya adalah daun lontar.

c. Tangkai daun

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 35 orang responden

yang dijadikan sebagai sampel penelitian ada 5 orang (14,29%) yang

memanfaatkan tangkai daun lontar dalam kehidupan sehari-hari. jumlah

ini merupakan jumlah ketiga terbanyak setelah malai bunga dan daun.

Sehingga pemanfaatan tangkai daun lontar oleh masyarakat desa Lanta

Barat merupakan langkah kreatif masyarakat desa Lanta Barat dalam

mengolah sumber daya alam mereka.

Tangkai daun lontar oleh masyarakat desa Lanta Barat tidak terlalu

banyak untuk bisa dimanfaatkan. Masyarakat setempat memanfaatkannya

untuk dijadikan sebagai tali pengikat pagar rumah yang dibuat dari

belahan bamboo dan tiangnya dari pohon lontar itu sendiri. Tali tersebut

didapatkan dengan cara mencacah atau membelah tangkai daun lontar

tersebut menjadi belahan kecil dan tipis hingga menjadi lentur dan mudah

untuk dibentuk.

Selain dijadikan sebagai tali pengikat, tangkai daun lontar ini juga

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai kayu bakar. Mereka

pada umumnya masih menggunakan tungku kayu tradisional karena

jarang ada masyarakat yang menggunakan gas elpiji. Tangkai daun lontar

40
ini dipotong dan dibelah sehingga menyerupai potongan kayu kemudian

dijemur hingga kering sehingga dapat digunakan sebagai kayu bakar.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Feri (2018)

dengan judul penelitian tumbuhan lontar sebagai dasar penciptaan motif

batik untuk kemeja pria khas lamongan dengan hasil penelitian bahwa

bentuk atau motif pada kemeja pria terinspirasi dari pohon lontar mulai

dari tangkai daun, batang dan buah lontar.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Dani (2016) dengan judul

penelitian Pemanfaatan Serat Alami Pelepah Lontar (Borassus flabelifer)

Dan Gewang (Corypha utan Lamk) di Savanna Nusa Tenggara dengan

hasil penelitian serat lontar dan gewang tergolong serat yang dekoratif,

kuat dan elastis sehingga layak dipakai sebagai bahan bakukerajinan juga

material penguat sebagai komponen ikat dan untuk memperbaiki sifat

kelenturan misalnya pada beton, papan partikel dan plastik molding.

Dari berbagai penelitian yang telah dijelaskan diatas masih banyak

yang bisa dimanfatkan dari tangkai daun lontar tersebut. Tetapi kurangnya

pengalaman, sosialisasi dan pengetahuan menjadi salah satu alasan tidak

tercapainya kreatifitas yang lebih tersebut. Selain dari kendala tersebut,

untuk memanfaatkan tangkai daun lontar untuk menjadi bahan kerajinan

yang lebih jauh lagi, dibutuhkan keahlian dan peralatan khusus seperti

yang telah dijelaskan di jurnal-jurnal sebelumnya. Masyarakat Lanta Barat

41
belum memikirkan sampai sejauh itu untuk memanfaatkan tangkai daun

lontar.

d. Batang

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 35 orang responden

yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian hanya 4 orang (11,43%)

yang memanfaatkan batang lontar. Batang lontar oleh masyakat desa

Lanta Barat dijadikannya sebagai penyangga papan lantai rumah kayu

karena batang lontar dianggap layak untuk dijadikan sebagai bahan

bangunanan rumah panggung.

Batang lontar digunakan sebagai salah satu perkakas rumah karena

memiliki tekstur kayu yang rapat dan tidak mudah termakan oleh rayap,

kuat dan tahan dari segalah musim. Secara turun temurun batang lontar

sudah digunakan oleh masyarakat di desa Lanta Barat sebagai bahan

bangunan karena belum dikenal perkakas rumah yang lainnya. Meskipun

dijaman modern ini sudah tidak banyak yang menggunakan batang lontar

akan tetapi masyarakat Lanta Barat masih menggunakan batang lontar

sebagai penyangga rumah karena rumah masyarakat Lanta Barat pada

umumnya didominasi oleh rumah panggung.

Selain digunakan sebagai bahan rumah panggung, ada manfaat lain

yang dapat digunakan dari batang lontar seperti dibuat untuk tiang pagar

rumah karena tekstrunya yang kuat dan bentuknya yang lurus. Untuk

bagian-bagian yang tidak terpakai atau sisa dari pembuatan rumah kayu

42
dan tiang pagar rumah batang lontar dapat dijadikan sebagai kayu bakar.

Dari batang lontar ini akan menghasilkan api yang menyala besar dan bara

yang tahan lama. Kebiasaan masyarakat setempat masih menggunakan

tungku kayu untuk memasak makanan dan membakar ikan dan sejenisnya

masih dilakukan sendiri tanpa membeli makanan siap saji.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Masita (2015)

dengan judul penelitian Etnobotani Tumbuhan Lontar (Borassus

Flabellifer) di Desa Bonto Kassi Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

dengan hasil penelitiannya mengatakan bahwa batang pohon lontar dapat

dijadikan sebagai perkakas rumah seperti penyangga rumah karena tekstur

kayu yang kuat. Manfaat lain yang dapat diperoleh dari batang pohon

lontar adalah dapat dijadikan sebagai penyangga pagar karena bentuk

batang yang cenderung lurus tak bercabang.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Mody (2008) dengan judul

penelitian Cirri Anatomi, Sifat Fisis, Mekanisme Dan Kegunaan Batang

Pohon Lontar dengan hasil penelitian yaitu batang pohon lontar pada

umumnya digunakan untuk bahan bangunan rumah rakyat, antara lain :

kaso, reng, balok lantai, rangka dinding dan tangga. Beberapa komponen

perahu juga menggunakan batang pohon lontar antara lain senta dan balok

lantai geladak. Selain itu juga digunakan untuk bahan kerajinan berupa

perlatan rumah tangga, seperti : sendok dan spatula.

e. Buah (2.86%)

43
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 35 kepala keluarga

yang dijadikan sebagai responden, terdapat 1 orang (2,86%). Jumlah ini

merupakan jumlah yang paling sedikit yang memanfaatkan lontar diantara

bagian-bagian tumbuhan lontar yang lain. Hal ini dikarena pada dasarnya

masyarakat Desa Lanta Barat masih belum mengetahui bagaimana cara

memanfaatkan buah lontar lebih jauh lagi.

Minimnya pengetahuan untuk memanfaatkan buah lontar padahal

membuat masyarakat setempat kurang memiliki kreatifitas untuk

menjadikannya makanan ataupun olahan yang lebih menarik untuk

menambah penghasilan keluarga. Buah lontar yang terdapat di wilayah

Desa Lanta Barat sangatlah melimpah ruah, sehingga mereka hanya

mengkomsumsi buah lontar dengan cara memakannya saja, mereka tidak

menjual atau mendistribusikan buah lontar.

Masyarakat desa Lanta Barat pada umumnya sangat suka

mengkonsumsi buah lontar, tekstur buah yang kenyal, manis dan

menyegarkankan membuat mereka merasa buah lontar ini hanya ukup

dikonsumsi sendiri bersama dengan anggota keluarga yang lain. Ada

banyak jurnal yang mengatakan bahwa buah lontar dapat dibuah dan

diolah lebih jauh lagi, tapi karena kurangnya ilmu pengetahuan,

pengalaman, sosialisasi dan kreatifitas menjadikan buah lontar hanya

dikonsumsi oleh mereka sendiri.

44
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Masita (2015)

dengan judul penelitian Etnobotani Tumbuhan Lontar (Borassus

Flabellifer) di Desa Bonto Kassi Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar

dengan hasil penelitiannya mengatakan bahwa masyarakat Takalar

memanfaatkan buah lontar sebagai olahan buah yang digunakan pada

setiap acara, seperti acara pernikahan, sunatan dan juga sebagai es buah

yang diberi nama “es buah tala”

Penelitian lain yang dilakukan oleh Siti (2015) dengan judul

penelitian Pengaruh Penggunaan Daging Buah Siwalan (Borassus

flabellifer) Terhadap Kualitas Es Krim Ditinjau Dari Daya Ikat Air,

Viskositas, Kadar Air dan Kecepatan Meleleh dengan hasil penelitian

bahwa dengan penambahan daging siwalan memberikan pengaruh berbeda

terhadap viskositas, kadar air dan kecepatan meleleh serta daya ikat air

yang merupakan perilaku terbaik.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Irni (2018) dengan

judul penelitian studi potensi pemanfaatanlimbah serat batok siwalan

(Borassus flabellifer) dengan hasil penelitian bahwa serat dari batok

siwalan dapat dijadikan sebagai benang dan kain.

Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

dapat dijadikan sebagai salah satu fererensi untuk menumbuhkan

kreatifitas bagi masyarakat Desa Lanta Barat bahwa batok lontar yang

dibuang begitu saja dapat diolah kembali menjadi salah satu bahan yang

45
berguna dan memilki nilai jual tinggi. Begitu pula dengan buah lontar oleh

masyarakat Desa Lanta Barat yang hanya dimakan begitu saja, bisa di olah

menjadi beragam makanan yang dapat dijual kembali.

V.3. Alur pemasaran hasil pemanfaatan lontar

Tabel V.5 Pemasaran hasil pemanfaatan lontar

No Pemasaran Responden Presentase %


1 Komsumsi 12 34.29
2 Desa 13 37.14
3 Kecamatan 5 14.29
4 Kota 2 5.71
5 Provinsi 3 8.57
Jumlah 35 100.00 %
Sumber :Data primer diolah 2019

A. Pemasaran ke wilayah Desa (37.14%)

Berdasarkan tabel V.5 dari hasil penelitian yang telah

dilakukan menunjukan bahwa alur pemasaran hasil lontar dibagian

wilayah Desa memiliki nilai presentase sebanyak (37.14%) atau

dengan total responden berjumlah 13 responden dari 35 responden

atau dengan jumlah total 100% yang telah diwawancarai.

Adapun hasil lontar yang dipasarkan oleh masyarakat desa

Lanta Barat adalah daun dan malai bunga lontar karena daun dan

malai bunga lontar memiliki nilai jual sehingga masyarakat desa

Lanta Barat memanfaatkan daun dan malai bunga lontar untuk bisa

46
menghasilkan uang. Daun segabagai bahan baku pembuatan tikar

tradisional dan malai bunga bisa menghasilkan tuak manis yang

sangat diminati oleh khalayak umum bukan hanya diwilayah desa

Lanta Barat saja yang meminatinya melaikan diluar wilayah desa

Lanta Barat juga.

Daun Seleksi Tikar


Petani arkann
Lontar dan diolah tradisional

Konsumen

Keterangan :

Daun lontar yang telah diambil dari oleh petani dari pohonnya kemudian

akan diseleksi dan diolah Setelah itu baru anyam membuat tikar tradisional

setelah selesai anyam kemudian siap

Dipasarkan ditempat kediamannya kepada konsumen.

Gambar V.1 Alur pemasaran daun lontar pada wilayah Desa

47
Gambar V.2 Alur pemasaran tuak manis dari malai bunga lontar

ke wilayah Desa

Malai Petani Diolah Tuak manis Dipasarkan


Bunga

Konsumen Pedagang

Keterangan :

Malai bunga akan diolah oleh petani untuk menjadi tuak manis yang akan

dipasarkan kepada pedagang dan pedagan akan menjual kepada konsumen.

B. Tidak dipasarkan/komsumsi (34.29%)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di desa

Lanta Barat Kecamatan Lambu bahwa dapat dilihat dari tabel V.5

48
pemasaran hasil lontar. Dalam hal ini terdapat 12 responden dari 35

responden yang telah diwawancarai atau dengan jumlah presentase

(34.29%) yang tidak memasarkan hasil pemanfaatan lontar karena

dikonsumsi atau hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-

hari.

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden adapun bagian

lontar yang tidak mereka pasarkan adalah daun, batang, buah dan

tangkai daun mereka hanya memanfaatkannya untuk kebuhan

sendiri saja, hal ini memiliki pengaruh juga terhadap tingkat

pendidikan masyarakat desa Lanta Barat atau karakteristik

responden yang terdapat pada tabel V.3 yang hanya didominasi

oleh tamat SD dan sisanya 2 responden yang hanya tamat SMP.

Sehingga pemanfaatan lontar di desa Lanta Barat masih terbilang

tradisional dan belum mengetahui cara yang modern seperti yang

terdapat di wilayah kota-kota besar di Indonesia ini.

C. Pemasaran ke wilayah Kecamatan (14.29%)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di desa

Lanta Barat Kecamatan Lambu dapat dilihat pada tabel V.5

pemasaran hasil pemanfaatan lontar khususnya pada pemasaran

wilayah kecamatan dari hasil wawancara kepada 35 responden 5

49
dengan presentase (14.29%), diantaranya memasarkan hasil

pemanfaatan lontar ke wilayah Kecamatan yang berada di

Kabupaten Bima diantaran kecamatan Lambu, Sape dan Wawo.

Berdasarkan pernyaatan responden yang telah diwawanca alur

pemasarannya sangat sederhana yaitu pedagan di tiap kecamatan

langsung mengambil hasil pemanfaatan lontar yang terdapat pada

petani lontar yaitu tuak manis dari hasil malai bunga lontar yang

telah diolah untuk mengahasilkan tuak manis, kemudian pedangang

menjual tuak manis dengan eceran dan biasanya mereka menjual

dengan harga yang terjangkau yaitu dengan harga 1 botol aqua yang

kecil dengan harga Rp 5.000 dan yang besar berkisar antara Rp.

10.000 sampai 15.000.

D. Pemasaran ke wilayah Provinsi (8.57%)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di desa

Lanta Barat yang terdapat pada tabel V.5 pemasaran hasil lontar

khususnya pada poin provinsi terdapat 3 responden yang

berdasarkan hasil diwawancara dari 35 responden dengan nilai

presentase (8.57%) dari nilai total 100%.

Pemasaran hasil lontar ke wilayah provinsi antara lain provinsi

Bali dan Nusa Tenggara Timur adapun yang dipasarakan ke

provinsi Bali adalah daun lontar sedangkan yang dipasarkan ke

Provinsi Nusa Tenggara Timur adlah tuak manis, berdasarkan

50
keterangan responden pada hasil wawancara yang terdapat

dilampiran bahwa alur pemasaran hasil lontar bisa dilihat pada

gambar berikut :

Gambar V.3 Alur pemasaran daun lontar ke wilayah Provinsi

Daun Lontar Petani Pabrik Konsumen

Keterangan :

Petani akan mengambil daun lontar pada lontar kemudian dijemur

hingga kering jika semuanya dipastikan sudah kering maka akan

dibawa ke tempat pabrik, dan pakrik akan menghasilkan aneka produk

anyaman yang berbahan baku daun lontar seperti tikar, topi, dan kotak

tisu. Peran petani lontar adalah sekaligus menjadi pedagang.

Gambar V.4 Alur pemasaran tuak manis dari hasil malai bunga

ke wilayah provinsi

51
Malai Bunga Petani Tuak Manis Pedagang

Konsumen

Keterangan :

Petani lontar akan mengolah malai bunga lontar untuk menghasilkan tuak

manis kemudian petani lontar akan menjual kepada pedagan dan pedagang

akan menjual eceran kepada konsumen, biasanya pedagang memasarkan

kepada konsumen ke wilayah Sumba Nusa Tenggara Timur.

E. Pemasaran ke wilayah kota (5.71%)

52
Berdasarkan Hasil penelitian yang telah dilakukan di desa

Lanta Barat dapat dilihat pada tabel V.5 terdapat 2 responden dari

35 responden yang telah diwawancarai secara bertahap yang

memsarkan hasil pemanfaatan lontar ke wilayah kota dengan nilai

presentase (5.71%) dari total 100%.

Berdasarkan keterangan responden yang telah diwawancarai

yang terdapat pada lampiran bahwa hasil pemanfaatan lontar yang

dipasarkan ke wilayah kota adalah tuak manis yang dihasilkan oleh

malai bunga lontar, mengapa pemasaran kkewilayah kota memiki

nilai yang sedikit presentasenya? Karena pada dasarnya masyarakat

desa Lanta Barat atau pedagang yang berada di desa Lanta Barat

memiliki daya minat yang kurang untuk menjual hasil lontar ke

wilayah kota karena disebabkan jauhnya akses desa ke kota dan dan

harga barang sedikit bebeda dengan penjualan pada wilayah desa

sehingga mereka kurang memasarkan hasil lontarnya ke wilayah

kota. Ada pun alur pemasaran pada wilayah kota dapat dilihat pada

gambar berikut :

53
Malai Bunga Petani Tuak Manis Pedagang

Konsumen

Keterangan :

Malai bunga lontar diolah oleh petani lontar yang akan menghasil tuak manis,

tuak manis dijual kepada pedagang dan pedangang menjual di kota kepada

konsumen.

Gambar V.5 Alur pemasaran tuak manis ke wilayah kota

3.1 Pemasaran

Berbagai macam produk lontar memberi peluang usaha sehingga

pengembangan pemanfaatannya secara langsung dapat meningkatkan

pendapatan petani. Namun ketidakpastian pemasaran lontar menjadi hambatan

bagi pengembangan komoditas lontar. Produk lontar yang sudah dijualbelikan

adalah tuak segar (nira), gula cair, laru, sopi, gula lempeng, dan gula semut.

Namun sistem pemasarannya belum dapat memberikan dampak yang nyata

terhadap peningkatan pendapatan petani (Tambunan, 2010).

Dari hasil penelitian (Tambunan, 2010) ditinjau dari hasil produksi

nira lontar, setiap petani keluarga menyadap ratarata 25 pohon/hari selama

masa penyadapan. Apabila produksi nira lontar sekitar 3,5 liter/pohon/hari,

54
maka jumlah nira yang dihasilkan sekitar 87,5 liter/keluarga dan dijual dalam

bentuk nira segar Rp 100,-/liter akan diperoleh pendapatan Rp

8.750,-/keluarga. Sesuai dengan teknologi yang digunakan petani, nira

dimasak menjadi gula cair (liquid sugar) dapat menghasilkan kurang lebih

8,75 liter (9,65 kg) dan bila harga gula cair ditingkat petani Rp 750,-/kg, maka

diperoleh pendapatan setiap hari sebesar Rp. 7.230,/keluarga/hari. Hal ini

berarti penerimaan dengan menjual gula cair lebih rendah dibandingkan

dengan menjual nira segar. Namun permasalahannya adalah volume penjualan

hasil dalam bentuk nira sangat terbatas, karena konsumen yang terbatas dan

nira cepat sekali menjadi asem akibat fermentasi sehingga menjadi tidak laku.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Wanda (2018) dengan judul

penelitian Analisis Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan

pada Strategi Pemasaran Toko Sepatu Payless Cabang Megamall dengan hasil

penelitian menyatakan bahwa secara parsial stare layout, produk, kesadaram

merek brpengaruh signifikan terhadap faktor keberhasilan, secara parsial

harga, kualitas pelayanan, promosi berpengaruh signifikan terhadap faktor

kegagalan, secara simultan store layout, produk, kesadaran merek, harga,

kualitas pelayanan dan promosi berpengaruh signifikan terhadap penerapan

strategi pemasaran.

Pemasaran merupakan sekumpulan kegiatan di mana suatu perusahaan dan

organisasi lainnya memberikan dan menyerahkan nilai – nilai pertukaran antara

mereka dengan pelanggannya. Menurut Hermawan (2012) komunikasi pemasaran

55
akan berdampak pada persepsi yang positif berupa kepercayaan terhadap merek yang

akan disampaikan bergantung terhadap proses pelaksanaan yang baik, begitujuga

sebaliknya kepercayaan merek akan memperlancar komunikasi pemasaran. Menurut

Morissan (2007:10),termasuk dalam komunikasi pemasaran adalah aktivitas

pemasaran yang berusaha menciptakan kesadaran atau pengetahuan mengenai

produk dengan berbagai atributnya, menginformasikan kelebihan produk,

menciptakan citra produk, atau menciptakan sikap positif, preferensi, dan keinginan

membeli produk bersangkutan. Tujuan komunikasi mengacu pada apa yang ingin

dicapai perusahaan atau organisasi dengan program promosi yangdilakukan.

56

Anda mungkin juga menyukai